"𝑫𝒂𝒅𝒅𝒚'𝒔 𝑫𝒂𝒚 𝑪𝒂𝒓𝒆"
𝑷𝒂𝒓𝒕 𝟏
Main pair : reon x semi
ABO!Universe, timeskip AU
Ini pertama kalinya Reon menjaga bayi kembarnya tanpa Eita sang omega. Harusnya Reon tidak menyepelekan hal ini...
"Reooon~"
Reon langsung menoleh begitu suara rendah bernada manis terdengar dari pintu ruang kerjanya. Sang kepala keluarga di rumah ini tengah serius mengerjakan pekerjaan kantornya, namun begitu sang omega tercintanya memanggil, terutama dengan nada manja yang membuat Reon ingin menyerangnya, ia akan segera menghentikan kegiatannya. Pria jangkung itu kemudian menyimpan kacamata bacanya, lalu menghampiri Eita dengan senyum hangatnya.
"Ada apa, Eita? Ingin sesuatu?"
Eita yang seolah mendapat kode bahwa suaminya akan mengabulkan apapun permohonannya segera mengulas senyum lebar seraya melingkarkan satu lengannya pada lengan kekar Reon.
"Siang ini aku dan Tsutomu berencana akan menemani Kenjirou jalan-jalan." Eita menjeda ucapannya, sengaja karena ingin melihat respon Reon. Tapi Eita memang tidak mengada-ada, ia dan Tsutomu akan menemani Kenjirou belanja ke mall. Karena Kenjirou yang tengah mengandung, apalagi di usia kandungannya yang menginjak 7 bulan tentunya tak bisa berjalan-jalan sendirian. Harus ada yang menemaninya. Dan sayangnya sang alpha yang berstatus sebagai suami Kenjirou, Kawanishi, harus menyelesaikan urusan pekerjaannya di luar kota.
"Hmm... lalu?" Reon tak mempermasalahkan Eita pergi, toh omeganya itu akan pergi bersama Tsutomu dan Kenjirou, yang memang keduanya seorang submisif alias 'omega'.
"Kau mau kan menjaga Aiko dan Akira selama aku pergi?"
Dengan penuh percaya diri Reon mengangguk mengiyakan permintaan Eita. Mengasuh kedua putra kembarnya? Itu sama sekali bukan masalah bagi Reon. Toh, dia kan ayah si kembar. Ia yakin mengasuh si kembar akan semudah membuat omelet.
"Tentu saja sayang. Apa sih yang tidak untukmu?" jawab Reon, kemudian mencuri satu kecupan di pucuk kepala Eita. "Ini saatnya sang ayah menghabiskan waktu bersama mereka."
Eita terkekeh lembut mendengar jawaban Reon. Ia jadi semakin jatuh cinta pada ayah si kembar ini.
"Baiklah daddy~ kalau begitu, aku akan bersiap-siap." Eita pergi setelah menghadiahi Reon dengan ciuman singkat di bibirnya dengan senyum puas. Membuat Reon tak sanggup lagi menahan senyumnya. Begitu Eita-nya pergi, ia menghampiri meja kerjanya, mematikan laptop dan merapikan dokumen yang menumpuk.
• • • • •
Reon memilih untuk menonton televisi sembari menunggu putra kembarnya terbangun dari tidur siangnya. Eita sudah pergi dijemput Tsutomu sepuluh menit yang lalu. Reon sedari tadi terus mengganti-ganti kanal televisi yang menarik, hingga akhirnya ia menemukan channel sport favoritnya—
"PPAAAAAA!"
"HUEEEEE! PPPAAAAAAA!"
Teriakkan dan tangisan dari kamar sebelah segera menyadarkan Reon. Buru-buru ia meninggalkan sofa empuk tersebut dan berjalan cepat menuju kamar kedua putranya. Ia membuka pintu bercat baby blue dan benar saja, bayi kembarnya tengah menangis. Dalam crib tersebut sudah ada Akira yang menangis kencang sambil berdiri dengan berpegangan pada pagar crib. Sedangkan kakak kembarnya Aiko tengah menangis tersedu sambil terduduk, ia tidak menangis sekencang adiknya, dan itu cukup membuat Reon sedikit kebingungan.
"Berhenti menangis, sayang. Ayah disini."
Reon mencoba menenangkan keduanya, ia menurunkan salah satu sisi pagar crib tersebut lalu menggendong Akira di tangan kanannya, namun bayi satu tahun ini malah menggeliat menolak untuk digendong oleh ayahnya. Reon tahu jika anak bungsunya ini menangis mencari Eita papa-nya, ia ingin digendong papanya namun malah sang ayah yang datang. "Hiks... ppaaaa... ppaaaaa!!"
Begitulah... kedua anaknya ini memang lebih menyayangi Eita daripada dirinya.
"Papa sedang pergi, jadi Akira-kun sama ayah dulu, ok?" walaupun begitu Reon tetap menggendong Akira dengan erat, takut jatuh. Tapi ia cukup terkejut begitu tangan besarnya meraih Aiko yang sedari tadi hanya menangis pelan.
"Astaga Akio, kau demam... pantas saja tangisanmu tidak berisik seperti biasanya." ucapnya dengan khawatir, tangannya menyentuh dahi mungil bayinya, mengelus pelan dahinya yang hangat dan sedikit berkeringat itu. Ia lalu membungkuk sedikit untuk menggendong Akio di tangan kirinya.
Reon menyusuri lorong flatnya hati-hati dengan dua bayi yang ia gendong sekaligus; Akira yang akhirnya berhenti menangis kencang tengah mencengkram kaus hitam ayahnya, dan Aiko yang hanya menyandarkan kepalanya pada bahu sang ayah dengan lemas.
Reon sudah biasa menggendong Aiko dan Akira sekaligus, karena memang sudah menjadi kebiasaan anak kembarnya yang ingin digendong ayah mereka bersamaan. Jika Reon menggendong salah satunya? Maka siap-siap saja tangisan atau jeritan kencang yang bisa memekakan telinga seisi ruangan terdengar saat itu juga. Saat ini tidak masalah, tapi kan suatu saat bayi-bayi mungilnya ini akan tumbuh besar... dan bagaimana jika mereka tetap ingin digendong sekaligus? Say goodbye pada pinggang tua Reon.
Ayah dua anak itu segera menurunkan bayi kembarnya diatas meja makan, satu persatu ia mendudukkan Akira dan Aiko pada kursi khusus bayi. Ini sudah jam satu siang, dan bayi-bayi rewel ini perlu makanan, terutama Aiko. Reon mengingatkan dirinya untuk membeli obat demam nanti, tapi saat ini pria tinggi itu tengah berkutat dengan setiap lemari penyimpanan yang ada di dapurnya. Ia tidak menemukan satupun kotak bubur formula khusus bayi yang biasa Eita buatkan untuk anak-anaknya.
"Apa jangan-jangan habis?" Reon bergumam sendiri setelah ia mencari ke lemari pendingin, tapi hasilnya nihil. Dan Reon semakin panik begitu ia kembali mendengar isakkan Akira di meja makan sana, belum lagi Aiko yang sedang demam dan harus segera makan. Buru-buru ia mengambil ponselnya di meja kerjanya dan segera menghubungin Eita.
"Reon gomen, aku lupa tidak bilang padamu kalau bubur formula untuk Aiko dan Akira sudah habis dan aku belum membelinya. Kau bisa ke supermarket untuk membelinya kan, sayang?" Reon terdiam, otaknya langsung blank begitu mendengar ucapan mate-nya melalui ponsel. Dan masih juga terdiam bahkan saat Eita memanggilnya berkali-kali.
"O-ok, sayang, aku akan belikan nanti. Jangan menelepon sambil berjalan, ok? Have fun, love." hanya itu yang bisa Reon ucapkan. Mengiyakan permintaan Eita. Padahal dia sendiri sedang memutar otaknya; bagaimana ia bisa pergi ke supermarket dengan dua bayi rewel ini, terlebih lagi Aiko sedang sakit, lalu—
"Hiks... HUEEEEE! HUEEEEE!"
Reon memejamkan kedua matanya begitu tangisan kencang menyapa kedua gendang telinganya. Well... lagi-lagi Akira si bungsu menangis kencang disana, ditambah lagi dengan kakaknya yang juga ikut menangis. Yah, mau bagaimana lagi? Anak-anaknya kelaparan dan Reon tak bisa menyalahkan siapapun disini. Ia mengacak rambut hitamnya dengan frustasi, lalu buru-buru membuka kembali lemari pendingin karena dia ingat disana ia melihat ada setoples biskuit bayi. THANKS GOD!
Segera ia menuju dimana Aiko dan Akira menangis dengan membawa setoples biskuit susu. "Sabar, sayang. Makan ini dulu, dan berhentilah menangis, ok?"
Reon menghembuskan nafas lega, tangisan kencang Akira dan Aiko terhenti setelah ia memberi biskuit yang sudah dipotong kecil itu pada mereka. Dengan mata sembab dan pipi yang basah karena air mata, mereka memakan biskuit di tangan mereka dengan lahap, walaupun isak kecil masih sesekali terdengar. Reon mengelap kedua pipi mereka dengan tissue.
Lalu seketika ia teringat seseorang yang dapat membantunya, buru-buru ia menghubungi orang tersebut sambil terus menyuapi Akira dan Aiko dengan biskuit secara bergantian.
Reon tak dapat menahan senyumnya ketika jari telunjuk dan jempolnya dihisap dan digigit-gigit oleh Akira ketika ia menyuapinya, mata bundarnya menatap Reon, lalu tersenyum lebar dengan mulut belepotan, menampilkan gusi yang baru ditumbuhi dua gigi kecil. Senyum dan mata bundar polos sewarna abu perak yang persis seperti milik Eita. Ahh... hati Reon seketika menghangat. Dengan gemas Reon mencium pipi gembul Akira, dan tentu saja Aiko juga.
"Reon? Ada apa?" Reon segera tersadar begitu mendengar seseorang berbicara melalui ponselnya.
"Ah, Hayato, boleh aku meminta tolong padamu? Bisakah kau menjaga Akira dan Aiko disini? Bubur mereka habis, dan aku harus ke supermarket untuk segera membelinya."
"Tidak bisa Reon, aku juga sedang menjaga anakku disini. Bukankah kau tahu omegaku juga pergi bersama Eita dan Kenjirou? Kenapa kau tidak ajak saja Aiko dan Akira?"
"Aiko sedang sakit, aku tidak bisa membawanya."
Hening sebentar, sebelum terdengar Hayato mendecak diseberang sana. "Baiklah, bawa Aiko ke flatku. Hanya Aiko! Aku bisa gila jika harus mengurus tiga bayi rewel."
Reon tersenyum menang atas jawaban Hayato, "Thanks, kau memang sahabatku yang terbaik, Hayato." Namun tiba-tiba ia melotot kaget ketika melihat semua biskuit yang sudah ia potong-potong itu ludes habis oleh dua monster kecil tersebut. Reon masih ingat ia memotong nyaris setengah dari setoples. Mereka benar-benar kelaparan, eh?
"Hish! Benkei sialan! Kau baru memanggilku dengan embel-embel 'sahabat baik' jika sudah ada maunya! Cepat bawa Aiko kesini!" Setelahnya sambungan diputus dari pihak seberang. Tapi Reon tak peduli, yang penting ada orang yang bisa menjaga Aikonya selagi ia pergi.
"Yyahh! Nyaaaang!"
"Sudah kenyang, huh?" Reon kembali mengambil tissue lalu mulai mengelap mulut Akira dan Aiko yang belepotan oleh biskuit. "Tapi nanti kalian harus makan lagi." Ucapnya lagi, lalu menggendong si kembar menuju kamar mereka, setelah sekali lagi mencium gemas pipi mereka. Mengganti baju mereka dan memakaikan mereka dengan pakaian tebal sebelum berangkat menuju flat kediaman Yamagata Hayato.
Next?
