Happy Reading.
~Frame~
"Kenapa kamu bisa meninggalkan barang sepenting itu?"
"Akan segera kuambil!"
Sepatu kets milik seorang pemuda bergesekan dengan lantai menghasilkan suara decitan, menandakan dia menaruh gaya pada kakinya dengan begitu besar. Bukan tanpa alasan, dia mulai berlari keluar ruangan klub lalu langsung berbelok ke kiri. Berharap tangga sudah ada di depan matanya. Dia harus turun satu lantai dulu baru bisa menuju kelasnya, tempat dimana dia meninggalkan benda paling berharga untuknya, setidaknya sekarang. Beberapa kali dia hampir menabrak murid lain dan mereka mencaci pemuda itu.
Meski ujung-ujungnya pemuda itu kurang peduli dan hanya berkata maaf secara asal.
'Sial! Aku selalu ceroboh dan pelupa!'
Dia sudah menuruni tangga dan yang perlu dilakukan adalah berbelok sekali lagi.
'Yosh! Tinggal satu persimpangan lagi dan-'
"Wah!"
"Kya!"
Tepat setelah belokan terakhir dia tidak melihatnya hingga memaksanya tersungkur ke belakang. Pemuda itu mendengar seorang perempuan yang sepertinya juga tertabrak akibat ulahnya. Membelalakan matanya ketika banyak kertas berjatuhan dekat dirinya terjerembab dan juga gadis itu. Dia langsung bangun dan dengan cekatan mulai mengumpulkan kertas-kertas tersebut.
"Wawawawa…maafkan aku!"
Gadis yang menjadi korbannya mulai duduk setelah memegangi kepalanya, "Aduh…eh? Loh, berkasnya!"
Gadis tadi mulai panik, ikut mengumpulkan kertas yang sudah berceceran tanpa ada rasa kesal pada seorang pemuda yang sudah membuatnya terjatuh.
"Sekali lagi aku minta maaf! Aku selalu ceroboh…Uuuuu." Meski sudah selesai mengumpulkan, pemuda itu terlihat ingin menangis sambil membungkuk beberapa kali. Gadis yang menjadi korban tadi hanya bisa tersenyum, "Tidak apa-apa, lain kali hati-hati ya! Memangnya kenapa kok sepertinya kamu terburu-buru begitu?"
Pemuda tadi sedikit terperangah dengan senyum gadis dihadapannya namun tersadar sedetik kemudian, "Eh…oh! Aku harus mengambil kamera ku yang tertinggal di kelas. Aku harus menyerahkan memory card yang ada di kamera itu untuk perlombaan fotografi. Kalau terlambat mungkin aku tidak akan bisa mengikuti lomba itu!"
"E..eh? Bukannya gawat ya? Kenapa kamu masih di sini kalau begitu?" Gadis tadi memiringkan kepalanya.
"Oh, iya! Benar juga. Kalau begitu selamat tinggal dan maaf untuk yang tadi!"
Gadis itu harus melihat pemuda nyentrik dihadapannya pergi begitu saja dengan langkah seribu. Berbagai pertanyaan mulai terulas dalam otaknya sambil menerawang siapa gerangan yang barusan sudah sedikit mengacaukan kegiatan kesiswaannya.
"Tapi tadi dia nyebut fotografi? Apa dia salah satu anggota klub fotografi? Aku juga gak tahu siapa namanya."
Membuka pintu perlahan, dia tidak ingin mengulangi kejadian yang sama seperti saat beberapa menit lalu. Peluh membasahi wajah tan nya, tetapi senyum terukir secara jelas.
"Senpai! Ini dia kameranya!"
Kakak kelas dan beberapa teman sebayanya sudah menunggu depan komputer, menoleh pada pintu.
"Bagus! Tapi ada kabar lain, Naruto-kun."
"Eh? Kabar apa itu?"
Naruto akhirnya memberikan kamera tersebut.
"Ternyata deadlinenya diundur 3 hari lagi."
Naruto hanya bisa melongo, Shikamaru yang dari tadi hanya memperhatikan akhirnya menepuk pundak pemuda pirang yang sekaligus merupakan sahabatnya, "Haha, tapi tidak apa-apa, Naruto. Lebih baik kita kirim sekarang gambar milikmu itu."
Berkas memang terpegang secara rapi di tangannya, tapi urutannya pasti tidak beraturan akibat kejadian barusan. Gadis itu menghela napas sedikit sambil duduk pada kursi yang sudah menjadi posisinya sejak menjabat sebagai bendahara dalam organisasi kesiswaan.
"Ada masalah apa, Ichinose-san?"
Gadis berambut merah jambu panjang dan bermata ungu yang bernama Ichinose Honami, hanya bisa tersenyum terpaksa, "Haha, ada kejadian tidak terduga saja, Horikita-san. Tenang saja, masih aman dalam kendali, kok."
"Begitu. Syukurlah kalau tidak terjadi apa-apa." Gadis berambut hitam panjang dan memiliki mata merah yang menampilkan keseriusan, Horikita Suzune, adalah seorang ketua kesiswaan. Horikita melenggang pergi dari ruangan itu setelah dirasa anggotanya tidak terkena masalah apapun. Sekarang Ichinose hanya perlu mengatur ulang berkas tadi secara teliti, karena akan menyangkut kegiatan besar yang akan diadakan di sekolahnya.
"Jadi, disini aku mengumpulkan kalian karena sebentar lagi akan ada festival sekolah."
Dalam meja besar yang dapat diisi hingga delapan orang, Hirata berdiri paling depan dekat dengan papan tulis portable. Naruto mengangkat tangannya. "Hm? Kita bukan menjadi dokumenter seperti tahun lalu, Yosuke-senpai?"
Hirata menggeleng, "Tentu bukan, itu adalah tugas untuk anggota kelas satu. Nah, untuk kelas dua dan tiga seperti kita, akan mengadakan sesuatu."
Naruto, Shikamaru, dan Airi saling memandang satu sama lain. Sama sekali tidak mendapat informasi seperti ini dari ketua klubnya.
"Ini baru pertama kali akan kita lakukan dan ketua kesiswaan juga setuju dengan ini." Hirata tersenyum semangat.
Sakura Airi kali ini sedang memasang pamflet pada mading sekolah ditemani oleh kedua teman klubnya, Shikamaru dan Naruto.
"Hmm…memangnya semua bakal mengikuti ide Yosuke-senpai ini ya?"
Airi termangu dengan perkataan Naruto, namun sedikit antusias pada ide yang dibuat oleh Hirata, meski gadis itu merupakan introvert. Shikamaru menguap, "Justru menurutku ini ide yang bagus, foto berpasangan untuk seluruh murid adalah ide yang tidak biasa."
"A..aku juga menantikan kegiatan ini di festival, Naruto-kun."
Naruto memandang keduanya, "Oh, begitu. Iya juga ya, Apalagi kalau foto bersama dengan orang yang kau sukai. Tapi kesempatan itu kecil sih, haha."
"Benar, tapi tidak memungkinkan juga akan ada yang saling bertukar nomor, Naruto."
Hirata memiliki ide kegiatan untuk klub fotografi saat festival sekolah, yaitu foto berpasangan dengan lawan jenis. Semua siswa akan diberikan nomor dan akan berpasangan dengan siswa angkatan yang sama. Laki-laki dan perempuan dengan nomor yang sama diharuskan foto berbarengan dengan pose apapun dan spot yang diambil juga bebas. Lalu foto bisa diupload di media sosial dengan hashtag yang sudah ditentukan atau klub fotografi yang akan mengambil fotonya jika berkunjung ke booth tersedia.
"Hmm, Airi, kau bilang menantikan ini. Berarti kau menyukai seseorang ya?"
"Ah, etto…"
Airi memerah mendengar pertanyaan Naruto. Gadis itu nampak malu-malu meski ekspresinya sangat mudah dibaca. Naruto hanya cengengesan, "Laki-laki berambut coklat di kesiswaan itu kan? Siapa namanya ya…eh…"
"Ayanokouji. Dasar, hal-hal kaya begini memang selalu kau lewatkan ya, Naruto."
Airi semakin memerah karena niatnya sudah diketahui oleh mereka berdua, namun tidak menjadi masalah. Naruto dan Shikamaru memang teman yang sangat mudah untuk diajak mengobrol dan Airi cukup nyaman berinteraksi dengan mereka.
Naruto tertawa ringan tanpa fokus dengan pekerjaannya sehingga jari telunjuknya tidak sengaja terluka dengan jarum mading. "Ow!"
"O..oy, kau tidak apa-apa?"
"Naruto-kun!?"
Naruto memegangi tangannya yang berdarah. Sedikit meringis, dia menggeleng, "Iya, hanya luka kecil saja kok."
"Kamu tidak apa-apa?"
Naruto menoleh mendapati seorang gadis sedang mendekatinya, 'Gadis ini kan…'
"Ah, Ichinose-san!" Airi sumringah dengan kedatangan salah satu temannya.
Naruto yang tidak sempat memikirkan lukanya, memiringkan kepala, "Ichinose?"
Shikamaru hanya bisa menggaruk kepalanya dengan ketidaktahuan teman pirangnya, "Naruto, kau juga tidak tahu siapa bendahara kesiswaan kita?"
"Tidak masalah, Nara-san. Nah, sekarang coba kita lihat luka ini."
Ichinose tanpa sungkan mengambil tangan Naruto dan sapu tangan ternyata sudah tersedia pada tangan lainnya. Dengan telaten Ichinose menyeka darah yang mengalir dan dengan cepat juga plester sudah terpasang rapi. Naruto sekali lagi harus terperangah dengan Ichinose, "Maaf..karena kecerobohanku, sapu tanganmu jadi kotor."
Ichinose justru tersenyum, "Aku hanya senang membantu kok, lagipula sesekali bergantung pada orang lain juga tidak apa-apa."
'Aku sudah lebih dari setahun bersekolah di sini, kenapa aku baru kenal dengan dia sekarang ya?'
Naruto masih tertegun, namun kesadarannya masih terjaga, "Ah, namaku Naruto Namikaze."
"Ichinose Honami, salam kenal ya, Namikaze-kun."
Naruto membalas jabatan tangan Honami, tangan yang menurutnya sangat lembut, "Ichinose-san, kau selalu membawa plester ya."
"Iya, karena kecelakaan seperti ini juga sering terjadi padaku sih." Senyum Ichinose masih lebar.
Naruto mengelus hasil plester itu dengan tangannya, "Uhh, apa tidak apa-apa diberikan kepadaku?"
"Tentu saja! Kamu lebih membutuhkannya dibanding aku kan?"
"Aku jadi berhutang padamu, Ichinose-san."
Setelah ketiga anggota fotografi pergi untuk ke mading selanjutnya, Ichinose memperhatikan pamflet tersebut.
"Ternyata menarik juga yang disiapkan klub fotografi."
Menjelang festival, kesiswaan mendapat suatu masalah. Mereka belum menyiapkan salah satu desain banner yang berisikan foto para anggota kesiswaan untuk sebagai bentuk promosi festival sekolah. Juru kamera yang seharusnya menangani masalah itu mendadak tidak bisa dihubungi.
"Menambah beban pikiran saja. Apa kalian memiliki ide? Apapun itu tidak masalah."
Horikita menatap anggotanya satu per satu, berharap pada mereka karena kepalanya yang buntu. Banner ini memang bukan banner yang wajib, namun image dari kesiswaan sangat akan terpancar dari desain banner ini. Karena itu dampak yang dihasilkan akan lebih besar dengan adanya lembaran lebar banner tersebut. Secara kesiswaan mengambil bagian besar dalam mengatur festival, dari balik layar.
Ayanokouji selaku sekretaris, mengangkat tangannya, "Klub fotografi sepertinya siap membantu, aku bingung kenapa kita tidak meminta bantuan mereka saja dari kemarin."
"Apa mereka benar-benar bisa? Setahuku klub itu juga ingin menyelenggarakan kegiatan besar. Apalagi mereka juga menanggung dokumentasi." Horikita masih belum bergeming, namun nada suaranya seperti mendapat harapan.
Ayanokouji dengan ekspresi kalemnya mengangguk, "Ya, aku sudah menghubungi Airi dan salah satu anggota mereka bisa diandalkan."
"Kalau begitu masalah ini selesai ya, Ketua. Hanya perlu ada sesi foto dan shooting." Ichinose juga ikut tersenyum pada Horikita. Anggota lain merasakan hal yang sama dan terlihat tidak ada yang protes.
Horikita, Ayanokouji, dan Ichinose kali ini berjalan menuju ruangan klub fotografi. Ketiganya memang merupakan wajah dari kesiswaan yang sedang dijabatnya. Umpamanya tidak ada yang tidak mengenal mereka, karena kinerjanya yang selalu diatas kertas benar-benar bagus. Jadi, banner hanya perlu diisi oleh foto mereka bertiga, jika terlalu banyak justru akan semakin membingungkan.
Ayanokouji menggeser pintu ruangan yang dimaksud, di dalam sudah ada Airi yang menunggu. Gadis berambut merah itu sumringah dengan kedatangan pria yang sangat dia kagumi. "A..Ayanokouji-kun!"
"Maaf ya, Sakura. Sampai merepotkan klub kalian."
"Ti..tidak apa-apa, kita juga senang bisa membantu. Tapi, Naruto-kun masih belum datang jadi kalian bisa menunggu dulu di sini."
Mereka menunggu sebentar pada meja besar selagi Ichinose selalu mengangkat topik pembicaraan dengan Airi. Ayanokouji dan Horikita beberapa kali mengikuti pembicaraan mereka.
"Ketua kalian Hirata-san, kan? Apa dia sudah tahu tentang ini, Sakura-san?"
"Tentu saja! Tapi katanya kita dan Naruto seharusnya sudah cukup bisa membantu, Horikita-san."
Lalu pintu tiba-tiba saja terbuka menampilkan pemuda berambut pirang yang terlihat terengah-engah diikuti laki-laki dengan rambut hitam dikuncir mirip nanas di belakang pemuda itu.
"Maaf…hah…aku sedikit terlambat..hah…kartu memori ku tertinggal."
"Merepotkan, saat Hirata tidak ada malah ada kejadian tidak terduga begini."
"Ini karena kau terlalu malas untuk membantuku!"
"Membantumu? Bukannya itu salahmu sendiri yang sudah meninggalkannya?"
Airi langsung menghampiri mereka untuk melerai. Ketiga anggota kesiswaan hanya bisa sweatdrop.
'Apa mereka benar-benar bisa diandalkan?'
Shikamaru yang mendengar sedikit penjelasan dari Airi mengangguk paham. Airi awalnya mendapat permintaan dari Ayanokouji, kemudian Airi mengabari Hirata dan sang ketua klub justru mempercayakan hal ini pada Naruto. Naruto sih tidak protes sama sekali karena menyangkut sekolahnya, atau lebih tepatnya kesiswaan sekolah. Naruto meminta tolong Shikamaru, namun karena pemuda itu berbicara dengan tidak jelas membuat pria nanas juga kesal dengan percakapannya dengan Naruto.
"Ehem…jadi ada sesi foto dan sedikit shooting. Desain banner nya seperti yang sudah ditunjukkan dan akan ada anu dan anu…" Naruto menuliskan sesuatu pada note kecil yang selalu dia bawa. Kamera sudah terkalung manis di depannya dan sedikit sisa ruang klub digunakan sebagai studio kecil. Ketiga kesiswaan yang sedari tadi masih duduk hanya memperhatikan Naruto.
Horikita sedikit berbisik pada Airi, "Apa dia selalu seperti ini? Dia bukan orang yang ceroboh bukan?"
Airi tersenyum mantap, "Dia memang ceroboh. Tapi kalau menyangkut urusan kamera dan fotografi, dia adalah yang terbaik diantara kami."
Ichinose yang mendengar itu sedikit tertarik. Siapa yang menyangka orang ceroboh sepertinya adalah yang paling diandalkan oleh ketua klub fotografi. Saat Honami melihat Naruto sekarang pun, dia memang seperti orang yang berbeda.
"Oke! Nah, sekarang…" Naruto yang sudah menutup note menghampiri ketiganya lalu memperhatikan wajah Ichinose dari dekat, tangan menopang dagu, "Hmm…"
Ichinose yang tiba-tiba berdekatan wajahnya dengan muka tegas dari Naruto tidak dapat menyembunyikan semburat merahnya.
'Dekat! Dia terlalu dekat! Tu..tunggu, ada apa ini!?'
"Na..Namikaze-kun?"
Naruto menjauhkan wajahnya lalu menatap Airi. "Airi, seperti biasa berikan sedikit riasan pada mereka."
Ah, ternyata mengecek riasan. Ichinose lega sekaligus kecewa.
'Apa wajahku masih kurang cantik untuknya? Oh, mungkin memang seperti itu standar mereka dalam melakukan ini?'
Airi mengangguk paham, "B..baik!"
"Shikamaru! Taruh lampunya di sini, sini, dan di sana. Aku yang akan memfoto mereka."
Pemuda nanas hanya mengangkat tangannya pertanda setuju dan langsung bergerak. Airi pertama langsung merias Horikita terlebih dulu selagi Shikamaru masih mengatur lampu, sedangkan Naruto terlihat mengkalibrasi kameranya di atas tripod. Ichinose cukup kagum dengan Naruto yang ternyata berani memerintahkan temannya dibalik sifatnya yang tidak terlalu bersesuaian dengan impresi pertamanya.
"Kalau dilihat dari desainnya, berarti buat pose seperti ini dan tetap tersenyum seperti biasa, Horikita-san."
"Baiklah." Ketua kesiswaan itu mengangguk.
Horikita nampak percaya dengan kemampuan Naruto tanpa protes, ketua kesiswaan itu melakukan seperti yang pemuda pirang minta. Begitu pula dengan Ayanokouji dan terakhir adalah Ichinose.
Proses shooting juga berjalan mulus tanpa kendala dengan Naruto yang senantiasa mengarahkan Airi dan Shikamaru dengan baik. Pendeknya, Horikita cukup puas dengan apa yang sudah dilakukan oleh klub fotografi.
Sore itu Naruto sedang mencoba membeli minuman pada mesin penjual otomatis di luar sekolah. Tas yang ditenteng di pundaknya menandakan sudah waktunya untuk pulang. Karena tidak fokus, uang yang ingin dimasukkan olehnya malah terjatuh dan masuk ke bawah mesin tersebut. Naruto hanya bisa melongo.
"..."
'Eh? Seceroboh apa aku sampai aku tidak bisa memasukkan uangnya!?'
Ketika awan kegelapan seolah sedang memayungi dirinya, dia mendengar sebuah suara uang yang dimasukkan ke dalam slot mesin penjual otomatis. Lalu terkejut dengan orang yang sudah melakukannya.
"Ichinose-san?"
Ichinose berbalik hingga rambutnya seolah terkibas membuat Naruto sedikit terpana, dengan santai gadis itu mengangkat telunjuknya, "Aku traktir, karena kamu sudah bekerja dengan baik hari ini."
"O..ohh, terima kasih. Kalau begitu.." Naruto menekan tombol minuman susu stroberi. Ichinose melakukan hal yang sama, tapi memilih minuman air mineral.
"Kamu suka stroberi?"
"Tidak juga, hanya tergantung suasana hati. Kalau sekarang sih, stroberi. Haha." Mata biru pemuda itu belum lepas dari rambut panjang gadis di depannya, mungkin hal itu yang sedang menguasai suasana hatinya.
Ichinose memutuskan untuk pulang bersama dengan pemuda itu karena Naruto cukup menarik perhatiannya dalam beberapa hari terakhir.
"Bagaimana luka yang waktu itu?"
Naruto menoleh, "Luka? Oh, yang itu. Sudah tidak apa-apa sih. Berkatmu, Ichinose-san."
Dia mengangkat tangannya yang terdapat luka waktu itu. Luka tersebut sudah kering dan plesternya sudah dilepas. Meski begitu, mata biru Naruto seperti melihat sesuatu yang jauh dan pandangannya cukup sayu. Ichinose merasa aneh dengan perubahan sikap pemuda di sampingnya secara tiba-tiba. "Namikaze-kun?"
"Aku…"
Terdapat jeda panjang dari pemuda itu.
"Aku iri padamu, Ichinose-san."
"Iri?"
Pembicaraan yang alot, lebih banyak Ichinose menunggu Naruto untuk berbicara. Tapi, gadis itu tetap setia menunggu.
"Iya, aku sudah memperhatikanmu. Kau adalah orang yang selalu tahu apa yang harus dilakukan. Baik saat berada di kesiswaan dan juga saat bersama teman-temanmu."
Ichinose masih belum mengerti kemana arah pembicaraan ini. Masih diam mendengarkan.
"Sedangkan aku ini sangat ceroboh. Terkadang rencana yang sudah kusiapkan pun masih saja berantakan akibat dari diriku sendiri. Jadi, aku ingin menjadi seperti mu, Ichinose-san."
Naruto tersenyum padanya, sedangkan Ichinose hanya bisa tersanjung. Gadis itu membalas senyum.
"Terima kasih, Namikaze-kun. Aku senang kamu ternyata menganggapku seperti itu." Kemudian dia menggeleng, "Tapi, jangan Namikaze-kun."
Naruto memiringkan kepalanya.
Ichinose menunjuk pada kamera yang terkalung di leher pemuda itu."Kamu tidak harus menjadi sepertiku, karena kamu juga pasti ada hal yang kamu sendiri bisa lakukan bukan? Kamu bisa fotografi, sedangkan aku tidak bisa kan?"
"Mmm, iya. Mungkin kau benar." Naruto terlihat menerawang, namun untuk beberapa hal dia mengerti maksud ucapan gadis itu. Pemuda itu mengelus kamera DSLR miliknya.
"Nah, kelebihan mu itulah yang harus kamu lakukan secara terbaik."
Sudah menghabiskan susu stroberinya dan membuangnya ke tempat sampah. Naruto tersenyum.
"Jadi intinya bagaimana ya?"
Ichinose terdiam, 'Dia ini ceroboh atau bodoh sih…'
Dia pun menghela napas, "Maksudnya, Namikaze-kun…" Tidak menghiraukan candaan dari teman pirangnya. Ichinose sedikit berlari hingga berada di depan pemuda itu lalu berhadapan. Membuat Naruto juga berhenti harus memperhatikannya.
"...kamu harus menjadi dirimu sendiri!"
Ichinose memasang telunjuknya dan mengedipkan sebelah mata, memasang seringai nakal pada pemuda itu.
Naruto juga membalas seringai itu.
Ichinose harus berpisah pada persimpangan jalan. Melambai pada pemuda itu sebelum menyebrang jalan raya. Naruto memperhatikan punggung gadis itu sekali lagi.
Langkahnya yang anggun serta rambut merah jambu panjangnya yang menyala karena terpantul cahaya matahari sore. Aliran angin membuatnya melambai. Pemuda itu mengangkat DSLR-nya lalu…
*Klik!
TBC
