Disclaimer: Jujutsu Kaisen miliknya Gege Akutami.

Genre: Romance, Humour.

Main Chara: Gojo Satoru, Inumaki Toge.

Warnings: DLDR. OOC-ness, alternative universe, ageup!Toge, serta seperti kebanyakan peringatan dalam fanfiksi yang telah ada sebelumnya.

Summary: Ini yang terjadi ketika semesta ikut campur dalam rencana (drama) buatanmu.


Envolver

Sungguh, siapa pun tahu bahwa berbohong bukanlah sebuah cara menyelesaikan masalah yang baik. Inumaki Toge pun menyadari, dengan membuat cerita fiksi mengenai si pacar tersayang ke teman-teman terdekatnya hanyalah menambah beban pikiran semata. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Hidup dalam circle persahabatan sebagai seorang jomblo seorang diri memang banyak tantangan.

Dan sekarang semakin menjadi-jadi, para sahabatnya bersekongkol menuntut agar lelaki berambut pirang platinum ini memperlihatkan foto berdua saat kencan dengan kekasih tercinta. Mereka mengaku mulai meragukan pengakuan Toge, apalagi yang bersangkutan selalu menolak saat diajak double-date, maka meminta sebuah bukti kongkret untuk mengembalikan kepercayaan yang nyaris hilang.

Dramatis sekali, memang. Namun, mereka berdalih kalau semua itu bukan masalah selama kenyataan yang ada memang sesuai dengan ucapan Toge selama ini. Begitulah, kebohongan pasti membutuhkan kedustaan lain demi mempertahankan harga diri, jadi sebuah penyataan palsu yang sangat persuasif terkirim ke grup-chat, "kebetulan Minggu nanti kami mau kencan di big-mall. Tunggu saja, nanti kukirimkan fotonya."

Tidak ada yang langsung membalas pesan tersebut, tapi hampir semua penghuni grup langsung menghujaninya dengan chat personal. Nobara dan Maki menawarkan diri untuk menjadi stylist-nya di hari yang ditunggu-tunggu nanti, Yuuji mengaku bersedia mengantarkan ke tempat kencan, Panda serta Yuuta selalu siap kalau dibutuhkan sebagai bodyguard, bahkan Megumi yang tampak alim memberikan tips-tips sesat agar sang pacar tergila-gila.

Serius, sepertinya Inumaki Toge harus belajar mengganti lingkaran pertemanan agar tetap waras.

Jujur, ia sama sekali tak bermaksud buruk dengan merangkai cerita fiksi mengenai pacarnya. Toge hanya (sangat) lelah dengan tatapan sungkan kalau mereka mulai membahas hal-hal semisal destinasi nge-date, rencana liburan bersama, sampai mengucapkan maaf ketika secara impulsif meminta saran tentang problema relationship padanya.

Awalnya dia mengaku cuma dekat dengan seseorang melalui aplikasi kencan buta, lalu memutuskan pacaran setelah beberapa kali bertatap muka lewat video-call. Toge sering mengatakan kalau mereka belum pernah ketemu langsung, maka pesan yang menantang tadi jelas menjadi perhatian kawan-kawannya. Yakin saja, keenam makhluk bernyawa itu pasti penasaran setengah mati, terlebih cowok bermata ametis itu enggan menjelaskan ciri-ciri fisik sang pujaan hati – bahkan namanya saja masih anonim.

Dan beban moralnya semakin bertambah signifikan, ketika keenam teman dekatnya itu mengumpulkan dana untuk membelikan pakaian, sepatu, tas baru, sampai membawanya ke salon untuk memerbaiki gaya rambut agar terlihat lebih menawan. Belum cukup sampai situ, bahkan Megumi mengikhlaskan kekasihnya, Yuuji, untuk simulasi kencan – catatan penting: dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Mereka semua tahu bahwa Toge pernah punya pacar dulu, cuma baru kali ini lelaki imut ini menjalin hubungan dengan orang yang benar-benar asing. Otomatis khawatir, tapi sebagai teman yang baik, keenam manusia (baik) tersebut hanya bisa membantu seadanya saja. Jujur, dia dilema harus merasa beruntung memiliki orang-orang yang begitu peduli padanya, atau memohon agar Tuhan segera mencabut nyawanya saja.

Aah, mungkin nanti dia bisa meminta izin berfoto dengan cowok asing untuk diakuinya sebagai pacar.

Sayang, keadaan semakin di luar kendali, bahkan mencemaskan.

Sebab mereka semua menyepakati mau bertemu langsung dengan sang pacar (khayalan) Toge.

Dear life


oOo

Dear life…

Surprise me!

Sebenarnya, tidak bijak kalau mau mengaku kecewa dan sakit hati karena pasangan kencan yang diatur oleh teman baiknya berakhir kacau, karena semua sesuai dengan prediksinya. Mulai dari awal bertemu dengan gadis yang dimaksud, mendapati senyum yang dipaksakan tulus serta natural begitu mereka saling berhadapan, Gojo Satoru yakin harus segera mencari cara untuk mengakhiri blind-date tersebut.

Zaman sekarang seseorang itu pasti dinilai dari wajah, penampilan, sampai gadget yang digunakan, dan akan semakin positif lagi kalau memiliki gelar pendidikan yang tinggi. Sayangnya, untuk masalah memilih pasangan, ternyata Satoru masuk dalam kategori old fashioned, lelaki berusia 28 tahun ini teguh memegang prinsip ingin dicintai apa adanya, bukan ada apanya. So sweet.

Bisa dibilang kau hidup di era yang salah, Bung.

Walau telah berulang kali dinasehati sang sahabat yang mengatur kencan buta, Geto Suguru, agar berpenampilan sebagaimana lelaki mapan pada umumnya, jelas Satoru takkan mau berusaha menyesuikan diri dengan kriteria itu. Ia tetap yakin memakai penutup mata andalan, kaos putih dengan tambahan kemeja khaki yang dibuka semua kancingnya, celana jeans usang, dan sepatu kets tua waktu menemui pasangan date-nya.

Masa bodoh bila dianggap miskin karena berpenampilan seperti anak kuliahan yang minim pemasukan, bukan pria mapan dengan penghasilan milyaran setiap bulan. Si gadis yang ditemui ini justru sebaliknya, mengenakan pakaian bermerk, perhiasan minimalis, riasan yang semakin memercantik wajahnya, wangi parfum yang menyengat hidung.

Dan dia sengaja makin memberi kesan negatif waktu membayar secara tunai pesanan minum dan camilan mereka – dengan uang receh pula. Gadis itu pun sempat menanyakan kenapa tidak memakai kartu kredit, debit, atau aplikasi e-cash saja, yang dijawabnya (berbohong) santai karena telah mencapai limit. Terlebih saat Satoru mengeluh ponsel tuanya mendadak eror, kurang dari sepuluh menit si pasangan kencan memohon maaf karena ada urusan mendadak super penting yang harus segera diselesaikan.

Yaah, begitulah, Sydney Sheldon memang benar, bahwa… being poor is only romantic in books.

Jelas, sedikit berimprovisasi dengan menunjukkan impresi kecewa, tapi tetap mengikhlaskan karena ada jaminan (palsu) kalau wanita muda tersebut bakal menghubunginya nanti. Ini memang bukan pengalaman gagal kencan buta yang pertama, Satoru sendiri telah lupa seberapa sering mengikuti permintaan bodoh sahabatnya untuk dikenalkan dengan calon pasangan yang cocok. Bahkan yang cukup lucu, salah satu blind date-nya adalah laki-laki yang sekarang menjadi pacar Suguru. Well, good for them.

Dia tahu pasti akan diinterogasi lagi oleh teman baiknya, tapi biarkan itu menjadi drama yang harus dihadapinya nanti. Disebabkan sudah telanjur datang ke big-mall begini, ada baiknya mampir ke bioskop sebentar, dan menonton film box-office yang sedang tayang. Saat mengantre tiket, tanpa sengaja dari balik blind-fold indera visualnya menemukan sosok yang (sangat) menarik perhatian. Lelaki imut yang hanya setinggi pundak Satoru itu berdiri tepat di belakangnya.

Sebisa mungkin terkesan natural ketika dua-tiga kali Satoru berbalik badan agar dapat memperhatikan cowok itu lebih detail. Dari hasil observasi singkatnya, yang bersangkutan ini tampak seperti anak kuliahan semester awal, dengan rambut pirang platinum, memakai masker muka bergambar onigiri, pakaian dan asesoris yang dikenakan pun trendi sekali. Ingin mengajaknya berkenalan, tapi rasanya bakal terkesan norak, dan tak sopan karena si target selalu sibuk dengan ponsel pintarnya. Yaah, semoga secepatnya ada kesempatan lain.

Namun, kehidupan selalu punya cara unik untuk mengagetkan seseorang.

Sampai di momen Satoru tepat di depan meja pembelian tiket, ia cukup kaget karena pembayaran harus dilakukan secara elektronik – tidak bisa lagi secara tunai, dan aturan tersebut sebenarnya telah berlaku dari tahun lalu. Jujur, karena berbagai kesibukan membuatnya sangat jarang me-time ke bioskop, dan dirinya juga tak pernah berpikiran mau cari tahu mengenai hal tersebut.

Semakin bingung karena ponsel tuanya eror, dan smartphone yang lebih canggih sengaja ia tinggal di dalam mobil, jadi mana mungkin melakukan pembayaran lewat e-money. Akan tetapi, bukan itu yang menjadi sumber rasa malunya, tetapi saat cowok mungil yang tadi memikat atensi maju berdiri di sebelahnya, menanyakan film apa yang ingin ditonton Satoru, lalu membayar dua tiket untuk studio yang berbeda.

Seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Satoru, pemuda menggemaskan itu menyerahkan tiket seraya berucap, "kau tidak perlu menggantinya, kok," lalu keduanya saling diam beberapa detik. Dan si penolong ini pun menyampaikan hal lain yang jelas sedari tadi mendiami benaknya, "eehm, teman-temanku ingin melihat pacarku. Bersediakah kau –" kalimat itu mengambang begitu saja, dan entah mengapa yang bersangkutan langsung pergi seenaknya merentang jarak mereka.

Ia terus melihati sampai netranya tak lagi menangkap sosok yang bersangkutan, lalu memindahkan perhatian pada tiket yang diterimanya, memutuskan untuk segera memasuki studio, dan menikmati film yang dipilihnya. Nah, apa sebaiknya Satoru menunggu lelaki itu di pintu utama bioskop, dan berusaha mengajaknya berkenalan sekaligus memerbaiki citra diri? Briliant idea.

Sayang, asa tinggal harapan. Nyaris setengah jam dia menanti seperti manusia linglung, tetapi tak mendapati orang yang dicari. Mungkin yang dimaksud sudah terlebih dahulu meninggalkan bioskop, bisa jadi ada urusan mendadak maha penting yang membuatnya membatalkan niat menyelesaikan film. Yaa, barang kali memang seperti itu. Untuk pertama kali setelah sekian lama, Satoru kembali diingatkan getirnya rasa kecewa.

Memilih untuk lekas pulang, tapi begitu mengecek ponselnya yang lain di mobil, dan notifikasi chat yang dipenuhi pesan Suguru otomatis membatalkan rencana. Langsung menelepon lelaki yang dikenalnya selama belasan tahun itu, menceritakan segala hal yang terjadi tadi, termasuk peristiwa memalukan sebelumnya. Niat utamanya cuma satu, membuat sang sahabat berhenti menikmati peran sebagai Mak Comblang, sebab tahu bahwa…

"Kenapa tadi aku tidak menanyakan namanya, yaa? Dan tampaknya dia ada bahas soal… pacar?"

Waah! Satoru sedemikian terpikat pesona seseorang yang membuatnya lambat loading.

Di luar dugaan Satoru, teman baiknya ini menawarkan ingin mentraktir makan malam sebagai ucapan terima kasih karena selalu bersedia mengikuti usulan blind date-nya, jadi memintanya untuk tetap berada di mall. Memutuskan saluran komunikasi mereka, sebentar menghela napas pendek, merebahkan punggung pada sandaran kursi mobil, dan memerbaki tatanan blind fold-nya.

Hampir 20 menit berada di posisi itu-itu saja, akhirnya dia memutuskan beranjak kembali memasuki big-mall, berencana mampir ke booth minuman yang sama, tapi sekali lagi netranya menangkap sosok familier. Spontan mengalihkan langkah pada direksi lain, pelan-pelan mendekati, dari kejauhan mencoba memahami situasi, dan jadi ikut bingung mendapati sorot mata ametisnya yang gugup. Pandangan mereka bertemu, bertahan beberapa detik, lalu sesekali si platinum blonde ini memindahkan arah visual dari Satoru ke orang-orang sekelilingnya.

Ahaa! Kali ini otak Satoru bekerja seoptimal biasanya. Menganalisis 'kasus' dengan mengamati kondisi yang terjadi sekarang, lalu sukses pula mengingat kalimat teman-yang-mau-melihat-pacar sebelumnya, semua pun menjadi jelas. Dia tersenyum ambigu, lalu beranjak ke toilet untuk memperbaiki penampilan diri, melepas blind-fold, lalu dengan penuh percaya diri mendekati sekawanan anak-anak kuliahan itu.

"Babe, maaf. Kau tidak menunggu terlalu lama, kan?" ucapnya santai seraya menggengam jemari kanan lelaki mungil tersebut. Si penerima tanya menatap dalam iris skyblue-nya, sebentar mengamati dari ujung rambut sampai kaki, dan bibirnya menciptakan sunggingan manis di kala sukses mengenali Satoru sebagai laki-laki (na'as) yang dibantunya di bioskop tadi.

Sandiwara ini semakin natural saat telepon dari Suguru masuk, dan ia menjawabnya kasual dengan…

"Maaf, aku terpaksa membatalkan janji kita sebelumnya, karena malam ini wajib fokus ke pacarku dulu."

Yaa, dunia dan realita selalu punya cara buat mengejutkan hidup seseorang.


oOo

Butuh waktu nyaris dua menit bagi Toge mampu mengenali sosok yang sekarang menggenggam jari-jemarinya, bahwa orang itu adalah laki-laki asing yang ditolongnya tadi. Dia nyaris membuat diri sendiri malu karena berniat meminta foto berdua sebagai bukti yang dapat dipakai agar dapat meyakinkan para teman baiknya, kalau telah bertemu sang pacar. Bodoh, memang, hanya saja pride-nya yang dipertaruhkan.

Ia sendiri kaget, sebab tiba-tiba ada lelaki tampan yang mengakuinya sebagai kekasih.

Dear life…

Thank you for surprising me this way.

Finish


A/N:

Selamat ulang tahun, salah satu anak kesayangan, Inumaki Toge! Maaf, baru sekarang bisa bikin fanfik hadiah, yaa. Soalnya hidup saya akhir-akhir ini penuh dengan drama. Justru sebelumnya saya sudah pasrah tidak membuat apa-apa, tapi mendadak hari ini saya in-mood, dan memutuskan untuk mengeksekusi ide yang sudah lama di otak.

Iya, sama seperti (mis)Fortune, fanfik ini terinspirasi oleh pengalaman memalukan saya yang lain. Waktu itu saya mau menonton JJK-0, dan tidak tahu kalau di CXX itu tidak lagi menerima pembayaran manual, rupanya semua serba QR. Telanjur niat mau menonton, akhirnya saya meminta bantuan Mas-Mas (asing) buat ngebayarin e-cash, terus saya ganti tunai. Wakakakak! Jangan ditiru.

Memang sudah lama (sekali) tidak membuat fanfik, dan saya juga merasakan 'kemunduran' kemampuan dalam menulis cerita fanfiksi. Makanya saya harap kalian maklum kalo merasa tulisan saya kok 'meh' gimana. Mungkin asal kesulitan juga karena saya yang secara impulsif mengubah major perspektif jadi ke Satoru, awalnya mau seperti biasa dari sudut pandang Toge doang.

Salah satu keinginan saya yang belum terealisasi adalah, mau mengeksplorasi genre lain di fandom ini. Soalnya selalu jatoh ke komedi-romantis melulu. But plase, don't expect me.

Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca. Bersediakah buat memberi review? Saya tunggu.

Salam,

M0N.