Ketika hari yang biasa menjadi hari di mana kita bisa bersama,
… jalan berdua saja,
… menikmati saat-saat penuh rasa dan makna.
"Well, mau jajan-jajan denganku? Ke tempat yang mau kau kunjungi."
"Ayo, kita ke sana!" Suara ceria barusan dibarengi dengan setelunjuk yang mengarah pada satu objek konkret di kejauhan sana. Damian mengernyit, sebuah tanda tanya imajiner muncul di salah satu sisi kepalanya. "Hah?"
Suaranya tenggelam oleh seruan Anya yang kelewat antusias. "Ayo, Dammie! Ini akan jadi menyenangkan!" heboh Anya sambil menarik tangan Damian, tidak memberi waktu untuk si pemuda sempat bertanya. Bahkan, ia hampir membuat orang yang dia tarik hampir tersandung kakinya sendiri, nyaris menjatuhkan es krim cokelat yang baru Damian nikmati.
"Hei, hei hei— pelan-pelan, you dummy!" keluh Damian, sambil menyeimbangkan dan menyamakan langkah dengan Anya yang melesat dari titik semula ke tempat yang gadis itu tuju. Damian tidak menyadari apa yang ditunjuk Anya tadi, hingga mereka sampai ke dekatnya …
Anya berhenti di dekat loket yang tidak begitu oleh antrean pengunjung, separuh di antaranya mengeluh karena tidak sabaran. Matanya berbinar semangat, berkebalikan dengan Damian yang tidak begitu memperhatikan karena sibuk merapikan rambut hitamnya, ah, sedikit berantakan karena berlari mengikuti Anya. "Apa, sih?"
Sungut-sungut singkat Damian disambut oleh kehebohan Anya, lagi. "Anya mau main itu! Anya mau main! Mau main!" Terus berulang, terus berulang, terus berulang seperti itu, hingga si Anak Kedua dari Keluarga Desmond merasa ada banyak Anyanyanya di dekatnya.
Perempatan siku lainnya muncul di sisi kepala. "Hih! Main apa, sih!?" Damian mendecak pelan, pasangan kesayangannya ini memang selalu antusias, bahkan untuk hal-hal remeh …
… tidak jadi. Damian tarik kembali kata-katanya, sejenak, setelah mendengar seruan, teriakan, jeritan, atau apapun itu, pokoknya segala suara tanpa kejelasan kata dalam ucapan yang dilengkingkan dengan nada tinggi dari para penikmat wahana yang naik-turun bahkan meliuk.
"Anak Kedua, ayo kita main Pukulan Berapi Menyakitkan! Pasti akan sangat seru!"
Larinya batal, Anya lebih dahulu menariknya masuk dan ikut mengantre, sedang Damian terdiam di tempat dan berusaha untuk mengumpulkan nyali.
Dari semua wahana yang ada, kenapa harus yang satu ini, sih!? Damian kembali bersungut-sungut, mengkuti Anya yang dengan luwesnya membelah kerumunan, menyelipkan diri di antara antrean yang berdesak-desakan, setengah sesak dan pengap.
…
…~oOo~…
SPYxFAMILY © TATSUYA ENDO
Saya tidak mengambil keuntungan material apapun atas penulisan dan publikasi karya. Murni demi perkiprahan kapal kesayangan Damian dan Anyanyanyanya.
.
Dedikasi untuk kapal dan acara #DamiAnyaJournal22 sekaligus penyebaran antusiasme Bulan Nominasi Indonesian Fanfiction Awards 2022!
– "ELEVEN no COUNTDOWN" –
INDONESIAN KARA
.
Rating: T (K-12 to K-15). Genre: General, Romance, Mystery. Language: Indonesian.
Notes: Aged-up!AU. OIYA LUNAS TAGIHAN SAYA BUAT PABLIS ENTRINYA, YA. /gabenerKar
.
-Indonesia; 4 September 2022-
~…OoO…~
…
"Hihihi …"
Kekehan kecil yang manis itu terdengar kemudian, bahkan, mengisi ruangan senyap di mana hanya ada mereka berdua. "Apa kamu ingat yang terjadi saat itu? Hehe, kuyakin pasti tidak, kamu tampak kebingungan sekaliii." Lantas kekehan manis itu kembali, kontras dengan ekspresi seorang lainnya di sana.
Hah … .
Hela napas itu sebagai jeda, sembari seorang dari mereka mulai bersandar pada kursi putih tempatnya duduk. Dia menyeka dahi, merasa sedikit lega setelah membagi memori dengan satu orang lain di sana. "Kenangan yang indah, bukankah begitu?" tanyanya kemudian, sebelum terjawab oleh respons yang sudah ia duga.
"Ah, aku juga ingat kalau kamu juga suka ketenangan yang seperti ini. Apalagi, katanya ini juga waktu yang tepat buat minum teh bersama … walau aku tahu kamu tidak begitu suka teh," ucapnya lagi, seraya menatap pada lawan bicaranya. Netra itu berbinar, antusiasme itu kembali. "Bukankah begitu?"
Senyumnya terkembang kemudian, sebelum kembali berucap, "Kamu harus tanggung jawab. Aku jadi bicara banyak hal hari ini. Hampir saja aku menyatakan perasaanku duluan … ups!"
"Perasaanku takkan berpaling darimu."
Kita memang selalu bersama, bahkan kini pun mengayunkan tautan jemari dengan mesra dan bahagia.
Setiap langkah dan tarikan napas yang berirama, kita bergandengan dengan hati berbinar, membagi ceria hingga tampak pada ekspresi kita berdua.
Rasa yang menyelinap hingga ke dalam relung hati kita ini, akan terus ada jika kita terus bersama, bukankah begitu ...
... "pengagum rahasia" dan sosok yang jadi "kekagumanku"?
…
...
...
1 out of ?
