Ice
By Frigg Nevia 07
Disclaimer : Bleach always belong to Tite Kubo
Rating : T
Genre : Romance
Warning : Typo, OOC, Crack Pair, No Incest.
Pair : ByaRuki. Slight pairing RenRuki and IchiRuki.
Previous :
"Aku senang jika kau bermimpi indah. Jangan ingat lagi masa lalu kelam kita," bisik Byakuya sebelum memberikan kecupan singkat pada kening Rukia. "Oyasumi, Rukia."
"Nii-sama, aishiteru," igau Rukia yang menghentikan niat Byakuya untuk pergi.
Hati Byakuya kembali bimbang mendengar hal itu, terlebih ia benar-benar kelewat batas hari ini. Ya dia mencium adiknya sendiri. Bukankah itu kesalahan besar?
"Rukia, aishiteru."
Pertanyaan mulai timbul pada pikiran dan hati Byakuya, 'Walau dia bukan adik kandungku, tapi pasti akan banyak orang yang tak setuju dengan hubungan kami lebih dari kakak-adik untuk sekarang. Dan lagi, perasaan aneh apa yang kurasakan padanya. Sayang sebagai kakak? Tidak, ini lebih dari itu. Cintakah aku padanya? Jika ya, apakah dia mencintaiku bukan hanya sebagai kakak? Apa dia mencintaiku sebagai lelaki?'
Byakuya menyadarkan dirinya sendiri lalu beranjak.
'Untuk sekarang, ingatlah bahwa dia adikmu! Dan dia masih trauma padamu!' tegas Byakuya membatin lalu pergi ke kamarnya begitu saja.
Tanpa terasa 2 bulan berlalu dan sepertinya sikap Byakuya sedikit melembut pada Rukia. Apakah itu hanya perasaan Rukia? Sepertinya tidak. Lalu apakah karna kejadian terakhir? Hm sepertinya benar.
"Rukia, pulang jam berapa?"
"Jam 5, Nii-sama."
Byakuya mengerutkan alisnya bingung. Karena penasaran Rukia pulang selambat itu akhirnya Byakuya bertanya, "Kenapa sangat sore?"
"Ah, hari ini ada tugas kelompok … uhm … bersama Renji dan Ichigo."
Mendengar nama dua lelaki itu membuat hati Byakuya panas. Rasa cemburukah itu? Mungkin. Namun putra sulung Kuchiki yang keras kepalanya melebihi sebuah batu tak akan mengakui perasaan seperti itu.
"Hm."
Dari jawaban tersebut saja sudah bisa kita pastikan kalau dia cemburu, tapi tetap saja ia menyangkalnya. Memang untuk mencairkan hati esnya butuh seseorang yang ingin menjadi matahari.
"Nii-sama, ayo kita jalan-jalan besok Sabtu malam," ajak Rukia antusias.
"Tentu."
Rukia tersenyum cerah mendengar jawaban kakaknya di mana tempat hatinya berlabuh. Ia merasa kalau sebentar lagi sifat dingin Byakuya akan luluh sepenuh.
Mereka segera menghabiskan sarapan mereka dan berangkat menuju tempat tujuan masing-masing—Rukia, sekolah dan Byakuya, kantor.
Pada saat istirahat, Rukia berada di atap sekolah untuk makan siang bersama. Sebenarnya mereka menunggu satu orang lagi, namun karna perut mereka sudah protes untuk diberi makan, maka mereka menyantap makan siang mereka tanpa kehadiran orang tersebut.
"Renji," ujar Rukia setelah melahap habis makanannya.
"Hm?"
"Hasil dari tes akselerasi kemarin, aku lulus."
"Wahh! Baguss dong!" seru Renji bahagia.
"Kau bagaimana?" tanya Rukia penasaran.
"Uhm … aku malu memberitahukannya," jawab Renji.
"Tidak perlu malu. Katakanlah," desak Rukia tak sabaran.
"Aku tidak lulus. Sedikit lagi padahal lulus."
Rukia tersenyum lalu menjawab Renji, "Tidak apa, kau sudah berusaha."
Mereka bertukar senyum untuk sesaat sampai Renji memecahnya dengan sebuah pertanyaan yang membuat jantung Rukia hampir melompat keluar.
"Bagaimana hubunganmu dengan kakakmu? Apa dia masih sering kasar?" tanya Renji sedikit tak acuh.
Rukia tersentak untuk sesaat sebelum menjawab, "Hah? Itu … anoo … sebenarnya…."
Renji mengernyitkan keningnya bingung. Dengan ragu ia bertanya, "Sebenarnya kenapa? Katakan dengan jelas, Rukia."
Rukia mendekatkan bibirnya pada telinga Renji sebelum menjawab, "Nii-sama menciumku 2 bulan lalu."
"HAH?!! DIA MENCIUMMU??!!" teriak Renji kaget dan tak percaya.
Dengan cepat Rukia membekap mulut sahabatnya itu. Dengan pelan namun kesal ia berkata, "Uh jangan teriak-teriak! Nanti ada yang dengar."
Setelah Renji mengangguk mengerti, barulah Rukia melepaskan bekapannya pada mulut si rambut merah ini.
"Bagaimana bisa?" tanya Renji pelan.
"Uh waktu itu aku menangis dan suasana di antara kami sangatlah berat. Aku tak tahu apa yang mendorong Nii-sama untuk menciumku," jelas Rukia dengan tersipu malu. "Namun aku yakin itu adalah kesalahan, karena setelah itu Nii-sama seperti menganggap itu tak terjadi."
Saat pemuda bersurai merah ini masih mencerna apa yang terjadi, tepat saat itu juga gadis berambut gagak ini ditarik oleh seorang pemuda berambut orange terang.
Pemuda ini membawa Rukia menuruni anak tangga dan berhenti di lorong yang cukup sepi. Dengan cepatnya pemuda ini sudah mengurung Rukia di antara dinding dengan tubuh pemuda ini.
"Rukia," bisiknya pelan.
"Kenapa Ichigo? Lalu posisi apa ini? Lepaskan aku," jawab Rukia setengah memberontak.
"Rukia, aku tidak bisa!" ucapnya dengan menatap Rukia dalam.
Rukia terdiam oleh tatapan Ichigo. Manik hazel itu menyimpan sesuatu yang menyakitkan. Rukia ingin tahu kenapa bisa seperti itu, namun pada saat dia bertanya orang yang lebih tinggi darinya ini tak menjawab.
"Ichigo, kau kenapa? Kenapa tatapanmu begitu?" tanya Rukia khawatir.
Bukannya menjawab pemuda bersurai orange ini menempelkan bibirnya pada bibir gadis di bawahnya. Bibirnya begitu lembut dan manis, itu yang pemuda ini pikirkan.
'Mana mungkin aku merelakanmu dengan orang lain. Jangan Rukia. Kau milikku,' batin Ichigo.
Setelah melepaskan ciuman yang cukup panjang itu Rukia langsung menampar Ichigo.
"Ichigo, apa yang kau lakukan?! Apa kau gila?!" bentak Rukia dengan mata berkaca-kaca.
"Rukia!" Ichigo kaget, ia tak menyangka kalau reaksi Rukia akan seperti ini. "Maaf, aku menyukaimu. Jadi saat aku mendengar Byakuya menciummu aku menjadi kesal."
Tanpa memperhatikan alasan Ichigo gadis bersurai gagak ini lari meninggalkannya sendirian di lorong itu. Sekarang dia merasa menyesal telah melakukan itu, seharusnya ia tak melakukan hal itu pada Rukia. Itu sama saja menodai harga diri Rukia.
Sedangkan itu Rukia pergi meninggalkan sekolah tanpa memberitahukan pada siapa pun. Ia tak memperdulikan hal lain selain perasaannya yang campur aduk.
Tepat pada jam 5 sore Byakuya menjemput Rukia. Namun setelah setengah jam ia menunggu, gadis yang ia cari itu tak kunjung menghampirinya.
Penjaga sekolah menghampirinya dan memberitahukan sesuatu.
"Maaf Tuan, apa Tuan sedang mencari Nona Rukia?"
"Ya," jawab Byakuya singkat.
"Tuan, pada saat jam istirahat tadi, saya sempat melihat Nona pergi dari sekolah. Namun sepertinya sampai sekarang belum kembali, Tuan."
Mendengar hal itu Byakuya terdiam sejenak sebelum masuk ke dalam mobilnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan cepat mobil hitam yang dikendarainya melaju. Tak memperhatikan hal lain selain adik perempuannya yang sangat ia sayangi itu.
'Rukia, kau ke mana?' batin Byakuya khawatir.
Setelah berputar-putar selama dua jam, Byakuya menemukan Rukia di sebuah taman yang ada di perbatasan kota. Taman itu sangat sepi karna keadaan yang sudah menjelang malam. Dia melihat adiknya sedang menangis sendirian di sana. Dia berpikir sudah berapa jam adiknya ini menangis.
"Rukia," panggilan lembut itu membuat adik perempuannya itu menoleh.
Dengan mata yang lebam ia menatap Byakuya.
"Nii-sama? Maaf aku tidak sadar kalau sudah malam. Maaf terlambat pulang," ucap Rukia di sela-sela isakannya yang tak ada henti-hentinya.
Byakuya terdiam lalu menghampiri gadis yang tengah menangis sesenggukan itu. Dengan lembut ia menarik adiknya ke dalam pelukannya.
"Katakan ada apa," perintah Byakuya pelan.
"Nii-sama, a-aku … hiks … aku … hiks, aku," isak Rukia.
"Kenapa Rukia?" tanya Byakuya sabar.
Rukia tak sanggup menjawab bibirnya bergetar setiap ingin mengatakan sesuatu. Dia hanya sanggup memeluk kakaknya erat seolah dia adalah tempat berlindung.
Byakuya mengangkat tubuh adiknya lalu menggendongnya dan menempatkan tubuh mungil itu di atas kursi penumpang. Ia segera duduk di kursi pengemudi di sebelah adik angkatnya lalu melajukan mobilnya menuju rumah mereka.
Selama perjalanan pikirannya berkelana mencari alasan mengapa adiknya sampai histeris seperti itu. Apakah karna dirinya kembali? Sepertinya bukan. Karna baru saja dirinya dipeluk seerat itu.
Setelah setengah perjalanan akhirnya Rukia bisa tenang. Saat itu ia bertanya, "Apa Nii-sama mencintaiku?"
Byakuya terdiam sejenak sebelum menjawab, "Ya dan tidak."
"Kenapa selalu jawaban seperti itu?" gumam Rukia pelan.
"Rukia, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," perintah Byakuya pelan.
Rukia terdiam tak langsung menjawab, setelah mantap barulah ia menjawab dengan pertanyaan, "Nii-sama, apa yang akan seorang kakak lakukan jika adik perempuannya dicium oleh lelaki?"
"Hm? Kesal."
Setelah itu hening menyelimuti mereka sampai mereka tiba di rumah. Sesampainya di rumah Byakuya mengantar Rukia sampai ke kamar dan bertanya untuk terakhir kalinya.
"Apa yang terjadi?"
Manik violet itu menatap manik abu yang dingin. Dengan tangan yang gemetar gadis itu menarik sosok tegap di atasnya dan langsung menciumnya.
Tentu saja itu mengejutkan penyandang gelar Kepala Keluarga Kuchiki itu. Kedua manik abunya melebar namun tangannya tak kuasa untuk menolak hal itu dari tangan mungil yang sedang memegangi kedua pipinya.
Setelah pemilik iris violet tenang barulah dia melepaskan ciuman itu dan memeluk kembali kakak angkatnya.
"Nii-sama, katakan padaku kalau hanya kau yang pernah menciumku. Katakan tidak ada orang lain selain kau," pinta Rukia pelan yang membuat Byakuya bertambah bingung.
Selama lima menit hening tak ada yang bersuara sampai pada akhirnya Byakuya mengatakan dengan sedikit suara yang pecah, "R-Rukia, hanya … hanya … tidurlah."
"Tidak sebelum Nii-sama mengatakannya. Kumohon katakan," tolak Rukia dengan suara serak khas seseorang sehabis menangis.
Byakuya menarik napas panjang dan dengan diiringi rona merah di pipinya ia mengatakan hal itu dalam satu tarikan napas, "Hanya aku yang pernah menciummu."
Mendengar hal itu tenanglah hati Rukia yang sejak tadi berkecamuk tentang perihalnya dengan Ichigo saat istirahat tadi. Setidaknya pernyataan itu membuatnya sedikit berpikir bahwa hal itu benar. Bahwa satu-satunya yang pernah menciumnya hanya orang yang berada dalam pelukannya sekarang.
Akhirnya Rukia dapat tertidur tenang setelah Byakuya menemaninya setengah jam lamanya.
Satu minggu berlalu dan Rukia dapat menjalani hari-harinya dengan normal tanpa memikirkan masalah-masalah yang ada. Ia berusaha melupakan segala masalah yang menimpanya, bukannya ia ingin melarikan diri dari masalah, namun karena dia sudah lelah dengan semuanya itu.
Sebenarnya mulai hari itu sekolah Rukia meliburkan seluruh siswa selama dua minggu sehingga Rukia cukup bosan dan terlarut dengan pikirannya yang kacau.
"Rukia, malam ini kita akan pergi," ujar Byakuya membuat Rukia menoleh padanya.
"Ke mana Nii-sama?" tanya Rukia pelan.
"Ke puncak gunung," jawab Byakuya.
Rukia mengedipkan matanya berulang kali karena kaget.
"Hadiah untuk nilai bagusmu," ujar Byakuya membuat Rukia antusias.
"Benarkah?" tanya Rukia bersemangat.
"Ya."
Rukia melompat kegirangan yang membuatnya terjungkal ke belakang. Ia merintih kesakitan dengan memegangi kepalanya.
"Uh…." Rukia memaksakan dirinya berdiri namun itu mengundang rintihan lain.
Ketahuilah bahwa kaki Rukia memar. Tangannya mengeluarkan darah segar akibat goresan kulitnya terhadap kursi.
Byakuya menatapnya datar namun sebenarnya dalam sanubarinya ia sedang panik tak tertolong, bahkan karena terlalu panik ia tak tahu harus berbuat apa. Intinya kini wajah datarnya karena alami ia poker face dan sebenarnya ia sedang terpaku karna panik.
Pada akhirnya Byakuya beranjak dan menolong Rukia untuk berdiri. Ia mendudukkan Rukia di kursi. Setelah itu baru ia mengambil kotak P3K untuk mengobati luka Rukia.
Selama pengobatan Rukia tetap tenang walau sedikit merintih saat antiseptik mengenai kulitnya. Saat Byakuya selesai menutup Rukia menggunakan kain pembalut luka, barulah ia menatap mata Rukia.
"Jangan kekanak-kanakan lain kali," tegur Byakuya dingin.
"Ya N-Nii-sama aku minta maaf," sahut Rukia menyesal.
Byakuya menggendong Rukia ke kamarnya—kamar Rukia—lalu membaringkan tubuh Rukia di kasur.
"Istirahatlah dulu, nanti aku bangunkan," ujar Byakuya yang dibalas anggukan oleh Rukia.
Setelah Byakuya meninggalkan kamarnya. Rukia langsung menutup wajahnya yang merah padam.
"Uh aku tak rela luka ini sembuh, tolong. Tangan Nii-sama sangat lembut saat menyentuh kulitku," gumam Rukia.
Setelah kegirangan yang dikarenakan hal sepele, Rukia akhirnya tertidur di bawah belaian angin sejuk yang membawa harum sang surya.
Seperti yang Byakuya katakan, malam itu mereka berangkat ke puncak gunung. Mereka sampai tepat saat fajar menyingsing hal itu membuat mereka melihat matahari terbit. Rukia tersenyum senang karena ia sudah lama tak melihat pemandangan seindah ini.
"Andai bisa melihatnya setiap waktu," angan Rukia seperti anak kecil yang menimbulkan senyum tipis pada wajah datar Byakuya.
Seraya Rukia terkagum pada pemandangan yang disuguhkan alam, Byakuya membangun tenda untuk mereka berdua.
Setelah setengah jam lamanya akhirnya pemandangan fajar itu lenyap. Jadi Rukia berbalik untuk mencari Byakuya. Saat itu ia menemukan kalau dua tenda sudah terpasang rapi.
Byakuya keluar dari tenda berwarnakan abu-abu yang selaras dengan manik matanya. Ia keluar dengan lengan kemeja yang digulung dan celana panjang hitam yang ia pakai saat berangkat tadi. Lengkap dengan keringat yang menghiasi wajahnya.
Wajah Rukia memerah saat melihat pemandangan tersebut. Jantungnya berdebar keras saat melihat kakaknya dengan penampilan tersebut.
'Nii-sama, keren dan sedikit…?' batin Rukia.
"Rukia," suara itu menyadarkan dirinya dari lamunan.
"Y-ya, Nii-sama?" jawab Rukia gugup.
"Kau belum sarapan. Makan dahulu, ada roti di tasku," ujar Byakuya.
"Nii-sama bagaimana?" tanya Rukia polos.
"Aku akan pergi cari kayu bakar dan air. Gunakan peluit jika terjadi sesuatu."
Byakuya sibuk mencari sesuatu dalam tas ranselnya. Setelah menemukan benda yang ia butuhkan ia segera pergi menghambur dengan hutan untuk mencari kayu bakar dan air.
Karena Rukia ditinggalkan sendiri, akhirnya ia memakan sarapannya seorang diri. Uh pujaan hatinya sepertinya terlalu cuek akan dirinya. Atau mungkin sudah sejak dulu namun matanya terlalu dibutakan oleh rasa cintanya? Rukia bingung dengan jawaban yang harus dipilihnya.
"Rukia," tak lama suara bariton yang selalu membuat jantungnya berdegup cepat menyadarkannya dari pikirannya yang sedikit … tidak jelas.
"Ya Nii-sama?"
"Aku temukan sungai, ingin membasuh diri di sana?" tanya Byakuya yang membuat Rukia menoleh.
Wajah Rukia lagi-lagi dibuat merah padam oleh penyandang gelar Kepala Keluarga Kuchiki ini. Bagaimana tidak, jika ia harus melihat kakak angkatnya itu mengenakan kemeja yang sudah basah kuyup tidak tahu pasti karena apa alasannya.
"Mungkin nanti. Lalu Nii-sama, bukankah lebih baik kau ganti baju, nanti masuk angin," ujar Rukia malu-malu dengan membuang muka ke bawah.
"Hm. Setelah mengantarmu ke sungai."
"T-tidak perlu Nii-sama, aku bisa sendiri," ucap Rukia tergagap karena terlalu gugup.
"Nanti kau tersesat," sahut Byakuya yang sudah meletakkan seluruh kayu bakar yang ia kumpulkan.
Akhirnya Rukia menuruti perkataan kakak angkatnya lalu berjalan mengekor di belakangnya. Sungguh punggung tegap kakaknya memang selalu membuatnya kagum. Sejak kecil ia selalu mengekor pada putra sulung Kuchiki satu ini. Ia selalu menatap kagum orang di hadapannya, lebih dari ayahnya sendiri. Mengapa? Tidak tahu pasti alasannya. Mungkin karna kakaknya keren? Atau karna punggung itulah yang dulu selalu melindunginya saat dirundung.
"Nii-sama," panggil Rukia yang hanya dibalas gumaman. "Terima kasih."
Ucapan tiba-tiba itu mengundang segudang pertanyaan pada diri Byakuya, namun karena rasa gengsinya lebih tinggi ia lebih memilih menyimpan semua pertanyaan itu dalam otak kecilnya.
Setelah sekitar lima belas menit mereka berjalan, mereka sampai di sebuah sungai dengan air yang cukup jernih. Air itu memantulkan cahaya sang surya yang terasa lembut pada siang itu.
"Akan kutunggu di tenda."
Rukia mengangguk sebagai jawaban.
Rukia mulai melangkahkan kakinya ke dalam air, namun karena kecerobohannya yang akhir-akhir ini sering terjadi dan muncul tiba-tiba. Ia terjatuh ke sungai yang mengundang perhatian lelaki poker face yang baru saja melangkahkan kakinya selangkah.
"Rukia!" Tanpa pikir panjang Byakuya langsung melompat ke sungai dan menolong Rukia yang hampir tenggelam.
Setelah menyelam dua kali, akhirnya ia berhasil merengkuh tubuh mungil adiknya.
"Kau ceroboh sekali," gumam Byakuya dengan menatap Rukia yang kini sedang mengatur napas.
"G-gomen, Nii-sama," ucap Rukia pelan.
Rukia membuka matanya perlahan dan ia bisa melihat serta merasakan helaian rambut Byakuya yang sekelam malam jatuh di wajahnya. Atau lebih tepatnya pada kedua sisi pipinya.
'Kami-sama, haruskah aku kesal atau bahagia karena diriku yang ceroboh?' batin Rukia dengan rona merah yang menghiasi pipinya.
"Ayo kita kembali. Kita perlu mengganti pakaianmu," ucap Byakuya dengan naik ke daratan.
"B-baik Nii-sama."
Malam tiba mengganti siang yang terasa nyaman bagi gadis berambut ebony. Kini gadis itu sudah terduduk manis dengan kain yang cukup tebal menyelimuti tubuhnya. Dia sedang duduk di depan api unggun yang menjadi sumber kehangatan dan pencahayaan pada malam itu.
Gadis itu menatap langit malam yang dihiasi banyak bintang yang bertaburan lengkap dengan kemilaunya yang memikat hati.
"Nii-sama, boleh kubertanya?"
"Hm?"
"Kira-kira sampai kapan Nii-sama akan membenciku?" tanya Rukia polos.
"Saat di mana kau bukan adikku lagi," jawab Byakuya yang sebenarnya memiliki arti tersendiri, namun sayang itu tak tersampaikan pada Rukia.
"Oh begitukah?" balas Rukia sedih.
Byakuya menatap Rukia sesaat lalu segera memalingkan pandangannya. Hal tersebut dikarenakan rona merah tipis yang menghiasi pipinya.
'Dia lebih cantik saat di bawah bulan,' batin Byakuya.
"Nii-sama," panggil Rukia antusias.
"Apa?"
"Sebentar lagi aku akan naik kelas 2," ujar Rukia bersemangat.
"Sudah tahu Rukia. Persiapkan dengan baik."
"Hai!"
Rukia menatap kembali bintang-bintang di langit, namun tak ada semenit ia sudah kembali memecah keheningan.
"Nii-sama, apa Yoruichi-san mencintai Nii-sama?" tanya Rukia penasaran.
"Tidak."
"Lalu apa Nii-sama mencintainya?" tanya Rukia lagi.
"Tidak."
"Boleh aku mencintaimu?" tanya Rukia dengan menatap Byakuya sungguh-sungguh dan tentu saja wajahnya sudah merah padam. Bertaruh, semerah rambut Renji.
Byakuya menatap Rukia sesaat sebelum ia memikirkan jawaban yang tepat.
"Ya."
Sontak Rukia kaget mendengar jawaban tak diduganya itu.
"Apa maksud Nii-sama?" tanya Rukia kaget dan bingung.
"Kau boleh mencintaiku."
"Sebagai perempuan pada laki-laki…?"
"Ya."
Setelah itu hening panjang mengisi perbincangan mereka. Kedua wajah kedua insan ini sudah merah semerah tomat.
'Ah apa yang barusan kukatakan?' batin Rukia merasa kesal pada dirinya sendiri.
'Byakuya bodoh! Lagi-lagi hilang kendali karena rasa senang,' batin Byakuya yang sama kesalnya seperti Rukia.
"Nii-sama, masa lalu kita?"
"Lupakan," jawab Byakuya pelan yang sudah beranjak dan kini duduk dekat Rukia.
"Benarkah? Kau tidak akan membenciku lagi?" tanya Rukia dengan harapan besar.
"Aku akan terus membencimu jika kau menjadi adikku, Rukia," jawab Byakuya dengan menatap Rukia dalam.
Tatapan Byakuya seolah menggali ke dalam manik violet Rukia, mencoba menemukan suatu kepastian. Namun yang ada malah dorongan untuk mendorong Rukia ke tanah lalu mengurungnya serta mencium bibir merah Rukia.
"Rukia…."
Dalam hitungan detik tubuh Rukia sudah menyentuh tanah dan kedua tangan Byakuya ada di kedua sisi kepalanya. Tak hanya itu, bibirnya juga terkurung oleh bibir dingin penyandang gelar Kepala Keluarga Kuchiki satu ini.
Kebutuhan oksigen mengharuskan bibir mereka berpisah. Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan satu sama lain seolah mengungkapkan perasaan masing-masing.
"Nii-sama, aishiteru, aishiteru," gumam Rukia yang ditanggapi datar oleh Byakuya.
"Aku … tak tahu," bisik Byakuya tepat di sebelah telinga Rukia.
Jawaban itu jelas membuat Rukia kecewa namun ia bersyukur karena setidaknya kakaknya tak marah setelah mengetahui perasaannya yang sebenarnya.
Mereka kembali ke posisi masing-masing lalu membiarkan suaranya belalang mengisi sisa perbincangan mereka.
Dua puluh menit berlalu….
"Rukia, lebih baik tidur, sudah hampir larut malam," nasihat Byakuya datar.
"Ya Nii-sama.'
Rukia menyudahi aktivitasnya yang menatap langit malam dengan berkutat oleh pikirannya sendiri. Rukia memasuki tendanya sendiri setelah mengucapkan selamat malam pada Byakuya.
Suara khas belalang menemani Rukia yang mencoba terlelap. Perlahan mata Rukia tertutup rapat dan mulai mengembara ke alam mimpi sampai sesuatu menyentuh kakinya yang membuat dirinya berteriak kaget. Tentu hal itu langsung mengundang sang pujaan hatinya.
"Rukia, ada apa?" tanya Byakuya pelan. Sepertinya Byakuya langsung terbangun setelah mendengar teriakkan adik perempuannya.
"N-Nii-sama, ular," ucap Rukia panik dan setengah merengek.
Byakuya memperhatikan sekitar dan memang benar seekor ular sedang berada dekat Rukia. Dia mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk mengusir ular tersebut.
"Rukia tenang," ucap Byakuya yang perlahan-lahan berjalan ke samping tenda untuk mengambil ranting pohon yang jatuh.
Rukia berusaha mengatur napas di tengah-tengah kepanikannya.
Akhirnya Byakuya berhasil meraih ranting pohon yang cukup panjang. Dengan perlahan ia mendekati tenda kembali lalu ia segera mengusir ular yang kira-kira panjangnya 30 cm saja.
Setelah memastikan ular itu tak ada, Byakuya segera menghampiri Rukia yang sudah ketakutan setengah mati. Tubuhnya terselimuti keringat dingin.
"Rukia, sudah aman," bisik Byakuya.
Rukia langsung memeluk Byakuya tanpa pikir panjang. Ia memeluk Byakuya erat karna rasa takut yang masih tersisa.
"Nii-sama…."
"Ya?"
"Ruki takut," sahut Rukia tanpa sadar menggunakan sebutan masa kecilnya.
"Sudah kukatakan aku di sini," balas Byakuya dengan memeluk Rukia juga.
"Jangan pergi. Jangan tinggalkan Ruki," ucap Rukia dengan suara yang gemetar.
"Tentu."
Byakuya membaringkan Rukia dengan nyaman di kasur lipat yang ada di dalam tenda lalu ia berbaring di sebelah Rukia. Perlahan di bawah buaian aroma sakura Byakuya gadis berambut gagak ini mulai mengantuk dan menutup mata violetnya.
"Oyasumi Nii-san," gumam Rukia sebelum terlelap sepenuhnya.
"Oyasumi, Rukia."
Byakuya menatap Rukia beberapa saat sebelum ia mulai menutup matanya juga.
'Aku senang kita kembali ke masa kecil kita. Aku senang kau mencintaiku, namun aku tak tahu perasaanku padamu, maafkan aku,' batin Byakuya terakhir kali sebelum ia mengembara ke alam mimpi.
.
.
.
T.B.C
.
A/n : Maaf lama gak upp yaa, aku langsung up di chap nih. Semoga minim typo dan kesalahan, lalu kalian bisa menikmati. RnR selalu kutunggu yaaa...
Sampai jumpa di chap selanjutnya...
