"Love Knot"
Chapter 8
.
.
.
Sepatu, tas, bahkan sampai hiasan rambut, semuanya senada dengan gaun selutut hijau muda yang ia pakai. Rook menggigit bibirnya, menahan senyum yang bisa saja menjadi sangat lebar dan tak terkendali. Ia masih tidak menyangka kalau ternyata Leona benar-benar menyiapkan semua ini untuknya.
"Cepat sekali siapnya." Rook mengangkat kepala saat suara suaminya terdengar. Leona tampak sangat tampan dan gagah dengan jas abu-abu dan kemeja putih di baliknya. Dasi hijau muda yang senada dengan gaun yang dipakai Rook pun sangat terlihat pantas. Rook sempat mencuri pandang ke sepatunya yang berwarna sama dengan jas dan celana bahannya, tapi memiliki list hitam dan hijau muda di bagian bawahnya.
Dia tidak pakai sepatu pantofel.
Leona yang merasa mata Rook sempat melihat sepatunya, memancingnya untuk ikut melihatnya. "Ada apa dengan sepatuku? Tidak cocok, ya?"
"Eh? Tidak, tidak! Cocok sekali, kok!" Senyuman yang sedari tadi ditahan, lepas begitu saja dan menaikkan kecerahan aura di sekeliling Rook. "Aku hanya sempat berpikir kau akan memakai pantofel, tapi ternyata sepatu kets juga cocok untukmu. Warna dan modelnya sangat sepadan dengan jasmu."
Alis Leona naik satu. "Kenapa aku menangkap kalau kau sedikit kecewa aku tidak pakai sepatu mengkilap itu?"
Rook menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, kok! Tenang saja, Leona-kun. Apa pun yang kau pakai, pasti akan selalu cocok dan membuatmu tampan maksimal!"
"Hah! Kau dan lidah licinmu."
"Mobil sudah disiapkan, Leona-sama."
Leona mengangguk. "Aku akan segera ke sana." Ia kembali menatap Rook yang sudah siap berjalan bersisian dengannya. "Mau sambil gandengan?"
Kedua mata Rook membulat, warna merah memenuhi wajah putihnya. "B-buat apa?! Kita belum sampai di sana!"
Leona mendengus. "Ya sudah kalau tidak mau." Lalu ia berjalan mendahului Rook, sampai tiba-tiba tangannya diraih si gadis pemburu dengan cengkeraman yang cukup kuat pada lengan atasnya. "Katanya tidak mau."
"… Aku tidak bilang begitu." Kepala Rook menunduk saat mereka melewati barisan pelayan mansion yang menghantar keberangkatan mereka menuju tempat pesta pertunangan Vil Schoenheit diadakan.
.
.
.
Sesuai dugaan, begitu pasangan Kingscholar keluar dari mobil, beberapa orang yang kelihatan sama-sama punya jabatan langsung mengerumuni mereka. Kereta pertanyaan sudah berjalan, hampir tak memberi mereka kesempatan untuk turun di pemberhentian terdekat.
"Maaf, tapi kami harus benar-benar pergi." Leona mencoba untuk tetap sabar dan ramah saat menolak rentetan pertanyaan tersebut. Cengkeraman tangannya menguat, tidak ingin Rook sampai menjauh dari sisinya.
Rook berniat buka suara untuk membantu Leona ketika sesosok tinggi tiba-tiba muncul di belakang keduanya. "Kingscholar, Schoenheit dan pasangannya sudah menunggu di dalam."
Jelas terlihat ekspresi tidak senang Leona kala ia mendengar suara itu. Namun sang pangeran Sunset Savanna tahu pasti kalau ini bukan saat yang tepat untuk menolak. Jadi ia menerima "ajakan" tersebut dan berhasil meninggalkan kerumunan yang hampir membuatnya dan Rook gila.
"Dasar, orang-orang senangnya ingin tahu urusan orang lain. Hubunganku bukan sesuatu yang harus mereka pikirkan."
"Namanya juga netizen. Tidak dapat gosip sama halnya dengan tidak dapat makan seharian penuh."
"Hoo? Kosakata gaulmu kedengarannya bertambah, eh, Yang Mulia Raja Draconia."
"Kau sendiri bagaimana, Pangeran Leona? Tidak adakah pelajaran mengucapkan terima kasih kepada orang yang sudah menolongmu sebagai tanda sopan santun?"
"Hah! Menggelikan. Dunia harus kiamat dulu kalau mau dengar aku berterima kasih padamu."
Adu mulut keduanya masih tidak berhenti bahkan ketika mereka sudah sampai di tengah taman yang menjadi lokasi pesta. Rook hanya bisa tersenyum pasrah dengan keributan yang mereka buat.
"Lulus dari sekolah dan melepas masa remaja sepertinya tidak bisa mengubah kalian jadi dewasa sepenuhnya, hm?"
Rook melambaikan tangannya saat ia melihat sesosok perempuan dengan gaun putih bersih yang berkilau menghampiri mereka bertiga. "Vil! Lama tidak jumpa!" Rook langsung menghambur ke pelukan sahabat semasa sekolahnya itu. "Aku merindukanmu! Aaah, betapa kau tidak pernah kehilangan kecantikanmu dan semakin bertambah!"
"Puji-pujian ala Rook Hunt, seperti biasa." Vil melepas pelukan mereka dan memberi Rook kecupan hangat di pipi. "Pipimu jadi sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Sepertinya kehidupanmu cukup menyenangkan."
"Bukan cukup, tapi sangat." Leona membalas dengan senyum lebar. "Selamat atas pertunanganmu, Vil." Ia menjabat tangan Vil dengan gestur yang cukup membuat Rook terganggu.
Rupanya Leona benar masih memiliki perasaan terhadap Vil.
"Terima kasih." Vil balas tersenyum dengan ramah. Ia melihat altar sekilas. "Randy sedang ke kamar kecil. Kita tunggu dia di dekat altar supaya kalian bisa menyapanya." Vil ganti menjabat tangan Malleus Draconia yang datang bersama dengan keluarga Kingscholar. "Aku kira kau tidak suka dengan Leona, Malleus?"
"Kenapa begitu?" Malleus membalas jabatan tangan Vil.
"Karena kau datang bersama dengan Leona dan Rook."
"Uh, dia menyelamatkan kami dari kerumunan orang di depan," jelas Rook cepat.
Vil memberi "oh" panjang. "Aku pikir tidak akan ada tamuku yang mengenal pangeran dari Sunset Savanna, makanya aku tidak memberi security di luar. Ternyata raja hutan kita yang satu ini lebih terkenal dari yang kubayangkan."
"Hei, apa maksudnya itu?" Leona tertawa ketika tiba-tiba ekspresinya berubah agak muram saat seorang lelaki yang memakai pakaian senada dengan Vil berdiri di altar.
Vil melambai ke pria itu. "Randy!" Pria yang ternyata Randy itu membalas lambaian Vil dan berjalan menghampirinya. "Tunggu! Kenapa malah kau yang ke mari?!"
"Tidak apa-apa, aku juga ingin jalan-jalan." Sosoknya yang tegap dan ternyata hampir setinggi Malleus melempar senyum ramah ke para tamu yang baru saja tiba. "Apa ini teman-temanmu semasa sekolah?"
Vil mulai memperkenalkan mereka satu persatu. Saat giliran Leona, pangeran itu tampak menggigit bagian dalam mulutnya sesaat sebelum akhirnya memaksakan sebuah senyum. Rook memainkan kuku-kukunya dalam diam, tidak menyadari cat kuku yang dipakai sedikit mengelupas. Namun Malleus menyadari itu dan ia menarik Rook menjauh. Ia sempat meminta izin untuk membawa Rook menemaninya mengambil minuman.
"Santai saja, tidak perlu setegang itu."
"… E-eh?"
"Kingscholar tidak akan berencana mengambil Schoenheit dari tunangannya. Kau tidak perlu khawatir."
Rook mengeritkan kening. Ia membuka suara setelah bergelut dengan pikirannya selama beberapa saat, "… Kau sudah tahu rupanya."
"Kelihatan jelas, kok." Malleus menyodorkan segelas daiquiri kepada Rook. "Aku mungkin jarang menghadiri pertemuan pemimpin asrama, tapi setiap kali aku hadir, aku bisa melihatnya. Tatapan Kingscholar ke Schoenheit itu berbeda."
Rook mencengkeram gelasnya cukup kuat. "Bahkan seorang Malleus-kun pun tahu. Rasanya seperti Leona-kun tidak berniat menutup-nutupi perasaannya sama sekali."
"Sayangnya dia memang berniat menutupinya." Malleus memainkan gelas daiquiri miliknya sesaat. "Kingscholar itu pintar, tapi juga pengecut. Kalau lawannya bukan orang-orang peka seperti kita, kemungkinan mereka tidak akan menyadari petunjuk-petunjuk kecil itu. Itu menandakan kalau Kingscholar cukup pandai menyembunyikan perasannya. Akan tetapi, dia pengecut. Kau pasti tahu maksudnya apa."
Kepala Rook mengangguk. "Dia tidak mau memberitahu Vil sampai akhir, dan memilih menikah dengan orang lain."
Malleus tidak merespons. Ia menenggak daiquiri-nya perlahan. "Kau sendiri bagaimana, Hunt? Atau … haruskah aku panggil kau Rook sekarang?"
Rook mendengus geli. "Terserah kau saja, Roi du Dragon. Aku tidak pernah melarangmu untuk memanggilku dengan namaku, kan?"
"Memang benar."
Rook menghela nafas. "Bagaimana denganku, ya …. Yah, biasa saja sebenarnya. Leona-kun juga tidak pernah mengecewakanku. Dia memperlakukanku dengan baik."
"Tapi hati tidak bisa berbohong."
Bibirnya membentuk senyum pahit. Genangan daiquiri yang sejak tadi berada di dalam gelas di genggamannya, berpindah masuk ke dalam mulutnya. Rasa manis dan aroma khas alkohol yang tidak terlalu menyengat memenuhi setiap ruang yang ada.
"Bukankah kau tahu terlalu banyak, Malleus-kun? Aku tidak ingat pernah bercerita padamu tentang urusan pribadiku."
"Memang tidak." Raja dari Briar Valley yang terhormat itu mengembalikan gelasnya yang sudah kosong dengan gerakan yang sulit digambarkan oleh Rook. Terlihat anggun, tapi juga tegas. Entahlah, kenapa bisa Rook berpikiran "tegas" di sana.
"Sejujurnya, aku tidak begitu bisa membaca keadaan sekitar." Matanya memicing, menangkap sosok Leona yang kini sudah berbicara dengan beberapa tamu undangan yang lain. "Hanya saja, aku cukup tertarik dengan hubungan antar anak manusia. Lalu saat aku melihat kalian, terutama kau, aku jadi semakin fokus untuk mencari tahu lebih jauh."
"Hmm, jadi kau sudah mengamati kami—mengamatiku—sejak masih di NRC."
"Bisa dibilang begitu."
Rook ikut menaruh gelasnya yang masih belum kosong. Ia bisa merasakan kehadiran Leona yang semakin mendekat.
Saat Leona hampir tiba, Malleus membungkukkan badannya. Ia menyerahkan sebuah cermin kecil pada Rook yang diterima gadis itu dengan penuh tanda tanya. "Panggil namaku melalui cermin itu kalau kau butuh teman mengobrol," ujarnya rendah, sedikit menggelitik telinga Rook yang cukup sensitif.
"Hei, jaga jarak dengan istri orang."
Rook segera memasukkan cermin pemberian Malleus ke dalam tas jinjingnya. Sementara Malleus mengeluarkan tawa remeh ketika menjauhkan diri. "Aku hanya menghabiskan segelas daiquiri segar dengan Rook saat kau sibuk mengobrol dengan para tamu."
Rook dengar Leona menggertakkan giginya. Tangan singa itu mencengkeramnya dan menariknya mendekat. Punggungnya menghalangi si gadis agar tidak terlihat lagi oleh Malleus, yang mana sebenarnya, usahanya itu sia-sia.
Malleus menaik-turunkan bahunya. "Posesif, huh. Terserah, waktuku juga sudah habis di sini." Ia tampak mengeluarkan sebuah ponsel pintar yang sebelumnya tidak pernah ia tunjukkan selama sekolah. Sepertinya Malleus Draconia betul-betul sudah belajar beradaptasi dengan modernisasi.
"Vil." Malleus memanggil nama perempuan yang berbahagia di hari itu ketika suara heels-nya terdengar mendekat. "Aku pamit dulu, Lilia sudah menunggu. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan Randy."
"Terima kasih banyak sudah datang, Malleus." Vil menjabat tangan raja naga itu. "Aku bersyukur aku tidak melupakanmu kali ini."
"Haha, aku sudah biasa." Mata cerah Malleus menatap lurus Rook yang sejak tadi diam. Dari tatapannya itu, Rook bisa merasakan suatu isyarat yang kemungkinan besar menjurus ke cermin yang tadi diberikannya. Gadis itu pun meremat ujung tasnya, seolah berharap cermin di dalamnya tidak ketahuan oleh Leona.
Setelah itu, sosok Malleus menghilang, seakan menyatu dengan udara. "Dia tadi datang juga seperti itu. Tiba-tiba sudah ada di depanku," ujar Vil seraya menghampiri Rook yang masih "disembunyikan" di balik punggung Leona.
"Mungkin setengah setan."
"Aku tahu kau bercanda, tapi itu kedengaran tidak sopan, Leona." Yang diceramahi hanya mendengus, tanda tidak suka. "Omong-omong, aku pinjam Rook sebentar. Tadi kita belum sempat mengobrol banyak."
"Ya, ya. Suka-suka kalian, wanita."
Pandangan mereka sempat bertemu, tapi Rook tetap tidak berkata apa-apa. Leona hanya sempat menganggukkan kepalanya, tanda kalau ia tidak masalah menunggu Rook dan Vil untuk bicara.
"Aaah, akhirnya aku bisa punya waktu denganmu saja, Rook." Vil membawanya ke tempat yang lebih sepi, tak jauh dari altar. Beberapa tamu sempat ingin mengajaknya bicara, tapi Vil menolak dengan alasan sudah lama tidak bicara dengan kawan baiknya semasa sekolah.
Rook tersenyum. Tangan Vil yang menggenggamnya terasa hangat. "Sudah lama, ya, kita tidak punya kesempatan bertemu langsung begini."
"Betul." Vil menarik dua kursi untuknya dan Rook, kemudian meneruskan bicaranya setelah mereka duduk, "Bahkan di hari pernikahanmu pun aku tidak sempat menculikmu. Itulah kenapa, untuk acara tunangan hari ini, aku sengaja tidak mengundang banyak orang supaya aku bisa menculikmu."
"Nanti Leona-kun marah kalau kau menculikku."
"Biar saja! Siapa suruh mengambil sahabat baikku!"
Rook tertawa mendengar itu. "Jadi, kita mau membicarakan apa sekarang? Aku sedang tidak ada topik menarik untuk dibahas."
"Tentu kau punya."
Mata Rook berkedip sekali. "… Aku punya?"
"Tentang malam pertamamu."
"…"
"…"
"…!"
Bisa Rook rasakan kepalanya seperti mendidih. Kedua tangannya gemetar, bulir-bulir air dingin mulai memenuhi permukaannya. "H-huh? A-apa yang … t-tadi kau tanya … apa?"
Tiba-tiba Vil melebarkan senyum penuh makna. "Hmm? Kenapa gugup begitu? Malu? Apakah sangat menyenangkan sampai membuatmu salah tingkah begini?"
"I-itu …!"
Vil tertawa sebelum Rook sanggup memberinya jawaban. "Oke, oke, lupakan pertanyaan bodohku itu. Aku hanya ingin tahu kalau kau sungguhan bahagia dengannya." Ekspresi jahil yang diperlihatkannya tadi, sekarang berubah menjadi lembut dan penuh pengertian. "Dilihat dari reaksimu, sepertinya Leona benar-benar memperlakukanmu dengan baik. Syukurlah, aku tidak perlu khawatir lagi."
Khawatir? "… Kau khawatir?"
"Tentu saja aku khawatir." Vil melipat kedua tangannya di depan dada saat melanjutkan, "Jangan kira aku tidak tahu perlakuan cowok-yang-cuma-menang-tampang itu padamu saat di NRC dulu. Dia memang tidak pernah berlaku kasar, tapi kata-katanya kadang membuatku kesal."
Rook meremat jari jemarinya sendiri. "… Haha, begitu? Kenapa kesal? Leona-kun, kan, hanya menunjukkan ketidaksukaannya karena aku sering mengganggunya."
"Ya justru itu!" Wajah Vil tiba-tiba memerah. Emosi tampaknya telah menguasai dirinya, walau sedikit. "Bisa-bisanya dia terang-terangan bilang kalau kau menyebalkan, berisik, aneh, tapi pada akhirnya? Dia melamarmu dan kalian menikah begitu saja. Kalau boleh jujur, aku tidak merasakan cinta di matanya setiap kali melihatmu dulu."
Deg …
Vil membuang nafas panjang. "Aku sempat khawatir; bagaimana kalau dia hanya memanfaatkanmu? Tadinya aku sempat ingin mengunjungimu ke istana, tapi aku sudah dibuat sibuk dengan pekerjaan dan Randy. Jadi aku memanfaatkan hari ini untuk melihat perkembangan kalian berdua."
Vil kemudian tersenyum lembut, memancing Rook untuk melakukan hal yang sama. "Saat aku lihat kalian memakai pakaian yang seragam, aku merasa cukup lega. Walau agak terganggu karena tadi kalian sempat terpisah karena Leona terjebak dengan tamu lain, lalu kau diseret Malleus, aku merasa semakin optimis ketika melihat keposesifan Leona terhadapmu di depan Malleus."
Rook menggigit bibirnya sedikit. Ia menolak kontak mata dengan Vil selama beberapa saat.
Apa yang tadi itu bisa dikatakan posesif? Dan haruskah Rook senang akan itu?
"Tapi tetap saja," Vil meraih tangan Rook, mengelusnya penuh perasaan, "kalau dia pada akhirnya bukan lelaki yang tepat untukmu, jangan ragu untuk memukulnya tepat di kemaluannya."
"E-eh …?"
"Masih banyak ikan di lautan, Rook." Vil bangun dari duduknya, berkacak pinggang. "Bahkan kalau Randy sampai macam-macam pun, aku tidak akan segan meninggalkannya. Tidak ada gunanya mempertahankan hubungan yang membebani salah satu pihak, bukan begitu?"
"…"
Ya. Apa yang dikatakan Vil tidak salah. Rook tahu betul yang dikatakan sahabatnya ini benar.
Hanya saja, Vil tidak tahu kalau hubungan mereka ini pada dasarnya tidak ada "cinta." Mereka bisa berpisah kapan saja tanpa perlu Rook memukul kemaluan Leona terlebih dahulu. Rasa "posesif" yang dirasa Vil tadi mungkin hanya sebatas "karena Rook adalah istrinya, maka ia tidak boleh berdekatan dengan lelaki yang bukan suaminya dalam waktu yang lama." Lagi-lagi, Leona hanya berusaha mempertahankan citra baik mereka berdua di depan publik agar tidak meninmbulkan kecurigaan akan sesuatu yang ada di balik hubungan mereka.
Lalu soal "banyak ikan di lautan." Ya, Rook tahu itu. Namun, apa Vil tahu kalau ikan-ikan yang mungkin menunggunya di lautan itu salah satunya adalah Leona? Apabila ia memutuskan hubungan dengan Randy, maka di lautnya masih banyak ikan yang menunggu untuk ditangkap.
Berbeda dengan laut milik Rook yang tidak ada ikannya sama sekali.
Rook menatap Vil tepat di mata. Dua sudut bibirnya dipaksa untuk naik. "Ya … terima kasih banyak, Vil. Aku akan selalu mengingatnya."
Tidak ada ikan lain yang bisa Rook tangkap kalau Leona meninggalkannya.
Tidak ada.
.
.
.
Next: Chapter 9
