Disclaimer : Masashi Kishimoto, Ichie Ishibumi, and Others.
Rating : T-M
Genre : Fantasy, Adventure, maybe Romance
•
~•~
•
Tepat hari ini, adalah hari pertama dari pelatihan dasar usia dini dari kedua orangtuaku akan dimulai. Keduanya sadar betul akan potensi yang ada dalam diriku, sehingga mulai memberikan seporsi latihan dasar sihir.
Jadwal yang mereka sepakati untuk adalah 1 jam di setiap harinya. Untuk jadwal, kapanpun asalkan senggang.
Sejujurnya, aku menginginkan agar waktu latihan ku ditambah. Antusiasku teramat besar untuk ini. Namun sayang, keduanya dengan tegas melarangnya. Katanya, tak ingin waktu tumbuh dan bermainku menciut Karna latihan. Mereka benar-benar menerapkan asas parenting yang cukup bagus. Yah meskipun latihan dan belajar adalah hal yang bagus, pertumbuhan fisik dan emosional sang anak akan berjalan efektif ketika bermain bersama teman sebayanya.
Namun sayangnya, kalian memiliki anak yang bahkan usia jiwanya lebih tua dari kalian. Haruskah aku menyuarakan fakta ini lantang-lantang?
Mari alihkan fokus kepada ayah pirangku yang sedang menjelaskan beberapa hal kepadaku, putra semata wayangnya.
"Jadi nak, bisa kau ceritakan dengan sejelas mungkin, saat dimana kau merasakan telah menggunakan Mana milikmu."
"Awalnya biasa saja, mereka memukul, aku balas memukul. Sampai pada saat salah satu dari mereka memegangi ku, di sanalah aku menggunakan Mana dan melepaskan diri. Ayah bilang tentang nama-nama sihir kan, tapi aku sama sekali tak mengeri."
"Jadi kau hanya mengikuti instingmu untuk menyelamatkan diri?."
"Iya, aku rasa begitu. Ketika mencoba mengaktifkan Mana-ku, mereka semua terpental jauh dengan saat aku menggoyangkan badan."
"Menarik sekali. Kau sudah dipastikan memiliki kecocokan alami dengan sihir Body Enchantment, tapi mari kesampingkan itu sejenak. Ayah akan mrngajarimu dasar dari tehnik andalan ayah, Space Magic."
Aku benar-benar berapi-api sekarang!
Dia berdiri, kemudian menunjuk posisi dihadapannya. Segera aku mengambil tempat itu.
"Dengar, mengaktifkan Mana yang sudah bisa kau lakukan adalah ilmu paling dasar dari sihir. Kau harus memanipulasi energi yang kau aktifkan itu sesuai dengan sihir yang kau mau. Dan kali ini, untuk Space Magic, kau harus bisa mengontrol Mana dengan baik."
Dia menarik nafas.
"Untuk menggunakan sihir ini, kau harus melepaskan Mana ke luar, lalu memanipulasi Mana itu secara eksternal didekat badanmu. Selain Space Magic, sihir yang dilakukan diluar tubuh juga menggunakan tehnik ini sebagai pondasi. Sangat berbeda dengan Body Enchantment yang akan ibumu ajarkan nanti, sihir itu menuntutmu menggunakan Mana-mu secara internal, untuk meningkatkan kekuatan fisik penggunaanya."
Terdengar rumit, tapi aku sudah pegang garis besarnya. Space Magic adalah sihir yang memanfaatkan kekuatan Mana untuk memanipulasi lingkungan sekitar, mirip seperti Healing Spell atau Elemental Magic dan lainnya juga.
Tapi disini aku tak mau berlaga seperti sudah memahami bagaimana energi magis ini bekerja. Jujur saja, ketika mengaktifkan Mana ku untuk pertamakali kemarin, tak ada dipikiran ku untuk memanfaatkannya untuk tujuan tertentu. Apalagi hal rumit macam jenis-jenis sihir yang Mina-ayah jelaskan.
Semuanya terjadi begitu saja seperti kencing (?)
"Mari mulai kalau begitu, dasar Space Magic!."
Aku mengangguk padanya. Sial! Ini membuatku bersemangat!
"Baiklah nak, tahap pertama dari mempergunakan segala macam sihir yang dilakukan diluar tubuh adalah, mengalirkan Mana dari dalam keluar. Yosh! aktifkan Mana mu, lalu bayangkan seolah-olah semua energi itu kau alirkan ke telapak tanganmu. Disana, ada sebuah pintu yang menutup jalan keluarnya, buka itu, lepaskan Mana-mu, namun pertahankan dia, jangan biarkan Mana itu lari darimu."
Dia mempraktekkan itu. Tangannya dia tadahkan, dan segera pendar energi muncul dari tangannya, mengalir pelan, mulai terkumpul di atas telapak tangan Min- ayahku. Semakin lama proses itu berlangsung, semakin pekat juga gumpalan energi itu, hingga pada suatu titik, ke-transparan-an Mana itu berubah jadi warna biru pucat.
Waw...
Aku mencoba melakukan hal yang sama, dengan membuka tanganku, lalu menjulurkannya kedepan. Mana-ku telah aktif, kemudian mulai melakukan sesuai instruksi ayah.
Bsst!
Bukannya membentuk gumpalan, Mana yang kucoba keluarkan malah meluruh kemudian sirna dengan suara berdesing pelan. Aku menoleh kepada Minato yang balik menatapku dengan ekspresi yang, entahlah? Dia tampak cukup puas.
"Ayah?..."
"Ummu! Tak salah lagi, sihir memang bakatmu."
??
"Tapi, bukannya aku gagal? Mana-ku hilang saat kukeluarkan." Wajahku pasti sedang cemberut sekarang.
"Memang nak memang." Dia berjongkok di depanku sambil mengangguk mengiyakan. Dia meraih kedua tanganku, menggenggamnya dihadapan wajah kami yang kini tingginya setara.
"Mungkin saja belum berhasil tapi, untuk bisa membangkitkan Mana, lalu menggunakannya sebagai sebuah sihir, kemudian menggunakannya untuk jenis sihir lain, adalah hal yang luar biasa. Hehe, bahkan ayah dulu, butuh 3 hari untuk bisa mengalirkan Mana ayah keluar. Dan kau, putraku yang ganteng ini, berhasil melakukannya sekali coba. Ugh, kau luar biasa." Dia mengusap-usap kepala ku dan memujiku dengan penuh bangga. Kulihat ekspresi wajahnya, raut kebahagiaan yang membuatku semakin 'mendidih'.
"Hehe! Aku memang hebat ayah!."
"Aish? Dimana cemberutnya tadi hum?."
"Lihat saja ayah! Aku pasti akan segera menguasainya! Jadi, kenapa Mana-ku bisa hilang tadi?."
"Untuk yang tadi, kau terlalu memikirkannya, jadi output Mana yang kau keluarkan tidak cukup untuk membuatnya terkumpul. Bisa dibilang, Mana punya kecenderungan untuk saling menarik, maka jika Mana yang kau keluarkan cukup, dia akan menarik dan membuat Mana-mu selanjutnya menempel. Ya ampun nak, apa yang tadi ayah jelaskan kepada anakku yang baru 5 tahun. Kau paham?"
Beruntunglah, anakmu ini kejiwaannya sudah diatas kalian.
"Ummu!" Anggukan ku keluarkan dengan mantap.
Kembali aku coba, kali ini, aku sedikit membiarkan tubuhku 'loose'. Aliran mana yang tadinya ku kontrol dengan cara menahannya, kini kubiarkan mengalir bebas. Seperti melepaskan cubitan pada selang air sewaktu menyiram tanaman.
Boft!
"Acha! Aw! Apa itu tadi?."
Aku melihat energi yang kukeluarkan berputar cepat, menggumpal dengan kecepatan tinggi sebelum meletup dan membuat tanganku terpental. Sial! Rasanya seperti tersengat listrik!
"Ah! Kau tak apa nak?" Dia berhambur mendekatiku lalu memegang tanganku. Sakitnya hanya seketika, tak seperti tersengat arus sungguhan yang akan menyisakan nyeri dan sensasi kesemutan.
"Iya. Sudah tidak apa-apa."
"Itu terjadi karena Mana yang kau keluarkan terlalu besar, sehingga keseimbangannya hilang. Dan jika terus berlanjut, maka pondasi Mana-mu akan patah, energimu jadi liar kemudian terlepas serentak. Maka terjadilah ledakan seperti tadi."
"Jadi begitu ya. Yosh! Biar kucoba lagi."
Kali ini kulakukan dengan sedikit lebih hati-hati. Mana yang kukeluarkan tetap dengan jumlahnya suwaktu meledak tadi, tapi kulakukan dengan teratur.
"Bagus!."
"B-berhasil?!"
Bulatan energi kebiruan telah bertengger manis ditangani, melayang sembari berputar dengan pelan dan teratur. Aku tak berhenti memasoknya dengan Mana, sehingga ukurannya mulai membesar.
"Nah sekarang..." Dia melakukannya hal yang sama.
"Kurangi Mana yang kau alirkan disana. Lalu, bayangkan, kau memeras bola Manamu dengan sekuat tenaga, ubah bentuknya, terserah, memanjang. Lonjong, pipih, asalkan kau bisa merubah fisiknya."
Seperti yang dia katakan, energi ditangannya dengan cepat berubah ke berbagai macam bentuk. Sebelum ia lepaskan dan membuat gumpalan energi itu menguap. Dan, aku bisa melakukannya dengan segera. Ini lebih mudah dari tahapan sebelumnya.
"Nah sekarang, buat gumpalan energimu berbentuk jarum. Tipis, setipis mungkin, sepanjang mungkin tampa menghilangkan, atau mengurangi pasokan Mana-mu."
Bola Mana milik ayah tiba-tiba terdistorsi, memanjang kemudian menipis hingga tak terlihat.
"Hilang?."
Dia menggeleng.
"Tidak, itu masih ada disana. Coba sentuh dan rasakan."
Aku lantas menggapai tangan milik ayah. Dan, aku masih merasakannya disana, aliran Mana yang beresonansi dengan tenang. Sangat tipis, namun terasa pekat secara bersamaan.
"Space Magic, bekerja dengan menyisipkan Mana-mu ke ruang disekitar, mensabotase kenyataan dengan energi sihir. Dunia ini dibentuk oleh ruang, yang saling tumpang tindih membentuk garis kenyataan, maka dari itu, untuk menggunakan sihir ini, buatlah Mana-mu setipis mungkin, hingga ruang pun tak mampu menahannya. laku gunakan Mana itu untuk membelokkan kenyataan."
Dia menggerakan tangannya dengan gestur aneh, lalu tiba-tiba sebuah energi aneh terasa menabrak tubuhku dengan lembut, mendorongku mendekatinya.
Telekinesis?!
"Cobalah, habiskan Mana yang kau punya."
Aku menarik nafasku, merilekskan tubuhku yang cukup tegang. Kuulangi semua proses yang tadi kulakukan. Mengaktifkan Mana, mengalirkannya, mrmaterialisasikannya, membentuknya, kemudian mulai melakukan proses terkahir.
Bsst!
Sirna, energiku menguap tampa sisa. Tapi beruntung, ini sama sekali tak meninggalkan nyeri seperti tadi.
"Ini tahapan yang paling sulit, konsentrasi, fokus, tehnik, dan teori tak akan cukup. Kau harus membiasakan diri. Ayo! Coba lagi!."
"Siap!."
•
~•~
•
Naruto beserta Minato menghabiskan sore hari itu untuk berlatih. Latihan yang awalnya hanya direncanakan sejam, malah membengkak durasinya hingga 3 jam lebih. Langit sudah menggelap, begitupun dengan Naruto yang tampak letih dan lesu. Energinya benar-benar habis oleh latihan itu. Meskipun sudah berjuang keras, sungguh sayang Naruto masih belum mampu melakukan yang seperti ayahnya lakukan.
Kushina tampak menanti di depan pintu, berkacak pinggang sembari memegang sendok sup ditangan kirinya. Dia tampak cemberut.
"Haish, kenapa lama sekali? Cepat bersihkan tubuh kalian, makan malam segera jadi."
Minato hanya mengangguk sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Maaf sayang, tapi sepertinya putra kita sangat menyukai latihan ini. Makanya, kami jadi lupa waktu."
"Huft, lihat saja besok, Naruto pasti tak ingin pulang karna berlatih denganku. Benarkan sayang?." Kushina mencubit dagu Naruto yang hanya mengangguk saja.
"Ugh, badanku lengket, perutku lapar."
"Cepat, ajak Naruto mandi, kita segera makan."
•
Tak butuh waktu lama bagi mereka menyelesaikan urusannya masing-masing. Kini, kesemuanya sudah duduk sempurna didepan meja makan, bersama beberapa jenis hidangan hangat yang masih mengepulkan asap. Kedua laki-laki pirang itu menyaksikan berkah didepannya dengan mata bersinar, lengkap dengan liur yang nyaris menodai meja dan pahanya masing-masing.
Kushina menatap bangga kedua korban (?) Kedigdayaan seni dapur miliknya. Tangan ber-jemari lentiknya dengan cekatan mulai mem-porsikan makanan untuk dua pria tersayangnya itu.
Semangkuk penuh kentang tumbuk beraroma susu, diguyur kuah kental daging dengan aroma rempah dan warna kental, serta dipermanis tunas sayuran yang ditumis. Begitupun dengan jatah Naruto yang hanya berbeda jumlah saja.
Ibu muda itu memandang riang dua mahkluk kuning yang melahap sendok demi sendok makanan buatannya selayaknya tak ada hari esok. Dia terkikik geli melihat Naruto yang terkadang mangap-mangap, sembari meniup bibirnya dari dalam Karna kepanasan.
"Hati-hati sayang, fufufufu..."
"Sumpah ibu! Kau wanita terbaik di dunia! Kau nomor satu!."
"Hwohwo, swiyapa duwhu, iwstwiku... Huft! Luar biasa!"
"Ya ampun..."
Mereka makan dengan khusyuk, diiringi dengan beberapa kali seruan Minato atau Naruto yang minta tambah. Memang, kedua ayah-anak ini punya nafsu makan yang tinggi. Dan bagi Kushina, menyaksikan mereka makan seperti babi gila adalah sebuah hiburan sekaligus kebanggaan.
"Huftt... Aku kekenyangan! Terimakasih sayang/Ibu!"
"Fufufufu... Sama-sama. Oh ya Naruto, besok pagi buta kau akan memulai latihan bersama ibu. Jadi, setelah ini, bersihkan gigimu dan segera tidur."
"Ummu!"
•
~•~
•
Mataku terasa berat, namun kupaksakan untuk melirik jendela yang masih menampakkan kondisi luar rumah yang gelap. Beruntunglah, kamarku selalu menjaga suhu hangatnya, apalagi dengan dekapan hangat suamiku. Kupandangi dia, pria pirangku yang masih lelap dalam tidurnya.
Aku bangkit, menanggalkan gaun tidurku yang tipis, menggantinya dengan pakaian yang kunilai nyaman untuk latihan. Ya, hari ini aku akan melatih putraku Body Enchantment, sihir pamungkasku. Sebelum menggapai kamar putraku, aku sempatkan diri untuk membasuh wajah dan membersihkan gigiku. Aku benci sensasi kurang nyaman mulutku dipagi hari, aku juga tak ingin Naruto tak nyaman Karna nafas ibunya hihihihi...
Kriet!
"Naruto? Sudah bangun rupanya."
Kudapati putraku sudah bangkit dari ranjangnya. Matanya masih terlihat mengantuk. Ugh, jujur aku jadi tak tega melihatnya.
"Iya ibu, ayo kita mulai."
"Aiyah? Cuci dulu wajahmu."
•
"Jadi Naruto, Body Enchantment adalah sihir paling keren yang bisa kau pelajari."
Hoho! aku membuka pengajaranku dengan sebuah fakta ini. Eh? Kenapa Naruto malah terlihat bengong dan kebingungan? Tapi memang benar, jika kau master dari tehnik ini, bukan hanya dalam pertarungan, dalam kehidupan sehari-hari pun, bisa diaplikasikan dengan mudah.
Mengangkat benda berat, merobohkan rumah, menangkap ternak, mencabuti pohon-pohon (?). Banyak.
"E-ekhem! Pertama, ayahmu pasti sudah menjelaskan apa itu sihir ini kan?"
Putraku mengangguk. Sepertinya suamiku melakukan tugasnya dengan baik.
"Jadi langsung saja. Coba Naruto, aktifkan Mana-mu."
Dapat kulihat Mana Naruto menguar dari tubuhnya. Menampakkan asap tembus pandang yang mirip bara api transparan.
"Baik, sekarang, coba lakukan seperti caramu menghajar anak-anak nakal itu."
"Umm.. sejujurnya aku tak tau bagaimana, kemarin semua terjadi begitu saja..."
"Begitukah? Baik, coba sekarang, alirkan Mana milikmu keseluruh tubuhmu, buat serata mungkin. Bayangkan seolah-olah Mana itu meresap kedalam otot, darah, kulit, tulang, semua yang ada dalam dirimu."
Zap!
Intensitas Mana milik Naruto mulai meningkat, kemudian turun dengan kecepatan sama. Tampak samar-samar, otot putraku mulai menegang, pembuluh darahnya menebal, menandakan suksesnya aktifasi Body Enchantment. Jika diamati dengan seksama, pendar tembus pandang itu kini mulai membiasakan semburat kekuningan, sempurna! Naruto benar-benar memiliki bakat luar biasa!
"Ara? Naruto, kau tau betapa keren dan berbakatnya dirimu hum?"
Dia cengengesan sambil berkacak pinggang. Ekspresi dan tingkahnya membuatku seolah memandang cermin dipagi hari. Umm? Aku rasa aku tak senarsis itu kan? Maksudku, aku memang hebat.
"Aku kan anakmu ibu, sudah wajar."
"Hohohohoho! kau bisa saja!"
Smack!
"Sakit! Kenapa memukulku?"
Ah?! Sepertinya pujian bocah pirangku ini membuatku sedikit lepas kendali. Segera ku elus pucuk kepalanya, dia tampak meringis sejenak, sebelum sirna tatkala sihir penyembuhan ku aplikasikan disana.
"Ekhem! Jadi Naruto, seperti yang ibu bilang. Kau memang punya bakat dalam seni sihir ini, mengingat seberapa pekat gen Uzumaki dalam darahmu. Asal mau tau, keluarga ibu dahulu, keluarga Uzumaki terkenal dengan tehnik ini."
Dia memandangku antusias.
"Asal kau tau saja, jika bukan Uzumaki atau dirimu orang biasa termasuk ayahmu dulu pasti langsung kehabisan nafas setelah mengaktifkan Body Enchantment."
"Eh? Benarkah?"
"Begitulah. Sihir ini cenderung kurang populer dibandingkan sihir elemen atau yang lainnya karena, syarat penggunaannya yang berat. Mana mu akan terketuk habis jika mengaktifkannya serampangan. Maka dari itu, keluarga Uzumaki yang selalu punya kapasitas Mana tinggi tak akan mengalami kesulitan."
Jelasku kepadanya. Memang seperti itulah kenyataannya. Sihir ini, ibarat senjata yang memiliki harga mahal. Untuk meningkatkan kekuatan, ketahan, serta kecepatan dari tubuh, dibutuhkan Mana yang banyak untuk memanipulasinya.
"Lalu? Ayah bukan Uzumaki kan? Kenapa dia bisa melakukannya dengan mudah?."
Pertanyaan bagus.
"Ayahmu? Meski dia bukan Uzumaki, Body Enchantment adalah salah satu keahliannya. Penyebabnya? Meski ayahmu punya kapasitas Mana tak begitu besar, kontrol yang dia miliki terhadap Mana miliknya benar-benar hebat, bahkan jauh jika dibandingkan ibu sekalipun. Mungkin Karna dia penggunaan Space Magic, ayahmu sudah terlatih memaksimalkan Mananya yang selalu sedikit."
Tampa berniat menjatuhkan nama suamiku di depan anaknya sendiri, memang fakta bahwa Minato tak punya yang genetik Mana monster seperti aku dan mungkin Naruto. Akan tetapi, memiliki kapasitas tinggi juga tidak selamanya bagus, sebab dengan Mana sebesar milikku, sangat sulit untuk mengontrolnya.
Contoh saja sihir penyembuhan, aku butuh waktu sangat lama untuk mempelajarinya. Space Magic, Healing Spell, adalah salah satu jenis sihir yang menuntut penggunanya memiliki kontrol akan energi yang tinggi. Berbeda dengan Body Enchantment, meski kontrol ku tak bagus, asalkan Mana ku masih banyak, sihir ini bisa aku pakai sesuka hati.
Tentunya, itu karna previlege dari Uzumaki hohoho...
"Baik, sekarang akan ibu ajari tehnik dasarnya. Ini disebut, Infuse. Memindahkan semua energi Body Enchantment mu ke bagian tubuh tertentu untuk memaksimalkan daya hancur seranganmu. Biar ibumu ini tunjukan."
Aku cukup kebingungan mencari bahan untuk show off kali ini. Ah! Itu dia!
Pandanganku langsung tertuju pada sebuah batu yang tergeletak di bawah pohon hiasku. Sejujurnya salah untuk menyebutnya 'tergeletak'. Akulah yang menaruh batu itu disana sebagai bagian dari dekorasi.
Tapi kali ini, ada yang lebih penting dari itu. Maaf sobat, kau akan jadi 'rekan'.demonstrasiku.
Aku mengaktifkan Body Enchantment milikku, lalu mengangkat batu yang besarnya kira-kira separuh meja riasku. Beratnya, aku tak yakin, tapi mungkin diatas 200 kilo.
"Body Enchantment memungkinkan kekuatan fisikmu meningkat bahkan berkali-kali lipat. Hanya saja, diposisi normal ini, kau hanya menambah kekuatan murni semata. Meskipun ini sudah cukup untuk meningkatkan daya hancur serangan langsung mu, masih ada cara yang jauh lebih efektif dan mematikan. Itulah, yang disebut Infuse."
Aku menyiapkan kuda-kudaku.
"Menjauhlah, ini akan sedikit liar."
Batu itu kulempar ke atas ke udara. Melesat hingga mungkin setinggi 5 meter. Aku melirik wajah anakku. Ya ampun! Hihihi ekspresinya terkejutnya benar-benar berharga.
"Infuse! Heyaaa!"
Buagh!
Dhorr!
•
~•~
•
Aku tak percaya apa yang aku saksikan di pagi hari ini. Bahkan ketika mentari belum menampakkan wujudnya, mataku sudah disambut adegan luar biasa. Ibuku, Namikaze Uzumaki Kushina, wanita muda cantik berambut merah, lengkap dengan dress-nya meloncat, menghantamkan tangan indahnya itu pada sebuah batu yang aku yakin, seberat kuda Nil muda.
Dan tau apa yang lebih mencengangkan, benda besar itu hancur lebur ulah pukulan bertenaga Body Enchantment itu. Debu dan serpihan benda keras itu tersebar kemana-mana, bahkan beberapa hingga menghujani atap rumah. Beruntunglah, ibu sudah memerintahku menjauh, sehingga aman dari semuanya.
Kini kulihat dia, wanita muda yang tengah berdiri gagah, menepuk bajunya, kemudian berkacak pinggang dengan raut angkuh. Ya ampun...
"Bagaimana? Hebat bukan?."
Hebat? Ini gila! Kau luar biasa ibu!
"H-hey kalian sedang apa? Eh?! Um? Selamat tidur..."
Ayah muncul dari balik jendela, nampak kelimpungan lalu kembali. Apa-apaan itu tadi?
"Ajari aku sekarang! Ajari! Ajari! Ajari!" Pintaku penuh semangat.
"Tentu saja! Beruntunglah, kau sudah bisa melakukan dasarnya. Nah sekarang kau tinggal melakukan beberapa trik dengan sihirmu itu. Langkah pertama, ibu ingin kau mengalirkan semua Mana Body Enchantment-mu ke tanganmu, fokuskan energi itu disana. Seperti ini."
Ibu memunculkan pendar keemasan sama ditangan kanannya yang terkepal. Aku lantas menuruti instruksinya, mengalirkan Mana itu ke tanganku, membayangkan kekuatan yang akan muncul disana.
Poof!
Eh?! L-letih sekali...
Kakiku mendadak merasakan lemas yang hebat. Bahkan berdiri pun tiba-tiba terasa menjadi berat. Aku memandang ibu yang sudah memegangi badanku, menopangnya hingga tak jadi jatuh. Kulirik tanganku, tubuhku, dan kusadari pendar Mana Body Enchantment-ku hilang tampa jejak.
Beruntunglah, perasaan tadi tak berlangsung lama. Semuanya mulai membaik ketika Mana-ku mulai aktif kembali, bertranformasi menjadi Body Enchantment yang baru.
"Kenapa bisa begitu? Padahal aku bisa memindahkan Mana-ku untuk sihir Space Magic bersama ayah kemarin..."
"Nah disitulah hal spesial yang dimiliki sihir ini. Space Magic yang kau pelajari kemarin itu merupakan tehnik dasarnya saja, sehingga cukup mempergunakan Mana 'mentah' dari tubuhmu, dan itupun tak banyak, mengingat kunci dari sihir ayahmu adalah kontrol Mana."
Waw...
"Sedangkan, Body Enchantment berbeda. Untuk mengaktifkannya saja, kau harus mengubah sejumlah besar Mana alami mu ke bentuk Body Enchantment, itupun hanya menggunakan tehnik yang dasar saja. Sedangkan kali ini, ibu menunjukan tehnik menengah dari sihir ini, Infuse. Kau harus memanipulasi Mana Body Enchantment itu dengan hati-hati, jika kau melakukannya salah, terlalu sedikit, atau banyak, keseimbangan Mana itu akan menjadi rusak, menguap, dan kau harus mengulang mengubah Mana alamiahmu kembali. Makanya, kau jadi lemas karna sejumlah besar Mana mu terkuras lagi dalam waktu singkat. Begitu... Kau paham sayang?." Ibuku menjelaskannya panjang lebar.
Jadi begitu rupanya.
"Lalu ibu, apa berarti sihir lain punya resiko yang sama?"
"Tentu saja punya. Hanya saja efeknya berbeda-beda. Mungkin, jika yang gagal mau lakukan itu Space Magic, Elemental Magic, atau Healing Spell, yang terjadi hanya kegagalan saja. Tapi jika itu sihir ini, sudah, Mana mu akan terkuras habis sebelum sempat melukai lawanmu."
Dapat kupahami mengapa sihir ini hanya bisa dipraktekkan oleh mereka yang memiliki Mana besar atau yang memiliki kontrol yang hebat. Ada resiko besar dibalik penggunaan sihir ini. Aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi jikalau, hal tadi terjadi didalam pertarungan hidup dan mati.
Meski secara pribadi belum pernah bertarung, aku yakin, mengalami kemalangan seperti barusan sudah cukup untuk membunuhku dalam pertarungan khas Magiki yang, demonstrasinya saja menimbulkan kegaduhan seperti ini.
"Humm... Begitu ya... Lalu bagaimana dengan ayah? Apa kontrol Mana miliknya bisa menangani semuanya?"
"Ah ayahmu ya. Ya seperti yang kau tahu, dibandingkan kita memang Mana ayahmu lebih kecil, jauh lebih kecil. Maka, dia selalu menekankan kontrol dan efisiensi penggunaan Mana-nya. Tapi ada hal yang terkait dengan ayahmu, yang jadi alasan kenapa ibu memutus langsung melatihmu dengan sihir sulit."
"Apa itu?."
"Dulunya, kapasitas Mana ayahmu sangat kecil untuk mempraktekkan sihir ini, hanya saja ketekunan yang membawanya hingga memasteri sihir ini, meski dia harus tetap sangat hati-hati menggunakannya. Jika dibandingkan denganmu yang hanya lemas, ayahmu akan tumbang seketika jika melakukan kesalahan yang sama denganmu. Tapi perlu kau tahu, dan ini tak semua orang tau.."
Dia menarik nafasnya dan mulai melanjutkan penjelasannya yang super rinci. Jujur, aku tak menyangka ibuku yang beringas ini ternyata punya kapabilitas mengajar yang mumpuni. Astaga, aku terlalu memandanginya enteng.
"Pertumbuhan kapasitas Mana, berjalan lurus sesuai caramu mempergunakannya. Jika kau selalu menguras habis Mana-mu, bahkan hingga roboh setiap jamnya layaknya ayahmu dulu, kapasitasnya akan meningkat jauh dari yang semestinya. Maka dari itu, karna ketekunan ayahmu, dia bisa mempergunakan sihir ini."
Terjawab sudah semua rasa penasaranku perihal energi eksklusif Magiki ini. Dapat kutarik beberapa kesimpulan mendasar. Antara lain :
1. Setiap individu dilahirkan dengan kapasitas Mana yang berbeda, sehingga kecocokan masing-masing terhadap sihir tertentu juga tak akan sama. Meskipun ini bisa dipatahkan dengan kerja keras.
2. Untuk melakukan sihir tertentu, kau harus merubah Mana mentah menjadi bentuk dasar masing-masing tehnik sihir. Sepertinya ini ditandai dengan warna pendar Mana yang akan tampak bila mengaktifkannya.
3. Setiap tehnik sihir memerlukan kombinasi antara kontrol dan kapasitas, sehingga resiko setiap kegagalan pengaktifan juga akan berbeda.
4. Terakhir, selain ibu dan juru masak yang handal, ibuku yang agresif ini adalah guru yang baik.
•
~•~
•
Aku melihat putraku dan istriku memasuki rumah sekitar setengah jam setelah kegaduhan tadi. Tapi kali ini putra pirangku itu tak berjalan, melainkan terlelap di gendongan Kushina yang dengan sayang, tak henti-henti menepuknya. Wanita merah itu tersenyum kearahku.
"Jadi? Bagaiman putra kita?."
"Huft... Kau membuatku melahirkan seorang Monster... Kapasitas Mana Uzumaki, dengan kontrol Mana baik, di usia 5 tahun. Aku tak tahu, sebesar apa legenda yang akan dia ukir." Ujarnya penuh bangga, lalu mencium pipi gemuk Naruto dengan gemas. Aku mendekati mereka, mencium bibir istriku yang penuh dengan rasa mint, lalu pipi putraku yang rupanya, terjebak aroma mint milik Kushina.
"Setelah berapa kali akhirnya dia tidur?."
"Dia tangguh, berbeda denganmu yang terkapar tiap waktu. Naruto hanya jatuh setelah gagal untuk ke-9 kalinya."
"Dia membuatku terlihat payah. Baiklah, kesinikan dia, uhmm... Aku lapar hehe..."
"Fufufu.. Baiklah lah sayang.
•
~•~
•
Sore hari yang begitu tenang, angin bertiup dengan lembut sementara langit mulai diwarnai oleh oranye. Naruto dan Lee tengah berbincang dibawah pohon ditengah lapangan bermain. Mereka memandangi dari jauh anak-anak lain yang mulai dijemput oleh orang tuanya.
Keduanya tak memperhatikan itu, melainkan tetap fokus dengan obrolannya yang menurut mereka jauh lebih penting. Masih terlihat jelas, beberapa jejak kebiruan di wajah Lee, hasil perkelahian mereka tempo hari.
Sejenak Naruto merasa beruntung memiliki ibu yang seketika langsung bisa menyembuhkan babak belur diwajahnya seusai masalah itu kelar. Selain itu, pakaian Lee juga tampak seperti biasanya, tidak begitu dekil, hanya saja beberapa sisinya diwarnai noda tanah.
"... Dan begitulah, kakak penjaga mengomeliku karna sudah berkelahi dan aku malah kalah disana."
"Hey, jatuh bukan berarti kalah tau. Lagian, apa maksudmu? Kakak penjaga-mu itu marah Karna kau kalah?"
Dia mengangguk mengiyakan.
"Kakak penjaga selalu membelaku dan anak-anak panti lainnya, selama kami tidak mencuri dan hal buruk lainnya. Makanya, ketika dia mendengar ku berkelahi dan kalah, dia jadi mengomel. Dia bilang, 'kalau sudah melakukan hal yang salah, setidaknya lakukan itu dengan baik' ..." Ungkap Lee dengan tatapan menerawang sembari tersenyum simpul.
Naruto terkekeh kecil mendengar cerita temannya itu. Jujur, dia kira Lee yang akan dimarahi Karna bikin keributan. Sejauh yang Naruto tau, begitulah stereotipe dari lingkungan panti.
"Lee, bagaiman jika mulai besok kita berlatih dan belajar bersama, di rumahku?."
"Berlatih?"
"Iya, ayah dan ibu mulai melatihku dengan sihir dari kemarin. Dan, itu sangat hebat!"
Dia menatap Naruto tak percaya, kemudian tertunduk dengan ekspresi lesu.
"Ugh, aku merasa tak enak. Bimbingan sihir itu mahal kau tau, sebaiknya jangan berikan itu padaku." Jawabnya.
"Santai saja, pokoknya kau datang saja besok sore ke rumahku. Ayah pasti ikut senang."
"B-baiklah..."
Lee tampak sangat senang meskipun merespon tawaran emas Naruto dengan ragu-ragu. Di Magiki, gaji dari seorang pengajar sihir itu cukup tinggi, dianggap sebagai pekerjaan mulia yang mengandung nilai prestisius di masyarakat.
Tentu saja, Lee akan dengan amat senang hati menerimanya.
Namun disisi lain, Naruto tentu punya rencana lain dibalik itu. Dia tau, Lee adalah karakter manusia naif yang akan dengan senang hati terjun ke mulut buaya demi membela temannya. Maka, dengan menjejali bocah mangkok ini dengan perasaan balas Budi, Naruto sudah men-secure seorang rekan yang setia.
Ditambah lagi dengan dirinya yang memiliki fasilitas latihan yang kebetulan juga adalah orangtuanya. Tak akan sulit dia rasa untuk merubah anak yatim malang ini menjadi petarung handal yang loyal kepada Naruto.
Lagipula, berlatih sendiri kurang seru rasanya.
"Baiklah, kalau begitu, kita pulang sekarang. Sampai jumpa besok."
"Sampai jumpa."
•
~•~
•
Yow, I'm back. bawa lanjutan dari ini story. sejujurnya gw rada puyeng mikirin sistem masing-masing sihir dan Mana itu sendiri.
Jadi jika nanti pada Nemu problem, plothole, segera lapor dan bincangin ye bang.
untuk ini plot, sementara gw jalanin dengan slow. Jadi aing harap, kalian bisa enjoy.
See yaa...
gw ralat ini chapter gegara banyak typo.. heheh baca ulang yah..
