Splurge
Check out.
Check out.
Check out.
Entah sudah berapa kali, juga berapa banyak yang dia habiskan sore ini. Nominal tidak penting, bagi si pucat—Sasuke—dia memiliki uang yang bisa dibelikan apa saja. Ada yang bilang boros, ada juga yang bilang 'kau benar-benar tahu bagaimana cara menikmati dunia.' dan si pucat setuju pada kalimat yang kedua.
Membeli barang dari ponselnya begitu menyenangkan. Cepat, tahu apa yang dia inginkan, tidak harus pergi keluar bertemu banyak orang, dan mendengar celoteh tidak penting para sales yang tidak hanya menjual barang, tetapi berusaha menarik perhatiannya.
Hal yang sangat sia-sia. Kasihan mereka karena Sasuke tidak tertarik jika itu bukan Naruto.
Sayangnya si pirang sedang tidak ada di rumah, pergi ke luar kota selama 3 hari 2 malam karena alasan pekerjaan. Sasuke tidak kesepian, tentu saja tidak, dia hanya merasa sedikit bosan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Ke kiri, ke kanan jarinya bergerak lihai. Tentu saja, dia sudah melakukannya berulang kali. Profesionalitas dalam bidang tentu tidak diragukan, mata dan ibu jari bergerak seirama, mengamati halaman demi halaman. Apa yang dilihat akan jadi miliknya, ditemani secangkir kopi hangat sisa waktunya sore itu dihabiskan menatap layar ponsel.
Hari pertama tidak begitu banyak yang datang. Hallway pintu masuk mereka hanya diisi oleh beberapa karton. Hari kedua, karton-karton itu mulai menumpuk, dan di hari ketiga Sasuke harus mengimpitkan badan hanya untuk pergi ke luar.
Gawat, si pucat sadar ini sudah berlebihan.
Di hari di mana si pirang akan pulang dan keadaan rumah mereka seperti ini; seperti kapal pengangkut barang. Sasuke tidak malas hanya saja membeli barang, dan membukanya adalah kedua hal yang berbeda. Naruto biasa melakukannya, membereskan karton-karton itu lalu membuangnya, sedangkan hal yang biasa dia lakukan hanya duduk manis memerhatikan seluruh barang dirapikan.
Terpaku menatap tumpukan karton selama beberapa menit, kulitnya yang sejak awal pucat terlihat semakin tidak berwarna. Kakinya mulai menghentak ke lantai tidak sabar, satu sisi tidak mau bergerak, sisi lainnya tidak ingin juga menyambut si pirang saat keadaan rumah seperti ini.
Sial.
Sasuke yakin sore itu saat Naruto pulang dia akan diberikan khotbah panjang lebar, dan tidak ada hal yang bisa dilakukan selain menunggu si pirang berhenti berbicara.
.
Continued
