Dingin


Sebagian besar orang mungkin setuju, udara dingin membuat siapa pun malas beraktivitas. Ketika suhu sekitar semakin dingin maka kinerja otak dan tubuh akan terganggu; hal ini membuat manusia kurang terjaga dan bereaksi lebih lambat terhadap stimulus sekitar yang diterima indera.

Seperti hari ini.

Keduanya—Sasuke dan Naruto—menyamankan tubuh masing-masing di atas sofa, menghabiskan sisa waktu dengan kegiatan yang disuka. Lagipula mereka sedang libur, tidak salahnya untuk bermalas-malasan sedikit.

Dingin membuat si pirang menggenggam cokelat panas dalam mug lebih erat. Hangat yang didapat memang tidak seberapa, setidaknya telapak tangan tidak akan membeku di luar, lain dengan Sasuke di sebelah yang terfokus pada buku tebal berbahasa latin sampul merah tua.

Detik menjadi menit, mereka masih dalam posisi yang sama.

Menyadari cokelat panasnya mulai mendingin, secepat kilat sisa yang dimiliki diteguk habis. Selanjutnya si pirang bisa merasakan dingin mulai menjalar cepat dari mug yang kosong; porselen memang penghantar panas juga dingin yang baik.

Dihembuskan napas hangat pada tangan, berusaha menghangatkan meskipun hasilnya sia-sia—kiri, kanan, kiri, dan kanan—berulang kali hingga kepalanya terasa pening kekurangan oksigen. Naruto menghela napas berat, menyembunyikan lengan di bawah bantal. Dia sebenarnya tahu ada sumber panas natural lain, di sebelahnya yang berkulit pucat itu;

Sasuke.

Jika mau memaksa bisa saja Naruto merampas buku itu, membuangnya, lalu menggendong si pucat ke kamar, cara kedua merapatkan tubuh mereka hingga tiada jarak tersisa, dan yang terakhir, menyelipkan kedua tangannya di balik baju si pucat.

Jika disuru memilih tentu dia akan pilih nomor 3. Sasuke begitu tegas jika sudah menyangkut hobi. Sengaja mengganggu bisa berakibat fatal, setidaknya jika ingin memberontak, maka akan dia lakukan pada jalur yang benar.

"Udaranya sangat dingin ya?" afirmasi si pirang. Dikembalikan mug pada meja, tubuh diregangkan; kedua tangan seolah memeluk udara sekitar, ke sebelah kiri lalu ke kanan, sebelum dicondongkan tiba-tiba ke arah si pucat.

Satu kecupan si pirang berhasil berikan pada pipi Sasuke.

Bersiul pelan, sudut mata memerhatikan bagaimana reaksi yang akan di dapat. Beberapa detik berlalu, seringai lebar dibentuk bibirnya yang kering saat dirasa tidak ada penolakan atas aksi pertama.

Lampu hijau terlintas pada benak. Berkerlap-kerlip semakin terang. Tangan kiri ditempatkan sengaja pada pangkal paha si Uchiha, selanjutnya digerakan leluasa ke atas seirama jarum jam, meraba setiap inci tanpa gentar karena sang pemilik tubuh pucat itu hanya diam—sama sekali tidak terganggu—atas aksi kedua.

Berlanjut menuju tahap lebih tinggi, dan melampauinya.

Telapak tangan Naruto lihai meraba perut, pinggul, lalu punggung si pucat dari dalam baju, seolah sudah hapal seluruh lekuk dia bisa melakukannya tanpa harus melihat. Perbedaan suhu yang tidak begitu jauh membuat pergesekkan antar kulit terasa sangat nyaman saat disentuh, bahkan intensitas yang meninggi tidak disadari karena keduanya menikmati.

"Aku tidak masalah jika setiap hari dingin seperti ini, Sasuke."

Sayangnya kalimat terakhir si pirang sore itu hanya dibalas dengan pukulan mutlak pada kepala menggunakan buku.

.

Continued