One Piece - Eiichiro Oda

Shanks x Buggy

DLDR

.

.

Denting detik jam terdengar tanda bar sudah sepi. Shakky menghampiri Shanks dan membereskan gelas dan botol. Satu botol yang masih setengah terisi ditahan.

"Kau harus pulang Shanks-boy. Matahari sebentar lagi terbit."

Derit kursi terdengar, Shanks masih tidak mengalihkan posisinya yang tertelungkup dengan mempertahankan botol minum di tangannya. Tidak lama sampai sentakan membuat botol itu berpindah berikut atensi si rambut merah.

"Minum sampai pagi kau membuat orang lain khawatir."

Rayleigh menuai kerutan tidak senang di wajah Shanks. Shakky membiarkan dua orang pria dewasa itu berbincang. Bar sudah tutup, ia harus membersihkan lantai.

"Buggy tidak mengijinkanku pulang. Dia marah, sangat marah. Padahal kubilang itu salah paham. Aku menghabiskan waktuku untuk akhirnya bisa bersamanya, untuk apa aku harus melakukan semacam itu. Kenapa ia masih tidak percaya padaku?" Shanks mengambil kembali botol dari tangan Rayleigh, menuangkannya ke gelas dan menegak habis sekaligus.

"Kau sudah bicarakan itu padanya?"

"Sudah. Dia marah."

"Kau sudah mendengarkan pendapatnya?"

"Dia tidak mau bicara. Dia marah dan bilang padaku tidak usah pulang."

Rayleigh tertawa sambil menepuk punggunh Shanks. Si rambut merah semakin mengerutkan dahinya. Ia sedang dalam masalah tapi pria tua itu malah mengolok-oloknya.

"Cinta dan bodoh itu beda tipis. Kalian sudah berapa lama bersama? Berapa kali bertengkar dan adu mulut selama bersama? Pulang dan pikirkan itu di jalan. Buggy hanya sensitif, jangan lari dari masalahmu."

Rayleigh mendorong Shanks sampai terjatuh dari kursinya. Pria itu mengaduh sambil mengusap bokongnya. Meski dengan berst hati dan tidak mengerti, Shanks bangkit. Setelah merapikan pakaiannya ia menuju wastafel untuk membasug wajah.

"Semoga beruntung Shanks-boy."

Shanks melambaikan tangan tanpa menoleh dan menghilang di balik pintu.

"Mereka sudah dewasa. Kita terlalu memanjakannya."

Rayleigh tertawa mendengar pernyataan Shakky.

.

Shanks menarik napas panjang di depan pintu rumah. Ia bimbang apakah harus langsung masuk atau mengetuk pintu dan menunggu Buggy membukakannya. Semburat kemerahan mulai terlihat, sebentar lagi matahari akan naik ia cukup yakin Buggy belum bangun. Mempertinbangkan akan diusir jika mengganggu tidurnya, Shanks memilih untuk masuk begitu saja. Pintu tidak terkunci, ia tidak begitu pikir panjang.

Shanks sempat melewati cermin lantas mencium aroma napasnya sendiri. Ia tampak berantakan dan bau alkohol. Buggy mungkin tidak akan menyukainya tapi jika ia tidak terlihat baik-baik saja mungkin kekasihnya itu mau bersimpati.

"Buggy~" Shanks masuk ke dalam kamar. "Buggy sayang~" Shanks mengulangi lagi panggilannya dan menghampiri ranjang.

Surai biru terlihat, sosok pemiliknya bergelung dalam selimut. Shanks duduk di tepian ranjang dan membungkuk untuk melihat Buggy tertidur. Wajahnya tidak terlihat santai, dahinya berkerut dan kelopak matanya berkedut-kedut. Buggy tidak sedang terlelap.

Satu kecupan mendarat di dahi yang terbuka. "Selamat pagi kekasihku."

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Selimut tersibak, Buggy dengan wajah merah padam membuka mulut hendak memaki Shanks. Si rambut merah yang licik ini sudah paham kebiasaan Buggy dan ia hanya perlu membungkan mulut itu dengan ciuman.

Buggy tertahan, tubuhnya tetap berbaring di ranjang dan kedua pergelangan tangannya dicekal di sisi kepala. Ia harus mengimbangi ciuman Shanks atau dengan cepat akan kehabisan napas.

Merasa cukup dengan sambutan paginya, Shanks memeluk tubuh Buggy sambil setengah menindih. Ia menenggelamkan wajahnya, mencari tempat yang nyaman di antara perpotongan leher dan helaian rambut Buggy.

"Maaf," bisik Shanks.

"Aku bilang jangan pulang lagi, kau keras kepala." Buggy menyahut. Ia tidak menggunakan nada tinggi, takut suaranya membuat keributan di pagi buta.

"Karena aku tidak bisa meninggalkanmu lagi. Sudah kubilang, kau hanya salah paham. Tapi sikapku juga salah, harusnya aku menjelaskan semuanya dengan jelas dan tidak membuatmu cemburu."

Shanks mendongakkan kepalanya. Ia menatap Buggy yang berpaling dengan wajah memerah.

"S-siapa yang cemburu?"

Shanks mencuri kecupan di pipi merah Buggy dan juga hidungnya yang hampir senada warnanya. "Hidungmu yang bilang padaku."

Urat di dahi Buggy berkerut, ia benci candaan tentang hidungnya.

"Ssst-" Shanks menahan bibir Buggy agar tidak bersuara nyaring. Dengan seringaian ia menelusup ke dalam selimut dan menemukan posisi yang nyaman berada di antara kedua kaki Buggy.

Buggy menggeliat, kedua tangannya mencoba untuk menahan kepala si rambut merah yang sudah melucuti bagian bawah dari piyamanya.

"Nnh- Shanks. Aku belum memaafkanmu." Suara Buggy tertahan, sesuatu di antara kakinya basah karena ulah lidah Shanks. Cengkeraman pada rambut merah itu justru membuat pelakunya semakin giat.

"Ah!" Desahan lolos, Buggy segera menutup mulutnya. Ia tidak bisa mengabaikan jari Shanks yang lancang menggelitik di liangnya. "Kau pria mesum. Hentikan sekarang juga."

Kali ini Buggy harus menjambak rambut Shanks dan kepala pria itu menyerah untuk bermain di sana. Melepaskan sesuatu yang tengah menjadi favoritnya lalu merangkak naik demi berhadapan muka dengan si hidung merah yang marah.

"Aku pria mesummu. Pernah berpikir aku melakukan ini dengan orang lain selain dirimu?" Goda Shanks sambil memberikan kecupan seduktif di leher dan tulang selangka Buggy. Sementara tangannya mengangkat sebelah paha Buggy, ia mencari posisi untuk memulai penyatuan.

"Awas saja kalau kau berani- nnh~"

Buggy pasrah, ia juga bukannya tidak menyukai ini. Shanks selalu membuatnya terlena dan membuka kaki pada pria itu dengan mudah.

Hentakan pinggang Shanks tanpa aba-aba disertai dengan seringaian nakal. Ia menikmati wajah Buggy yang mengernyit antara terkejut dan nikmat. Dorongan berikutnya ia akan melihat wajah Buggy yang mulai memerah dan mulutnya yang mendesah.

"Buggy!" Akako berseru.

"Shanks." Uta menyusul.

Tanpa mengetuk pintu dua gadis masuk ke dalam kamar dan meninggalkan wajah terkejut di kedua pria yang tengah bergumul di balik selimut.

"H-hai. Selamat pagi anak-anak. K-kalian bangun cepat, tumben sekali." Buggy berucap tertahan. Ia tidak berani bergerak dan membuat suara aneh karena kejantanan Shanks terlanjur di dalam. Beruntung mereka tertutup selimut.

"Hari ini libur! Waktunya jalan-jalan pagi. Kenapa kalian masih di kasur?" Akako memprotes.

"Umm, sebentar lagi kami bangun- "

Shanks menggerakkan pinggulnya, me ggeliat sedikit dan membuat Buggy tidak bisa berucap. Akako dan Uta mengernyit.

"Bagaimana kalau kalian membuat sarapan. Aku akan belikan kalian eskrim, nanti. Oke?"

Uta mengendus-endus saat Shanks berbicara. "Shanks, kau mabuk lagi."

"Ha! Benar sekali! Ayah kalian memang payah." Buggy menambahkan tentu saja dengan pukulan di kepala. Shanks mengaduh dan membuat dorongan pada pinggulnya. Buggy salah tingkah.

"Oke. Ayo Uta kita buat dapur berantakan."

Akako menggandeng Uta dan meninggalkan kamar. Baiknya mereka tidak lupa menutup kembali pintu. Mereka anak sepuluh dan tujuh tahun, mungkin sedikit banyak memahami situasi orang tuanya.

"Anak-anakmu merepotkan, Buggy." Shanks memperbaiki posisinya, ia menahan satu paha Buggy dan kali ini lebih leluasa untuk menggerakkan pinggul.

"Mereka anak-anakmu juga, Shanks bodoh!" Buggy mencengkeram lengan Shanks, memanjakan Shanks dengan ekspresinya dan juga desahannya.

"Benar juga. Aku tidak bisa membenci mereka. Aku buat satu lagi. Kali ini laki-laki."

Buggy tidak bisa lebih marah lagi, ia juga sudah tidak bisa marah lagi. Shanks hanya akan mendengarkan ucapannya sendiri, ia hanya akan terus menggoda Buggy.

END