Kisah lainnya dari pair favoritku di Eyeshield 21, Mamori dan Akaba. Semoga pembaca menyukainya.
Warning! AU, rate M (untuk jaga-jaga), OOC (bila ada), dan jika ada kekurangan lainnya.
Eyeshield 21
Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata
Kebahagiaan Kita
Neary Lan
Hayato sedang berkutat dengan lembaran-lembaran tugas kantornya sejak beberapa jam yang lalu. Sejenak ia berhenti untuk menepuk pinggangnya yang lelah serta merenggangkan tubuhnya. Sebuah ketukan terdengar di pintu dan ia mempersilakannya masuk. Seorang wanita berperawakan cantik memasuki ruangan dengan membawa nampan berisi secangkir kopi dan setoples kue kering. Hayato tersenyum saat melihat kedatangan sosok cantik yang kini menghampirinya.
"Ini kopimu, Hayato," kata sosok cantik bernama Mamori sambil meletakkan cangkir kopi di meja Hayato.
"Terima kasih, Mamori. Sepertinya aku memang butuh secangkir kopi lagi," kata Hayato sebelum menyesap kopinya.
"Kupikir kamu butuh istirahat. Sudah lebih dari lima jam kamu mengurung diri di ruang kerja ini," kata Mamori yang cemberut. "Padahal sedang libur, tapi kamu lebih perhatian pada kertas-kertas itu daripada aku."
"Maaf, maaf, aku tidak bermaksud mengabaikanmu. Baiklah, aku akan berhenti sekarang," kata Hayato sambil menarik Mamori untuk duduk di pangkuannya. "Jadi apa yang kamu inginkan dariku?"
Mamori merona ketika mendapati posisinya di pangkuan Hayato. Lelaki di hadapannya hanya tersenyum melihat wajah malu-malunya padahal mereka bahkan sudah melakukan hal yang jauh lebih memalukan lagi. Mamori terkejut ketika merasakan sentuhan Hayato yang menggelitik pinggangnya.
"Geli, Hayato," rengek Mamori.
"Dari tadi kamu diam saja, setidaknya berikan aku ciuman untuk menghilangkan rasa lelahku dari kerjaan kantor yang banyak ini," ujar Hayato yang semakin memeluk erat pinggang Mamori dan membawanya mendekat. "Kopi tidak akan cukup untukku, sayang. Aku butuh dari sekedar kopi."
"Baiklah, aku mengerti," ujar Mamori yang membuat Hayato tersenyum.
Mamori mendekatkan wajahnya ke Hayato yang tengah menanti. Ia menangkup wajah si tampan dan menyatukan bibir keduanya. Awalnya hanya ciuman ringan, namun saat Mamori ingin mengakhirinya Hayato kembali menariknya untuk melanjutkan ciuman mereka. Lelaki itu menciumnya begitu dalam dan Mamori hanya menikmatinya.
Hayato mengakhiri ciuman panasnya dan menatap wajah merona Mamori. Ekspresi si cantik yang tampak kacau karenanya membuat sesuatu dalam diri Hayato begitu bersemangat. Sepertinya ia menginginkan Mamori malam ini untuk melewati malam panas bersamanya. Mamori pun tampaknya menyadari keinginan Hayato saat melihat sorot bergairah di mata lelaki itu terhadapnya.
"Bolehkah aku melakukannya malam ini? Aku sangat menginginkanmu, sayang," bisik Hayato di telinga Mamori yang memerah sambil sesekali menjilatinya.
Mamori tidak butuh kata-kata untuk menyanggupi permintaan Hayato. Ia hanya melingkarkan lengannya di leher lelaki berambut merah itu sambil dengan nakalnya menggerakkan pinggulnya di pangkuan si tampan. Hayato menyeringai saat menyadari pergerakan menggoda Mamori dan ia anggap itu sebagai persetujuan dari si cantik.
"Kamu semakin pintar menggodaku, sayang. Malam ini akan kubuat kamu meneriakkan namaku tanpa henti," seringai Hayato.
"Dengan senang hati. Kamu bisa mengacaukanku sesukamu, Hayato," sahut Mamori yang tersenyum nakal sebelum mencium Hayato.
Hayato membawa Mamori dalam gendongannya keluar dari ruang kerjanya. Sisa pekerjaannya akan diurusnya nanti setelah ia selesai memanjakan sang terkasih. Saat ini kebutuhannya bersama Mamori lebih diutamakan dan sangat mendesak. Untunglah ruang kerjanya tidak jauh dari kamar mereka.
Selama di koridor Hayato terus mencium Mamori dalam gendongan koalanya. Saat tiba di pintu kamarnya ia membukanya dengan tergesa-gesa bahkan nyaris menendangnya. Setelah berada di kamar Hayato segera membawa Mamori menuju tempat tidur dan menjatuhkan diri mereka di atas empuknya kasur.
"Kamu begitu tidak sabaran ya," kekeh Mamori saat melihat sosok Hayato yang menindihnya.
"Bagaimana aku bisa bersabar setelah lebih dari dua bulan tidak menyentuhmu?" Hayato cemberut.
"Selama itu kamu kan sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri. Tapi setelah balik pun kamu masih sibuk dengan tugas-tugas kantormu," balas Mamori.
"Salahkan ayahku yang memberiku banyak pekerjaan dan memintaku untuk segera menyelesaikannya," gerutu Hayato. "Nah, lupakan masalah pekerjaanku. Kita punya urusan penting yang harus diselesaikan sekarang. Aku ingin memanjakanmu."
"Ya, aku pun ingin dimanja olehmu, Hayato. Tak tahukah kamu kalau sejak tadi aku begitu cemburu dengan kertas-kertas kerjaanmu itu?" Kali ini Mamori yang cemberut.
"Tentu aku menyadarinya, sayang. Karena itu aku berusaha untuk cepat menyelesaikannya. Apalagi saat ini kesempatan yang bagus untuk membuatmu bernyanyi keras tanpa adanya gangguan," seringai Hayato sambil menjilat bibirnya.
Tanpa membuang banyak waktu Hayato kembali mencium Mamori yang menerimanya dengan senang hati. Ciuman yang begitu dalam dan panas itu membuat Mamori tak hentinya menggeliatkan tubuhnya terutama ketika jari-jari Hayato mulai ikut menyentuh seluruh tubuhnya. Mamori mengacak rambut merah Hayato yang bergerak begitu liar hingga erangan mulai terdengar dari mulut keduanya.
Hayato melepaskan ciumannya dan meminta Mamori untuk membuka bajunya. Jemari Mamori begitu lincah membuka tiap kancing kemeja Hayato dan selalu tertegun ketika dihadapkan pada tubuh seksi dan berotot lelaki itu. Hayato membantu Mamori untuk melepaskan bajunya serta bawahannya hingga si cantik nyaris telanjang. Ia menyeringai saat melihat sosok si cantik yang begitu indah dan terlalu membangkitkan gairahnya.
Hayato menyentuh tiap jengkal tubuh Mamori dan memberikan setiap tanda kepemilikannya. Sementara itu Mamori hanya bisa mendesah tertahan tiap kali jari maupun bibir serta lidah Hayato menyentuh tubuhnya yang memanas. Ia suka saat Hayato memanjakannya, namun ia juga ingin melakukan hal yang sama. Mamori juga ingin Hayato merasa nikmat karena sentuhannya.
Saat ini keduanya telah sama-sama tegang serta dikuasai oleh hasrat yang membara. Mamori tampak pasrah berada di bawah Hayato yang begitu piawai dalam memuaskannya, memberinya kenikmatan hingga suaranya tak berhenti mendesahkan nama lelaki itu. Hayato tentu menikmati tiap desahan Mamori yang bagaikan nyanyian merdu di telinganya.
"Ahh, pelan-pelan, Hayato," desah Mamori.
Hayato seakan mengabaikan permintaan Mamori dan terus bergerak cepat hingga membuat wanita di bawahnya kewalahan. Tempat tidur mereka berderak seiring guncangan yang dihasilkan oleh permainan keduanya. Mamori meremas erat selimut sambil memejamkan matanya saat penyatuan mereka berlangsung. Hayato menundukkan wajahnya dan kembali mencium Mamori untuk kesekian kalinya. Mamori selalu menyukai ciuman Hayato yang begitu lihai memainkan segala isi di dalam mulutnya.
Ciuman di antara keduanya masih berlangsung begitupula gerak bagian tubuh bawah mereka yang semakin cepat. Hayato melepaskan ciumannya dan memperhatikan wajah erotis Mamori di bawahnya. Tatapan mata yang begitu sayu dan berkabut gairah, pipi yang merona padam layaknya apel yang siap dimakan, bibir merah yang membengkak karena ciumannya, peluh yang membanjiri tubuh berkulit putih yang kini berada dalam kuasanya. Bagi Hayato sosok Mamori seperti ini adalah yang paling cantik dan takkan dibiarkannya siapa pun dapat melihatnya karena Mamori hanyalah miliknya seorang.
"Ahh, kamu benar-benar bersemangat sekali, sayang," ujar Mamori di sela-sela desahannya.
"Tentu saja, sayang. Kamu begitu menggodaku dan juga seksi," sahut Hayato yang tengah bergerak liar di atas tubuh Mamori. "Ugh, aku bahkan berpikir mungkin kamu memberikan sesuatu di kopiku tadi."
"Ti-tidak, ahh, aku tidak memberikan apa pun di kopimu," ujar Mamori yang merasa kepayahan akibat perbuatan Hayato yang begitu gila memanjakannya. "Ta-tanpa itu pun kamu sudah seliar dan sebuas ini."
"Ya, kamu benar, sayang. Aku bisa membayangkan sebuas apa diriku saat berhadapan denganmu di bawah pengaruhnya. Aku akan menjadi singa lapar yang siap menyantap kelinci manisnya. Kamu bisa bayangkan itu kan, Mamori," ujar Hayato dengan suara seraknya.
Mamori semakin terangsang tiap kali Hayato menyentuhnya atau pun tiap kali kalimat bernada godaan nakal keluar dari mulut manisnya. Keduanya begitu terengah-engah, tubuh yang saling menempel dan berkeringat, desahan-desahan yang memenuhi kamar akibat aktifitas panas mereka. Hayato akan membawa Mamori ke puncak kenikmatan bersamanya, menikmati penyatuan yang dilakukan oleh keduanya.
"Hayato, terus. Ahh, lebih cepat, ahh ..." desah Mamori.
"Akan kuturuti permintaanmu, sayang," ujar Hayato bersemangat.
Hayato dan Mamori akhirnya tiba di puncak kenikmatan mereka, keduanya saling mengerangkan nama satu sama lain. Kelelahan menghampiri keduanya setelah berkali-kali mencapai puncak kenikmatan bersama. Mamori merasakan perutnya menghangat setelah Hayato melakukan pelepasan dalam dirinya. Ia selalu kagum dengan stamina Hayato yang seakan tak ada habisnya. Walaupun hal itu membuatnya kewalahan, namun Mamori selalu mendapat kepuasan yang nikmat tiap kali sesi bercinta mereka.
"Aku lelah, Hayato. Tubuhku sakit semua," rengek Mamori.
"Maaf ya, aku terlalu berlebihan," kekeh Hayato sambil mengecup pipi Mamori.
"Kapan kamu tidak berlebihan padaku di saat seperti ini?" Gerutu Mamori.
"Kamu benar juga. Ya sudah, tidurlah," kata Hayato sambil mengecup kening Mamori.
"Tapi peluk aku sampai aku ketiduran," pinta Mamori dengan nada manjanya.
"Iya, iya. Sini kupeluk," kata Hayato sambil membawa Mamori dalam pelukannya.
Mamori tersenyum dan menyamankan dirinya dalam pelukan hangat Hayato. Hayato pun ikut tersenyum melihat sosok terkasih yang berada dalam dekapannya, lalu menyelimuti tubuh polos keduanya. Tangannya mengelus kepala Mamori sambil sesekali bersenandung bahkan memberikan beberapa kecupan-kecupan ringan di wajah si cantik. Hayato memastikan Mamori telah tertidur dan tak lama ia pun juga ikut tertidur setelah melalui malam panjang mereka.
Bagi Hayato sosok Mamori bagaikan secangkir kopi yang tiap hari diminumnya. Walaupun terasa pahit, namun begitu menjadi candu bagi dirinya. Ia memang penggila kopi dan kopi buatan Mamori adalah salah satu favoritnya. Kecanduannya akan kopi sama besarnya dengan kecanduannya terhadap sosok Mamori. Hayato sulit menahan dirinya kala sosok gadis cantik berambut cokelat kemerahan, bermata biru serta berkulit seputih salju itu berada di dekatnya. Ia selalu ingin menyentuh Mamori yang bahkan hanya duduk manis di hadapannya, sama sekali tidak bermaksud menggodanya.
Hayato bukanlah sosok yang mudah jatuh cinta walaupun banyak yang ingin mendapatkan hatinya hingga mengemis cintanya. Ia dengan liciknya menebar pesona kemana pun ia pergi, namun tak berminat untuk berlabuh ke hati siapa pun. Semua berubah saat ia mengenal Mamori, hatinya langsung tertawan pada sosok cantik yang begitu menawan. Baginya itu mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama, terdengar klise bagi lelaki flamboyan sepertinya.
Tidak butuh waktu lama bagi Hayato untuk mengenal Mamori, ia bahkan percaya diri jika si cantik akan jatuh cinta padanya. Namun, ternyata tidaklah semudah yang diduganya karena Mamori seakan bermain tarik ulur padanya. Hal ini tidak membuat Hayato gentar, ia justru semakin bersemangat menaklukan hati sang primadona cantik itu. Ia akan menerima tantangan baru dalam kehidupan percintaannya ini.
Bagi Hayato masa pendekatannya bersama Mamori seperti halnya mengecap berbagai macam rasa di dalam secangkir kopi. Ada kalanya terasa manis seperti halnya senyuman Mamori, atau pahit ketika si cantik marah atau mengabaikannya. Sosok dingin Mamori adalah hal yang tidak ingin dihadapi oleh Hayato. Ia rela dimarahi daripada dibenci Mamori dan ia tak sanggup membayangkannya apalagi jika si cantik tak berminat lagi untuk bertemu dan mengenalnya.
Ketika Hayato telah berhasil menyentuh hati Mamori, itu menjadi suatu kebahagiaan dalam hidupnya. Status hubungan mereka pun berubah dari teman menjadi sepasang kekasih. Di masa pendekatan dulu Hayato biasanya yang duluan menyentuh Mamori layaknya bergandengan tangan, memberi ciuman atau pelukan karena si cantik terlalu pemalu. Namun, setelah menjalin hubungan lama dengannya Mamori dapat sewaktu-waktu menjadi penggoda ulung yang berbahaya.
"Kamu tidak boleh kemana pun, Hayato," ujar Mamori yang menahan Hayato dengan duduk di pangkuannya.
"Apa kamu marah padaku karena terlambat menemuimu?" Hayato tetap tenang menghadapi kekesalan Mamori. "Aku minta maaf, klienku tiba-tiba mengubah janji temunya secara mendadak. Jadi aku memberitahumu kalau acara makan siang kita batal, kita bisa menggantinya dengan makan malam," usulnya.
"Aku tahu. Tapi, aku sudah lama tidak bertemu denganmu. Kamu akhir-akhir ini sibuk kerja, aku jadi kesepian," gumam Mamori dengan ekspresi malu-malunya. "Jadi hari ini aku ingin menahanmu seharian untuk bersamaku."
Hayato menahan tawa ketika melihat ekspresi menggemaskan Mamori yang tengah merajuk padanya. Si cantik menyadari itu dan berpikir Hayato tengah meledeknya. Mamori menarik dasi Hayato dan mencium bibirnya. Hayato terkejut dengan tindakan si cantik yang sangat jarang dilakukannya.
"Jangan meledekku! Aku serius akan menahanmu, Hayato," ujar Mamori setelah melepaskan ciumannya.
"Iya, sayang. Aku rela ditahan olehmu, tidak hanya hari ini kapanpun aku rela," ujar Hayato tersenyum. "Tapi sebaiknya kita pulang saja, tidak menyenangkan bermesraan di kantor."
"Tidak mau, aku sudah repot-repot menghampirimu kemari. Lagipula aku sudah mengunci pintu dan berpesan pada sekretarismu untuk tidak membiarkan siapa pun mengganggumu," kata Mamori dengan nada ceria. "Aku ingin menghabiskan waktu dengan bos mereka yang sepertinya mulai melupakan kekasihnya ini," bisiknya di telinga Hayato.
"Wow, siapa yang mengajarimu menjadi nakal seperti ini?" Kekeh Hayato. "Ah, aku tidak melupakanmu, sayang. Lalu jangan berpikir aku memiliki selingkuhan di luar, kamu tahu aku hanya mencintaimu seorang."
"Tentu saja darimu, Hayato Akaba," seringai Mamori sambil mengalungkan lengannya di leher Hayato. "Coba saja kalau berani selingkuh dariku, takkan pernah kumaafkan. Nah, sekarang biarkan aku yang memegang kendali. Kamu nikmati saja, sayang."
Hayato menyeringai ketika Mamori kembali menciumnya sambil melepaskan dasinya. Tampaknya si cantik begitu tergesa-gesa untuk menelanjanginya. Namun, Hayato biarkan karena selanjutnya hanya kenikmatan yang akan keduanya rasakan. Lagipula Hayato suka jika Mamori yang lebih dulu berinisiatif bertindak, berhasrat serta menginginkan dirinya untuk mencari kepuasan dalam hubungan mereka.
Mamori akan terlihat seratus bahkan ribuan kali lebih seksi jika berada dalam kukungan Hayato. Menghabiskan waktu intim bersamanya membuat Hayato dapat melupakan sejenak beban kerja dan segala pemikiran rumit yang dialaminya. Jika sebelumnya ia sangat membutuhkan kopi untuk pelariannya, kini ia memiliki Mamori. Si cantik adalah pengganti kopinya, menjadi kafein yang sangat candu baginya.
"Kamu adalah satu-satunya kafeinku. Aku selalu merasa candu akan dirimu, Mamori," bisik Hayato tiap kali ia memanjakan Mamori.
"Kalau begitu tetaplah menjadikanku candumu, jadikan aku kafeinmu, Hayato. Tidak ada yang lain selain aku," balas Mamori dengan tatapan menggodanya yang semakin membangkitkan libido Hayato.
Hayato sangat membutuhkan Mamori dalam hidupnya. Kehadiran wanita bermata biru itu telah menjadi warna baru yang menyenangkan dalam hidupnya. Ia ingin menjalin hubungan yang lebih jauh, mengikat si cantik dalam janji sehidup semati dan membangun keluarga kecil bersamanya. Gambaran semacam itu selalu terbayang dalam benak Hayato dan ia pikir tak perlu waktu lama untuk mewujudkannya.
"Mamori Anezaki, maukah kau menikah denganku?" Hayato berlutut di hadapan Mamori.
Mamori terkejut atas lamaran Hayato yang terjadi tepat di hari ulang tahunnya. Ia menatap si tampan yang tengah berlutut sambil mengulurkan kotak beludru berisi cincin padanya. Hal ini selalu menjadi impian Mamori sehingga tanpa ada keraguan ia menerima lamaran Hayato.
"Ya, aku mau menikah denganmu, Hayato," jawab Mamori sambil tersenyum.
Hayato merasa bahagia ketika lamarannya diterima dan ia segera memeluk Mamori dengan erat. Akhirnya ia dan Mamori dapat bersatu dalam sebuah pernikahan. Keluarga kedua belah pihak maupun teman menyambut suka cita kabar bahagia dari kedua pasangan ini. Mereka mendapat banyak restu serta doa dari orang-orang terdekat saat memberi ucapan selamat.
Bagi Hayato sosok Mamori adalah pasangan yang sempurna untuknya. Si cantik selalu ada untuknya, memberinya dukungan dalam senyumannya atau memanjakannya dalam kelembutannya. Di saat lelah ia hanya membutuhkan keberadaan Mamori, tertawa dan bercanda bersamanya, memeluknya dan menciumnya. Hayato benar-benar jatuh cinta dengan Mamori yang kini telah menjadi sumber baru kebahagiaan dalam hidupnya.
Saat pernikahan akan berlangsung pun Hayato berkali-kali berucap syukur telah dipercayakan menjadi pasangan Mamori. Hubungan mereka telah berada di tahap yang begitu serius dan keduanya akan sama-sama belajar membina rumah tangga bersama. Hayato berjanji akan selalu mencintai dan menjaga Mamori sampai kapan pun begitupun sebaliknya.
Mamori pun begitu terharu saat menyadari kini ia dan Hayato telah resmi menikah. Salah satu keinginannya menjadi pasangan Hayato telah terwujud. Ia bahkan sempat berpikir jika ini adalah mimpi dan Hayato menyadarkannya jika ini bukanlah mimpi. Sunghoon amat mencintai Hayato dan ia ingin terus hidup bersamanya. Baginya pernikahan ini tentu menjadi salah satu kebahagiaan yang pernah terjadi selama hidupnya.
Hayato terbangun dengan enggan saat pagi telah menjelang. Di liriknya Mamori yang masih tertidur nyenyak, ia yakin si cantik pasti merasa lelah setelah melayaninya semalaman. Ia mengamati wajah indah Mamori yang selalu menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya di pagi hari. Tangannya mengelus lembut pipi si cantik yang masih tertidur, matanya menelusuri tubuh putih yang berhias ruam-ruam merah hasil karyanya.
"Ah, sepertinya aku benar-benar bersemangat tadi malam," gumam Hayato.
Sosok Mamori saat ini benar-benar terlihat seksi dan Hayato yakin gairahnya bisa bangkit kembali karena pemandangan indah ini. Hayato pun memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya, jika tidak ia bisa saja membangunkan Mamori untuk kembali melayaninya lagi. Namun, ia ingin membiarkan Mamori menikmati waktu tidurnya sementara ia akan menyiapkan sarapan untuk mereka.
Hayato membetulkan selimut Mamori dan memberi kecupan singkat di bahunya. Setelah itu ia bergegas mandi sebelum membuat sarapan. Hayato hanya membuat menu sederhana untuk sarapan mereka dan setelah semuanya selesai ia akan membangunkan Mamori. Namun, saat sedang memasak Hayato merasakan sepasang lengan tengah melingkar di perutnya.
"Kamu sudah bangun, sayang," gumam Hayato saat menoleh pada Mamori yang tengah memeluknya.
Mamori hanya diam memeluk Hayato, kepalanya bersandar nyaman di punggung lelaki itu. Hayato hanya membiarkannya dan tetap melanjutkan kegiatan memasaknya. Ia bahkan dapat merasakan jika Mamori tengah menghirup bau tubuhnya.
"Aku lapar, Hayato," gumam Mamori manja.
"Iya, ini aku sedang membuat sarapan. Kenapa kamu malah kemari? Harusnya kamu tidur saja, biar aku membangunkanmu nanti," kata Hayato.
"Badanku sakit," gumam Mamori lagi tanpa menjawab pertanyaan Hayato.
"Maaf, maaf, aku terlalu berlebihan tadi malam," sahut Hayato.
"Biasanya juga seperti itu. Staminamu mengerikan," gumam Mamori yang membuat Hayato terkekeh.
Hayato telah menyelesaikan masakannya dan ia memusatkan perhatiannya pada Mamori. Wanita cantik itu terlihat acak-acakan, ia memakai kemeja milik Hayato yang tidak terkancing di sekitaran dadanya yang terbuka. Pikiran liar sempat memancing dirinya untuk menyerang Mamori kembali. Namun, ia harus mengendalikan dirinya.
"Sepertinya kamu masih setengah sadar, Mamori," ujar Hayato yang tengah dipeluk erat Mamori.
"Aku sudah bangun, Hayato," rengek Mamori sambil cemberut. "Memangnya aku tidak boleh memelukmu?"
"Tentu saja boleh, sayang. Tapi sekarang kita sarapan dulu. Atau kamu mau mandi?" Tanya Hayato.
"Hm, mandi dulu. Tapi kamu yang mandikan ya," pinta Mamori sambil tersenyum layaknya bocah polos.
"Hm, apa ini undangan di pagi hari?" Seringai Hayato.
"Bukan, badanku sakit gara-gara dirimu. Jadi bantu aku," rengek Mamori.
"Hahaha, aku cuma bercanda. Padahal lebih baik kamu diam di kamar saja dan tak perlu repot-repot kemari," kata Hayato sambil menggendong Mamori ala pengantin. "Nah, saatnya memandikanmu, sayang."
Hayato segera membawa Mamori ke kamar mandi dan mulai memandikannya. Ia selalu suka jika Mamori sudah bermanja padanya seperti ini. Setelah selesai mandi Mamori pun berpakaian dengan rapi sementara Hayato merapikan tempat tidur mereka yang sangat kacau.
"Biar aku saja yang rapikan," ujar Mamori.
"Tidak apa-apa. Ini juga hampir selesai," sahut Hayato.
Setelah tempat tidur mereka rapi, keduanya segera menuju ruang makan untuk sarapan. Keduanya tampak menikmati sarapan yang dibuat oleh Hayato sambil diselingi pembicaraan ringan dan tawa canda. Kegiatan pagi kedua pasangan ini tampak begitu menenangkan dan hangat untuk dilihat. Usai sarapan keduanya saling membantu membersihkan peralatan makan.
Kedua pasangan ini kini sedang bersantai di ruang tengah sambil menonton TV. Mamori duduk nyaman sambil bersandar di bahu Hayato yang tengah memakan cemilan. Hari ini hari libur hingga Hayato bisa bersantai bersama Mamori di rumah, tidak perlu menyibukkan diri di kantor. Lagipula Mamori akan protes jika ia kembali mengunci diri dalam ruang kerjanya sehingga lebih baik mereka bersantai seperti ini.
"Aku suka suasana tenang seperti ini apalagi menghabiskan waktu santai bersamamu, Hayato," ujar Mamori.
"Hm, kamu yakin hanya ingin di rumah saja? Tidak ingin keluar? Kita bisa kencan kemana pun tempat yang kau inginkan," usul Hayato.
"Tidak perlu. Cukup kencan di rumah saja. Lagipula aku tak punya tenaga setelah melayanimu semalaman," gumam Mamori sambil merona malu.
"Maaf, apa masih sakit?" Tanya Hayato khawatir.
"Tidak apa-apa. Aku sangat menikmatinya, lagipula itu hal yang wajar dilakukan pasangan seperti kita. Aku tak berhak menolak keinginanmu saat aku pun juga menginginkannya," kata Sunghoon dengan wajah merona.
"Kalau begitu apa kamu tak keberatan aku memintanya lagi?" Tanya Hayato polos.
"Sepertinya aku salah bicara. Kamu tetap saja tidak puas setelah menghabisiku semalam," kata Mamori sambil menghela nafas.
"Tidak mungkin aku merasa puas padamu, Mamori. Kau adalah canduku," bisik Hayato di telinga Mamori. "Lagipula aku ingin membuat perut langsing ini berisi anakku."
Mamori merona ketika melihat tangan Hayato tengah mengelus perut ratanya yang tertutup baju. Ia tentu paham maksud lelaki itu yang menginginkan satu kehidupan tumbuh di perutnya, darah daging keduanya.
"Apa kamu tak ingin rumah ini semakin ramai dengan kehadiran anak-anak?" Tanya Hayato yang kini membawa Mamori duduk di pangkuannya sambil menghadapnya.
"Tentu saja aku mau. Tapi kita sudah punya Akira," ujar Mamori yang merasa geli ketika Hayato bermain-main di telinganya.
"Kita memang sudah punya Akira dan usianya kini empat tahun. Kupikir tak ada salahnya memberikan adik untuk Akira kita yang manis," kata Hayato sambil tersenyum cerah. "Bukankah akhir-akhir ini Akira selalu merengek pada kita untuk minta adik?"
"Itu karena anak Yamato dan Karin yang selalu pamer jika ia sudah punya adik. Sejak itulah Akira selalu merengek meminta adik. Aku kebingungan menghadapinya," sahut Mamori sambil menghela nafas.
"Kenapa tidak kita kabulkan saja keinginannya? Lalu kita akan memberitahunya saat ulangtahunnya bulan depan," usul Hayato ceria. "Lagipula ini kesempatan yang bagus karena Akira sedang berada di rumah orangtuamu."
"Ada atau tidaknya Akira pun kamu pasti akan menyerangku," sahut Mamori.
"Tidak semudah itu, sayang. Beberapa kali anak manis itu menggagalkan keinginanku untuk bermanja-manja denganmu. Bagaimana aku bisa membuatmu hamil kalau kegiatan kita selalu terhenti di tengah-tengah?" Hayato kali ini cemberut.
"Akira sepertinya tahu kalau papanya terlalu mesum, jadi dia datang untuk menyelamatkan mamanya yang diserang," canda Mamori. "Tidak baik cemburu ke anak sendiri, sayang."
"Hahaha, aku bercanda, sayang. Aku sangat menyayangi kalian berdua, keluarga kecilku yang berharga. Kupikir menambah satu anggota keluarga lagi akan membuat Akira tidak merasa kesepian dan suasana rumah ini menjadi ramai," kata Hayato sambil mengelus pipi Mamori. "Kau mau kan mengandung anakku lagi, Mamori?"
Hayato terlihat serius atas permintaannya tersebut dan berharap Mamori mengabulkannya. Mamori terdiam sejenak, namun sesaat kemudian ia tersenyum. Kedua tangannya menangkup wajah lelaki yang telah menikahinya lima tahun yang lalu.
"Aku mau, Hayato. Aku akan mengandung anakmu dan memberikan adik untuk Akira," kata Mamori sambil tersenyum dengan manisnya.
Hayato terpesona dengan senyuman Mamori yang begitu indah. Tak pernah sekalipun ia tak terpesona dengan sosok cantik yang telah menjadi pendampingnya ini sejak pertama kali mereka berkenalan. Ia membawa Mamori dalam pelukannya dan mencium keningnya dengan sayang.
"Terima kasih sudah memenuhi permintaanku, sayang," kata Hayato bahagia.
"Kenapa kamu berucap seolah-olah aku sudah hamil?" Kekeh Mamori.
"Kalau begitu mau dilakukan sekarang? Nanti sore kita akan jemput Akira di rumah orangtuamu," kata Hayato bersemangat.
"Seperti aku bisa menghentikanmu saja. Ya sudah. Ayo kita lakukan sampai kau puas, Tuan Hayato Akaba," goda Mamori yang membuat Hayato menyeringai.
Tanpa membuang waktu Hayato segera menggendong Mamori menuju kamar mereka. Sepertinya tubuhnya akan kembali remuk saat menghadapi stamina luar biasa dari suaminya. Meskipun begitu Mamori merasa senang karena melakukannya dengan orang yang paling dicintainya dan jika berhasil ia akan mendapat titipan anugerah yang diberikan Tuhan untuk keduanya. Mamori yakin itu akan menjadi kabar paling membahagiakan buat keluarga kecilnya.
Hayato dan Mamori telah tiba di rumah Keluarga Anezaki. Keduanya disambut oleh orangtua Mamori serta balita imut yang menghambur ke pelukan orangtuanya. Wajah Akira tampak berbinar-binar ketika melihat kedua orangtuanya yang tak henti-hentinya memberi pelukan dan ciuman untuknya. Tak lama pasangan itu dipersilakan masuk dan menghabiskan waktu mengobrol bersama.
Akira tak henti-hentinya berceloteh berbagai macam hal kepada Hayato dan Mamori. Orangtua Mamori tersenyum melihat interaksi hangat antara anak, menantu serta cucu mereka. Hayato dan Mamori pun berterima kasih pada pasangan Anezaki yang telah merawat anak mereka selama berada di kediaman itu.
Akira selama dua hari ini berada di rumah Keluarga Anezaki atas permintaan orangtua Mamori yang sangat merindukan cucunya. Mamori tadinya ingin ikut menemani bahkan Hayato sudah mengizinkannya. Namun, orangtuanya berpesan agar ia menghabiskan waktu liburnya bersama Hayato selagi mereka mengasuh Akira. Orangtuanya tahu bagaimana kesepian Mamori tanpa Hayato selama ditinggal perjalanan bisnis yang cukup lama.
"Sepertinya Mamori sedang tidak baik-baik saja. Cara jalannya juga aneh," bisik ayah mertua pada Hayato yang tengah menyesap tehnya. "Kau melakukan sesuatu pada putriku ya?"
"Hm, seperti dugaan Ayah. Kami sedang berusaha dan jika berhasil kalian akan memiliki cucu lagi," kata Hayato.
"Oh, benarkah? Kau sangat pintar memanfaatkan kesempatan. Lagipula Akira sepertinya juga menginginkan seorang adik. Dia terus menerus mengoceh tentang temannya yang memiliki adik yang lucu dan bertanya kapan kalian akan memberikannya adik juga," kata ayah mertua.
"Mohon doanya saja, Ayah. Kami akan segera mengabari jika Mamori telah hamil," ujar Hayato.
"Aku akan menunggu kabar baik dari kalian. Dan tolong jaga putri serta cucuku dengan baik, Hayato. Kami selalu mendoakan kebahagiaan kalian, Nak," kata ayah mertua sambil menepuk pundak Hayato.
Usai makan malam di rumah keluarga Anezaki, Hayato dan Mamori serta Akira pamit pada orangtua Mamori. Akira memeluk erat kakek neneknya sebelum berpamitan pada keduanya. Ia merasa senang menghabiskan waktu bersama kakek neneknya yang begitu mencintainya. Meskipun begitu ia tetap merindukan orangtuanya dan kini ia telah berkumpul lagi bersama mereka.
Sesampainya di rumah ketiga anggota Keluarga Akaba ini sedang menikmati waktu kebersamaan mereka di ruang tengah. Layar TV sedang menampilkan film kartun kesukaan Akira dan kedua orangtuanya menemaninya menonton bersama. Setelah itu dilanjutkan dengan bermain bersama hingga Akira kelelahan dan tertidur.
Hayato menggendong Akira dan membawanya ke kamar mereka. Ia membaringkan anaknya itu dengan lembut di kasur. Mamori tersenyum melihat Hayato yang tengah mengusap-usap kepala serta mencium pipi dan kening putra mereka. Baginya saat-saat seperti ini begitu membahagiakannya. Hayato pun akan berpendapat sama seperti Mamori.
Hayato menatap putra kecilnya yang menggemaskan. Ia masih ingat ketika Mamori memberitahu tentang kehamilan pertamanya dan hal itu membuatnya sangat bahagia. Ia selalu berusaha mendampingi Mamori di masa-masa kehamilannya, bagi keduanya tentu ini adalah pengalaman pertama. Hingga pada akhirnya Mamori akan melahirkan dan hal itu membuat Hayato merasa gugup. Ia terus berdoa untuk keselamatan Mamori dan bayinya.
Tangis pertama bayi yang terdengar membuat Hayato merasa lega hingga menangis bahagia. Ia begitu bersyukur untuk keselamatan Mamori yang telah berjuang melahirkan putra mereka yang diberinya nama Akira Akaba. Bagi Hayato ini merupakan salah satu kebahagiaan terbesarnya, memiliki putra yang sehat dan menjadi orangtua. Ia dan Mamori tentu akan berusaha menjadi orang tua yang baik kelak untuk putra mereka.
"Dia sudah sebesar ini. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu," gumam Hayato sambil mengelus rambut putranya.
"Ya, saat ini umurnya memang empat tahun. Tapi perlahan-lahan ia akan semakin tumbuh dan terus berkembang," ujar Mamori sambil mengelus pipi bulat Akira. "Kuharap dia akan menjadi anak yang tampan, gagah, penyayang dan baik hati."
"Kita bersama-sama akan mendidiknya seperti itu. Sampai kapan pun akan selalu kita curahkan kasih sayang untuknya," ujar Hayato.
"Hayato, apa kamu tahu saat ini aku begitu bahagia hanya dengan kebersamaan kita seperti ini?" Mamori tersenyum manis.
"Aku pun merasa demikian. Kamu tahu, selama di kantor aku selalu ingin cepat pulang agar kita bisa berkumpul bersama. Apalagi selama aku berada di luar negeri, itu benar-benar menyiksaku yang harus terpisah sementara dengan kalian," kata Hayato yang kini mengelus pipi Mamori.
Mamori tampak menikmati elusan tangan Hayato di pipinya. Tatapan matanya begitu sayu hingga membuat Hayato ingin menciumnya. Mamori memajukan tubuhnya dan membiarkan Hayato menciumnya. Ciuman itu tak berlangsung lama karena keduanya sadar ada Akira di antara mereka. Lagipula mereka telah bersenang-senang sejak tadi siang.
"Aku mencintaimu, Hayato," kata Mamori sambil tersenyum.
"Aku juga mencintaimu, Mamori," balas Hayato yang ikut tersenyum.
"Kami pun mencintaimu, Akira," ujar Hayato dan Mamori sambil mencium pipi Akira.
Akira tampak bergerak kecil dalam tidurnya, namun wajahnya tersenyum. Ia seakan menyadari ucapan kasih sayang kedua orangtuanya. Tak lama Hayato dan Mamori memutuskan untuk tidur sambil menggenggam jemari kecil Akira. Keluarga kecil itu telah masuk ke dalam alam mimpi mereka dan bersiap untuk menyambut hari esok.
Tamat
