SEXY LADY NEXT DOOR
"-khh, sial! Kiba, kau bermain curang." Naruto melotot ke arah pemuda berambut cokelat jabrik di sampingnya. Tangannya masih memegang konsol, terkekeh tanpa dosa melihat lawan duelnya terkapar tak berdaya. Naruto masih tak terima dengan kekalahannya, dua kali berturut-turut. Kiba pasti curang, anak itu jarang sekali bisa mengalahkannya dalam duel satu lawan satu.
"Apa maksudmu, Naruto? Aku bermain sportif. Lagipula, bagaimana aku bisa curang? Ini murni pertandingan satu lawan satu. Sekarang terimalah kenyataan kau kalah dariku. Oh, jangan lupa taruhan kita sebelumnya. Kau berutang dua mangkok ramen Ichiraku besok." Inuzuka Kiba menepuk dadanya dengan bangga, wajahnya menyeringai puas melihat ekspresi Naruto.
"Kiba sedang dalam mode bersemangat, asal kau tahu. Tak heran dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengalahkanmu. Pasti ada alasannya kau terlihat senang hari ini." Shikamaru Nara yang sedang berbaring miring di tempat tidur Naruto menguap, ekspresinya tampak bosan. Dia tak tertarik dengan video games, yang dilakukannya sepanjang waktu hanya berbaring malas-malasan. Meski tampak seperti pemuda dengan masa depan suram, kenyataannya Shikamaru yang paling pintar di antara mereka berempat. Tak pernah turun takhta dari rangking pertama sejak kelas sepuluh, Shikamaru juga merupakan anak kesayangan guru karena mengharumkan nama sekolah lewat olimpiade-olimpiade tingkat nasional maupun internasional. Bulan lalu, Shikamaru berhasil membawa piala kemenangan saat mewakili Jepang di olimpiade SAINS tingkat SMA yang diselenggarakan di Seoul.
"Kalau tak salah kau baru saja jadian dengan Tamaki, kan? Akhirnya, perjuanganmu membuahkan hasil juga ya, Kiba. Selamat," ucap Akamichi Chouji, mulutnya tak berhenti mengunyah keripik kentang kesukaannya. Beberapa bungkus snack kosong bertebaran di atas tatami kamar Naruto.
Naruto mencibir. "Cih, kuharap kau tidak menghamili pacar barumu mengingat kau sangat mesum."
Kiba hanya tertawa. "Kau juga mesum, bangsat. Aku tak akan lupa peristiwa setahun lalu saat kau masih berpacaran dengan Hinata. Kalian berciuman di ruang musik sampai lupa waktu. Sial, seharusnya saat itu aku merekam kalian untuk bahan blackmail."
Rona merah menjalari pipi Naruto. Dahi pemuda berambut pirang itu berkedut samar. Kiba menyebut nama mantan kekasihnya di saat seperti ini.
"Tak perlu meributkan siapa paling mesum di sini. Jika ada olimpiade orang paling mesum tingkat nasional, kalian berdua pasti akan menyabet urutan pertama dan kedua," celetuk Shikamaru.
Chouji terkekeh, terbatuk kecil saat serpihan keripik memasuki kerongkongannya.
"Mesum adalah sifat manusiawi. Kalau tidak mesum, justru lebih gawat." Naruto tertawa ala rubah.
"Tapi mesum-mu berlebihan. Gadis-gadis akan takut mendekatimu," tambah Shikamaru. Matanya setengah sayu.
"Ya, mereka pasti akan langsung hamil saat kencan pertama dengan Naruto," timpal Kiba tak mau kalah.
Naruto semakin kesal karena dipojokkan. Diliriknya jam mungil di atas meja nakas di samping tempat tidur. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, sudah saatnya teman-temannya pulang. Chouji memunguti sampah-sampah yang berserakan. Shikamaru memanfaatkan waktu yang tersisa dengan meregangkan badan dan ototnya yang terasa kaku. Malam minggu yang menyenangkan telah berakhir. Setelah Kiba dan lainnya pergi, Naruto masih memiliki jadwal kegiatan lain. Tapi, itu rahasia.
"Jangan lupa kunci pintu, akhir-akhir ini banyak aksi pencurian dan kasus orang asing yang memasuki apartemen orang lain sembarangan. Aku melihat beritanya di teve."
Kiba mengenakan hoodie-nya, melirik Naruto. "Apa yang mau dicuri dari apartemen minimalis seperti milik Naruto. Satu-satunya barang berharga milik si kuning ini hanya majalah porno."
"Sial," maki Naruto. Tapi dia tak menyanggah perkataan Kiba karena memang benar adanya.
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Naruto mengunci pintu. Seringai aneh menghiasi wajahnya. Dengan tak sabaran, Naruto mulai menyalakan laptop dan menunggu. Menggerakkan kursor dengan kasar, Naruto mengeklik folder bernama 'Mantap-Mantap'. Folder itu berisi video dewasa yang diunduhnya beberapa hari lalu dan belum sempat diintipnya karena terlalu banyak PR yang menguras waktu luangnya.
"Ini dia, video terbaru artis *piiiip*. Aku tak sabar menontonnya." Naruto terkekeh.
Video mulai berputar. Detik demi detik berlalu. Sang pemeran wanita dalam video mulai membuka kancing blouse biru bercorak bunga yang melekat di tubuhnya. Baju itu meluncur turun, jatuh dengan gerakan anggun di permukaan lantai. Jantung Naruto berdegup kencang. Pemeran wanita dalam video tersebut adalah bintang AV favorite-nya. Jemari panjang dan kokoh Naruto merayap turun, meraba selangkangannya sendiri. Layar monitor menampilkan sang aktris berparas cantik yang mulai melakukan masturbasi dengan jari-jari lentiknya. Napas Naruto semakin tak teratur. Hingga-
Terdengar pintu apartemennya diketuk dengan kasar membuat Naruto terlonjak dari kursi.
"Naruto! Oi! Buka pintunya, dompetku ketinggalan!"
Suara milik Kiba dari luar membuat mood Naruto sedikit anjlok. Pecinta anjing satu itu benar-benar mengganggu kesenanganku saja, geram Naruto. Sebelum membuka pintu, Naruto menutup laptopnya. Kiba tak boleh tahu dia sedang menonton video porno. Kalau si maniak anjing itu tahu, dia pasti akan tertawa dan mengolok-olok status jomblo Naruto.
"Fuck, aku baru ingat meletakkan dompetku di bawah meja saat setengah jalan menuju stasiun. Hei, kau sedang apa? Tampangmu terlihat bodoh," komentar Kiba curiga. Diedarkannya pandangan ke seluruh ruangan.
"Aku baru saja mau tidur, tolol. Kau sudah mendapat dompetmu, sekarang angkat kaki dari sini." Naruto mendorong Kiba dengan kasar.
Kiba terkekeh. "Kau tidak sedang masturbasi sambil menonton video porno kan?"
Bangsat sekali manusia satu ini, pikir Naruto.
"Bandar bokep sepertimu tak pantas menghinaku, sial. Sekarang pergi. Kudoakan kau ketinggalan kereta terakhir dan terpaksa pulang jalan kaki." Naruto menjulurkan lidahnya. Kiba merengut, dan pemuda itu buru-buru meninggalkan apartemen Naruto.
Naruto menghela napas lega saat sosok Kiba mulai lenyap dari pandangan. Pemuda bermata biru itu melirik unit apartemen di sampingnya, satu alisnya terangkat. Pintu apartemen unit 102 selalu terlihat tertutup. Naruto yakin ada seseorang yang menghuni unit tersebut karena beberapa hari ini ia mendengar suara-suara khas seperti peralatan dapur yang terjatuh, bunyi barang-barang serta perabotan yang digeser dari satu tempat ke tempat lain, dan satu kali ia mendengar suara seseorang. Tak begitu jelas karena saat itu Naruto setengah terlelap. Bulu kuduk Naruto meremang.
"Tidak mungkin hantu, kan?"
Naruto cepat-cepat masuk dan mengunci apartemennya sebelum sesuatu mencurigakan benar-benar muncul di hadapannya. Meski keberadaan makhluk astral terdengar tidak masuk akal, Naruto masih memercayainya.
"Sampai mana tadi? Dasar Kiba bangsat, kesenanganku terhenti di tengah jalan." Naruto kembali membuka laptopnya, melanjutkan adegan yang sempat di-pause beberapa menit lalu.
Belum ada lima menit menikmati kejayaannya, suara ketukan kasar terdengar lagi. Tanpa sadar Naruto berteriak frustrasi. Anak anjing satu itu benar-benar...
Langkah-langkah Naruto terdengar kasar saat berjalan menuju pintu. Ketukan kasar tanpa henti itu masih saja terdengar. Naruto telah meyakinkan diri, saat ia melihat cengiran Kiba, ia akan melayangkan tinjunya ke wajah konyol sahabatnya. Pintu terbuka dan Naruto telah menyemburkan serentetan makian kasar ynag ditahannya sejak tadi.
"Kiba bangsat anak anjing kau tak lihat aku sedang bersenang-senang, hah? Akan kukatakan pada Tamaki bahwa kau hobi meniduri gadis-gadis-"
"... Haa?"
"..."
Naruto terkesiap dengan rahang hampir melorot. Bukan sosok jangkung Kiba yang berdiri di hadapannya, melainkan wanita pirang dengan mulut yang menguarkan aroma alkohol. Naruto mundur beberapa langkah. Bibir wanita itu berpoles gincu merah menyala, kedua pipinya tersepuh warna merah muda efek mabuk.
Wanita itu cegukan, terhuyung-huyung. " S-siapa yang hobi meniduri gadis-gadis? Hik, kau?"
"B-bukan aku! Kau ini siapa? Kenapa tiba-tiba ada di depan apartemenku? Aku tak mengenalmu," kata Naruto gusar. Iris biru Naruto mengamati penampilan sosok asing di depannya. Wanita mabuk itu mengenakan busana terbuka dengan belahan dada rendah yang membuat jantung Naruto berpacu liar. Dadanya besar sekali, ya Tuhan! Naruto memekik dalam hati. Matanya jelalatan ke setiap inchi tubuh wanita asing yang masih berdiri sempoyongan. Tangan kirinya mendekap tas mungil ungu tua, tangan satunya menenteng sepasang high-heels merah. Kaki wanita itu telanjang, gemetaran. Inikah yang dimaksud Shikamaru? Bahwa kasus orang asing yang menerobos masuk ke dalam apartemen orang lain sedang marak. Naruto mundur selangkah dan wanita itu mengambil langkah maju. Jangan-jangan... orang ini pencuri?
Naruto hendak menutup pintu, secantik dan seseksi apapun wanita pirang menggoda di depannya ini, Naruto tak ingin menjadi korban pencurian. Otaknya masih berjalan baik.
"Kenapa kau ada di... apartemenku, bocah nakal? Hik, minggir! Kau menghalangi jalanku." Wanita itu menarik pintu apartemen Naruto yang setengah terbuka, kemudian menerobos masuk tanpa menghiraukan Naruto. Naruto berteriak.
"O-Oi, apa yang kau lakukan? Ini apartemenku!" Naruto menjerit panik, mengikuti langkah wanita mabuk itu. "Sepertinya kau salah masuk. Aku akan memanggil pengurus apartemen, atau berikan ponselmu. Akan kutelpon temanmu untuk menjemputmu."
Wanita itu menatap Naruto penuh selidik. "Kenapa kau menginginkan ponselku, hah? Kau maling? Keluar dari rumahku, dasar pencuri!" Si pirang berdada besar mengibaskan tangannya dengan gerakan mengusir sementara Naruto terpaku, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Satu hal yang dapat disimpulkan, wanita ini sudah gila. Selain gila, dia juga pemabuk berat.
"Oi, kau yang maling. Ini rumahku. Kau dengar aku? Sekarang keluar dari sini atau kupanggil polisi," ancam Naruto, tidak benar-benar serius yang penting berguna untuk menakut-nakuti orang gila itu.
Wanita pirang itu bangkit, berdiri menantang Naruto. Dagunya terangkat, dan oh sial. Payudaranya nyaris tumpah saat mata biru Naruto tak sengaja meliriknya. Wanita ini jelas sangat cantik dan atraktif, sayang tidak waras. "Kau, hik, mesum."
"HAH?" Naruto berkedip.
"M-e-s-u-m. Sejak tadi matamu tak bisa lepas dari dadaku. Hik, hmm, apa kau tertarik? Tentu saja, dada besarku ini selalu menarik perhatian pria hidung belang sepertimu. Bagaimana, hik, mau coba menyentuhnya? Kau boleh, hik, menyentuhnya sedikiiiit saja."
Naruto menelan ludah, gugup setengah mati. Aroma alkohol dan parfum menyengat wanita itu bercampur menjadi satu menciptakan sensasi aneh yang menggelitik indera penciuman Naruto. Pemuda berambut pirang itu memijit pelipisnya, tampak bingung. Wanita ini benar-benar mabuk sampai ia mengira apartemen orang lain sebagai apartemennya sendiri.
"Hik, mau sentuh atau tidak? Sebelum aku berubah pikiran. Kalau diperhatikan dari dekat begini, kau lumayan tampan. Hmm, tubuhmu juga tegap dan kekar. Apa ini... wow, kau punya harta karun di balik kaus norak ini." Entah sejak kapan jemari lentik halus wanita itu sudah berada di balik pakaian Naruto.
"H-Hei, berhenti. Khh-" Naruto hendak melepaskan diri dengan mendorong wanita itu, namun tak disangka, wanita itu tak bergeming sedikitpun dari posisinya. Sia-sia saja usaha Naruto menjauhkan wanita itu darinya, tenaganya mirip badak.
"Siapa namamu? Hik, aku Tsunade. Orang-orang memanggilku penjudi gagal dan tukang mabuk." Tsunade terkekeh.
"Nar-"
"Ssshhh, lebih baik aku tak tahu namamu. Jangan dijawab." Tsunade berubah pikiran. Mata hazel-nya kini bergulir ke arah bawah, tempat di mana selangkangan Naruto berada. "Kau ereksi?"
Naruto mati kutu. "T-Tidak. Kau salah lihat."
"Kalau bukan ereksi, hik, apa itu tumor?" tanya Tsunade keheranan. "Sudahlah, tak penting. Bagaimana kalau sekarang kita berciuman saja? Aku sangat ingin mencium bibir seseorang, hik, kebetulan kau ada di sini, di rumahku. Kau tampak sangat muda, hik, tapi tak masalah. Aku sudah sering tidur dengan laki-laki yang lebih muda."
Naruto tak sempat menghindar saat bibir bergincu merah Tsunade mendarat di bibirnya. Wanita itu menarik kerah kaus Naruto untuk memperdalam ciuman mereka. Mulut Naruto terkatup rapat, ia belum sudi membuka mulutnya untuk menyambut ciuman tiba-tiba dari wanita asing yang dengan seenaknya memasuki rumahnya. Tsunade tampak kesal karena Naruto tak kunjung membuka mulutnya. Satu tangannya turun menuju area pribadi Naruto, memberi remasan lembut yang menghantarkan arus listrik di sekujur tubuh Naruto yang mendadak tegang. Bibir Naruto yang basah otomatis terbuka dan Tsunade menggunakan kesempatan itu untuk memasukkan lidahnya.
"Ahh, haa, umhh- berhenti-" Naruto memalingkan wajahnya, namun kedua telapak tangan Tsunade membingkai sisi wajah Naruto dengan erat, memaksa pemuda itu untuk tetap pada posisi berciuman mereka.
"Aku tak bisa berhenti, hik, emhh, bibirmu enak." Lidah Tsunade menjilati sudut bibir Naruto, meninggalkan jejak saliva basah sepanjang dagu. "Kalau hanya ciuman saja, hik, aku tidak puas. Kuberi kenang-kenangan di sini." Mulut Tsunade kini berpindah ke perpotongan leher Naruto, mengisap dan menggigit kulit tan yang tampak menggoda di bawah sinar lampu yang temaram. Naruto menggigit bibirnya. Sial, sial, sial. Wanita licik satu ini hebat sekali. Jika Tsunade terus menyerangnya tanpa henti, maka Naruto tak punya pilihan selain membalas perlakuan wanita itu.
"Kau, hah, berhenti." Naruto mencengkeram pergelangan tangan Tsunade. Napasnya memburu. Keringat sebesar biji jagung membasahi pelipisnya. Sudah sekian lama Naruto tak merasakan lembutnya bibir wanita. Dan, ia tak punya pengalaman mencium wanita yang lebih tua. Dilihat sekilas aja, usia Tsunade jauh di atasnya. Tapi, Tsunade tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Naruto tak menemukan garis-garis penuaan di wajahnya. Perawatan mahal macam apa yang dilakukan wanita itu sampai mendapatkan wajah sesempurna ini?
"K-Kalau kau sangat mendambakan ciuman, aku bisa... memberikannya padamu."
Naruto meremas pundak Tsunade, wajahnya menunduk. Bulu matanya panjang, pikir Naruto saat melihat kedua mata Tsunade menutup sempurna. Beberapa inchi lagi bibir mereka akan bertemu untuk kedua kalinya. Inilah saatnya-
"-Huh?"
Naruto melotot tak percaya saat wanita dalam dekapannya merosot jatuh, berbaring di atas tatami diikuti dengkuran halus samar. Naruto terpaku. Pemuda itu berjongkok di samping Tsunade yang jatuh terlelap, memaki pelan.
"Wanita brengsek!"
.
.
.
Tsunade menggeliat pelan, meloloskan erangan lirih saat meregangkan tubuhya yang terasa kaku. Matanya setengah terbuka, berkedip, mengedarkan pandang ke seluruh ruangan. Wanita pirang itu menguap, gaun biru navy berdada rendah yang melekat di tubuhnya tampak kusut. Rambutnya terurai berantakan. Tsunade berusaha duduk, mengucek matanya.
"Sial, semalam aku mabuk berat. Uangku melayang. Minggu depan akan kuberi pelajaran si ular licik itu."
"Siapa ular licik yang kau maksud? Kau habis kalah judi?"
Suara berat seseorang membuat Tsunade mendongak. Iris hazelnya membola kala mendapati sosok pemuda berambut pirang berkaus lengan pendek duduk di kursi belajar, menghadap langsung ke arahnya. Tunggu, siapa bocah asing ini? Kenapa dia ada di kamarku? Tsunade tampak linglung, kepalanya terasa berat dan perutnya mual seperti diaduk-aduk. Efek hangover mulai menyerang. Satu alis Naruto terangkat. Ia melemparkan tatapan kesal pada sosok wanita asing di atas tempat tidurnya. Lupakan soal penampilannya yang berantakan dan menggiurkan, dan sebagian dadanya yang mengintip menggoda. Naruto harus memberi pelajaran pada siapapun yang berani mengganggu kesenangannya semalam.
"Oi, tante. Apa kau masih belum sadar? Kau ada di kamarku sekarang. Ingat semalam kau menerobos masuk dalam kondisi mabuk?" Naruto bangkit dari posisinya, mendekati Tsunade.
"Jangan sembarangan, kau yang-" Ucapan Tsunade terhenti saat matanya menangkap suasana kamar yang berbeda. Beberapa helai boxer terganting di balik pintu, poster model bintang AV, action fugure tokoh kartun yang tak dikenal Tsunade, koleksi manga yang memadati rak buku, dan playstation keluaran terbaru. Tsunade memijit keningnya. Jelas-jelas ini bukan kamarnya. Menutupi rasa malunya, Tsunade terbatuk kecil.
"K-Kurasa aku memang salah masuk. Kau tahu, orang mabuk bisa saja salah membaca nomor unit apartemen. Kalau begitu, aku permisi." Tsunade beranjak turun dari kasur, namun Naruto menahan kedua bahunya.
"Tak semudah itu, tante mesum. Selain menerobos tanpa ijin, apa kau ingat peristiwa semalam?" Mata biru Naruto menyala-nyala. Ia tak akan membiarkan wanita sial ini lolos dengan mudah.
Tsunade mendecih. "Apa lagi? Apa aku menari telanjang di depanmu? Jika iya, anggap saja sebagai hiburan."
Naruto melotot tak percaya. Wanita ini sungguh tak tahu malu.
"Kau tidak melakukannya. Lebih parah dari itu."
"Jangan membuatku menebak, bocah. Katakan saja. Aku akan minta maaf dengan tulus. Atau, kalau ada barang yang tak sengaja kurusak, dengan senang hati akan kuganti." Tsunade berkata tanpa beban.
Naruto mengembuskan napas kasar. Ia menarik kerah kausnya, mengekspos beberapa kissmark yang ditinggalkan Tsunade semalam di lehernya. "Kau menciumku secara paksa dan memberiku tanda sialan ini."
Tsunade mengamati ekspresi Naruto, kemudian fokusnya bergulir ke leher kokoh berkulit tan dengan bekas merah keunguan di beberapa titik. Bibir Tsunade tertarik ke atas. Warna lipstiknya mulai memudar. "Oh, kau marah-marah karena sebuah ciuman?"
"Apa maksudmu 'hanya ciuman'? Yang kau lakukan semalam itu termasuk pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur!" sembur Naruto.
"Tapi kau menikmatinya kan? Apa salahnya satu atau dua kissmark di leher? Hal itu tak membuatmu mati, bukan? Kalau kau tak nyaman dengan sikapku semalam, aku minta maaf. Sekarang aku harus kembali ke rumahku sendiri." Tsunade meraih tas mungil miliknya yang teronggok di tatami, merapikan dress-nya yang kusut serta mengelap bibirnya. "Hal yang membuatku kesal adalah, kau harus melihat kondisiku yang berantakan tak karuan di pagi hari."
Tsunade berjalan menuju pintu, meninggalkan Naruto yang terpaku tak percaya. "Katakan saja apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahan semalam. Akan kuberikan. Termasuk seks jika itu membuatmu senang. Selamat tinggal."
Sosok Tsunade menghilang di balik pintu.
"Tante-tante genit mesum tak bermoral!" maki Naruto.
.
.
.
"Mulai hari ini, Kurenai-sensei tidak mengajar. Beliau cuti hamil selama tiga bulan. Untuk mata pelajaran kesenian, seorang guru pengganti akan mengisi jadwal mengajar Kurenai-sensei." Mitarasahi Anko-sensei, homeroom teacher SMA Konoha kelas 12-A menjelaskan pada muridnya. Siang itu matahari bersinar terik. Musim panas baru saja dimulai. Naruto mengelap keringat di dahinya, sesekali iris birunya melirik ke arah Hyuuga Hinata, mantan kekasihnya yang kini menjadi pacar Sabaku Gaara, anak orang kaya pemilik perusahaan bahan bangunan yang terkenal. Naruto sering memergoki Gaara, pemuda berambut merah dengan tatto norak bertulis Ai di dahinya itu menjemput Hinata dengan mobil sport mengkilap yang mengundang decak kagum murid SMA Konoha. Dari segi materi, Naruto jelas bukan tandingannya.
"Sayang sekali Kurenai-sensei harus cuti, padahal aku suka cara mengajar beliau," bisik Kiba yang duduk di belakang Naruto.
"Yeah, beliau tak mungkin mengajar di depan kelas dalam kondisi perut yang semakin membesar."
"Kuharap guru kesenian pengganti ini secantik Kurenai-sensei," Kiba terkekeh.
"Jangan banyak berharap, bodoh. Siapa tahu malah dapat guru tua yang punggungnya bungkuk. Tak banyak guru kesenian berusia muda." Naruto mencoba menghancurkan khayalan manis sahabatnya.
Anko-sensei menyuruh seisi kelas untuk diam. "Tsunade-sensei, silakan masuk."
Naruto yang sejak tadi malas-malasan sambil sesekali menimpali ocehan Kiba, kini tersadar penuh. Mata birunya membulat tak percaya, dan mulutnya menganga. Tsunade, wanita pirang yang tinggal di sebelah apartemennya, yang kemarin lusa melecehkannya, masuk ke kelasnya dengan langkah anggun. Mengenakan blouse hijau pastel dan rok hitam, penampilan rapi dan formal Tsunade membuat Naruto tak percaya.
Terdengar decak kagum dan bisik-bisik riuh di kalangan anak laki-laki. Mudah ditebak, pikir Naruto. Remaja seumurannya sudah pasti akan bereaksi demikian saat melihat wanita cantik bertubuh seksi. Kiba bersorak membuat Naruto menutup telinganya.
"Gila, kubilang juga apa. Naruto, lihat Tsunade-sensei. Dia punya body killer. Dadanya besar sekali!"
"Oi, bagaimana dengan Tamaki, pacar barumu? Sudah punya pasangan tapi masih mata keranjang," cibir Naruto.
"Ini dan itu berbeda, bodoh. Aku harus belajar keras agar mendapat nilai bagus dari Tsunade-sensei. Siapa tahu beliau akan memberiku hadiah."
"Ya, mungkin saja dia akan memberimu hadiah plus-plus." Naruto terbayang kilasan peristiwa saat Tsunade menciumnya.
Pandangan Tsunade menyapu seisi ruangan kelas yang riuh. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat menemukan sosok atletis Naruto di barisan nomor tiga, yang kini balas menatapnya. Tsunade tersenyum tipis, hal itu membuat Naruto jengkel.
"Mulai hari ini, aku akan mengisi mata pelajaran kesenian menggantikan guru kalian yang sedang cuti hamil. Namaku Tsunade Senju, salam kenal. Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik. Kalau ada yang ingin ditanyakan, silakan. Akan kujawab semampuku." Tsunade tertawa renyah, namun pandangannya masih terpaku pada Naruto.
"Tsunade-sensei sudah punya suami?" tanya Kiba to the point. Seisi kelas menyoraki Kiba yang tak tahu malu.
"Sayangnya belum. Apa kau ingin menjadi suami masa depanku, anak manis?" Tsunade memberikan kedipan yang membuat Kiba terkapar di mejanya.
"Kulit Tsunade-sensei glowing sekali. Boleh tahu rahasia perawatan dan skincare yang dipakai?" Yamanaka Ino yang tergila-gila dengan make up dan kecantikan mengajukan pertanyaan.
Tsunade tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkan gadis pirang bernama Ino. "Yang jelas, jenis perawatan yang hanya sanggup dilakukan oleh orang dewasa sepertiku. Akan kuberitahu kalau kau sudah dewasa dan punya uang, nona cantik."
Naruto mengangkat tangannya. "Apa dada besarmu itu asli?"
"..."
"Oi!" Kiba menegur Naruto.
"Uzumaki Naruto, pertanyaanmu tidak sopan! Cepat minta maaf pada Tsunade-sensei. Tolong maafkan muridku, dia memang terkenal nakal dan tidak tahu sopan santun."
Tsunade menggeleng pelan. "Santai saja. Anak muda jaman sekarang memang suka bercanda."
"Naruto! Cepat minta maaf atau poinmu akan dikurangi," ancam Anko-sensei.
Naruto mencebik seperti anak kecil yang tengah merajuk. "Maaf, sensei."
"Kalau begitu, sampai ketemu jam dua siang saat pelajaran kesenian. Uzumaki Naruto, akan kuingat namamu." Tsunade melemparkan senyum yang tak dapat diartikan Naruto. Pemuda itu mendapat firasat buruk mengenai senyuman licik Tsunade yang ditujukan padanya.
"Kau beruntung sekali, bro. Tsunade-sensei sudah menandaimu, haha." Kiba menepuk bahu kekar Naruto dari belakang.
"Yeah, dia memang telah menandaiku."
.
.
.
"Tanggalkan seragammu, Naruto." Suara lembut namun tegas milik Tsunade membuat seisi kelas, termasuk Naruto, terdiam.
"Tsunade-sensei, apa maksudnya? Mengapa kau menyuruh Naruto melepas seragamnya?" tanya Haruno Sakura heran, sekaligus jijik.
Tsunade mengetukkan ujung jemarinya di atas meja, menciptakan jeda sebelum menjawab pertanyaan salah satu muridnya yang berambut pink. "Kita akan mempelajari anatomi tubuh manusia. Kalian pasti telah mempelajarinya saat SMP di mapel Biologi. Di lingkup kesenian, terutama seni melukis tubuh manusia, mempelajari anatomi tubuh sama pentingnya. Kita bisa mengetahui ragam pose dan sudut pandang. Untuk itu, kita memerlukan sosok model. Dan aku menunjuk Naruto sebagai sukarelawan. Bagaimana, Naruto? Apa kau bersedia?"
Mata biru Naruto berkilat. Tidak cukup mempermalukannya di apartemennya sendiri, sekarang wanita mesum ini terang-terangan menggodanya di kelas?
"Lakukan saja, toh cuma jadi model. Meski aku sedikit kecewa kenapa harus kau yang dipilih." Chouji terdengar tidak ikhlas. "Seharusnya Sasuke yang dipilih, penampilan dan pembawaannya sudah seperti model pro saja."
"Tsunade-sensei, aku saja! Aku mau jadi modelnya!" seru Ino sambil mengangkat tangannya antusias.
"Kau mau buka baju di depan teman-temanmu?" Tsunade terkekeh.
Ino tampak berpikir. "U-Uhh, tentu saja tidak mau. Tapi aku masih bisa mengenakan seragamku dan berpose sebaik mungkin."
"Kita sedang mempelajari anatomi tubuh manusia, Yamanaka-san. Apa gunanya jika kulit dan bentuk tubuhmu tertutup?"
"Ino, kau boleh jadi model pribadiku," celetuk Kiba, setengah bercanda.
"Dasar anjing mesum!" Ino melempar karet penghapus ke arah Kiba yang dengan cepat menghindar.
"Apa aku akan mendapat nilai A jika melakukannya? Segala sesuatu harus ada timbal baliknya. Memberi dan menerima." Naruto melipat kedua tangannya, bersedekap dengan gaya angkuh.
"Tentu saja. Aku ini guru yang murah hati dan penyayang," balas Tsunade.
"Baiklah." Pada akhirnya Naruto menuruti keinginan gurunya. Menempatkan diri di tengah ruangan yang lapang dengan teman-teman duduk mengelilinginya, Naruto mulai melepas kancing seragamnya satu demi satu dengan gaya dramatis yang membuat Kiba, Chouji, dan yang lain mengeluarkan suara seperti orang muntah. Hinata, yang pernah menjadi kekasih Naruto tampak menundukkan wajahnya yang merona. Bagaimanapun juga, saat berpacaran, mereka pernah melihat tubuh satu sama lain tanpa penghalang.
"Oi, bukankah itu kissmark?" celetuk Kiba dengan mata melotot saat menyaksikan bekas hisapan bulat merah keunguan di leher Naruto.
"Shit, Naruto. Bukankah kau jomblo? Selama ini kau diam-diam punya pacar baru? Itu baru semangat masa muda!" teriak Rock Lee.
"Menjijikkan," desis Ino. Sakura yang duduk di sampingnya ikut bergidik. Hinata justru semakin menunduk meski teman-temannya mulai riuh. Naruto kalang kabut. Dia baru sadar, kissmark dari Tsunade dua hari lalu masih tercetak segar di lehernya. Sial, Naruto melupakan fakta bahwa Tsunade mengisap lehernya kuat-kuat dan bekasnya belum memudar sama sekali. Dengan tangannya, Naruto memblokir akses pandangan penuh selidik dan ingin tahu teman-temannya.
"Aku tidak-ini bekas gigitan nyamuk, sial..." Naruto melontarkan alasan bodoh. Nyamuk ganas macam apa yang memiliki hisapan seperti itu? Naruto melirik Tsunade lewat ekor matanya. Giginya bergemeletuk. Tsunade sengaja melakukannya. Wanita itu tahu bekas kecupannya belum sepenuhnya pudar.
"Kalian semua heboh karena kissmark? Apa kalian belum pernah mendapatkan tanda cinta dari kekasih kalian sendiri?" Tsunade berkomentar tanpa beban. Seisi kelas terdiam, terbatuk samar, lalu ada yang pura-pura fokus pada benda apapun di depan mereka. "Naruto, singkirkan tanganmu. Kita mulai sekarang. Hei, posemu kaku sekali. Busungkan dadamu, jangan bungkuk."
Naruto tak punya pilihan selain mengikuti instruksi gurunya. Meski dalam hatinya ia merasa dongkol, sebagai murid ia tak bisa melakukan apapun untuk membalas wanita pirang mesum itu. Oh, tapi bukankah mereka tinggal bersebelahan? Naruto mengatupkan bibirnya, berusaha agar seringai licik tak muncul. Mungkin dia bisa membuat perhitungan nanti setelah sekolah usai.
"Naruto, kuharap kau tidak menggunakan jasa wanita panggilan," seru Kiba.
"Ugh, dasar brengsek."
"Diam. Inuzuka, Kau menggambar dengan mulut atau tangan?" tegur Tsunade. Kiba hanya cengengesan, memasang muka polos.
Satu jam berlalu dengan sangat lambar, setidaknya bagi Naruto yang selama menjadi model tak bisa bergerak bebas seenaknya. Ino bahkan uring-uringan, mendamprat Naruto yang tak bisa berpose senatural mungkin layaknya model profesional. Hei, dia cuma anak sekolahan yang hobi bermain gim dan menonton video dewasa. Menjadi model bahkan tak terlintas sama sekali di benak Naruto. Pemuda berkulit tan itu merentangkan kedua tangannya, melemaskan otot-otot bahu dan punggung yang tegang, lalu mengenakan seragamnya kembali. Sebelum meninggalkan kelas, Tsunade sempat menatap Naruto sekilas.
"Kau utang cerita padaku, rubah mesum." Kiba berbisik saat Naruto kembali ke kursinya.
"Aku juga ingin mendengar kisah masa muda yang menggelora," tambah Lee.
"Buat forum saja sekalian," celetuk Shikamaru sambil menguap, tak tertarik dengan obrolan mesum teman-temannya.
"Kalian semua norak! Seperti tak pernah melakukannya saja. Aku lapar. Setelah ini pelajaran Kakashi-sensei, arghhh! Aku ingin pulang!" Naruto memukul-mukul meja seperti anak kecil.
.
.
.
Malam harinya, Naruto berdiri di depan pintu apartemen Tsunade dengan perasaan bimbang. Ia telah bersiap mengetuk, namun berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya. Jika wanita itu membukakan pintu untuknya, apa yang harus ia lakukan? Masuk begitu saja seolah-olah mereka sepasang k-kekasih? Tsunade mampu melakukannya, mnengapa dirinya tidak dan bersikap seperti pengecut? Apa salahnya memasuki apartemen wanita? Dulu, Naruto sering menghabiskan waktu di kamar Hinata dan love hotel. Ia tak perlu segugup ini.
"Aku memang ingin memberinya pelajaran, tapi kalau dia menyerangku lagi... ugh, seharusnya aku bawa jimat pemberian Shikamaru."
Setelah berdiri bengong tanpa menunjukkan kemajuan apapun, akhirnya Naruto mulai mengetuk. Ketukan halus selayaknya orang yang hendak bertamu-bukan menggedor seperti orang gila mabuk yang tak tahu tata krama. Beberapa kali ketukan dan tak ada sahutan. Sunyi.
"Oi, Tsunade-sensei. Apa kau di dalam? Jawab aku." Panggil Naruto dengan nada tak sabar.
Naruto menunggu beberapa menit, namun tak kunjung menerima jawaban. Sial, apa wanita itu sudah terlelap atau sengaja bersembunyi dan pura-pura tak mendengar karena ia sudah menduga Naruto akan mendatanginya?
"Sialan! Jika kita bertemu di sekolah, aku akan... aku akan me-menghukummu!" Naruto membalikkan badan, kembali ke apartemennya sendiri dengan perasaan jengkel.
Sepertinya doa Naruto tak terkabul karena pada keesokan harinya di sekolah, sosok atraktif Tsunade tak terlihat batang hidunya. Naruto bahkan mendatangi ruang guru, namun hasilnya nihil. Eksistensi Tsunade seolah benar-benar lenyap dari dunia. Kiba yang sepanjang jam istirahat bersama Naruto, terheran-heran melihat sahabatnya bertingkah seperti orang linglung. Hari berikutnya sama saja. Lalu, besoknya. Tsunade tak ada dimana-mana. Bahkan Naruto yang terlah berjaga sepanjang malam demi mendengar bunyi pintu apartemen sebelah terbuka, harus menelan pil pahit karena keinginannya tak terkabul.
"Kuharap dia tidak kabur. Aku belum sempat balas dendam," geram Naruto.
.
.
.
"Kuharap kau suka dengan pekerjaan sebagai guru pengganti di SMA Konoha. Ada kejadian seru tidak?" Sosok pria paruh baya berambut putih bertubuh tegap melirik Tsunade yang duduk di sampingnya. Bartender di depan mereka sibuk mengelap gelas. Bar milik Yahiko adalah yang terbaik di kota mereka, dengan pengunjung yang tak pernah habis. Karena selalu ramai, Yahiko memperkerjakan beberapa tukang pukul yang berjaga, satu di antaranya adalah Jiraiya. Bagi Tsunade, bar adalah rumah keduanya. Kadang ia akan terlelap di sudut ruangan begitu saja. Tak ada laki-laki hidung belang yang berani mendatangi dan melecehkannya, meski Tsunade berpakain selalu terbuka karena wanita itu mampu menumbangkan mereka dengan cepat. Wanita yang selalu bergantung pria dan tak mampu berdiri sendiri adalah wanita lemah, begitu katanya. Jiraiya maklum mengingat kondisi sahabatnya yang pernah terpuruk karena kematian kekasihnya.
"Tidak buruk, meski menjadi guru bukan keinginanku. Kau yang memaksaku menerima pekerjaan itu," rutuk Tsunade, melempar tatapan jengkel pada Jiraiya.
"Kau sarjana seni. Aku tidak tahu siapa lagi kandidat yang pantas untuk mengisi posisi itu. Sarutobi Asuma, istri Kurenai adalah temanku. Dia secara khusus meminta tolong padaku. Sebagai teman baik tentu saja aku harus membantunya. Bagaimana hari pertamamu? Aku bisa membayangkan anak-anak lelaki terus memandang dan menggodamu. Dilihat dari manapun, kau memang tak cocok jadi guru. Di pikiran anak-anak yang sedang beranjak dewasa, kau lebih mirip model gravure." Jiraiya tertawa, wajahnya merah. Sepertinya sudah mulai mabuk.
"Ada satu anak yang menarik," kata Tsunade sambil menatap gelasnya yang nyaris kosong. "Rambutnya pirang, matanya biru, dan bodoh."
Jiraiya mengernyit. "Hmm, aku kenal anak dengan ciri-ciri yang kau sebutkan. Tidak hanya bodoh, dia juga mesum sepertiku. Bisa dibilang aku gurunya. Hahaha!" Pria itu menepuk dadanya dengan bangga.
"Kau benar, anak itu juga mesum tapi polos di saat yang bersamaan. Imut juga. Heheh." Tsunade terkikik pelan. "Suatu hari aku pulang dalam kondisi mabuk berat, dan tanpa sadar memasuki apartemen yang salah. Penghuni apartemen yang kumasuki itu adalah seorang anak lelaki, si pirang yang kuceritakan padamu, dan saat itu aku mencium dan menandai lehernya dengan beberapa kecupan. Kau tahu reaksinya? Dia menggeliat seperti perjaka yang baru pertama dicium wanita, tapi aku yakin dia sudah pernah berhubungan sebelumnya. Mungkin terbawa suasana, dia bermaksud membalas ciumanku tapi aku malah tertidur."
"Hei, kau mencabuli anak di bawah umur," ujar Jiraiya khawatir.
Tsunade melotot tidak terima dengan pilihan kata-kata Jiraiya yang vulgar. "Aku tidak mencabulinya, dasar bodoh. Pakaiannya masih lengkap."
Jiraiya mengangkat bahu, tidak peduli. "Terserah, tapi kalau dia balas dendam suatu saat nanti apa yang akan kau lakukan?"
Tsunade tampak berpikir, lama. Suara bising para pengunjung yang menari mengikuti irama musik berdentum-dentum seolah menghantam dadanya. Tsunade sudah terbiasa dengan kebisingan dan keramain, namun malam ini ia merasa sangat terganggu. Keinginan untuk pergi dari tempat itu dan pulang ke apartemen terlintas di benaknya.
Pulang, lalu tidur.
Dan Uzumaki Naruto yang tinggal di sebelahnya pasti telah menyusun rencana untuk melakukan pembalasan. Tsunade menjatuhkan kepalanya di meja, menahan tawa hingga perutnya terasa melilit membuat Jiraiya khawatir sahabatnya telah gila.
"Apa yang akan kulakukan? Ya, aku baru ingat. Aku bahkan menawarinya seks."
"Wanita sinting," komentar Jiraiya sambil bergeleng.
Tsunade bangkit, mendorong gelasnya pelan lalu menatap Jiraiya. "Tempat ini berisik sekali. Aku mau pulang."
"Tumben, biasanya kau pulang saat matahari terbit dan hari telah berganti."
Tsunade tak menanggapi perkataan Jiraiya. Ia menyelip di antara kerumunan lautan manusia, dan menarik napas lega saat berhasil keluar dari tempat yang mendadak terasa menyesakkan.
.
.
.
Naruto tak bisa menyembunyikan eskpresi kelegaannya saat menangkap sosok wanita pirang yang dicarinya selama sepekan terakhir tengah mendekap map menyusuri koridor menuju lantai tiga. Pandangan mereka bertemu, intens. Naruto lega karena saat ini ia sedang tidak bersama siapapun. Dengan gerak lembut, ia mendekati Tsunade, berbisik di dekat telinganya dengan suara parau setengah bergetar.
"Sepertinya kita perlu bicara, Tsunade-sensei. Aku hampir gila saat tak menemukanmu di manapun. Apa setelah ini kau akan menghilang lagi, menghindariku? Aku belum membuat perhitungan denganmu sejak peristiwa itu. Jadilah guru yang bertanggung jawab."
"Apa kau baru saja mengakui, kau menungguku sepanjang waktu? Kau jatuh cinta padaku, Uzumaki Naruto?" tanya Tsunade dengan nada geli. Untung saja suasana koridor sepi, hanya beberapa murid yang melintas sehingga tak ada yang mencurigai gerak-gerik Naruto dan Tsunade yang cukup intim.
"Ugh, jangan mimpi. Kenapa aku harus jatuh cinta pada tante-tante sepertimu?"
"Apa kau bilang?!" Tsunade memukul kepala Naruto dengan map yang dibawanya. Naruto mengaduh pelan, terlambat menghindari serangan yang begitu mendadak.
"Selain mesum kau juga menggunakan kekerasan pada anak di bawah umur, terlebih aku ini muridmu!" Naruto berseru. "Seorang guru harus melindungi dan menyayangi muridnya. Begitu saja sensei tidak mengerti?"
Pelipis Tsunade berkedut. Dia baru saja diceramahi bocah ingusan.
"Apa yang kau inginkan dariku? Uang? Permintaan maaf? Aku sudah minta maaf padamu."
Naruto terdiam. Selama sepekan ini ia memikirkan banyak skenario sekaligus menyusun rencana tentang pembalasannya pada Tsunade. Naruto berpikir menginginkan uang dalam jumlah besar yang cukup untuk menutupi biaya hidupnya selama satu bulan ke depan. Tsunade jelas memiliki banyak uang dilihat dari penampilan dan barang-barang branded yang dibawanya. Tapi setelah dipikir ulang, memaksa Tsunade untuk membayar ganti rugi atas apa yang terjadi saat itu tidak memuaskan Naruto. Wanita itu mungkin dengan senang hati akan membayarnya, lalu menghilang tanpa beban. Bukan pembalasan seperti itu yang diinginkan Naruto. Pilihan kedua adalah meminta Tsunade memberinya nilai A di kelas kesenian, memberinya bocoran soal ujian atau apapun yang berhubungan dengan akademik. Tapi jika ia mendapat nilai sempurna, teman-temannya pasti akan menaruh curiga karena selama ini Naruto terkenal sebagai pribadi yang malas belajar dan nilainya pas-pasan. Bahkan semester lalu, Naruto mengikuti kelas remedial di musim panas.
"Kau sedang memikirkan hal-hal mesum kan?" tebak Tsunade memecah keheningan.
Naruto gelagapan. "T-Tidak. Bisakah sensei tutup mulut? Aku sedang berpikir."
"Waktumu habis. Kuberi tenggat waktu sampai nanti malam. Jika kau sudah menemukan cara untuk membalasku, datanglah ke apartemenku. Malam ini aku tidak pergi ke mana-mana." Tsunade terkekeh, melangkah cepat mendahului Naruto kemudian sosoknya hilang menaiki tangga menuju gedung kelas tiga.
"Sial, lebih baik tadi aku minta uang saja!" gerutu Naruto kesal. Tatapannya fokus pada bokong sintal Tsunade yang terayun menggoda. Setidaknya, dia mendapat hidburan sedikit. Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Naruto terus memaki.
.
.
.
"Seperti biasa malam nanti kita bersenang-senang di apartemen Naruto." Chouji menepuk bahu Naruto dengan akrab.
"Sori, guys. Aku tidak bisa. Ada kencan dengan Tamaki. Kalian para jomblo, nikmatilah momen kejonesan kalian yang abadi." Kiba tergelak, menghindar dengan gerakan lihai saat Naruto melemparnya dengan botol air mineral kosong sembarangan.
"Jangan lupa gunakan kondom. Kecuali kau ingin menjadi ayah di usia muda." Shikamaru menatap Kiba sayu. "Aku juga tak bisa datang. Temari-senpai memintaku menyusun laporan keuangan OSIS."
Naruto dan Kiba mengernyit. Akhir-akhir ini Shikamaru sering terlihat bersama Temari, ketua OSIS sekolah mereka yang cantik dan cerdas. Selain itu, Temari juga kakak perempuan Gaara, pacar Hinata saat ini. Kakaknya terlihat anggun tapi adiknya mirip preman. Naruto tak mengerti.
"Jadi, kau berduaan dengan Chouji. Jangan sampai menyimpang karena terlalu lama mengemban status jomblo."
"Aku lupa bilang pada kalian, malam ini aku sudah ada rencana. Jadi, Chouji, lebih baik kau meringkuk di kamarmu sendiri dan nikmati snack-mu. Aku lelah harus membersihkan remah-remah keripik di tatami setiap kali kau datang."
Kiba merangkul bahu Naruto, berbisik. "Kau mau bertemu seseorang-yang telah menandai lehermu dengan brutal itu? Naruto, kita ini teman. Apa salahnya sesama teman berbagi kisah cinta."
Naruto terbatuk. "Jangan ngawur, maniak anjing. Aku tidak jatuh cinta pada siapapun. Sekarang menyingkir." Naruto mendorong Kiba dengan jengkel. Kiba terkekeh mesum, di otaknya terbayang Naruto sedang melakukan hal-hal intim dengan seorang wanita-siapapun dia.
.
.
.
Dengan kedua tangan tersembunyi di dalam saku celana, mengenakan jaket abu-abu yang belum dicuci selama seminggu, Naruto berdiri di depan pintu apartemen Tsunade yang letaknya hanya tiga langkah dari apartemennya sendiri. Sang penghuni yang telah menunggu kehadiran Naruto, membuka pintu, tersenyum menyebalkan membuat Naruto mendecih.
"Datang dengan tangan kosong? Tidak diajari adab bertamu rupanya," komentar Tsunade sinis saat muridnya tak membawa apapun, bahkan sekadar cemilan saja tidak.
"Lihat siapa yang bicara. Kau sendiri lebih parah, masuk ke apartemen orang dalam kondisi mabuk." Tanpa menunggu isyarat Tsunade, Naruto melangkah masuk dengan langkah angkuh. Tsunade tampak kesal dengan tingkah Naruto yang seenaknya, namun tak bisa berkata banyak karena perilakunya seminggu yang lalu lebih menjengkelkan.
Dengan santai seolah berada di rumah sendiri, Naruto mengempaskan tubuhnya di sofa empuk. Sengaja bermalas-malasan untuk memantik emosi wanita pirang tersebut. "Sofa ini nyaman sekali. Mungkin sebentar lagi aku akan terlelap. Hoahhmm" Naruto menaikkan kedua kakinya, berbaring dengan posisi menyamping dan menganggap Tsunade tak ada di sana.
"Kau datang ke sini sengaaja untuk membuatku emosi, kan?" Tsunade berkata dengan nada galak.
Naruto menoleh, menatap Tsunade yang siap menerkamnya. "Kenapa sensei marah? Aku kan hanya berbaring. Aku datang baik-baik, kau mengijinkanku masuk, di mana letak kesalahanku?" Bersikap bak anak polos yang baru saja dimarahi, Naruto tak bisa menyembunyikan keinginan untuk tertawa. Ekspresi galak Tsunade seram tapi lucu. "Sensei punya susu cokelat? Roti? Atau keripik? Aku lapar. Kalau ada, ramen cup juga boleh. Tolong tambahkan irisan daging babi goreng dan daun bawang di atasnya. Ugh, cacing-cacing di dalam perutku mulai memberontak. Kalau tidak segera diberi makan, aku akan mati."
Tsunade melempar bantal yang entah diambilnya dari mana. Naruto langsung terbangun, memaki.
"Oi!"
"Rasanya puas setelah melemparimu sesuatu. Akan kubuatkan pasta saja, dasar berandal licik!" Tsunade menuju dapur, menggerutu keras, sengaja agar Naruto mendengarnya. Naruto diam-diam tertawa sambil memegangi perutnya. Rasakan itu wanita mesum! Ternyata, membuat Tsunade kesal dan marah lebih menyenangkan. Bagus, sepanjang malam ini, kalau perlu sampai pagi, aku akan terus membuatnya jengkel. Naruto cekikikan sendiri dengan ide briliannya.
Sembari menyiapkan bahan-bahan untuk memasak pasta, Tsunade terus melontarkan gerutuan yang tak ada habisnya. Dia menyesal karena telah membuat janji dengan Naruto, mengijinkan anak itu masuk dan bertingkah seenaknya. Meengenakan celemek abu-abu bermotif kotak yang warnanya telah pudar, Tsunade memanaskan teflon. Memasukkan bahan-bahan dan menyiapkan saus pasta yang diambil dari rak. Tsunade jaran, hampir tidak menyentuh peralatan dapur jika tidak sangat terpaksa. Uangnya melimpah, dia bisa menikmati sajian lezat berkualitas di restoran berkelas langganannya. Tsunade sempat berharap mie pasta yang disimpannya di lemari khusus telah kadaluarsa, tapi nayatanya tidak.
Klang! Klang! Prang!
Naruto yang sedang memainkan gim di ponsel pintarnya mengernyit heran dengan bebunyian gaduh dari arah dapur. "Sensei sedang memasak atau merusak peralatan dapur?"
"Diam kau bocah sial!" seru Tsunade.
Naruto tertawa lepas. Tsunade kembali dengan membawa dua piring berisi pasta yang masih mengepulkan uap hangat. Aroma saus yang kental membuat perut Naruto kembali berbunyi. "Aku bukan penggemar pasta, tapi aku menghargai jerih payah sensei saat memasaknya."
Mereka makan berhadap-hadapan, terpisah oleh meja meja kayu mungil. Tsunade makan dengan gaya anggun, khas seorang wanita. Naruto melahap pastanya dengan suapan besar-besar dan beberapa menit kemudian piringnya telah kosong. "Lambat sekali cara makan sensei," komentar Naruto heran.
"Seperti inilah cara makanku, bocah."
"Enak, lain kali sensei harus membuatnya saat aku berkunjung lagi. Ngomong-ngomong..." Naruto memajukan tubuhnya. Mengeluarkan lidahnya, Naruto menjilat sisa saus pasta yang menempel di sudut bibir Tsunade. Wanita itu terkesiap, tak bergerak sedikit pun. "...ada saus menempel. Wanita cantik seperti sensei tidak pantas makan belepotan. Oh ya, aku sudah memikirkan pembalasan yang pantas untuk sensei." Jemari panjang Naruto mengusap bibir ranum Tsunade, bibir yang telah menciumnya dengan panas.
"Kau... sial, jangan berani-" Ucapan Tsunade terpotong karena jari Naruto berpindah ke depan bibirnya.
"Sshh, jangan memotong kata-kataku. Aku belum selesai bicara."
Naruto melirik Tsunade dengan pandangan gelap dan serius. "Tsunade-sensei, maukah kau jadi partner seks-ku?"
Tsunade menelan suapan terakhirnya dengan agak tergesa, kemudian meneguk air mineral sampai habis. "Kupikir kau akan membunuhku atau semacamnya, ternyata cuma seks. Yah aku tak bisa menyalahkan gairah dan hormon masa mudamu."
Naruto mendesak tak sabar. "Mau atau tidak? Aku butuh persetujuanmu. Untuk bisa berhubungan kedua belah pihak harus sama-sama setuju."
"Meski terlihat seperti anak bodoh, paham juga kau soal consent. Aku menghargai kejujuranmu, Naruto. Jadi, kapan kita mulai? Sekarang?" Tsunade berdiri, mendekati Naruto dan mengalungkan lengannya yang mulus di sepanjang bahu kekar Naruto.
"O-Oi, aku tidak punya pengaman," Naruto jadi panik sendiri.
"Hahaha, polos sekali kau! Kau pikir aku tak menyimpannya?"
"Yeah, k-kalau begitu... kita bisa mulai sekarang?"
Pandangan Tsunade bergulir ke bawah. "Kau tidak sabaran, Naruto. Celanamu sepertinya sudah terasa sesak ya?"
Naruto tak mengatakan apapun. Yang ia rasakan saat ini hanyalah sentuhan lembut Tsunade yang perlahan turun ke area pribadinya.
END
Catatan penulis : Saya bakal lebih aktif posting cerita di wattpad. Follow aja lemonadee77. Cerita gratis bisa dibaca di wattpad dan ffn. Cerita eksklusif alias berbayar ada di karyakarsa. Sekuel Sexy Lady Next Door ada 2 part rencananya akan diupload di karyakarsa. Saya hanya menulis fanfiksi Naruto-centric/Naruto harem baik rating dewasa maupun remaja.
