"Kepada penumpang kereta komuter Shonan-Shinjuku Line jalur Shinjuku menuju Yokohama, silakan turun di stasiun yang tersedia. Periksa barang bawaan dan jangan sampai tertinggal di gerbong kereta. Sekali lagi, untuk…"
Suara elektronik masinis kereta yang menggema tak terdengar sama sekali saat kaki Kannonzaka Doppo turun dari salah satu gerbong kereta.
Ia melangkah menuju salah satu bangku stasiun yang kosong dan terduduk lemas di sana.
Kepalanya ditundukkan, masih beradaptasi akan apa yang terjadi selama beberapa jam dengan duduk di dalam. Bagaikan seperti di awang, Doppo masih bungkam karena bingung akan kejadian yang menimpanya saat ini.
Setelah Doppo kabur dari serangan Hifumi, ternyata Jakurai juga terpengaruh dan bertingkah aneh seperti sahabatnya.
Pertanyaan masih terngiang dengan jelas di batin; Apa yang sebenarnya terjadi?
Bagaimana bisa semuanya menjadi begini?
Bahkan dirinya tak tahu kalau telah kabur masuk gerbong kereta yang mengantarkannya jauh sampai ke kota lain.
Lalu ia mendongak dan memeriksa bawaan di badannya. Hanya ada ponselnya sendiri. Mik hypnosis juga tertinggal di apartemen. Bagaimana bisa membela dirinya kalau ada apa-apa!?
Kedua tangannya memukul kepalanya sendiri, mengutuk kalau ingin mati saja sekarang ini.
Bodohnya dirimu, Kannonzaka Doppo!
"Argh, ini yang terburuk… Aku harus ke mana lagi setelah kabur… Lagipula di mana ini?"
Rasanya tak asing, namun perlahan Doppo berdiri untuk keluar dari stasiun. Sepanjang mata memandang, keadaannya seperti kota Shinjuku, dengan tambahan kawasan perdagangan yang menjadi tempat wisata kuliner sebagian besar penduduk yang bermukim.
Namun hidungnya mencium bau asin khas yang familiar.
Kedua kaki menghantarkan dirinya sampai di pinggir tempat pemandangan dimana taman publik berada. Doppo mendekati pagar pembatas berbahan besi putih tersebut, menatap ke panorama air yang luas di seberangnya.
"Bau laut, ikan… Ini di pelabuhan?"
Doppo menggumam sejenak, berpikir bagaimana bisa ia tersesat dan sampai di tempat tersebut. Tangannya langsung membuka aplikasi GPS dan benar saja, dirinya sedang berada di Yokohama!
"Sial, bagaimana ini? Aku harus cari cara untuk pulang... Tapi uangnya tidak cukup."
Tapi bertanya juga tak ada gunanya.
Perutnya sedikit berbunyi, menandakan kalau lapar di perut sudah merayap di tubuh.
"Ugh… Beli makanan dulu, deh. Mungkin aku akan cari pekerjaan ringan nanti."
Kawasan Pecinan memang menjadi tempat yang tepat dalam berwisata kuliner. Banyak jajanan dan pilihan demi mengenyangkan perut. Harga terjangkau dan sedap di lidah, membuat yang melihat langsung ingin membeli agar bisa merasakannya.
Doppo mengunyah taiyaki yang dibelinya, merasakan kacang merah manis menari di indera perasa. Sudah lama tidak menikmati hari tanpa memikirkan tumpukan berkas sialan.
Biasanya di jam seperti sekarang ini, dirinya akan duduk seharian sampai lembur di kantor mengerjakan tagihan kerja yang digalangkan kepadanya. Memang jadi budak korporat itu berat, tapi Doppo butuh gaji untuk kelangsungan hidup. Tak bisa selamanya ia bergantung pada Hifumi untuk keberlangsungan hidup mereka berdua di satu apartemen.
Saat berjalan, Doppo samar-samar mendengar suara keributan. Penasaran meski ragu, ia mendekatkan diri di dekat gang. Kepalanya menoleh ke dalam, sebelum terkejut melihat kalau ada seseorang dianiaya dengan empat orang berbadan tinggi besar.
Refleks, ia teriak karena ketakutan.
"Hiii!!"
Kepala mereka semua menoleh dan menatap garang, seperti mendapatkan target baru untuk diamuk.
"Kau cari gara-gara dengan berteriak begitu, ya?! Kalian, tangkap dia dan serahkan ke Danna!"
Doppo langsung paham akan apa yang terjadi.
"Yakuza?!?"
"Hei, berhenti kau! Jangan lari!!"
Dalam sekejap, pria kantoran tersebut lari tunggang langgang ke jalanan utama.
Melangkahkan kakinya lebih lebar, dada Doppo kembang kempis akibat berlari menghindari kejarannya. Ia tak tahu harus ke mana, yang penting mereka bisa kehilangan dirinya.
Banyak orang yang minggir karena hampir ditabrak, sembari dirinya meminta maaf karena masuk di kerumunan pasar. Para berandalan yang mengejar juga mengencangkan kecepatan dalam mengejar si pengganggu.
Doppo berbelok ke gang agar sembunyi saja di sana, ia menghela nafas sebelum dikepung dari belakang . Ternyata gangnya tembus!
"Hehehe… Mau kemana kau? Kami beri pelajaran dulu karena mengganggu!"
Sebuah tinju hendak dilayangkan, membuat Doppo yang gemetaran pun langsung ciut merunduk, mendo'akan agar rasa sakitnya tidak menyakitkan.
Namun hanya ada suara orang dihajar dan erangan sakit yang lain, tapi bukan milik Doppo.
Penasaran, ia perlahan membuka mata dan kaget.
Ketiga orang yang mengancamnya tadi telah tumbang di tanah.
Tapi siapa yang menghajar mereka?
"Bagaimana kau bisa ada di tempat seperti ini, anjing kantoran?"
Manik mint yang menatap saat dirinya mendongak pun terkejut bukan main.
Di hadapannya, seorang lelaki bercerutu di mulutnya menatap rendah.
"A-Aohitsugi Samatoki?!"
Asapnya mengepul saat ditiup dari mulut tipis sang lelaki bermata rubi.
"Berisik, bangsat. Jangan teriak, 'napa."
.
.
.
"Ha? Omong kosong apa yang kau bicarakan?"
Doppo menghela nafas lelah. Dia mulai terbiasa untuk menjelaskan apa yang terjadi kepada orang-orang yang menanyakan—meski itu memang fakta yang memalukan. Tidak mungkin bisa ia buktikan selain dengan dampak psikologis yang dialami olehnya sendiri.
Mereka berdua sedang berada di ruang kerja Samatoki—tepatnya bangunan markas mafia yang dikuasai oleh Samatoki. Doppo duduk berseberangan di sofa panjang bermejakan kayu mahogani berwarna hitam legam.
"Saya berkata yang sejujurnya, Aohitsugi-san. Makanya saya bisa sampai ke sini…" jelasnya gugup. Tangannya sedikit gemetar sembari memegang teh kalengan yang dibeli dari si mafia.
Mendengar itu, tentu saja Samatoki mendengus akan perkataan konyol dari divisi distrik lain. Gaya duduknya semakin melebar. Asap mengepul, dengan rokok yang menyala di selipan jari, "Mungkin kau saja yang mengada-ada. Lagipula, buat apa sensei dan rekanmu itu melakukannya?"
"Saya juga tidak tahu! Makanya saya berkata seperti ini bukan karena ingin berbohong juga."
Samatoki terdiam sejenak mendengar perkataan Doppo. Di sisi lain, dia tak percaya hal seperti itu, namun di sisi lain juga dirinya heran mengapa bisa orang yang tenang seperti Jakurai menyerang rekan divisi sendiri. Ini cukup aneh.
Apakah ada sesuatu yang tidak mereka ketahui? Karena jujur saja, Samatoki tahu bahwa Jakurai sering menyembunyikan banyak hal meski pun mereka semua menghormatinya.
Dan bukan hanya sensei saja, tapi teman host juga…
Mata rubinya mencuri lirik kembali pada sang karyawan swasta medis. Pria tersebut cukup terlihat bergetar ketakutan bagai sehabis dari pelarian dan dijadikan mangsa 'buruan'.
"Tolong bantu saya—bukan, maksudnya, tolong bawa saya ke Ikebukuro. Kalau tidak bisa juga pun bukan masalah! Tapi saya butuh ongkos untuk ke sana… Sensei menyuruh saya untuk pergi ke sana."
Matanya menyerngit seketika, duduk agak tegak. "Untuk apa?"
"Entahlah, tapi katanya saya bisa dapatkan jalan keluar jika pergi ke sana." Mungkin memang ada solusi jika Jakurai sampai menyuruhnya pergi ke Ikebukuro. Mungkin Ichiro bisa membantunya untuk menyelesaikan masalah aneh ini.
Samatoki hanya diam melihatnya sampai berbicara dengan begitu putus asa.
Terlihat dari caranya bicara, orang ini memang tidak pandai berbohong.
"…Baiklah, aku akan membantumu."
Doppo langsung mendongak padanya sambil terkejut.
Samatoki ingin membantunya?!
Tidak ada sama sekali pemikiran aneh dari Doppo, bahkan ia sendiri tidak ingin memikirkan hal yang lebih daripada kebebasannya saat ini. Namun ketika dirinya menyadari bahwa Samatoki sudah berdiri dan memendekkan jarak mereka berdua, disitulah rasa penyesalan muncul seketika.
"B-Benarkah? Terima kasi—"
"Tapi sebagai gantinya,"
Kaleng terjatuh ke lantai beludru yang menaungi ruangan, lepas dari genggaman.
Sambil menahan nafas, Doppo mencoba mundur namun terjebak di sisi pinggir sofa yang berlengan kulit sintetis yang panjang. Ia menoleh ke sekitar dan makin mendongak—melihat bahwa lelaki berambut platinum tersebut sudah makin mendekati jarak dimana dirinya menyudut.
"A—Aohitsugi-san, tolong jangan bunuh saya… Saya mohon, tolong lepaskan saya."
Mendengarnya, Samatoki hanya menyeringai lebih lebar lagi.
"Aku takkan membunuhmu. Tapi ada syaratnya," Posisi keduanya berubah menjadi macan putih yang hendak menekan bagian gerak vital buruan merahnya.
"Aku harus tahu pengaruh apa yang membuat mereka sampai menyerangmu."
Bulu kuduk Doppo merinding ketika mendengar suara beratnya.
Mati aku!!!
Samatoki mencoba mendekati dan mengancamnya. Tidak ada yang bisa mencegah karena mencium bau dari parfum yang dikenakan oleh lelaki karyawan medis tersebut.
Sementara itu, Doppo sudah bersumpah serapah dan ketakutan setengah mati. Samatoki menindihnya dengan mudah, mengakibatkan ia semakin ketakutan. Banyak hal yang mampir di pikiran, tapi tak bisa membuat dirinya sendiri lepas dari kungkungan.
Doppo sudah tertindih tanpa pemberitahuan cepat oleh Samatoki.
Kedua tangannya dipegang dengan kuat dan terangkat dengan mudahnya—sialan, padahal Doppo sering mencoba olahraga—tentu saja itu tidak cukup menyaingi kekuatan orang mafia yang bekerja dengan kasar.
Ia meringis sembari dasinya dilepas tanpa kelembutan dan menahan nafas sesaat. Ronanya kembali berada di pipi sembari Samatoki mendekati lehernya.
Jadi ini bau sialan yang membuat sensei dan temannya jadi gila, pikir Samatoki sembari berbisik. Suaranya serak bagaikan membendung sesuatu yang ditahan sedari tadi.
"Bau tubuhmu enak… Aku jadi ingin mencicipinya."
Disaat itulah, Doppo tidak percaya akan apa yang dialaminya.
Kepalanya langsung menengadah sembari menahan badannya dengan kedua tangan. Mencoba melawan dan mendorong, tapi tenaga lelaki bermata rubi tersebut jauh lebih kuat dari yang dikira. Kakinya langsung mencoba berontak namun mulai lemas saat pahanya diremas oleh tangan berurat Samatoki selagi 'mencicipi' leher kurus tersebut.
"Ng—! Khh… Tunggu.. Jangan..!"
"Cih… Diamlah. Aku sedang inspeksi."
"Nhaa—"
Doppo makin mengumpat ingin mengutuk, karena yang dirasakannya bukanlah daging tumpul berlubang dua melainkan bibir dan lidah yang menghisap dibarengi gigi tajam yang basah.
Ini gila!
Apa-apaan ini?! Apa yang sebenarnya terjadi saat ini kepadanya?!
Doppo menyesal sekali karena ditolong oleh mafia. Bukannya ditolong, tapi dimanfaatkan untuk keuntungan!
Ternyata yang dibilang oleh Jakurai memang benar. Harusnya dia langsung pergi ke Ikebukuro dan tidak tersesat seperti ini. Harusnya dia tidak seceroboh ini, sehingga semakin diserang oleh orang lain!
Selagi korban mengalami perang batin, pelaku yang kelar dengan leher pun naik ke telinga yang ada di atasnya dan membisikkan dengan agak lirih.
"Diam atau kubuka pakaianmu."
"!"
Matanya membelalak sebelum berteriak dan menendang dengan refleks di bagian perut bawah menuju bagian vital.
Mendapatkan serangan dadakan, Samatoki mengaduh kesakitan dan melepas pegangan, membuat Doppo makin tersadar dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Ia mendorong—atau melempar jauh badan Samatoki—kepalanya terpentok meja samping dan pingsan—sebelum langsung tancap gas dari sana, detik itu juga dalam kekacauan.
Di sisi lain markas bagian depan, seorang lelaki berkacamata serta berpakaian rapi selesai memarkirkan mobilnya dan memasukki gedung yang sering dia kunjungi. Suara sepatu pantofel miliknya menyentak lihai dalam langkah yang santai. Dengan sarung tangan merah menghiasi kulit putih berada di dalam saku celana hitam, polisi yang bernamakan Iruma Jyuto tersebut menyapa sembari berjalan kepada beberapa anak buah markas yang berjaga di setiap sisi. Ia hendak ada urusan mengenai keamanan khusus Yokohama dan ingin mendiskusikannya dengan Samatoki.
Sementara itu, Doppo berlari cepat sepanjang lorong dengan ketakutan. Ia terengah diiringi wajah yang merah, bahkan kemeja dasinya hampir mau lepas. Meski hanya beberapa detik dibegitukan, namun menimbulkan trauma yang cukup buat shock. Bagaimana bisa dirinya semakin disatroni oleh banyak orang?! Ini tidak bisa dibiarkan lagi!
Apa yang membuat orang-orang sampai mendekati dan melecehkanku?
"Ini sudah tidak benar. Aku harus bagaimana lagi selain pergi ke Ikebukuro?"
Bagaimana dia bisa aman untuk pergi ke tempat yang distriknya jauh dari sini?
Selagi berpikir begitu ketika melewati lorong sepi dan berbelok arah, Doppo tak sengaja membenturkan badannya tanpa aba-aba dan kehati-hatian.
Jyuto terkejut bukan main saat melihat lelaki tersebut menabrak orang dengan begitu cerobohnya. Lagipula apa yang dilakukannya di Yohokama?
"Hmm? Kannonzaka? Apa yang kau lakukan disini—"
Doppo langsung memegang erat kemejanya, langsung meminta tolong dengan lantang.
"Tolong bawa aku pergi dari sini, Iruma-san!"
Matanya terbelalak sejenak.
Kaget, lelaki berkacamata tersebut juga bingung akan perkataan yang mendadak. Matanya mengerjap, mencoba menjawab kalem.
"Memangnya apa yang terjadi? Dan dimana Samatoki—"
"Akan saya ceritakan nanti, tapi tolong bawa saya pergi dari sini! Saya mohon, Iruma-san!" pintanya dengan wajah berantakan dan paniknya, disertai tangan yang gemetaran.
Jyuto terdiam sesaat sebelum berbalik arah, berjalan untuk menuju pintu keluar gedung disusul oleh Doppo yang ketakutan ingin segera pergi dari sana.
Pada akhirnya mereka berdua pergi masuk ke dalam mobil sedan hitam milik sang polisi, sebelum mengebut untuk keluar dari markas mafia milik ketua Mad Trigger Crew yang telah terpengaruh oleh aroma misterius milik Kannonzaka Doppo.
Yang sebentar lagi akan menyerang orang terdekatnya.
.
.
.
To Be Continued
Halo, semuanya. Been a long time, huh. Baru inget ada ff di sini juga so yeah ehe. Kalau mau update terbaru dan jika terkesan lama, bisa cek profil WP saya di bio.
AKHIRNYA SAMTOKEK HADIR, GAES!!! MONMAAF TELAT MULU, NGURUS MDZS FF SEBELAH BIAR CEPET KELAR WWW
Btw Jyuto hadir menyelamatkan anak kucing kita! Chap selanjutnya nanti kita akan lihat bagaimana Jyuto tahan dengan bau Doppo, ehe #SorryNotSorry
Pengen banget weekly juga, tapi sudah. Ini aja update setelah hiatus sebulanan juga. Yha sebenarnya lebih dua bulan. Tapi ada nanowrimo juga minta doa lancar. Aduh, maafkan :") kegiatan RL dan problema ya gitu. Mana fandomnya buat nangis pula.
Mohon dukungannya di kedepannya sampai ini cerita kelar di BB boys!!!
Segitu aja curhatan saya yang ngenes ini, semoga kalian santuy menunggu dan menanti asoopan yang saya berikan sampai cerita ini selesai.
Jangan lupa reviews nya ya~ Itu sebagai bonus dan hiburan saya untuk motivasi menulis lagi untuk membuat novel asli di RL.
See you at next chapter! Bye~~~
Regards,
Shinju
