Disclaimer: I own nothing. I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers.

Rating : K

Alternate Universe

All Human

.


"Bolehkah aku menyentuhnya?" tanya Kin'u polos.

Pelayan wanita itu menatapnya, lalu mengangkat sebuah alat elektronik sebesar gawai untuk mencatat pesanan pelanggan, "Kau ingin melihat ini?"

"Ah, tidak perlu, itu akan merepotkan Anda," sela Kagome.

"Tidak apa-apa, anak-anak memang penuh rasa ingin tahu," ucap pramusaji itu sembari menyodorkan benda yang jadi topik.

Gyokuto yang sedari tadi sibuk memainkan sumpitnya lantas menyerbu, "Aku juga ingin mencobanya!"

"Itu bukan mainan!" tegas Sesshoumaru tapi suaranya kalah oleh keantusiasan dua bocah perempuan yang kini memperebutkan apa yang mereka sebut 'mainan'.

Pelayan tua segera mengangkat alat itu di atas kepala, Kagome sibuk melerai si kembar yang kini saling serang.

Cepat-cepat, pria berusia tiga puluh tiga tahun itu mengambil alih, ia memutuskan menu untuk mereka berempat dan keadaan kembali tenang untuk sementara.

Ketika makanan telah datang, empat menu yang berbeda telah tersaji, kekacauan lain telah dimulai. Meskipun dua gadis dengan rupa seiras itu terlihat manis dan lucu, kebanyakan orang luar lupa bahwa akan selalu ada rivalitas di antara kakak-beradik.

Kin'u cemberut saat tsurukame udon tersaji di hadapan. Sedangkan, Gyokuto mulai menangis kala ia melihat kacang edamame di okosama udon untuknya. Meski keduanya adalah menu untuk anak-anak, menu untuk Kin'u tidak menyertakan bendera Anpan man seperti yang ada pada makanan saudarinya.

Rengekan dua bocah berusia lima tahun itu tak pelak menciptakan kerut-kerut di kening Sesshoumaru. Kagome tak habis akal, ia segera memindahkan kacang edamame ke mangkuknya dan membujuk Kin'u untuk mulai memakan udon-nya dengan menjanjikan es krim di perjalanan pulang.

Situasi sehabis makan tergolong aman, pasangan itu terbantu oleh hadiah mainan yang ada di setiap menu khusus anak-anak.

Di kendaraan, gadis kembar saling menyandarkan badan, mereka bergantian menghitung apa pun berwarna merah yang melintas di luar jendela.

Kagome merapikan gaun biru selututnya sebelum menoleh pada sang suami, "Kau baik-baik saja?"

Pria yang mengenakan sweter abu-abu muda itu bergumam, "hn," disertai tarikan kepala ke bawah. "Dan kau?" tambahnya sedetik kemudian.

"Aku baik-baik saja," balasnya dengan senyum terpatri.

Hening sejenak. Lampu lalu lintas berganti merah, kendaraan mereka berhenti di persimpangan besar dekat stasiun kereta. Gerombolan manusia lalu lalang di jam sibuk.

Mobil mereka kembali menyusuri aspal. Tanpa menoleh, Kagome berkata lirih, "Apakah kita akan baik-baik saja?"

Dengan tangannya yang bebas, Sesshoumaru menyentuh dan meremas lembut tangan kanan istrinya.

Bibir berbentuk busur panah kembali merekah indah.

Gedung belasan lantai yang menjadi salah satu pusat perbelanjaan terbesar dan terlengkap di Tokyo hanya berjarak seratusmeter. "Tujuan kita sudah terlihat!" Para gadis kecil menyambut dengan riang, mereka tak henti memantul di tempat duduknya.

Kendaraan sudah terparkir, semuanya hendak turun. Kagome mencondongkan tubuh, ia berbisik di telinga suaminya, "Bersiaplah," lalu mengikik geli.

Sesshoumaru enggan merespons ledekan istrinya, ia menurunkan rem tangan dan menyusul ketiga perempuan.

Mereka mengunjungi taman bermain edukatif nan luas dengan beragam wahana seru seperti kolam bola, flying fox, hingga panjat tebing. Sebagai pendamping si kembar, Sesshoumaru dan Kagome ikut masuk. Warna-warni mencolok mata menghias setiap sudut, pekikkan senang anak kecil ada di seantero penjuru.

Tiada dinyana, tak ada drama seperti di restoran, semuanya menikmati waktu mereka di sana. Meski awalnya sulit, dengan dalih menjaga keamanan si kecil, Kagome mampu meyakinkan Sesshoumaru untuk menaiki perosotan raksasa bersama-sama. Setelah itu, semua mengalir begitu saja. Dua jam yang dihabiskan dengan canda dan tawa bak sekejap mata.

Kini, mereka usai menuntaskan petualangan dan tengah dalam perjalanan pulang.

Seusai melongok jok belakang yang senyap, Kagome menggeleng atas rentetan pikirannya. Suaranya teduh kala mengeluarkan isi hati, "Di restoran tadi, kita hampir putus asa membuat mereka duduk diam. Akan tetapi, ketika mereka sudah tenang seperti sekarang, kita baru sadar betapa menggemaskan tingkah keduanya."

Sembari mengemudi, lelaki itu menimpali, "Begitu rindu hingga kita lupa betapa menyebalkannya mereka."

"Juga merepotkan," Kagome tertawa.

"Akan terus seperti itu."

"Sampai mereka melepaskan diri di usia dewasa."

"Hn."

"Hingga saat itu tiba, aku akan selalu belajar menikmati rasa lelah dan berjuang sekuat tenaga demi anak-anak kita kelak."

"Kau akan menjadi ibu yang baik, Kagome."

Mendengar kalimat itu dari mulut sosok tercinta membuat dadanya hangat seketika. Luapan rasa bahagia yang tak lagi tertampung membludak dan membentuk kristal di manik biru kelabu wanita itu.

Melalui mata yang tergenang, ia menatap sang suami. Tak hanya rupa, kebesaran hatinya juga sungguh mengagumkan. Pria yang mendekati sempurna itu mampu menerima kekurangan terbesarnya. Betapa ia merasa menjadi wanita yang paling beruntung di seluruh dunia. Kagome menutup hidung dan mulutnya dengan kedua tangan. Isakan yang ditahan terlepas begitu saja. Bahunya berguncang, kepalanya tertunduk, air mata mulai mengalir.

Begitu memadai, Sesshoumaru bergegas menepikan kendaraannya. Ia segera mendekap, lalu mencium puncak kepala pasangannya. "Kita telah membicarakan hal itu," bisiknya, tak ingin membangunkan si kembar.

Perlahan, kepala si sulung Higurashi terangkat. Dari balik bulu mata lentik yang basah, ia memandang sang suami lekat-lekat, "Aku hanya terlalu bahagia," ia mengeringkan jejak tangis.

Tangan Sesshoumaru sibuk mengelus punggung wanitanya. Nadanya rendah, tapi berat oleh penekanan, "aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

"Begitu juga aku. Namun, aku rela melakukan apa saja demi dirimu."

Suara Sesshoumaru penuh keyakinan, "Tetaplah bersamaku." Istrinya mengangguk lemah serta mengukir senyum tipis. Sang suami mengusap lembut pipi pasangannya yang basah, kemudian ia mengecup lembut sepasang kelopak merah muda.

Dengan segenap afeksi, pria itu merapikan helaian rambut legam yang membingkai wajah cantik sang belahan jiwa.

Momen berselang, mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di area perumahan. Tak tega membangunkan para gadis, Sesshoumaru dan Kagome menggendong mereka. Pintu depan akhirnya terbuka, Miroku dan Sango menyambut ramah.

"Ah, mereka tertidur. Maaf sudah merepotkan kalian," ucap ibu si kembar tak enak hati.

"Sama sekali tidak." Kin'u dan Gyokuto yang masih terlelap telah dibaringkan di kamar. "Bagaimana spanya?" Kagome bertanya.

Tangan Sango bergerak di udara sebagai penegasan, "Luar biasa. Sungguh!"

"Syukurlah," sahut Kagome tulus.

Di sisi lain ruangan, Miroku menyodorkan sekaleng bir dingin pada suami temannya. Pria bersurai putih itu menolak dengan halus, "tidak."

"Kau butuh ini," desaknya, "aku kenal gadis-gadisku."

Sesshoumaru akhirnya menerima tawaran. Dia menarik kepala ke bawah dan bergumam pendek sebagai tanda terima kasih. Miroku benar, likuid dingin itulah yang ia butuhkan sebagai pelepas penat setelah seharian memainkan peran sebagai ayah.

Kedua pria itu khusyuk menyesap minuman, tanpa kata, berdampingan dengan nyaman.

Beberapa menit kemudian, Sesshoumaru dan Kagome pamit pulang.

Di perjalanan menuju rumah, hati keduanya semakin mantap menyongsong masa depan. Berbulan-bulan mereka habiskan dengan mengisi puluhan formulir serta menjalani inspeksi dari pemerintah. Kini, mereka tinggal menunggu kabar untuk bertemu dengan anak-anak yang salah satunya bisa mereka adopsi.

Pasangan yang telah mengarungi bahtera rumah tangga selama tujuh tahun itu merasa siap secara fisik dan mental menjadi orang tua.

Sesshoumaru mengutarakan, "Kita akan baik-baik saja."

Kagome membelai untaian halus suaminya. "Jika bersama," nadanya bak sutra kala melengkapi.

Tandas keduanya bertepatan, "Selamanya."


Moga weekend kalian menyenangkan!