Orange

Disclaimer : Karakter milik Eiichiro Oda


Luffy POV

Aku tidak bisa sedetikpun tidak memikirkan apapun tentang Nami. Hal menyenangkan dan hal yang membuatku takut, takut akan kehilangannya. Meski pengamanannya sudah kutingkatkan sampai 5 kali lipat aku tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkan orang bodoh bernyali yang ingin mencelakai wanitaku. Nami telah menjadi kelemahan yang selama ini tidak kumiliki, untuk pergi meninggalkannya meski hanya lima menit saja aku harus memerintahkan para pengawalku untuk menjaganya, memastikan tidak ada bahaya apapun dari radius 50 meter yang akan mendatanginya.

Zoro meledekku dengan mengatakan bahwa aku sudah dibutakan cinta, aku tak bisa membatahnya. Karena hal itu benar dan aku tidak merasa hal itu adalah suatu yang buruk, aku suka jatuh cinta dan dibutakan olehnya asalkan Nami yang membuatku jatuh cinta. Aku tak ingin jatuh cinta kepada siapapun kecuali dia.

Aku mulai merindukan rambut oranye sewarna dengan langit sore hari, senyum cerahnya bagai matahari dihari gelapku, dan aroma memabukkannya. Aku menyukai semua yang ada padanya, kecuali bagaimana cara kami bertemu. Hal itu satu-satunya yang kusesali. Aku menyesal tidak bertemu dengan cara yang normal.

Kubayangkan skenario dimana kami bertemu mungkin di pesisir pantai, berjalan menyusuri air pantai yang surut. Mungkin dia masih bersama bedebah yang menyelingkuhinya, aku akan membuka obrolan untuk mengenalnya lebih jauh, mungkin mengajaknya ke bar terdekat untuk membelikan minuman favoritnya dan bertukar kontak.

Satu lagi skenario yang menyedihkan di awal namun dengan akhir yang bahagia, aku membayangkan ia sedang patah hati kemudian clubbing dengan teman-temannya. Aku akan memperhatikannya sejak ia menginjakan kaki di kelab malam itu, mendekatinya dengan natural ketika ia sedang berdansa dengan lihai di dance floor kemungkinan besar ia sudah mabuk mengingat toleransinya terhadap alkohol yang rendah. Aku akan menari dibelakangnya, sangat dekat sehingga ia dapat merasakan nafasku di lehernya, dia berbalik menghadapku dan melingkarkan lengannya di leherku. Kami menari sampai ia lelah, kemudian dia mulai menciumku dan mengajakku untuk keluar dari kelab itu.

Ya selanjutnya, hal-hal nakal yang bisa kubayangkan akan kami lakukan di kamar hotel.

"Luffy-sama, jet anda sudah siap."

Aku terbangun dari lamunanku dengan suara Usopp yang memberitahu bahwa jet pribadiku sudah siap untuk lepas landas. Aku mengangguk kemudian berdiri dari dudukku, Usopp dan pengawalku mengikuti dibelakang memasuki pesawat yang akan membawaku untuk mengabulkan semua fantasiku.

Memposisikan diriku untuk duduk dengan nyaman, Usopp berpamitan karena ia tidak ikut kembali ke Jepang untuk mengurusi kontrak dengan pihak Buggy.

"Beritahu Zoro, ketika urusannya sudah selesai cepat kembali ke Jepang."

"Baik, akan saya sampaikan Luffy-sama." Usop membungkuk dalam sebelum keluar dari jet. Tak berselang lama aku mendapat pesan dari kapten untuk bersiap lepas landas, aku memasang sabuk pengaman sendiri tidak mengindahkan pramugari yang hendak memasangkannya. Aku memberikan tatapan tajam sebelum ia akhirnya menunduk dan kembali ke kabinnya.

Aku bersumpah berapa kalipun aku mengganti pekerja terutama pramugari selalu saja ada yang nekat untuk menggodaku, aku tidak pernah tidur dengan satupun dari mereka. Jika sudah berada diujung tanduk dan merasa perlu untuk menyentuh wanita untuk memuaskan nafsu aku akan memanggil Madam G, seorang mucikari profesional yang menyediakan wanita atau lelaki untuk memuaskan nafsu pelanggan VVIP.

Terakhir kali aku memakai jasanya adalah 3 tahun lalu, semenjak saat itu aku tidak pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun hanya menyelesaikan 'urusan' itu dengan menonton film biru dan tanganku. Setelah mengudara aku melepaskan sabuk pengaman kemudian beranjak dari tempat dudukku untuk memasuki kamar, menguncinya agar tidak ada yang mengganggu ketenanganku.

Mengistirahatkan tubuhku di kasur king size, aku membuka ponselku dan melihat pesan terakhir dari wanitaku.

'Aku akan menunggumu.'

Tiga kata yang membuat hatiku yang tak pernah merasakan kehangatan kini seperti lava mengalir di dalamnya. Sangat panas namun nyaman, gugup karena ini adalah kali pertamanya aku merasakan kehangatan hanya karena tiga kata. Aku tak tahu lagi apa yang ia bisa perbuat hanya untuk membuatku berlutut, kemungkinan hanya dengan sebuah permohonan dan senyuman hangat darinya akan membuatku bersujud.

My sweet, Orange


Nami POV

Matahari sudah tenggelam digantikan dengan sinar dari bulan purnama, aku berada di kamar sendirian dikarenakan Carina-nee harus kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Selama dua hari penuh ia menemaniku agar aku tidak merasa kesepian, tanpanya kini aku mulai merindukan Luffy.

Kami tak pernah terpisah selama ini seingatku setelah aku kehilangan ingatan karena amnesia. Aku duduk diatas futon, aku mulai terbiasa dengan kelembutan kasur tradisional jepang. Rasanya lebih nyaman dibandingkan dengan kasur king size kasur rumah sakit, mengingat aku baru tidur diatas dua jenis kasur itu sepengingatku. Dengan kenyataan hilangnya ingatanku, membuat diriku merasa termotivasi dan sangat menginginkan mengingat seluruh hal yang menurutku baru pertama kali kualami atau rasakan.

Aku tidak ingin lagi kehilangan momen-momen berharga dalam hidupku, awalnya aku cukup frustasi karena tidak dapat mengingat apapun tentang siapapun. Seiring berjalannya waktu, Luffy sangat sabar menghadapiku yang tak mengingat apapun ia akan menjawab pertanyaan dan menjelaskannya dengan sangat sabar sehingga aku memutuskan untuk tidak terlarut pada perasaan negatif dan berusaha untuk tidak melupakan apapun yang kulakukan dan siapapun yang telah dipertemukan olehku.

Musim semi sudah datang, bunga-bunga pada teras dan taman terutama kedua pohon sakura yang berada pada teras depan dan tepat dibelakang kamarku mulai menunjukan kuncup bunga yang sebentar lagi akan mekar. Aku menggeser pintu belakang kamar yang langsung mengarah pada taman kecil dengan pohon sakura dan beberapa tanaman bunga daisy dan mawar. Taman itu menghubungkan dengan sekeliling ruangan lainnya yaitu kamar Luffy.

Kulihat kearah pintu kamarnya, tak ada lampu dan tanda-tanda kehidupan. Aku menghela napasku, aku merindukannya. Aku merindukan aroma maskulin Luffy, sentuhannya, pelukannya terlebih kecupan demi kecupan yang ia berikan dengan lembut dan kasih sayang. Kuharap saat aku membuka mataku di pagi hari dialah yang akan kulihat pertama kali, membayangkannya saja membuat seluruh tubuhku menghangat dan senyum lebar tak terbendung lagi.

Kubiarkan pintu itu terbuka agar udara segar masuk kedalam karena suhu ruangan cukup hangat dan aku membutuhkan udara yang dingin jika aku ingin membaca buku yang diberikan oleh Carina-nee. "Kamasutra..." aku membaca judul buku itu dengan lirih.

Buku yang sangat erotis menggambarkan posisi-posisi dalam kegiatan yang sangat intim yang biasa disebut sex.

Aku memposisikan diriku tengkurap dengan buku yang sudah kubuka halaman pertama, 69? hmm, oh, wow. Aku tidak mengira kita dapat melakukan itu. a way to pleasure each other.

Aku melipat ujung halaman untuk menandai bahwa posisi ini akan kucoba saat Luffy kembali. Face off, Champagne Room, Spork! OOOO... Aku sangat menginginkan mencoba gaya Spork. Aku akan dapat melihat wajah Luffy dengan sangat jelas. Tak sadar aku cekikikan saat membayangkannya betapa akan sangat menyenangkan jika hal itu dapat terjadi. Aku seperti anak kecil yang baru saja belajar hal baru dan sangat ingin mempraktekkannya, kecuali hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.

"Xixixixi.."

"Ada hal yang membuatmu tertawa senang seperti itu, Nami?"

Aku terkesiap mendengar suara yang sangat kurindukan. "LUFFY?!" Aku langsung berbalik melihatnya menyandarkan dirinya di pintu yang terbuka. Memandangku dengan tatapan yang sangat merindu dan senyum hangat, benar-benar senyum yang menawan bukan cengiran atau seringaian yang biasanya ia tunjukan padaku.

Aku berdiri dan langsung berlari menerjangnya, mengeratkan tanganku yang mengalung dilehernya, menyandarkan kepalaku dadanya yang bidang seraya menghirup aromanya yang sangat kurindukan. Tangan kanannya menahan dekapannya di pinggangku dan tangan satunya mengelus puncak kepalaku dengan lembut yang kemudian beralih ke pipiku. Aku menikmati sentuhannya.

"Aku merindukanmu." aku membisikannya. Luffy mengangkatku dengan mudah, menggendongku seperti menggendong pengantin aku memekik pelan karena terkejut. "Luffy!" dia hanya menunjukan cengiran khasnya.

"Kau harus mengatakannya dengan jelas, my love." Luffy menempelkan kening kami, aku mencium aroma alkohol dari mulutnya. Tak begitu menyengat namun aku menyukainya. "Aku juga merindukanmu, Nami." Balasnya. Aku dapat memastikan senyumanku sangat lebar.

"Apa yang kau baca sampai membuatmu tertawa seperti itu."

"Kamasutra." Aku dapat melihat matanya yang membulat terkejut namun tak lama berubah menjadi seringaian yang sangat menggoda. Aku dapat melihat semburat nafsu dari tatapannya.

"Hahaha... Aku harus belajar kau tahu, since i lost memory." Aku tertawa renyah.

"What a naughty girl." katanya lirih mengecup keningku sekilas sebelum melanjutkan perkataanya "Keputusanku tepat untuk mengosongkan sekitar, hanya ada kau dan aku sekarang."

Dia meletakanku dengan perlahan namun pasti, dia mengambil buku yang baru kubaca diawal. Dengan seringainya yang semakin melebar ia melirikku dengan jenaka.

"Spork?" dia menutup buku itu dan menyingkirkannya cukup jauh. Kemudian terfokus kepadaku, dia memandangku dengan tatapan memuja dari atas kepala sampai bawah kemudian mendekatkan wajahnya, kening kami kembali menyatu. Dengan napasnya yang lebih berat dari sebelumnya dia bertanya "Apa kau menginginkan ini?"

Tangan kanannya menelusuri rahangku dan mengusap pipiku dengan ibu jarinya. Napas kami menyatu, seirama dan detak jantung kami yang bersautan. "Katakan yang kau mau, sayang." lirihnya.

"Aku membutuhkan ijinmu sebelum aku tak dapat berhenti meski kau memohonnya." ucapnya yang terdengar seperti permohonan untukku menyebutkan apa yang kuinginkan. Kulingkarkan kembali tanganku dilehernya, menariknya dalam kecupan singkat di bibirnya. Kecupan manis yang singkat.

"Aku menginginkanmu, Luffy."

Dia memposisikan dirinya diatasku, tangan kanannya menopang berat badannya agar tidak menindihku terlalu berat. Sementara tangan satunya menarik tali piayama one piece dress ku, tanpa kesusahan dia melepaskannya dari tubuhku dengan sekali tarikan. Dia tersenyum jenaka melihatku tak mengenakan bra hanya celana dalam berwarna hitam dengan bahan terawang dan beberapa bordiran yang tak menutupi bagian yang seharusnya ditutupi.

"Aku harus memperketat pengamanan jika kau selalu tidur dengan pakaian seminim ini, Nami." suaranya memberat dengan napasnya yang tertahan menatap keseluruhan tubuhku seolah memuja bentuk dan lekukan yang ada.

"Jika bersamamu, kurasa tidak ada yang perlu kutakutkan, Luffy." Aku membelai pipinya lembut dengan tanganku, dia memejamkan mata menikmati sentuhanku dan mencium tanganku sesudahnya.

"Aku ingin ini menjadi malam yang selalu kuingat, malam pertama kita yang tidak akan kulupakan. Aku ingin kita mengingat momen ini." Aku kembali menyakinkannya dengan perkataanku, bukan karena gejolak yang ada pada diriku yang sudah tak terbendung lagi tapi karena aku sangat menginginkan melakukannya dengannya, dengan Luffy, tunanganku.

"Sebaiknya kau mengingat semua hal yang akan kita lakukan selanjutnya, Nami." Ujarnya sebelum akhirnya menyatukan bibir kami kembali, awalnya ciumannya hanya berupa lumatan lembut yang penuh dengan perhatian dan cinta tak lama ciumannya terasa seperti menginginkan lebih dia menginginkanku untuk memberikan akses kedalam mulutku dan tentunya aku dengan senang hati memberikannya.

Lidahnya menari didalam sana, ah rasanya memabukan. "Haaa...Hmmm.. hhh.." desahanku tak tertahan lagi, ciumannya terasa memabukan, Luffy sangat pandai membuatku merasakan kupu-kupu berterebangan di dalam perutku.

Tangannya tak berdiam diri, meremas dengan lembut payudara kiriku sesekali memainkan putingnya membuatku merasakan sensasi yang sangat memabukkan, membuatku kehilangan akal yang kupikirkan hanyalah betapa nikmatnya perasaan ini. Luffy memutuskan ciuman panas kami karena aku sudah mulai kehabisan napas namun dia beralih menciumi leherku, kemudian semakin menurun ke kedua payudarak, semakin kebawah dan kebawah sampai akhirnya dia menarik turun celana dalam menggunakan giginya.

"Oh!" Aku terkejut dengan hal yang ia lakukan selanjutnya, dia menjilati klitorisku. Perlahan namun aku merasakan kembali sensasi yang lebih memabukan, sudah kupastikan aku sudah basah sepenuhnya dibawah sana.

"Luffy! haaa... haa.." desahan kenikmatan terus keluar dari mulutku.

Luffy kembali memposisikan dirinya seperti diawal berada sejajar di atasku dan melumat kembali bibirku dengan nafsu kemudian ia berhenti untuk mengatakan sesuatu yang membuatku dipenuhi adrenalin.

"Aku suka mendengar desahan namaku darimu, Nami." Kemudian dengan sekali hentakan aku dapat merasakan miliknya yang mengeras memenuhi di dalamku.

"Aaah~ Luffy... Haaa.. Ka-Khaau.. Haaa.." Desahku tak menentu, bahkan untuk berbicara saja aku kesulitan karena semua kenikmatan ini, aku dapat merasakan bentuk dari miliknya, panjang dan besar memenuhiku sampai bagian terdalam.

"Ada apa hmm?" Dia mencium keningku dengan sayang kemudian kedua mataku yang memejam dan terakhir kecupan manis di bibir. "Ayo, Nami. Katakanlah.." seolah menggodaku, dia tak menggerakan pinggulnya dan hal itu membuatku semakin menginginkannya.

"Milikmu terasa penuh di dalamku, kumohon gerakan..." bisikku tepat ditelinganya. "Jangan memintaku untuk menghentikannya nanti, Nami."

Luffy mulai menggerakan pinggulnya masuk dan keluar membuatku merasakan kembali kenikmatan yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata, bagian bawahku sudah teramat basah yang memudahkan barangnya keluar-masuk. Menghantam ujung rahim dan membuat dinding-dinding rahimku mengerat.

"Haa.. uhmmm... Ahh.. Luhffyyy...Khaaaa... Lebihhh cephaat... haaa"

"Tidak sayang... haaaa... kita akan menikmati ini lebih lama.." tanpa mempercepat temponya Luffy terus memompa miliknya, membuatku kembali menggila. Aku dapat melihatnya menyeringai melihatku tak berdaya dan menikmati semua hal yang ia lakukan padaku.

Dia kembali menciumku seraya masih terus menggerakan pinggulnya, aku menerimanya dan menarik lehernya untuk semakin mendekat sehingga dadanya menyentuh milikku. Aku menikmati sensasi saat kulit tubuh kami saling bersentuhan tepatnya saat dadaku dan dadanya bersentuhan. Membuatku semakin teransang dan tanda-tanda diriku akan klimaks.

"Haa.. Luffy... akhu akan keluaar.. haa.."

"Tidak apa, keluarlah untukku, Nami."

Aku menggeleng. "Aku ingin bersamaan denganmu.. haa.." Aku berusaha untuk menahannya. "Apapun untukmu, my love."

Dia mempercepat tempo membuat desahanku semakin tak terkontrol begitu pula dengannya, suara desahan beratnya membuatku merasa nyaman dan senang mengetahui bahwa tidak hanya aku yang menikmati semua ini.

Aku membawa kepalanya untuk beristirahat di dadaku, memeluk pundaknya yang sangat berotot. Aku dapat merasakan miliknya semakin keras dan membesar didalam, dengan tempo yang cepat membuat eranganku semakin liar.

"Haaa.. Ahhh.. Uhmmm... Luffy.. Aku... Haaa.."

"Namiiih... AHhhhh...!" dengan desahan kami yang saling memanggil nama, aku dan Luffy orgasme bersamaan, dan dia mengeluarkannya di dalam. Aku tidak tahu apakah dia sadar atau tidak. Dengan posisinya yang masih berada diatasku dan kepalanya di dadaku, aku mendadak tertawa.

"Hahaha..." Luffy mengeluarkan 'barang' nya dari dalamku kemudian memposisikan dirinya disampingku. Menarik pelan kepalaku untuk diletakannya di lengan kanannya.

"Ada hal yang membuatmu senang?." Tanyanya sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh kami. Aku mengalihkan tubuhku untuk menghadapnya.

"Kau." Jawabku singkat dengan senyum misterius. Dia menatapku bingung yang kemudian memberikan kecupan singkat di bibir sebelum kembali bertanya.

"Aku?"

"Ya, kau. Karena kau mengeluarkannya di dalam maka kau harus menikahiku kalau aku hamil." Aku menantikan keterkejutannya seperti tempo hari saat aku bilang menginginkan anak darinya namun tak ada. Dia hanya tersenyum bahagia, menarik pinggangku dengan tangan satunya membuatku menghadap pada dada bidangnya.

"Tanpa kau hamil, aku akan menikahimu jika itu keinginanmu, Nami." Dia mendekapku seolah aku adalah miliknya yang paling berharga, pelukannya terasa erat namun tidak menyakitiku malah membuatku merasa sangat aman dan nyaman.

"Tidurlah, sayang. Esok aku akan bersamamu seharian untuk mengobati rasa rindu." Aku mengangguk antusias, sebelum akhirnya kegelapan merenggut kesadaranku, tertidur di dalam dekapan hangat orang yang kucintai.


Pagi hari setelah kegiatan panas mereka berdua, Luffy yang pertama bangun kemudian pergi ke dapur untuk meminum segelas air putih dan membawakan segelas juga untuk kekasihnya. Perasaannya sama seperti senyum lebar yang terpasang pada wajahnya, ya perasaannya sangat senang karena akhirnya mereka telah bersatu dengan seutuhnya.

Hatinya bersemi seperti musim saat ini, seperti akhirnya pohon sakura mulai bermekaran dihatinya. Namun tak berselang lama hatinya menjadi tak karuan, khawatir, takut dan marah melihat beberapa pelayannya berkumpul di depan kamarnya dan Nami.

Saat melihat sang tuan muda mereka menyungkir dan memberikan jalan, raut wajah Luffy menjadi khawatir dan kemudian menjadi marah lalu mulai terlihat sekilas terdapat kesedihan disana.

Terlihat Ayame dan Maeko, pelayan pribadi yang ia tugaskan duduk berlutut seraya menahan rontahan dari Nami yang meringkuk dilantai kesakitan dengan kedua tangannya di kepala hal itu membuat hatinya sakit namun ada hal yang lebih menyakitkan dari pada melihatnya kesakitan.

Tatapan Nami padanya penuh dengan perasaan cinta namun nama yang keluar darinya untuk meminta pertolongan bukanlah namanya, melainkan...

"Sanji.. tolong... kepalaku rasanya sakit sekali..!" dia meraung meminta pertolongan kepada seorang lelaki yang Luffy tahu, tatapan Nami kepadanya seolah dia adalah Sanji bukan Luffy seperti ia tidak mengenal siapa Luffy sama sekali.

Genggaman pada gelasnya mengerat kemudian tak lama gelas itu pecah ditangannya mengakibatkan beberapa serpihan gelas menggores telapak tangan dan mengucurkan darah. Para pelayan menahan napas mereka melihat hal itu dan tetesan demi tetesan darah mengucur darinya.

Dengan suara rendah dan datar namun masih dapat didengar oleh mereka terucap oleh seorang Luffy.

"Panggil dokter Trafgal Law." Kemudian dia meninggalkan tempat itu entah kemana, seorang pelayan dengan cepat menelpon sang dokter menggunakan telepon rumah.

TBC


Note:

Well, hello dear reader...

Shocking but yeah, happy reaaaaad

Your Author,

Chezzell

Wednesday, 2 November 2022