Ice

By Frigg Nevia 07

Disclaimer : Bleach always belong to Tite Kubo

Rating : T

Genre : Romance

Warning : Typo, OOC, Crack Pair, No Incest.

Pair : ByaRuki. Slight pairing RenRuki and IchiRuki.


Previous :

"Rukiaaaa!" teriak Byakuya keras karena syok, hal ini mengundang seluruh orang yang ada dalam kediaman Kuchiki menghampiri Byakuya yang sudah berlutut lemas.

"Byakuya-sama, apa yang terjadi?" tanya salah satu pelayan.

Byakuya berusaha sadar untuk menjawab pertanyaan itu namun hal itu gagal, pikirannya kosong hanya dapat memikirkan tubuh mungil adiknya yang kini sudah berlumuran darah.

"KYAA!" teriak salah seorang pelayan perempuan saat melihat ke luar jendela.

Setelah itu keributan terjadi, ada yang syok dan juga ada segera memanggil panggilan darurat. Sedangkan itu Byakuya masih syok berat dan tak sanggup mengatakan apa pun selain terdiam membisu. Pandangannya kini mulai memburam, wajahnya pucat pasi karna syok berlebihan. Lalu jantungnya rasanya sudah berhenti berdetak saat melihat hal itu.


Kini Byakuya hanya terduduk lemas di ruang tunggu rumah sakit, ia tahu kini adiknya sedang berada di IGD.

"Byakuya!" seru seseorang dengan berlari ke arahnya.

Byakuya menoleh sesaat lalu ia kembali menundukkan kepalanya. Orang itu sampai di hadapan Byakuya dengan napas yang terengah-engah.

"Byakuya, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan mengatur napas.

"Tidak. Aku…."

Orang ini langsung membawa Byakuya ke dalam pelukan, berusaha memberikan kekuatan pada anak semata wayang Soujun Kuchiki yang tengah mengalami syok berat.

"Yoruichi … Rukia … Rukia," ucap Byakuya hampir tak jelas akibat syok yang belum mereda.

"Rukia akan baik-baik saja. Dia sudah ditangani," jawab Yoruichi pelan mencoba menenangkan Byakuya.

"Aku tak mau kejadian dahulu terulang kembali. Kumohon," gumam Byakuya lirih dengan pikirannya yang berkelana pada masa lalu.


Pada siang hari yang cerah sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan sedang. Semua orang yang ada dalam mobil itu terlihat senang dan bahagia.

"Tou-sama, Tou-sama," panggil seorang anak perempuan yang lucu dan manis.

"Ya Rukia?" sahut sang ayah lembut.

"Kenapa Nii-sama tidak diajak? Rukia mau bermain dengan Nii-sama," jawab Rukia dengan menelengkan kepalanya.

"Karena kita akan memberikannya kejutan Rukia," sahut sang ayah sabar.

"Benarkah?!" tanya Rukia antusias.

"Ya, Sayang."

"Soujun-sama, apa Rukia akan aman?" tanya sang istri pelan.

"Pasti. Aku akan selamatkan dia, aku janji," jawab Soujun menenangkan istrinya.

"Kenapa mereka menginginkan Rukia?" tanya istrinya sedih.

"Sayang, kau tahu sendiri kalau Rukia memang bukan bagian dari kita," jawab Soujun dengan sangat pelan berusaha agar tak didengar Rukia.

"Ya aku tahu itu, tapi apa harus seperti ini?"

"Tidak tahu. Aku hanya berharap jika Byakuya menjadi penerusku, dia akan terus menjaganya juga dan melawan para tetua untuk membuang Rukia," jawab Soujun dengan senyum lembut.

"Tou-sama, Kaa-sama," panggil Rukia.

"Ya, Rukia?" jawab keduanya bersamaan.

"Jika suatu hari nanti Ruki dan Nii-san berpisah bagaimana?" tanya Rukia polos.

"Tidak akan pernah," jawab Soujun membuat senyum gadis kecil itu mengembang.

"Karena Rukia dan Byakuya Nii-san, sudah ditakdirkan bersama," imbuh sang istri untuk menambahi ucapan suaminya.

"Kalau begitu apa Ruki dan Nii-san akan seperti Tou-sama dan Kaa-sama?" tanya Rukia membuat kedua orang yang ditanyainya kaget.

"Menikah?" tanya Soujun spontan.

"Hm? Ruki tidak tahu itu, tapi melihat Tou-sama dan Kaa-sama sangat dekat, apa Ruki dan Nii-san bisa seperti itu?" sahut Rukia dengan polosnya layaknya anak kecil.

"Mungkin Rukia," jawab Nyonya Kuchiki.

"Mungkin?"

"Ya."

"Jadi Ruki bisa bersama dengan Nii-san selamanya?" tanya Rukia dengan antusias.

"Ya Rukia," kini Soujun yang menjawab.

Rukia berlarut pada rasa senangnya sampai ia sedikit lelah dan tertidur. Soujun bersama istrinya tersenyum melihat Rukia yang sangat lucu tertidur dengan manis.

Namun kebahagiaan mereka dirusak saat ada sebuah mobil yang mereka kenal. Ya para mobil tetua Kuchiki.

"Soujun-sama…."

"Jangan khawatir, kita akan baik-baik saja," ucap Soujun mencoba menenangkan istrinya.

Setelah itu terjadilah aksi kejar-kejaran antara mobilnya dan para tetua. Soujun tak mau mengalah, ia tak mau merelakan Rukia ke tangan para tetua. Ia tak mau putrinya dikembalikan lagi ke panti asuhan, dia terlalu menyayangi putri satu-satunya ini.

Namun takdir harus berkata lain, tepat saat Soujun ingin menyalip mobil lain, sebuah mobil berkendara cepat ke arahnya membuat ia tak sempat menghindar saat mobil itu dengan mulus menabrak mobilnya.

Melihat itu dengan refleks mereka melepaskan sabuk pengaman dan pergi ke belakang untuk melindungi Rukia. Setidaknya saat mobil mereka bertabrakan Rukia yang mengalami luka yang tak terlalu berat.

Para tetua yang melihat itu berhenti mengejar karena mengira kalau mereka bertiga sudah tiada. Termasuk Rukia. Jadi para tetua meninggalkan mereka.

Tak lama suara sirene polisi dan ambulan terdengar. Hal itu membuat gadis kecil yang kini didekap oleh ibu dan ayahnya membuka mata. Saat membuka matanya, ia melihat kedua orang tuanya sudah berlumuran darah. Gadis itu masih polos dan tak memahami apa hal itu.

"Tou-sama, Kaa-sama, kenapa kalian berdarah? Apa kalian terluka? Kenapa kalian tertidur?" tanya Rukia polos.

Gadis berumur lima tahun itu belum cukup mengerti akan hal itu.

Rukia akhirnya diamankan oleh polisi, lalu kedua tubuh orang tuanya dibawa ke rumah sakit. Rukia menangis sesenggukan karena dia merasa dipisahkan dari kedua orang tuanya. Polisi langsung menghubungi keluarga terdekat Rukia dan otomatis hanya nama kakaknya yang keluar dari mulutnya.

Tak seberapa lama kakaknya datang bersama seorang wanita berkulit coklat. Dia Yoruichi Shihouin, teman Byakuya yang usia sedikit berbeda jauh.

"Rukia, di mana Tou-sama dan Kaa-sama?" pertanyaan itu yang pertama kali terlontar dari mulut Byakuya.

"Ruki tidak tahu!" jawab Rukia dengan menangis.

Ia memeluk tubuh kakaknya dengan gemetar. Sedangkan Byakuya yang belum mengetahui apa pun juga membalas pelukan Rukia serta menenangkan Rukia.

"Aku di sini Rukia, jangan menangis," ujar Byakuya dengan mengusap lembut punggung Rukia.

"Yoruichi. Apa Tou-sama dan Kaa-sama baik-baik saja?" tanya Byakuya pelan.

"Aku belum tanyakan pada polisi, sebentar," jawab Yoruichi setelah itu ia berlalu mencari informasi.


Dua hari lalu Soujun Kuchiki bersama istrinya dinyatakan meninggal dunia dan kini hari pemakaman mereka tiba. Seakan langit ikut berduka, rintik hujan mulai turun membasahi bumi.

Byakuya hanya bisa menangis dalam diam menatapi tanah kuburan kedua orang tuanya. Sedangkan Rukia sudah menangis sejadi-jadinya tatkala ia tahu kalau kedua orang tuanya tak akan bangun dari tidur panjangnya lagi. Tubuh kecil itu memeluk Yoruichi erat, ia tak mau mengganggu kakaknya yang kini juga sedang berduka.

Setelah acara pemakaman selesai, beberapa orang yang juga menghadiri pemakaman itu pergi meninggalkan Byakuya dan Rukia serta Yoruichi sendiri.

Setelah tiga jam lamanya dari kepergian tamu undangan Byakuya baru ingin pulang. Ia ingin beristirahat. Dia ingin mengenang orang tuanya di rumah.

Saat sampai di rumah, Yoruichi meninggalkan mereka, merasa keduanya sudah aman di sana. Byakuya langsung menarik tangan Rukia kasar saat setibanya di rumah. Byakuya mendorong dengan kasar adiknya yang membuat adiknya menangis tersedu-sedu.

"Nii-san … kenapa? Ruki salah apa? Kenapa Nii-san begini? Hiks," isaknya tak berhenti-henti.

Byakuya menjawab dengan membentak, "Karena kau Tou-sama dan Kaa-sama tiada! Sebaiknya kau ikut tiada bersama mereka!"

Hal itu membuat Rukia syok dan isakannya semakin menjadi-jadi, Rukia dengan cepat meninggalkan kamar Byakuya ke kamarnya sendiri. Ia mengurung dirinya di dalam kamar karena syok, tak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut kakaknya yang amat dicintainya.

Memang salahnya apa? Dia tak mengerti sama sekali, yang dia tahu hanyalah kedua orang tuanya memeluknya saat ia terbangun di mobil. Ia hanya tahu orang tuanya tak akan terbangun lagi. Ia tak tahu apa penyebab sebenarnya, apa memang dia yang telah membuat kedua orang tuanya tak akan bangun lagi? Semua pertanyaan itu bermunculan dalam kepala Rukia kecil yang polos.

Dan pertanyaan yang mendorong Rukia kecil ini bertambah sedih adalah, apa karenanya Nii-sama-nya menangis? Dan apa karenanya Nii-sama-nya tak bahagia?

Hal itu membuat Rukia kecil semakin berpikir yang aneh-aneh, ia tak mau keluar untuk makan malam, ia hanya menangis meratapi semua kejadian yang menimpanya.

Sedangkan Byakuya tak mempedulikan Rukia karna pikirannya yang masih gelap dan hatinya yang belum tenang. Namun saat melihat adiknya tak keluar sejak kemarin membuat hati kecilnya meneriakkan kekhawatiran.

Akhirnya Byakuya meminta pelayan untuk membuka paksa pintu kamar Rukia dan ia bisa melihat Rukia jatuh tak sadarkan diri dan wajahnya yang pucat karena terlalu lelah dan tak makan. Hal itu mengakibatkan Byakuya merasa bersalah pada adik kecilnya.

Rukia langsung dilarikan ke rumah sakit dan setelah setengah hari akhirnya Rukia sadarkan diri, namun setiap bertemu Byakuya Rukia akan menangis. Hal ini mengakibatkan Byakuya lebih merasa bersalah lagi.

Setelah Rukia diperbolehkan pulang dari rumah sakit, ia dibawa ke psikolog oleh Yoruichi dan Byakuya. Mereka ingin tahu keadaan mental Rukia, lagi pula dokter juga menganjurkan hal itu.

"Jadi bagaimana keadaan Rukia?" tanya Yoruichi saat melihat psikiater yang menangani Rukia keluar dari ruang pemeriksaan.

"Sepertinya dia telah mengalami trauma berat akibat kehilangan kedua orang tuanya dan sepertinya alasan utamanya adalah kakaknya, apakah Anda tahu apa yang terjadi antara dia dan kakaknya?" tanya psikiater itu.

Yoruichi tak menjawab dan melayangkan pandangannya pada Byakuya meminta Byakuya menjawab pertanyaan itu.

"Kakak gadis itu telah mengatakan sesuatu yang buruk," jawab Byakuya singkat dengan menatap putihnya ubin lantai.

"Hm apa yang dia katakan, apa Anda tahu?" tanya psikiater itu menggali lebih dalam.

"Karena kau Tou-sama dan Kaa-sama tiada. Sebaiknya kau ikut tiada bersama mereka," jawab Byakuya pelan dengan menahan air matanya yang mengancam jatuh.

"Ah jadi itu yang membuatnya sangat syok. Baginya kakaknya lebih berharga, lebih dari kedua orang tuanya, kakaknya lebih ia sayang dan cintai. Tentu jika mendengar hal itu dia akan langsung syok berat."

Byakuya yang mendengarnya semakin merasa bersalah lagi. Ia tak kuasa menahan bulir air matanya jatuh. Beberapa tetes air matanya jatuh membasahi ubin putih di bawahnya. Yoruichi yang menyadari itu segera mengakhiri pertemuan mereka.

"Terima kasih, Dokter. Kami akan kemari dalam kurun waktu yang Anda katakan sebelumnya, jadi kami permisi dulu," ucap Yoruichi dengan tersenyum sebelum membawa Rukia serta Byakuya pulang ke kediaman Kuchiki.

Saat perjalanan pulang Rukia tertidur, ini adalah kesempatan yang tepat untuk Yoruichi mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

"Byakuya. Apa yang kau katakan tadi benar?" tanya Yoruichi pada Byakuya yang melihat ke luar kaca mobil.

"Ya," jawab Byakuya pelan.

"Mengapa? Mengapa kau setega itu?" tanya Yoruichi kesal dan kecewa.

"Aku tak sengaja. Pikiranku gelap pada saat itu," jawab Byakuya pelan lagi.

"Kenapa kau selalu tak memikirkan akibat jangka panjang?" tanya Yoruichi.

"Maaf," jawab Byakuya kini singkat.

Yoruichi melirik ke kaca yang ada di atas dan dia bisa melihat pantulan diri Byakuya yang sedang menatap jalan dan matanya masih terus mengalirkan air mata. Hal ini membuat Yoruichi mengetahui kalau Byakuya pun benar-benar merasa bersalah dan menyesal. Ia menjadi tak tega menyudutkan atau menyalahkan Byakuya lagi. Rasa kesalnya sirna digantikan rasa iba.

"Semuanya akan baik-baik saja, Bya," ucap Yoruichi yang ditanggapi oleh gumaman oleh Byakuya.


Setahun sudah berlalu dan kejadian bukannya membaik, tapi semakin memburuk.

Byakuya menjalani hari-harinya dengan normal kembali tanpa kehadiran kedua orang tuanya, begitu juga Rukia. Rukia selalu menjauhi Byakuya, ada kalanya ia akan berlari ketakutan saat bertemu Byakuya atau menangis saat Byakuya mengajaknya berbicara.

Bahkan Rukia akan lebih melakukan hal ekstrim jika Byakuya atau seseorang membicarakan sesuatu yang sensitif tentang orang tuanya. Sekecil apa pun itu, jika itu ada sangkut-pautnya dengan kedua orang tuanya, Rukia akan segera mengurung diri di kamar tanpa mau makan apa pun.

Kini Rukia yang sudah semakin dewasa dan mengenal lebih dalam arti kata "tiada" atau "mati". Suatu saat Rukia merasa benar-benar frustasi dan depresi saat beberapa rangkaian kematian

orang tuanya dan ucapan kakaknya yang masih sangat lekat di kepalanya, dia mengurung dirinya selama dua hari dan tak mau makan apa pun. Alhasil ia lagi-lagi dilarikan ke rumah sakit. Hal ini memupuk rasa bersalah yang lebih dalam pada diri Byakuya.

Pada hari ini Rukia harus pergi kontrol ke psikiater, seperti biasa dia diantar oleh Yoruichi dan ditemani Byakuya. Pada hari itu psikiater mengatakan cara menyembuhkan trauma Rukia dengan cepat.

"Benarkah?!" tanya Byakuya antusias saat mendengar kalau adiknya bisa sembuh dari penyakit mentalnya.

"Ya. Traumanya terhadap kematian kedua orang tuanya sudah mereda. Yang menjadi masalah besar adalah traumanya terhadap kakaknya semakin buruk. Satu-satunya cara agar dia sembuh adalah menjauhkan dirinya dari kakaknya," jelas psikiater membuat Byakuya lemas.

Sanggupkah ia dijauhkan oleh Rukia? Pikir Byakuya.

"Tak ada cara lain?" tanya Byakuya pelan.

"Tidak," jawaban mutlak itu membuat hati Byakuya hancur seutuhnya.

Psikiater mengakhiri pertemuan hari ini dan meninggalkan Byakuya serta Yoruichi yang masih membeku.

Setelah itu mereka pulang ke kediaman Kuchiki dan pada saat itu kejadian tak terduga terjadi. Saat sampai di kamarnya tiba-tiba Rukia melemparkan fotonya bersama Byakuya. Ia melakukan itu sembari menangis sesenggukan.

"Ruki tidak salah! Ruki tidak salah!" ulang Rukia terus menerus.

Mendengar suara kaca pecah Byakuya dengan sigap berlari ke kamar Rukia dan ia mendapati tangan adiknya sudah berdarah terkena serpihan kaca.

"Rukia, kau terluka! Ayo obati lukamu!" ucap Byakuya khawatir.

"Jangan mendekat! Ruki tidak salah! Ruki hanya … Ruki tidak tahu kenapa Tou-sama dan Kaa-sama pergi!" isak Rukia yang membuat kedua manik abu Byakuya melebar.

"Rukia, maafkan aku. Aku yang salah," sahut Byakuya pelan dengan mata yang berkaca-kaca karena rasa bersalah yang mendalam.

Akhirnya Byakuya meninggalkan kamar Rukia dengan hati yang sangat hancur. Ia merasa bersalah telah membuat adiknya menderita.


Dua tahun berlalu dari kejadian kematian kedua orang tua Byakuya serta Rukia. Dan selama itu penyakit mental Rukia mengenai Byakuya belum juga sembuh. Yang ada semakin buruk, bahkan suatu ketika Rukia pernah nekat menyayat urat nadinya sendiri di depan Byakuya. Hal itu diakibatkan Rukia tak sengaja menumpahkan air ke buku tugas Byakuya yang sebenarnya Byakuya kerjakan dengan susah payah. Karena lelah dan kesal merasa usahanya sia-sia, Byakuya tak sengaja membentak Rukia yang memicu segala kejadian di mana Byakuya membentaknya pada hari itu.

Hal itu tentu membuat Byakuya sangat syok, bahkan ia tak bisa berkata-kata. Bahkan dari kejadian itu Byakuya sama sekali tak mau menemui Rukia selama seminggu atau menjenguk Rukia di rumah sakit. Ia terlalu syok, bayang-bayang Rukia menyayat nadinya masih melekat erat di dalam kepala Byakuya.

Semua hal itu mulai mencekik Byakuya secara perlahan dan membuatnya berpikiran untuk menjauhi Rukia adalah keputusan yang paling tepat.

Setelah Rukia keluar dari rumah sakit akibat perilakunya sendiri. Rukia menjadi lebih jarang keluar kamar dan bicara. Ia lebih memilih tenggelam dalam pikirannya sendiri dan menyalahkan dirinya sendiri. Itu semakin memperburuk keadaan mental Rukia.

Untuk terakhir kalinya Rukia sudah tak kuat lagi untuk melanjutkan kehidupannya. Ia ingin segera bertemu kedua orang tuanya, hal itu mendorong diri Rukia melakukan percobaan bunuh diri. Walau itu diketahui Byakuya dan membuat Byakuya histeris setengah mati.

"Rukia!" seruan histeris Byakuya berhasil membuat seluruh orang di mansion berlari ke arahnya.

"Byakuya-sama, apa yang terjadi?" tanya pemimpin pelayan.

"R-Rukia, Rukia," panik Byakuya bingung mau menjelaskan apa.

"Tenanglah dulu, Boo-chan. Sekarang jelaskan pada kami," ucapnya.

"Rukia, Rukia menyayat tangannya sendiri," ucap Byakuya.

Setelah mendengar pernyataan itu seluruh orang bergegas membawa Rukia ke rumah sakit.

Saat menunggu hasil pemeriksaan keluar, putra sulung Kuchiki ini termenung dan memikirkan sesuatu yang sangat rumit untuk dirinya.

"Ne Yoruichi, jika yang dikatakannya waktu itu benar, aku akan benar-benar menjauhinya demi kebaikannya juga," ucap Byakuya. Netranya sudah tak sanggup lagi menahan pilu mengambil keputusan itu.

Yoruichi yang melihat itu hanya bisa menatap iba Byakuya, dia tak bisa melakukan apapun untuk Byakuya sekarang.

"M-maaf Bya, aku tak bisa membantumu kali ini," ucap Yoruichi dengan memeluk Byakuya erat.

"Tidak, aku yang salah membuat Rukia seperti ini. Aku rela mengorbankan segalanya untuk kesembuhannya, tapi aku tak akan rela jika ia mengorbankan dirinya karena kesalahanku. Kumohon, aku seharusnya menjaga adikku yang berada tujuh tahun di bawahku, tapi kenapa aku menyakitinya?" celoteh Byakuya lirih.

"Byakuya—" saat Yoruichi ingin mengatakan sesuatu dokter sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Maaf, sepertinya keadaannya genting. Dia kehilangan cukup banyak darah dan stok darah tipe A sedang habis, kami membutuhkan darah sebelum tiga puluh menit, sehingga kami membutuhkan pendonor darah sekarang atau nyawanya tak akan selamat," ucap sang dokter membuat Byakuya menatapnya.

Byakuya memikirkan hal tersebut secara matang selama semenit lalu memberikan jawaban yang membuat kedua orang yang ada bersamanya kaget.

"Saya siap mendonorkan darahku. Rukia dan aku memiliki tipe darah yang sama," ucap Byakuya yakin.

Melihat keyakinan Byakuya dan keteguhan hati yang terpancar dari matanya, dokter itu mengetahui kalau tak perlu menanyakan keyakinan Byakuya dua kali, namun sebagai dokter dan semata-mata untuk formalitas, dokter tersebut menanyakan keyakinan Byakuya.

"Apa kau yakin? Umurmu masih terlalu muda untuk…."

"Saya yakin! Saya adalah kakaknya, saya akan lakukan apa pun demi adik saya," jawab Byakuya sangat yakin.

Dokter sangat ingin memperbolehkan hal itu namun Byakuya belumlah memenuhi persyaratan, jadi ia tak berani memperbolehkannya.

"Maaf tapi usiamu masih terlalu mudah jadi…."

"Lima belas tahun. Aku lima belas tahun, apa belum boleh?" tanya Byakuya memaksa.

"Tidak. Persyaratan adalah tujuh belas tahun. Kami tak mau ambil resiko."

"Jika dalam keadaan genting apa kau akan mengangkat aturan itu dan membiarkan satu nyawa melayang?!" tanya Byakuya tegas membuat sang dokter terdiam. "Kau yang mengatakan jika dalam waktu tiga puluh menit Rukia akan tiada! Apa kau tega?!" Byakuya membentak dokter itu dan itu membuat dokter tersebut bingung memilih keputusan.

Akhirnya dengan berat hati dokter itu mengangguk setuju, resikonya sebagai dokter juga tinggi. Seperti akan disalahkan seumur hidupnya jika sampai terjadi sesuatu yang fatal pada Byakuya.

"Dengan persyaratan menandatangani surat perjanjian," ujar Dokter tersebut dan langsung dibalas anggukan oleh Byakuya.

Byakuya segera menandatangani surat perjanjian yang ada lalu ia menyiapkan diri untuk mendonorkan darahnya.

Setelah persiapan selesai, Byakuya dibawa ke dalam IGD lalu dibaringkan di kasur sebelah Rukia. Sembari dokter mulai memasang banyak selang yang Byakuya tak begitu mengerti fungsinya, intinya yang ia tahu selang itu akan membuat darahnya dipindahkan ke tempat Rukia.

Untuk terakhir kali Byakuya diperingatkan, "Kemungkinan untuk mengalami vasovagal akan lebih besar. Apa kau yakin?"

"Jangan tanyakan hal itu sekarang," jawab Byakuya pelan.

Ia merasa kalau darahnya mulai disalurkan pada Rukia. Kepalanya memang sedikit sakit begitu juga tubuhnya. Itu semua seperti mati rasa.

Setelah usai memberikan darah yang cukup, seluruh selang yang menghubungkan Byakuya serta Rukia di lepas. Keduanya diberikan cairan infus untuk memberikan kekuatan pada tubuh keduanya. Terlebih Byakuya, karena ia langsung pingsan setelah mendonorkan darahnya.

Keduanya berada di satu kamar, karena Rukia tak kritis lagi. Kasur keduanya berjejeran dan Yoruichi selalu setia menjaga keduanya di rumah sakit, bahkan ia rela menginap di sana.

Rukia sadar lebih dahulu dari pada Byakuya. Ia menatap Yoruichi yang berada di tengah dua ranjang.

"Yoruichi-san?"

"Rukia, akhirnya kau sadar," ucap Yoruichi bahagia.

"Ya. Lalu apa yang terjadi?" tanya Rukia heran.

"Kau melakukan percobaan bunuh diri lalu kehilangan banyak darah," jelas Yoruichi singkat.

Rukia menundukkan kepalanya, namun matanya tak sengaja melirik ke kasur yang berada di sebelahnya.

"Nii-sama kenapa?" tanya Rukia khawatir.

"Dia mendonorkan darahnya padamu dengan nekat. Jadi mungkin beberapa waktu dia tak sadarkan diri," jawab Yoruichi menjelaskan keadaan yang ada.

"Kenapa Nii-sama lakukan hal itu? Bukankah dia tak menyayangi Ruki?"

"Tentu tidak Rukia. Selama ini dia selalu mengkhawatirkanmu. Namun melihatmu trauma padanya membuat Byakuya mungkin sedikit menjauhimu, tugasmu sekarang adalah membuatnya mendekat kembali," ujar Yoruichi yang mendapat anggukan polos Rukia.


Tak lama dokter keluar dari IGD dan memberitahukan keadaan yang terjadi.

"Tuan, Nyonya, sepertinya pasien membutuhkan donor darah segera," ujar dokter tersebut.

"Ryuken-san, itu perlu terjadi?" tanya Yoruichi.

"Ya. Kondisinya sangat kritis sekarang. Ia kehilangan banyak darah, bahkan kami sudah memakai tiga kantong darah, tapi belum juga membaik. Kami membutuhkan setidaknya dua lagi dan kami kekurangan untuk itu. Apa kalian sudah menyiapkan sukarelawan?" tanya Ryuken lengkap dengan penjelasan.

"Ya. Aku yang akan mendonorkan darahku," jawab Byakuya cepat.

Ryuken memicingkan mata pada Byakuya barulah setelah itu ia mengatakan, "Baiklah. Kita periksa terlebih dahulu darahmu."

Setelah mengikuti segala ritual atau lebih tepatnya prosedur yang ada, akhirnya Byakuya diizinkan mendonorkan darahnya sebanyak dua kantung—tak boleh lebih, karena resiko dia akan kekurangan darah—yang cukup untuk Rukia.

Ryuken menanganinya dengan cepat dan profesional. Setelah pendonoran Byakuya selesai, ia segera mentransfusi darah itu pada Rukia.

Sedangkan Byakuya dianjurkan untuk beristirahat setelah pendonoran darah yang lagi-lagi ia paksakan.

.

.

.

T.B.C


A/n : besok minggu depan udah chapter terakhir. Hehe, makasih udah mau ngikutin :)