Chapter 22 : The Final Curse
.
.
.
.
.
.
Kemarin adalah hari yang kacau sekaligus menegangkan untuk semuanya. Rentetan kejadian gila mulai dari penculikan Sakura hingga upaya bunuh diri Sasuke masih segar dalam ingatan. Belum lagi kejadian beberapa hari sebelumnya saat Sasuke berkelahi dengan Zabuza lalu Fugaku mengamuk.
Ckck.
Semua itu sangat intens. Tapi untungnya, itu sudah berlalu dan keadaan orang-orang yang terlibat perlahan membaik.
Uchiha Sasuke sudah siuman sejak tadi siang. Kondisinya belum bisa dibilang baik, tapi sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa hari terakhir. Tubuhnya masih lemah dan terkadang kepalanya terasa berat, tapi hatinya tidak berat lagi. Beban berat dalam hatinya seperti diangkat dan sekarang ia merasa jauh lebih baik dan bisa berpikir dengan jernih.
"Sasuke, aaa…" ucap Mikoto sembari menyodorkan sesendok bubur kepada anak bungsunya.
Mikoto tidak meninggalkan Sasuke sejak kemarin malam, ia bahkan tidak tidur. Ia terus menjaga si bungsu semalaman hingga anak itu sadar. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa putranya itu tidak menderita cedera yang serius, ia hanya kelelahan, karena itu fungsi tubuhnya menurun. Dengan istirahat yang cukup dan asupan makanan yang seimbang, Sasuke pasti bisa keluar rumah sakit dalam beberapa hari.
Sasuke menerima setiap suapan dari Mikoto dalam diam. Ia tidak responsif. Mikoto sangat yakin kalau putranya pasti sedang memikirkan sesuatu. Dorongan untuk menanyakan isi pikiran si bungsu sangat kuat, tapi ia sadar bahwa ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan permasalahan apapun. Sekarang, istri Fugaku itu hanya ingin mengurus putranya dengan penuh kasih sayang sehingga bisa cepat pulih.
"Kaa-san… maaf." tiba-tiba saja suara lirih Sasuke memecah keheningan.
Tidak menyangka Sasuke akan meminta maaf, mata Mikoto mulai berkaca-kaca. Ia memeluk putranya dengan lembut.
"Jangan pikirkan itu Sasuke. Yang terpenting bagi ibu sekarang adalah kesehatan fisik dan mentalmu."
Sasuke menyandarkan diri dalam pelukan ibunya. Sudah lama sejak terakhir kali ia dipeluk sang ibu. Seiring ia bertambah dewasa, ia semakin jarang memeluk atau dipeluk ibunya. Ia sering menolak dipeluk Mikoto karena menurutnya itu sangat kekanak-kanakan. Tapi sekarang, siapa peduli?
"Kaa-san… Aku ingin bertemu Sakura."
.
.
.
.
.
"Ugh… kuso kenapa di luar ribut sekali… kepalaku semakin sakit…" keluh Sakura entah yang ke berapa kalinya karena suara ribut seperti orang berkelahi diluar sana. Karena kehujanan dan kedinginan kemarin, hari ini ia jadi demam dan flu ringan. Padahal seharusnya ia bisa pulang karena efek obat biusnya sudah hilang.
Orang tua Sakura terlanjur mengetahui rentetan kejadian gila ini. Tentu saja sesuai dugaan, Nyonya Haruno sangat heboh dan Tuan Haruno naik pitam. Mereka ingin segera membawa kasus ini ke ranah hukum namun putrinya mencegah hal tersebut. Sakura mati-matian meyakinkan mereka kalau ini hal yang biasa dan tidak mungkin terulang.
Lagi pula, Sakura benar-benar tidak ingin memperkeruh keadaan ditengah situasi yang sudah sangat keruh ini. Ditambah lagi, hari ini kakaknya akan berangkat ke Amerika, ia tidak ingin Natsu khawatir atau rencananya terganggu. Itu sudah direncanakan sejak lama. Bahkan Natsu dan Yachiru tidak tahu Sakura ada di rumah sakit sekarang. Mereka mengira Sakura pergi ke acara kemah sekolah yang jelas-jelas tidak ada. Tapi semua ini dilakukan demi kedamaian bersama.
Akhirnya, keduanya setuju untuk tidak melaporkan kejadian kemarin pada polisi dengan satu syarat, jika hal aneh atau mencurigakan terjadi lagi, maka mereka tidak akan menahan diri. Apa pun yang terjadi, semua harus diselesaikan secara hukum.
Haruno Mebuki menemani Sakura hingga sore, namun ia harus pergi untuk mengantar Natsu ke bandara, ia akan segera pergi ke Amerika untuk melanjutkan kuliah. Mebuki bersikeras untuk kembali ke rumah sakit setelah mengantar putranya, namun Sakura meyakinkan sang ibu bahwa ia akan baik-baik saja. Ia tidak mau ibunya terburu-buru dan akhirnya momen perpisahan dengan Natsu akan kacau dan kebohongannya terbongkar.
Seperti biasa, seorang dokter datang untuk mengganti cairan infus yang hampir habis. Sakura tidak terlalu memperhatikannya. Pikirannya terfokus pada Uchiha Sasuke. Tadi siang, Mikoto datang menjenguk Sakura dan menyampaikan kabar bahwa Sasuke sudah siuman. Tapi Sasuke masih lemas dan tidak responsif. Sakura sangat ingin menemui pria itu, tapi tubuhnya terlalu lemas dan dokter pasti akan melarangnya untuk—
Tunggu.
Bukankah ini aneh?
Sakura memandangi dokter yang sedang mengganti cairan infusnya dengan seksama.
Sadar sedang diperhatikan lekat-lekat, sang dokter menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.
Sakura tahu ada yang tidak beres. Meskipun tubuhnya lemah, tapi otak jeniusnya bekerja dengan baik. Gadis itu menegang dan respon tubuhnya ada di tingkat siaga, ia harus memastikan sesuatu.
"Hei…"
BRUAKKK!
Sakura menghindar secepat kilat dari tangan dokter tadi yang berusaha menjangkau lehernya. Tentu saja ingin mencekik gadis itu. Gadis itu buru-buru mencabut infusnya. Siapa yang tahu apa isi infus itu?
Tidak sangka dengan reflek Sakura yang sangat cepat, si dokter mendecih dengan sinis. Tanpa membuang waktu, ia berusaha mengejar Sakura yang ada di seberang ranjang. Gadis itu sudah berada dalam posisi defense yang tegas.
Sakura memicingkan mata dan menganalisa gerakan dokter gila yang ada di hadapannya.
'Ia akan menerjang ke arahku.' pikirnya dalam hati. Sejurus kemudian Sakura berlari ke arah belakang dan berusaha berlindung ke belakang sofa ruang tamu. Ini adalah kamar VIP, terdapat ruang tamu dengan sofa dan meja tepat di depan pintu masuk.
"Sial kau jalang! Bisa-bisanya menghindar dengan cepat!" jerit dokter itu tertahan. Ia berdiri tepat di depan pintu masuk, berusaha memikirkan strategi bagaimana bisa menangkap atau setidaknya mendekat pada targetnya.
"Hei, kau pikir aku bodoh?! Mana ada dokter yang memakai masker dan tutup kepala khusus operasi hanya untuk mengganti infus? Kau berusaha menutupi wajah dan rambutmu, tapi sayangnya rambutmu menjuntai sedikit dan aku melihatnya. Aku bukan orang bodoh dan lemah, Uzumaki Karin. " bentak Sakura. Jika ia tidak teliti, pasti ia akan melewatkan detail itu. Tapi, ia sudah melihat foto Karin dan ia sengaja mengingat-ingat seluruh fitur perempuan psikopat itu. Memiliki otak jenius memang tidak pernah salah.
"Cih." Karin mendecih dengan sinis. Sekarang ia membuka penutup kepala dan maskernya dengan kasar.
"Sial kau Haruno Sakura!" Sorot mata Karin berubah menjadi agresif.
Ketika rencananya untuk bermain rapih gagal, maka emosinya meledak. Bermain rapih bukan lagi pilihan, permainan ini dinamakan—
menghancurkan atau dihancurkan.
Karin merogoh jas dokternya dan bersiap untuk mengeluarkan sesuatu.
"Apa masalahmu sih?! Kenapa kau terus-terusan ingin menyakitiku?!" Tanya Sakura kesal. Ia bahkan tidak mengenal Karin secara pribadi, tapi kenapa gadis itu bisa membencinya?
Karin mulai tertawa pelan. Tawa sinis yang penuh kebencian.
"Kau bilang kau tidak bodoh dan lemah? Ckck. Kau sangat tolol, Haruno." Hina Karin dengan nada yang sangat sinis.
"Uchiha Sasuke seharusnya adalah milikku. Sasuke dulu adalah orang yang sempurna. Tampan, populer, kaya, dan akan mewarisi perusahaan keluarga Uchiha. Menjadi pacar Uchiha Sasuke akan membuatku semakin populer dan membuat iri semua perempuan." Kata Karin sambil mengingat-ingat masa ia berpacaran dengan Sasuke dulu.
"Orang tidak populer yang bahkan tidak signifikan sepertimu tidak akan mengerti perasaanku. Kau kutu buku payah."
"Tapi lihatlah Sasuke yang sekarang." Karin memberi jeda. Tangannya mengepal dan ia menggertakan giginya. "Ia sangat kacau, ia tidak sempurna lagi, dan bahkan ia tidak akan mewarisi perusahaan keluarganya. Kau pikir karena siapa?!" jeritnya.
"UCHIHA SASUKE YANG SEMPURNA ITU SEHARUSNYA MILIKKU TAPI KAU MENGHANCURKANNYA!" Karin berteriak semakin keras dan matanya terlihat semakin agresif.
Terbawa emosi dan kesal, Sakura menyahut tidak kalah keras, "Kau egois! Kau menginginkan Sasuke saat dia dalam keadaan yang sangat baik tapi meninggalkannya saat keadaannya terpuruk. Kau tidak menyukai Sasuke tapi kau hanya terobsesi padanya, dasar psikopat!"
"DIAM!" Karin mengeluarkan sebuah botol putih opaque dari saku dalam jas dokternya. Kira-kira ukuran botol itu 750ml dengan mulut botol yang lebar. Dengan cepat ia membuka tutup botol dan melemparnya sembarang arah lalu menatap tajam ke arah Sakura.
Sadar bahwa keadaan ini sangat berbahaya, Sakura reflek mengambil bantal sofa besar dan berusaha menggunakannya sebagai tameng.
"Kalau kau berani macam-macam aku akan berteriak sekencangnya dan kau akan ditangkap." Ancam Sakukra dengan suara yang sedikit bergetar. Pada titik ini, ia benar-benar takut. Tentu saja ia tidak bodoh, untuk apa Karin mengeluarkan botol itu kalau tidak untuk disiram ke arahnya? Dan untuk apa Karin menyiram air kepadanya? Itu pasti cairan asam dan itu sangat amat berbahaya.
Karin tertawa jahat, persis seperti Disney villain. "Kau pikir aku datang tanpa persiapan? Kau pikir siapa yang menyuruh orang berkelahi di depan lift lantai ini? Tentu saja aku! Semua perhatian orang-orang dan petugas keamanan ada disana. Siapa yang akan mendengar teriakanmu? AHAHAHAHA! Kau naif dan bodoh!"
Sakura mendecih kesal. Apa pun yang terjadi, ia harus keluar dari ruangan ini, setidaknya ia harus ke koridor. Tapi Karin berdiri tidak jauh dari pintu masuk. Akan sangat sulit keluar tanpa terluka. Sial! Di saat seperti ini kepalanya malah mulai berdenyut dan—
"Tenang saja Haruno, aku tidak akan membunuhmu. Apa serunya jika kau mati? Tidak seru sama sekali. Aku hanya akan menghancurkan hidupmu. Jika aku tidak bisa mendapatkan Sasuke, maka kau juga tidak boleh. Bersiaplah Haruno sialan!" dengan demikian, Karin mengambil ancang-ancang untuk berlari menerjang Sakura dengan membawa botol itu di tangannya.
Sakura tidak pasrah, ia menggunakan segenap kekuatannya untuk menghindar dan mengkalkulasi setiap gerakan Karin. Sakura memproyeksi arah lari Karin,
'Kiri!' ucapnya dalam hati. Sakura segera berlari ke kanan dengan hati-hati.
BRUKKKK!
Sakura kaget setengah mati.
Sebuah keranjang buah yang cukup berat dilempar persis ke kepala Karin dari belakang. Gadis itu jatuh tersungkur dan cairan asam itu tumpah ke karpet bulu sintetis yang sekarang terlihat meleleh. Sakura tidak bisa membayangkan jika cairan itu mengenai kulitnya.
"AAARGHHHH!" Karin menjerit histeris. Telapak tangannya terkena cairan asam saat ia jatuh tersungkur. "SIALAN SIALAN SIALAN! ARGH!"
"SAKURA!" Jerit seseorang yang sudah berada persis di depan pintu masuk. Ia terlihat panik dan bingung, tapi orang itu tahu pasti, Sakura dalam bahaya.
Sakura menatap orang itu tidak percaya, "Ino?!" Tanpa membuang waktu, Sakura segera naik ke sofa untuk menghindari cairan asam lalu ia melompat dan berusaha menghampiri Ino di pintu masuk.
Melihat mangsanya kabur, Karin naik pitam. Mengabaikan rasa perih di telapak tangannya, Karin segera bangkit dan menerjang Sakura yang hampir sampai di depan pintu masuk.
Ketika hampir tiba di pintu masuk, Ino menarik tangan Sakura untuk keluar ke koridor. Sakura berhenti tepat di depan pintu masuk dan sedikit mundur ke arah koridor.
Karin mendorong Sakura sekuat tenaga, namun Sakura tidak menghindar. Ino yang menyaksikan kejadian itu terlihat bingung. Apa yang dipikirkan Sakura?
Tubuh Sakura membentur dinding di koridor, ia terjatuh. Karin buru-buru menduduki Sakura dan mulai menjerit tidak jelas sambil menjambak rambut Sakura dengan ganas.
Ino yang terkejut ikut berteriak dan berusaha menarik tubuh Karin untuk menjauhi Sakura. Namun, Karin mendorong Ino dengan keras hingga gadis itu terpelanting membentur tembok.
Dengan cepat, gadis berambut merah yang sudah acak-acakan itu mengeluarkan pisau lipat dari dalam sakunya. "Kau benar-benar tolol ya? Kau pikir aku datang tanpa persiapan? Ada kata-kata terakhir sebelum wajahmu rusak?" katanya sambil menyeringai.
Sakura balas menyeringai dan wajahnya menatap Karin dengan berani.
Karin menautkan alisnya, bingung.
"Kau yang tolol." Ucap Sakura tegas sembari menunjuk ke bagian atas ujung lorong.
Karin mengikuti jari Sakura dan melihat ke bagian atas ujung lorong.
CCTV.
Jadi ini alasan utama Sakura mati-matian ingin keluar dari dalam kamarnya. Tidak ada CCTV di kamar namun ada di koridor. Sakura sengaja berdiri di ambang pintu masuk dan tidak menghindar saat Karin mendorongnya agar terlihat jelas di CCTV bahwa Karin lah yang menyerangnya.
"SIAL KAU HA—"
BRUKKKK!
Dengan sisa kekuatan yang ia milikir, Sakura mendorong Karin sekuat tenaga dan membuat gadis itu kembali jatuh tersungkur. Sialnya, sebelum Karin terjatuh, pisau itu mengenai bagian pipi dan rahang Sakura. Sayatan yang cukup dalam hingga darah mulai mengalir ke lehernya.
Sakura dengan cepat menginjak tangan karin dan berusaha mengambil pisau di tangannya. Karin memberontak, ia mengarahkan pisau itu dan menusuk pergelangan kaki Sakura, tusukan itu cukup dalam dan membuat Sakura meringis kesakitan.
Sakura dengan cepat menarik pisau itu dari kakinya dan melemparnya sejauh mungkin. Gadis itu menarik kedua tangan Karin ke belakang dan mendudukinya. Ia mengunci Karin sekuat tenaga.
"INO! CARI BANTUAN!" Perintah Sakura pada Ino yang terlihat terguncang dengan adegan mengerikan penuh darah di hadapannya.
Tanpa pikir panjang, Ino langsung berlari menyusuri lorong VIP yang tidak berpenghuni sambil menjerit minta tolong.
"Seharusnya kau kubunuh sejak awal, Haruno Sakura!" jerit Karin tertahan sambil terus memberontak dengan agresif.
Sakura menyeringai, "ya, mungkin setelah kau keluar dari penjara." Kata Sakura puas setelah melihat Ino berlari diikuti dengan dua petugas keamanan.
Ternyata, kutukan Kotak Pandora itu benar-benar nyata.
.
.
.
.
.
TBC
