My everyday life are screw up

-0-

Apa jadinya ketika dua teman masa kecil saling suka satu sama lain yang bercampur aduk dengan komedi romatis hangat?

Kisah keduanya pun di mulai

Prologue, Aku adalah temannya bukan pacarnya!

-0-


Jika ada yang bertanya mengenai kehidupan remaja, maka bisa dengan bangga kubilang.

'Sangat membosankan'

Tatapan mataku di pagi hari ini bagaikan ikan yang telah mati selama 7 hari ketika melihat ke jendela dimana suasana pagi yang seharusnya disambut dengan damai justru ku sambut dengan kusam.

'Mengapa?' jika kalian bertanya seperti itu, ijinkan ku jelaskan.

Saat ini terhitung aku sudah seminggu masuk SMA di Tokyo distrik Akimiya yang berjarak sekitar 17 menit menggunakan kereta, nah permasalahan yang muncul adalah sekolah yang ku hadiri adalah bekas sekolah 'all-girls-only' yang artinya mayoritas siswa-siswi yang ada disana masih di dominasi perempuan semua kecuali kami para tahun pertama yang mulai bercampur laki-laki dan perempuan.

Namun bukan itu yang menjadi masalah

Masalahnya adalah reputasiku di sekolah itu sudah hancur di hari ketiga aku masuk ke sekolah.

Singkat cerita aku tidak ingin menceritakannya karena untuk apa aku menjelaskan sesuatu kepada diriku sendiri, siapa juga yang akan mendengarkan celotehan ku?

"Naru! bangun! nanti kamu terlambat sekolah"

Suara ayahku terdengar sangat jelas, kenapa pula dia harus berteriak pagi-pagi begini?

"Iya, sebentar"

Jawabku sambil menghela nafas panjang,

'aku tak mau sekolah'

membayangkan ekspresi mereka ketika aku sampai disana bisa membuatku mati seketika.

Rutinitas pagiku tak terlalu berlebihan, mencuci wajahku, sikat gigi, memakai pakaian sekolah yang terdiri dari kemeja dan blazer dan mengenai style rambut

'Untuk apa aku peduli soal itu?'

Yap, itulah jawaban yang ku lemparkan ke diriku ketika melihat cermin yang terpasang di kamar mandi, wajahku yang terlalu biasa ini tak mungkin bisa menjadi sempurna hanya dengan sedikit sentuhan di rambutku yang mulai agak terlihat panjang, mungkin?

"Selamat pagi"

Jawabku ketika sampai di ruang tamu dimana ayah dan ibuku tengah menunggu dengan, sedikit kesal? dan hey jangan tatap anakmu dengan tatapan aneh begitu, kalian membuatku sakit hati!

"Hah... mau sampai kapan kau seperti itu, nak? kenapa tidak merubah penampilanmu sedikit?"

Ayah menatapku dengan pandangan kasihan ketika melihat diriku, sebenarnya apa yang mereka pikirkan?

"Dan aku tidak ingat kalau anakmu ini tipe orang yang suka bergaya yang aneh-aneh seperti para normie"

Balasku sambil duduk bersebrangan dengan kedua orangtuaku.

"Ara~ Naru, kamu seharusnya mendengarkan perkataan ayahmu sesekali"

Balas ibuku sambil meletakkan tangan di pipinya sambil tersenyum.

"hah... yah seperti itulah mom"

Jawabku dengan singkat, tepat saat aku hendak sarapan aku melihat ke ayahku yang terlihat agak berbeda.

"HM? Ayah mau dinas keluar negeri?" Tanyaku dengan penasaran ketika melihatnya berpakaian dengan seragam lengkap.

Ayahku mengangguk sambil meminum kopinya, "Naru, ayah akan bertugas ke Libya hari ini bersama dengan Ibuki-san jadi ayah ingin mengatakan sesuatu padamu anakku"

Ayahku tiba-tiba mengeluarkan nada berat yang spontan membuatku langsung tegang karena apapun yang akan ia katakan berikutnya pasti sangat serius.

Dengan wajah serius ia menatapku tepat di kedua mataku, lalu ia mengatakan sesuatu yang aku sangat siap apapun itu pasti bukanlah hal yang bodoh untuk di bahas.

"Selama aku pergi, cepatlah jadian dengan Rose-chan"

.

.

.

"Hah?" Aku dibuat berkedip dua kali atas apa yang ia katakan, tunggu sebentar coba kita pahami lagi, pasti aku salah dengar.

"Ayah sudah lama berteman dengan Ibuki-san, dan Rose-chan juga kelihatannya sangat dekat denganmu, jadi cepatlah kau pacaran dengan dia selama Ibuki-san tak ada di rumah"

AKU TAK SALAH DENGAR! Ayahku benar-benar mengatakan itu.

"Hah!? Apa maksudmu! Mana mungkin aku pacaran dengan dia!"

"Eh?"

"Ara~"

"Kenapa kalian berdua yang justru kaget! Aku dan Rossweisse tidak seperti itu, kami hanya teman selama kecil!"

"Oho... Jadi ini ya yang dinamakan klise teman masa kecil yang tak mau jujur"

"Ara~ Naru-chan malu-malu kucing ~"

"Dengarkan apa yang ku bilang, kumohon!"

Aku berusaha membuat mereka berdua mendengarkan ku tapi percuma keduanya nampaknya sangat asik dengan wajah kesalku.

"Nak, ayah tak ingin menjadi penghalang hubungan romantis kalian, tapi ayah sarankan kau jangan melakukan hal mesum dulu, ya"

"Tunggu! Kenapa malah jadi kesana larinya!?"

Protesku lagi pada ayahku yang menatapku dengan tatapan seriusnya, ibuku tolong anakmu ini... eh?

"Ara~ anak dari Naru-chan dan Rose-chan, aku tak sabar menantinya~ fufufu"

Ibuku dengan senyumannya, dia nyeremin! Sudah lupakan itu, aku harus cepat keluar darisini dan berangkat sekolah!

"Oh, aku lupa bilang Nak"

Ayahku mencegatku tepat saat aku hendak pergi dari meja makan setelah selesai menyantap roti sandwich buatan ibuku.

"Apa lagi?"

"Rose-chan nampaknya masih tertidur pulas, Sasaki-san nampaknya mengharapkan kau untuk membangunkannya"

"Dan kenapa pula harus aku!?"

"Lah kenapa tanya balik? Bukankah kau calon pacarnya?"

"Mana mungkin!"

"Fufufufu~"

Balasku sambil bergegas ke rumah Rossweisse, kami sudah bertetangga sejak kami duduk di bangku TK, dan aku sangat kenal sekali Rossweisse itu bagaimana.

Ketika aku melihat jam di ponselku, saat itu juga aku berlari sekencang mungkin ke rumah Rossweisse.

"Permisi!"

"Oh, Naru-chan, Rose-chan masih tidur di kamarnya"

Sasaki-san, ibunya Rossweisse yang entah bagaimana bisa di depan pintu sesaat setelah aku membuka pintu masuk rumah, langsung menyambut ku seolah-olah dia sudah menunggu ku sejak tadi.

Tanpa pikir panjang aku langsung ke lantai dua rumah ini dan masuk ke kamarnya tanpa pikir dua kali.

"Erhm~"

Rossweisse, dia masih tertidur pulas bagaikan seekor kucing. Rambut perak panjangnya masih terlihat sangat menawan entah berapa kalipun aku lihat.

"Hey, bangun. Kita bisa telat"

Aku berusaha membangunkannya dengan menggoyangkan badannya, namun dia masih tak mau bangun.

"Hei! Bangun!" Aku mulai kehabisan kesabaran ketika melihat jam mulai membuatku panik.

"hrm?... ah~ hehehe"

Rossweisse membuka matanya lalu serangan berikutnya membuatku hampir berteriak kaget.

"Naru-chan, tanganmu hangat"

Dia menarik tanganku dan menjadikannya bantal! Hey, kau terlalu lengah untuk gadis seusiamu!

Aku berusaha sebaik mungkin untuk tidak memerah namun wajahnya yang tersenyum dalam kondisi setengah sadar berhasil mengalahkan mentalku yang masih Jones (Jomblo ngenes) hingga sekarang.

"Kubilang! cepat bangun!" Dengan menahan rasa malu aku langsun menarik tanganku dan membangunkannya dengan sedikit paksaan.

'Kenapa pagi ini sangat melelahkan!'

Gumamku ketika berusaha membuat si putri tidur ini terbangun, dan ini adalah salah satu keseharian kecilku yang tak ada habisnya.


..

...

Act 1. Kehidupan keseharian yang aneh.

-0-

"Hehehe~"

(denyut kesal) "Rossweisse, jelaskan padaku sekarang"

"Hehehe~ Kau tahu aku kan, Naru-chan. Semalam aku begadang main A*ur Lane dan kau tahu Naru-chan!"

"..."

"Aku bisa dapat Enterprise-chan setelah 200 kali coba!"

Kedutan di dahiku masih belum mau hilang, justru malah bertambah ketika melihat Rossweisse menunjukkan layar ponselnya dengan game yang ia banggakan. Wajahnya penuh dengan binar dan harus ku akui siapapun yang melihat ekspresinya saat ini bisa langsung jatuh hati dengannya namun itu beda cerita dengan situasi yang sekarang terjadi.

"Lalu, kenapa apa alasan kau meninggalkan semua buku pelajaran?"

"Hehehe~ Karena membawa buku itu merepotkan, jadi ku tinggal deh~ ehe~"

Rossweisse berpose imut sambil menunjukkan isi tasnya yang hanya berisi 3 buku tulis tanpa ada satupun buku pelajaran di dalamnya.

"Kenapa kau malah bangga, hah?"

"Fueh... nharu-chuan..."

Aku menarik kedua pipinya sebagai pelepas rasa kesalku ketika melihatnya yang bersikap terlalu ceroboh. Oh Ibu dan ayah, apa ini yang kalian inginkan ke putra kalian?

Dengan kedua pipi masih aku tarik (berusaha sebaik mungkin tidak terlalu keras agar tidak menyakitinya) Rossweisse justru tersenyum gugup ketika menyadari kecerobohan yang dia buat.

"Heh... Kalian sudah mesra aja pagi-pagi begini"

"Hah!? Apa urusannya sama mu?"

Balasku dengan nada cetus, siapa pula yang mau mesra-mesraan dengan si kepala angin seperti dia ini.

(Tersenyum menghina) "Jangan malu-malu mengungkapkannya, kami sudah tahu kok"

"Hah!? Kau ngajak ribut!"

"kyah" pekik imut Rossweisse ketika kedua tanganku terlepas dari pipinya.

"Maju sini rakyat jelata" Balas si lawan bicaraku yang berani menghina statusku.

"ok sini!"

Ketika kami hendak adu jotos tiba-tiba seseorang memeluk leherku, tapi kenapa terasa mencekik?

Eh ku tarik lagi, aku di cekik! Tolong!

"Mou! Jangan abaikan aku!" Masih status mencekik leherku, Rossweisse mengeluarkan nada imut merajuk bagaikan anak kecil.

Perselisihan kami berdua langsung terhenti ketika, aku, ya benar aku, nyaris mati dibuatnya.

"Hehe~ kalian berdua sangat akrab seperti biasanya"

Oi kenapa kau malah memihak ke dia! sudah tolong aku sekarang, aku hampir mati!

"E...eh... begitu ya? ahaha"

Spontan cekikan yang nyaris membunuhku terlepas begitu saja, oh oksigen betapa aku sangat merindukanmu!

Saat mataku mulai melirik kearah si "orang" itu dengan menarik nafas sebisaku akibat cekikan maut, "dia" memberikan cengiran lebar seolah menghinaku dalam senyuman.

'Sialan kau Xenovia, aku tak akan melupakan penghinaan ini!'

Umpatku di bumbui dengan tatapan benci yang sangat jelas ku arahkan kepadanya.

Xenovia Quarta, gadis dengan rambut biru keturunan asli dari Britania itu adalah teman sejak kami SMP, dia bisa ku bilang sebagai teman "bro" ku karena sikapnya yang agak "tomboyish" ketimbang gadis yang lain membuatku cukup nyaman untuk berinteraksi dengannya tanpa memperdulikan gender.

Sangkin tak pedulinya soal gender hal seperti adu jotos pernah terjadi diantara kami dan tentu saja pemisah kami berdua adalah Rossweisse.

Aku sendiri, keturunan campuran Jepang-Amerika dimana ayahku adalah warga negara asli dari negeri Amerika dan ibuku Japanese Person atau itulah caraku menterjemahkannya.

Itulah sebabnya aku memiliki rambut blonde yang SAMPAI saat ini dianggap sebagai seorang Yankee (Yankee sebutan untuk brandalan yang ke-amerikaan)

"Yah, Naru-Naru, aku tak pernah sangka kalau otak udang sepertimu bakalan bisa masuk ke SMA ini"

"Tunggu! Aku ga terima hinaan itu!"

"Hehe"

'Malah ketawa, ni orang kadang-kadang kurang waras, ya?'

"Oh ya, Naru-Naru, ada yang ingin ku tanyakan padamu"

"Apa lagi? apa kau mau menghinaku lagi?"

"ehm, bukan itu, aku cuma mau tahu, errr ... begini lho"

Terkadang cara bicaranya yang sedikit agak trendy membuatku kebingungan dengan dia yang aneh itu. Jangan bilang kalau hal beginian sudah menjadi hal yang biasa?

"Jadi? Apa yang ingin kau tanyakan sebenarnya"

Wajahnya kenapa memerah? Apa dia demam? juga kenapa tiba-tiba kau terlihat gelisah?

"B...begini, ... apa benar kau itu lebih memilih string panties ketimbang plain?"

'oh...'

...

...

'Bunuh saja aku sekarang'

Wajahku memutih dan ku rasa jiwaku saat ini melayang entah kemana, sayonara semuanya.

Kelas langsung jatuh dalam tawa ketika melihat tingkah komedi ketiganya yang tak pernah berhenti membuat suasana kelas menjadi lebih asik tanpa mereka sadari sama sekali.

-0-

Entah kenapa ku rasa semua energiku telah lenyap dari jiwaku, bahkan saat jam istirahat sekalipun aku masih tidak bisa di biarkan tenang sama sekali.

"Hei, bisakah kau hentikan kebiasaan mu, Rossweisse?"

Tepat di atap sekolah, aku saat ini di jadikan tempat bersandar Rossweisse, tidak, lebih tepatnya dia menempel layaknya lem ke lenganku seolah-olah tak ingin membiarkan aku bergerak seinci pun.

Dengan wajah ia tempelkan ke lenganku, aroma manis mulai menggoda hidungku. 'Ini gawat, kalau dia terus-menerus begini, bisa-bisa ada kesalahpahaman '

"Huuuffffmmmm... Naru-chan, itu wilayah ku"

Ucapnya dengan nada merajuk, dan aku tak pernah ingat kalau aku bagian wilayahnya?

"Apa kau ini kucing hah? Sejak kapan pula aku jadi tempat bersandarmu?"

"Hehe~ Hmmm sejak kapan ya?"

Jawabnya dengan main-main.

'Kau pembohong yang buruk'

Aku tahu sebenarnya kenapa dia seperti ini dan percuma saja dia berusaha menutup-nutupinya.

Tanganku langsung terbawa ke rambutnya, sensasi betapa lembutnya rambut dia mulai menggelitik telapak tanganku ketika aku membelainya dengan penuh rasa sayang.

"Semua pasti akan baik-baik saja, Ayah dan paman pasti pulang dengan selamat kok"

"HM" Sebuah gerakan anggukan kepala terasa di lenganku, dia sama sekali tak menjawab perkataan ku selain sebuah gumaman pelan, wajahnya masih tertunduk. Aku tahu kalau dia khawatir dan aku sangat tahu bagaimana sifatnya itu.

Ayahku, Minato adalah seorang Marinir di kesatuan batalion ke-2 yang di tempatkan dibawah kesatuan USFJ dan ayahnya juga satu unit dengan ayahku. Keduanya akan di kirim ke wilayah potensi konflik, dan itu tentu jelas membuatnya khawatir, dengan memasang wajah tebal sejak pagi tadi aku langsung sadar apa yang menggangu pikiran dia karena

'Aku adalah teman masa kecilnya'

Aku berusaha untuk tetap pada realita itu, karena jauh di dalam lubuk hatiku.

'Aku cinta kamu'

Usapan lembut ku masih terus ku lakukan sampai dia tenang, entah kenapa waktu terasa sangat panjang sekali, dan tanpa ku sadari wajah Rossweisse memerah hingga ke telinganya.

"あなた の 事、好きです"

Rossweisse mengatakan itu dengan nada sehalus mungkin berusaha membuat dia tak menyadari apa yang dia katakan, wajahnya semakin memerah menahan rasa malu.

End Act 1.


AU: (untuk yang dia katakan dalam bahasa Jepang itu adalah "anata no koto suki desu" dan silahkan translate sendiri gan)

Untuk kali pertamanya saya membuat kisah romcom di platform ini, ada alasan kenapa saya memilih Rossweisse sebagai Heroine, dan alasan terkuat itu adalah

DIA ITU CUTE!

ALL HAIL ROMCOM!