WOLF ?
Cr Masashi Kishimoto untuk setiap karakternya.
Genre : AU, Drama.
Character(s) : Kakashi Hatake, Genma Shiranui, Obito Uchiha, Sakumo Hatake. (Pairing!GenmaKaka, Friendship!ObiKaka)
Rating : T
Warning : Shounen-ai, humor gagal, typo dsb.
Ini fiksi shounen-ai alias boyxboy, jadi bagi yang tidak berkenan tidak perlu baca.
Happy Reading~
.
Sorot matanya lebih tajam dari yang biasa Obito tahu. Dihujani pendar lembut rembulan di malam Agustus dan taburan bintang. Dua mata kelabu yang tak menatap matanya. Dan bulu putih lembut milik serigala yang tetap terlihat gagah dalam pelukan sepihak Obito.
"Kakashi, ini sudah kelewat malam. Aku tahu bulumu tebal, tapi, hei, ini di atap rumah dan kau butuh istirahat!" Dia merapatkan jaketnya.
Yang diajak bicara hanya menoleh, seolah membalas dengan ekspresi mengejek dari kedua matanya ; syaraf pusatmu mulai membeku atau bagaimana, Uchiha ?.
"Kau meledekku!" Telunjuk si raven mengacung-acung ke hidung sang lawan bicara. Meski hanya dengan melihatnya, Obito bisa langsung mengerti karena mereka selalu bersama-sama sejak kecil. "A—aku tidak kedinginan baka!"
Si Hatake bangkit dan berjalan masuk menuruni anak tangga. Lantas, ia dapat merasa helaan napas Obito terdengar begitu lega, kemudian disusul oleh langkah terburu yang berusaha mensejajarkan diri dengannya.
Obito tidak banyak bicara ketika naik ke atas ranjang yang sama di mana Kakashi berada lalu memeluknya erat. Ia akui keberadaannya di waktu ini mengalun lambat seperti suara denting jam ; tidak berguna. Kakashi lebih membutuhkan ayahnya. Dalam kondisi apapun, kerasnya nostalgia tetap akan menyerang Kakashi seperti tahun-tahun sebelumnya di malam yang sama.
Namun, Obito akan berusaha. Setidaknya ia ada di sini untuk Kakashi.
Kakashi cuma tidak suka diperlakukan seperti orang menyedihkan yang haus empati. Obito memang tidak melakukannya. Hanya saja, Kakashi merasa cahaya dari permata gulita Obito menyelimutinya dengan iba.
Sebab dari balik jendela yang mulai menampilkan butiran air dari langit, memori berupa pekatnya darah di atas futon dan sepasang belati tumpul akan menghantuinya sampai pagi. Seperti kotak musik rusak yang terus berputar, membawa alunan rasa bersalah yang menyengat tanpa bisa ia hentikan.
Seketika Kakashi mendengar celotehan Obito yang berisik. Lelaki dua puluh lima tahun itu memang buruk dalam membuat penenangan. Namun di balik bisingnya siang dan malam, Kakashi tahu Obito hanya sedang berusaha untuk membuat pengalihan atas tragedi sembilan tahun lalu.
Karena diantara Kakashi maupun Sakumo masing-masing tidak pernah mengira akan ada hari untuk sebuah pengkhianatan.
"Kematian ibumu itu bukan salahmu."
Kakashi mendengarkan.
Obito memulai konversasi solo dengan konflik sensitif yang benar-benar tak pernah ia bahas sebelumnya. Kakashi mengerti Obito tidak berniat untuk menyayat bekas luka dalam ingatan Kakashi. Hanya saja, malam ini keduanya merasa harus ada pengecualian. Kakashi membutuhkannya, dan Obito akan memulai.
"Sudah sembilan tahun, Kakashi, yang benar saja. Umurmu sudah hampir dua puluh lima dan kau masih menyalahkan dirimu sendiri ? Astaga, kau ini masokis atau apa ?"
Serigala putih memalingkan wajah dengan kesal. Menahan gejolak hasrat untuk tidak menggigit Obito saat ini bukan perkara mudah. Sungguh, ia sedang berbaik hati pada dirinya sendiri agar Obito tidak perlu susah-susah dibawa ke rumah sakit.
Ia mendapat pencerahan. Sebaiknya aku botaki saja saat wujudku kembali normal.
"Bercanda, bercanda! Astaga, terima kasih tidak menggigitku, Kakashi!" Obito bersungut. Jangan lupakan kemampuan membaca individu mereka yang sudah sangat terlatih. Mudah saja mereka lakukan, tak ada masalah meski salah satunya tidak sedang berwujud manusia.
"Dan jangan pikir macam-macam saat kau kembali normal. Seorang masokis tidak suka menyakiti orang lain kan ?" Obito nyengir.
Oh Tuhan, emosi Kakashi sudah di ubun-ubun.
Namun kemudian ia dibuat terkejut menyadari tangan besar Obito mengelus kepalanya begitu sayang. Kakashi hanya sanggup menghela napas. Berusaha meredam emosi karena ia tahu Obito memang menyebalkan sejak dulu. Tetapi lebih dari itu, Kakashi paham Obito masih berusaha membuat dirinya tidak melulu memikirkan mendiang sang ibu.
Merasa nyaman, elusan hangat Obito membuat pikiran Kakashi yang semula kacau berangsur menjadi tenang. Si Hatake kemudian memutuskan untuk sedikit beranjak dan menenggelamkan wajah pada perpotongan leher Obito.
Hanya sebagai ungkapan terima kasih karna belakangan ini Kakashi sadar bahwa Obito merupakan seorang pecinta binatang buas berbulu tebal. Tentu saja, sebatas itu ia tahu Obito akan kegirangan.
Dan benar saja. Sontak, dua onyx Obito mengerjap heboh dengan mulut menganga. Entah kenapa dirasanya sangat aneh. Ada perasaan gugup sekaligus ngeri yang bergejolak. Ia senang. Tapi sial logika pendeknya otomatis terbayang jika Genma, pacarnya Kakashi ini, mengetahui orang tercintanya sekarang sedang dalam posisi begini dengan dirinya.
Obito panik!
Mukanya seketika berubah pucat.
Ya Tuhan ... Wajah tampanku ini akan babak belur ... dan sekujur tubuhku akan dihiasi luka lebam ... ditambah lagi Genma dengan senang hati akan membuat tulang di tangan dan kaki-kakiku patah!
HIIIIII
Obito merinding hebat. Ia tak akan pernah lupa bagaimana sadisnya Genma menghajar orang yang berusaha merebut Kakashi darinya.
Dan sekarang Kakashi malah makin mengusel di leher Obito. Ugh, imut sekali. Kenapa wujud serigala Kakashi selalu mampu membuat dirinya kewalahan, sih ?
Sial. "K—kakashi! Ah, a—ku baru ingat! Besok pagi-pagi sekali ayahmu akan datang." Obito berusaha menetralkan suasana hatinya. Ia tidak kuat!
Kali ini biarkan keakuratan kelewat batas Kakashi yang disalahkan. Ia tahu dirinya sedang dituduh menggoda bocah Uchiha ini. Karena gagapnya Obito saja sudah menjelaskan semuanya. Kakashi jadi terkikik geli, lalu menjauhkan diri dari pelukan Obito sambil terus menatapnya dengan sengaja.
"KAU MELEDEKKU LAGI!"
Sudahlah.
.
.
Jam tiga pagi. Obito ketiduran dan Kakashi lapar. Bertahun-tahun mengenal dekat sosok Obito, baru kali ini ia dibuat jengkel setengah hidup. Setahunya Obito memang punya bakat putri tidur, tapi Kakashi sendiri tak pernah membayangkan akan begitu sulit membuat si Uchiha ini sadar dari alam mimpi.
Kakashi sudah menendang-nendang kaki Obito, menoyor kepalanya, bahkan menginjak-injak perut sixpack sahabatnya itu sudah ia lakukan. Astaga, bobot tubuh Kakashi saja kini lebih dari 125 pound, seukuran serigala dewasa, dan si bodoh ini masih belum bangun juga.
Sebenarnya Kakashi ingin melolong, tapi ia khawatir akan ada orang di luar sana yang mendengar. Akhirnya ia tidak ada cara lain. Ia benar-benar lapar, astaga.
Hati-hati, Kakashi melompat turun dari kasur. Diraihnya satu piring kaca yang menumpuk di atas meja dekat ranjang—
(sebelumnya Obito sendiri yang meletakkan di sana agar tidak perlu turun ke dapur saat Kakashi lapar tengah malam)
—dan ia siap meluncurkannya ke lantai, dengan senang hati.
PRANGGGGG
Obito terkejut. Ia celingukan mencari Kakashi, cemas temannya kenapa-kenapa.
PRANGGGGG
Namun disayangkan, Obito malah melihat Kakashi yang hendak menjatuhkan piring ke tiga. "KAKASHI JANGAN!! Oke, oke, aku sudah bangun! Lihat ? Astaga, ini jam tiga pagiii!"
Kakashi menoleh, ia menurunkan kakinya lalu menghela napas. Ia lantas mengambil satu piring dengan mulutnya kemudian membawa ke atas kasur. Ia mendorong piring itu pelan-pelan menggunakan mulut, hingga akhirnya menyentuh kaki Obito. Saat mengangkat kepala dengan niat melihat Obito peka atau tidak, ia malah mendapatkan wajah si Uchiha yang sudah memerah seperti kepiting rebus, bahkan terlihat persis orang gagal jantung, megap-megap.
Obito tak kuat melihat tindakan Kakashi yang menurutnya begitu menggemaskan. Dan menurut Kakashi temannya itu mulai tidak waras.
"Ah, kau lapar rupanya." Tangan si raven beranjak untuk mengelus kepala Kakashi, namun serigala itu duluan menggeram. Obito buru-buru menarik tangannya. "Baiklah kuambilkan."
Kakashi langsung naik ke atas kasur, menunggu Obito sambil memperhatikan orang itu membuka beberapa bungkus daging segar dari kulkas.
"Ini."
Sarapan pagi Kakashi nikmati dengan khidmat, tanpa memedulikan Obito yang kesulitan membereskan piring-piring tak berdosa yang telah menjadi korban.
Sementara Obito hanya bisa mengelus dada kuat-kuat dalih menyabarkan diri. Seperti orang paling menderita sedunia saja, pikir Kakashi.
.
.
Sakumo melangkahkan kaki ke dalam sebuah villa. Pukul 7.15, lewat sedikit dari yang dia harapkan. Dipanggilnya nama "Kakashi" berulang kali sambil mengecek suhu ruangan.
Minus tujuh derajat selsius.
Barangkali dingin yang disengaja telah membuat tidur Obito lebih pulas dalam balutan jaket double dan selimut. Atau mungkin, putra semata wayangnya tidak membiarkan Obito tidur semalaman karena harus menjaganya yang terserang insom mendadak. Sakumo tersenyum.
"Kakashi, nak ?"
Ayah satu anak itu merapatkan jaketnya. Hujan di luar tak pernah dirasa sedingin di dalam villa. Alih-alih menaikkan suhu, minus lima belas derajat sekarang terbaca di alat pengatur suhu ruangan.
Ia hanya tidak ingin Kakashi merasa kepanasan karena bulu putihnya yang tebal.
Hawa yang lebih dingin mengingatkannya untuk mengecek isi kulkas. Beberapa baris yang setahunya berisi penuh daging segar kini nampak kosong. Yang berarti stok makanan Kakashi hanya tersisa pada kulkas di lantai dua. Ia berniat meminta Obito belanja setelah hujan.
Tak lama, Sakumo menangkap suara pelan langkah kaki dari lantai atas. Dirinya tak kuasa menahan senyum. Dipijaknya anak tangga sebelum ia melihat sosok sang anak di atas sana.
Ia mengurungkan niatnya untuk naik, karena Kakashi sudah lebih dulu berlari menghampirinya.
Sakumo menyambut dengan memeluk, mengelus, dan mencium kening Kakashi. Ia menyampaikan maaf berkali-kali sebab tak sanggup menemani selama empat hari kebelakang. Karena biasanya dalam kondisi apapun, Sakumo tak pernah absen menemani Kakashi dari hari awal tubuhnya berubah menjadi makhluk buas berbulu putih hingga kondisinya berbalik ke semula.
Namun Kakashi menggeleng pelan. Ia tentunya tak ingin sang ayah merasa bersalah karena hal sepele begitu. Meski semalam memang terasa berkali-kali lebih sulit, dan Sakumo juga merasakan hal sama.
Ketika Sakumo berdiri, Kakashi menggigit ujung jaket ayahnya itu dengan tidak sabar. Ia menarik-narik, meminta sang ayah mengikuti ke lantai atas. Sakumo tahu ia sebentar lagi akan dilibatkan dalam perkelahian rutin penerus muda Hatake dan Uchiha.
Sesampainya di tempat tujuan, Sakumo mengerti sang anak memintanya untuk membangunkan Obito. Oh, ia harus menyiapkan telinganya untuk ini.
"Obito ... Bangun, nak."
Sakumo melihat Kakashi yang sudah siap untuk menggigit lengan Obito. Ia menjadi panik, merasa tak sempat menahan Kakashi. Dan...
"ARGHH!! BAKASHI! KAU—"
Obito seketika terbelalak melihat sosok Sakumo di depannya. Perpaduan antara kaget, malu, dan kesal membuatnya terdiam salah tingkah. Sakumo tertawa maklum, tangannya mengelus Kakashi yang kini tengah menyeringai dalam hati.
Mission success. Hatake muda cukup puas dendamnya semalam terbalaskan.
"A-ayah.. maaf aku tak tahu kau datang." Pengadu sialan.
Ya, Obito memanggil ayah Kakashi dengan sebutan "ayah" juga.
"Tak apa nak, kau pasti lelah begadang semalam 'kan ?" Si Uchiha hanya sanggup mengangguk kaku dan dibalas Sakumo dengan senyuman khasnya.
Pria bersurai persis layaknya milik Kakashi bangkit untuk melihat isi kulkas di sana. Dan ternyata hanya tersisa beberapa bungkus daging, hanya cukup untuk dilahap putranya siang ini.
Obito mengambil kesempatan saat Sakumo sibuk mengecek daging-daging. Ia menjewer telinga Kakashi kuat-kuat. Yang jelas dibalas Kakashi tanpa ragu, Kakashi lantas mendorong-dorong brutal kening Obito dengan kaki depannya.
Hingga Hatake muda menggeram, Obito masih tak melepas tarikan di telinga kiri Kakashi di saat ia juga menahan kaki depan serigala itu agar tidak menoyor lebih parah. Dan hal tersebut merespon tingkat kekesalan Kakashi menjadi lebih tinggi.
Merasa tak terima, dengan sekali hentak Kakashi melompat dan menendang kepala Obito sekuat tenaga dengan dua kaki belakang.
JDUAGH!
Obito disepak Kakashi hingga terjengkang, dahsyat juga.
Kegaduhan itu membuat Sakumo mau tak mau menoleh kebelakang meski ia sudah mengerti hal seperti ini pasti akan terjadi. Tidak sia-sia, sebuah tawa lolos setelah dirinya melihat kondisi Obito saat ini yang memprihatinkan. Tentu saja berbanding dengan situasi anaknya sendiri yang duduk angkuh memalingkan wajah dihiasi kombinasi antara puas dan masih kesal.
"Nak, astaga .." Sakumo menghentikan tawanya saat mengulur tangan untuk membantu Obito bangkit.
Dalam situasi ini, Sakumo dapat melihat sebuah trash bag tak tertutup yang berisi pecahan piring. Ia mengernyit. Kemudian mengedarkan pandangan mencari beberapa bukti. Hingga tatapan matanya sampai ke piring yang bertumpuk di atas Kulkas.
"Ah, souka .. jadi ini penyebabnya."
Sakumo terkekeh lalu menatap dua lelaki muda di depannya. Kakashi memperhatikan baik-baik, lalu menelisik ke dalam mata Obito seperti 'Ayah sudah tahu, kau akan kena marah.'
Ajaib, Obito mengerti begitu saja dan wajahnya langsung ketakutan. Siapa saja yang mengenal dekat sosok Sakumo tidak akan heran, mengetahui fakta kalau pria paruh baya itu dapat menerka kejadian dengan tepat hanya dengan beberapa tatapan dan bukti yang samar.
"Ayah! Sungguh, jika tidak hujan semalam aku tidak akan ketiduran untuk mengambilkan Kakashi makan!"
Obito mengatupkan tangan rapat-rapat di depan dada tanda memohon. Dengan mata yang ikut terpejam paksa, ia menambahkan,
"Tapi aku sudah terbangun sebelum Kakashi memecahkan piring ke tiga. Jadi, tolong jangan marahi dia juga."
Matanya melirik ke arah Kakashi. Dengan jelas, Kakashi dapat melihat seringai kecil di wajah itu.
Cih, pengadu!
Obito bersorak dalam hati melihat Kakashi memalingkan wajah.
Sementara itu Sakumo hanya sanggup menggelengkan kepala. Usia mereka sudah dewasa, namun kelakuan mereka masih tidak berubah. Ia mulai bertanya-tanya apa keputusannya membiarkan mereka dekat adalah salah.
Tetapi di balik semua itu, Sakumo merasa bersyukur karena setidaknya Kakashi memiliki satu orang yang bisa ia anggap seperti saudara.
Kenyataannya, ia sedikit menyesal menolak memberikan adik untuk Kakashi sewaktu mendiang istrinya masih ada. Rasa sayang yang ia curahkan kepada Kakashi terlalu besar, hingga ia berpikir mungkin Kakashi akan merasa cemburu atau diabaikan jika memiliki saudara.
Namun sekarang, melihat kedekatan anak satu-satunya dengan lelaki bermarga Uchiha itu membuat hatinya menghangat.
"Ayah ?"
Sakumo mengerjap setelah lamunan singkatnya buyar.
"Ah, ya ... Ayah hanya berpikir akan berbelanja siang ini setelah hujan reda."
Obito menautkan alis, sedangkan Kakashi yang masih di atas kasur mendekatkan diri ke sisi Sakumo. Tipikal manja, dan Sakumo yang selalu memanjakan.
"Kukira akan lebih baik jika aku yang ke supermarket, ayah." Mata segelap gulita milik Obito tak lepas menatap Kakashi di dekapan ayahnya. "Sepertinya Kakashi sangat merindukanmu."
Hatake yang lebih muda mendengus. Lalu Sakumo membalas, "tadinya juga ayah ingin memintamu pergi. Tapi, sehabis semalam hingga pagi ini, rasanya kalian memerlukan waktu untuk saling berbaikan."
Obito terperanjat. "T-tidak, ayah! Kami tidak sedang marahan atau semacamnya. Kami cuma—"
"Ayah tahu." Sakumo menampilkam senyum andalannya. Obito paham ia tidak punya kesempatan untuk membantah.
.
.
Hari mulai memamerkan hangat melalui sinarnya. Hujan yang turun tanpa jeda berarti sejak semalam membuat keberadaan cahaya mentari lebih berharga. Melewati garis-garis rimbun pepohonan, beberapa diantaranya terselip masuk ke dalam ruang kamar melalui gorden jendela yang tersingkap.
Di saat yang sama, kelopak mata Kakashi tanpa ragu membuka mata menampilkan netra keabuan yang begitu indah terbias cahaya.
"Ma.. ini tidak biasa."
Hatake itu mengangkat bahu, acuh, seolah tak peduli padahal dalam dadanya sedang bergemuruh senang dibalik wajahnya yang stoic. Ia memang pandai menyembunyikan ekspresi.
Normalnya, ia akan kembali ke wujud manusia ketika menginjak hari ke tujuh, bahkan pernah hingga hari ke dua belas. Sakumo dibuat panik setengah hidup saat itu.
Akan tetapi, pada periode ini entah ada keajaiban apa yang mampu mengubah keadaannya pada hari ke empat. Oh, Kakashi hanya berharap ini bukan pertanda buruk.
Berusaha menyingkirkan segala macam bentuk paranoid dalam otak, ia memutuskan untuk berolahraga sedikit. Tubuhnya begitu pegal terjebak sepanjang setengah minggu lebih dalam bentuk hewan besar berkaki empat.
Namun sesaat sebelum ia bangkit, rasanya ada yang janggal. Seperti ada yang memeluknya erat di pinggang—
"Obito, bangun ini sudah siang!"
—di pinggangnya yang ia sadari tak memakai sehelai kain pun dari ujung kepala hingga ujung kaki!
Karena hal itu Kakashi reflek menendang Obito hingga terguling-guling ke lantai saking malu dan kesal. Ia telanjang bulat, astaga! Ia bingung kenapa Obito posesif sekali, suka memeluk saat dirinya bertubuh serigala.
Dan kesempatan itu ia gunakan untuk mengambil handuk kemudian berlari ke kamar mandi.
"BRENGSEK KAKASHIIII!!!"
Obito belum sadar sepenuhnya Kakashi telah berubah kembali. Ia sedang tidur, dan baru terbangun saat terguling di lantai. Terimakasih untuk Kakashi.
Beberapa puluh menit berlalu setelah Kakashi menyelesaikan ritual mandinya. Ia memerhatikan suara denting jam yang didengar semenjak tangan kanannya menggenggam novel favorit karangan Jiraiya-sensei. Entah kenapa, otaknya tidak bisa fokus.
"KAKASHI, AKU TIDAK DAPAT MENEMUKAN SELAI COKLATNYA, BANTU AKU!"
Barangkali ini penyebabnya.
Si empunya nama menghela napas. Hanya mengenakan kaos tipis dan celana pendek se-lutut, Kakashi menuruni anak tangga menuju dapur untuk menemui temannya yang berteriak. Obito memang selalu pelupa. Ia berpikir suatu hari nanti mungkin akan mengajaknya ke spesialis alzheimer.
Dilihatnya Obito yang masih tetap dengan setelan hangat sambil membuka-tutup kulkas berulang kali mencari-cari keberadaan selai. Ia bertaruh selama empat hari ini Obito belum berani mandi dengan alasan dingin.
Menyadari kedatangan Kakashi, Obito kembali mengeluh. "Aku ingat tadi pagi ayah meletakannya di dalam kulkas, Kakashi. Kau memindahkannya di mana ?!"
Kakashi mengernyit tidak terima. "Ayah tidak pernah sekalipun menaruh selai di dalam kulkas seumur hidupnya. Dan aku tidak memindahkannya! Bisakah kau berhenti menuduhku, tuan U-chi-ha ?"
Keduanya jengkel karena permasalahan sepele. Itu biasa. Saat hampir saling adu jotos, masing-masing dari mereka mendengar suara ketukan pintu yang sontak membuat mereka terdiam.
Takut ketahuan sang ayah karna hampir berkelahi lagi
"Aku saja yang buka."
Kakashi melepas paksa tarikan Obito di kaos lehernya, lantas berjalan santai meninggalkan temannya yang lanjut menggerutu.
TOK TOK TOK!!!
TOK TOK TOK TOKKK!!!!!
Kakashi menahan tangan di kenop pintu, ayahnya tak mungkin mengetuk dengan tidak sabaran begitu. Hatinya jadi was-was.
"Iya, siapa—"
"Aku"
Kakashi terhenyak. Hingga kakinya tak sadar mundur beberapa langkah.
Di hadapannya berdiri seorang pria dengan rambut coklat sebahu dan netra hazel yang menatap tajam permata abunya. Jantung Kakashi berdegup kencang. Orang itu akan salah paham. Dengan pakaian yang ia kenakan sekarang ditambah lagi—
"Kakashi aku benar-benar tidak dapat menemukan selainya tolong bantu aku!"
Dengan kesal si raven mendekat ke Kakashi. Sengaja ia memilih kata yang terdengar agak sopan karena masih mengira yang datang adalah Sakumo. Namun, setelah itu, Obito menarik napas secara dramatis.
—ditambah lagi si Uchiha ini ada di sini.
"Puas berselingkuh di sini, anata ?"
.
.
.
TBC
Konnichiwa~ ara bawa fic baru lagi! kali ini temanya AU. Mungkin gak sebagus yang kalian harapkan, jadi, bisa kasih kritik yang membangun di kolom review!
Semoga berbekas di hati para readers yaa!
Arigatou,
Aoi Hasegawa
