Marines: Who we are!? Devils Dogs!

-0-

GUAM Negara Bagian Amerika Serikat , 31 November 2042, 5 Hari sejak operasi pembebasan Tokyo.

"Silahkan masuk"

Pintu pun terbuka menampilkan seorang wanita dengan pakaian militer perwira, wanita dengan rambut putih panjang itu menyerahkan dokumen dengan label top secret ke pria blonde yang memiliki tatapan cukup tajam namun fitur wajah yang terbilang cukup tampan untuk pria sepertinya.

"Letnan Jenderal Riser Phenex, itu adalah laporan korban jiwa saat operasi di Tokyo"

"Terima kasih Petty Officer Rossweisse, anda boleh pergi"

Sesaat setelah di ijinkan pergi, Rossweisse justru tak bergerak membuat Riser menatapnya dengan alis terangkat.

"Apa ada lagi yang anda butuhkan, Nona Rossweisse?"

"Tidak, hanya saja, apa anda tidak mempertanyakan soal salah satu prajurit yang hilang saat operasi itu?"

"Oh .. tidak, saya tidak memiliki kewenangan untuk terlalu memperhatikan hal tersebut, Nona Rossweisse"

"... Apa anda serius mengatakan itu, Letnan Jenderal Riser?"

Mendengar nada Rossweisse yang sedikit tajam, Riser pun mulai menatap kearah Rossweisse dengan serius.

"Saya serius, apa anda memiliki sesuatu untuk di tambahkan mengenai personil yang hilang itu?"

"... Letnan Jenderal, dengan penuh hormat, apakah anda tidak peduli dengan prajuritmu itu? Apa anda benar-benar mengatakan kalau satu orang hilang tidak berarti apapun untukmu!"

Nada Rossweisse mulai sedikit lantang kearah seorang yang sangat jelas di atas pangkatnya, namun Riser sendiri tak memperdulikan hal itu, ia justru berdiri dan menatap kearah jendela dimana cuaca mendung masih menjadi pemandangan sehari-hari untuk penghuni dunia ini.

"Nona Rossweisse, anda sepertinya terlalu termakan oleh emosional Anda, jujur saya tidak memperdulikan tentang hubungan apa yang anda miliki dengan Sersan Issei J. Hyoudo, namun anda harus ingat"

Riser pun berbalik menatap kearah Rossweisse yang sangat jelas menunjukkan ekspresi khawatir yang sangat mendalam untuk Issei.

"Saya sudah kehilangan istri dan putriku, dia saat itu masih berusia 8 tahun. Apa kau tahu bagaimana perasaanku ketika melihat sisa-sisa dari istri dan anakku ketika berhasil di temukan tim SAR?"

"I..itu"

Kali ini Rossweisse tak bisa berkata-kata dibuatnya, Letjend Riser pun kembali duduk di kursinya sambil melihat foto 21 korban jiwa dan satu personil dinyatakan hilang saat operasi pembebasan Tokyo di mulai.

"Setiap satu dari mereka memiliki keluarga masing-masing, dan aku sangat tahu sekali perasaan para keluarga mereka, jadi apa anda berpikir kalau saya acuh tentang hal itu?"

"..."

"Nona Rossweisse, pembicaraan ini sudah selesai, anda saya persilahkan keluar"

Ucap Riser dengan tenang mengusir Rossweisse keluar dari ruangannya dengan nada penuh hormat.

Namun sebelum Rossweisse sepenuhnya pergi dari ruangan, Riser angkat suara yang membuat kedua matanya terbuka lebar.

"Informasi yang ku katakan padamu ini adalah rahasia tingkat nasional, tapi percayalah padaku, kami tidak akan pernah meninggalkan siapapun dibelakang sana, biarpun dia di neraka sekalipun, kami akan menjamin padamu, dia pasti pulang"

Hal terakhir yang Riser katakan padanya membuat jantung Rossweisse berdetak kencang, ia sangat tahu apa maksud dari perkataan Letjend Riser itu.

'D..dia masih hidup!'

'Issei...'

Saat Rossweisse pergi dan pintu ruangannya tertutup, Riser mengambil dokumen di dalam lemarinya dimana terdapat transkrip komunikasi terakhir dengan Issei J. Hyoudo.

'Dimana anak itu'

Pikirnya ketika melihat isi transkrip yang dia dapat dari tim intelijen, ia sempat memerintahkan pada Issei untuk memberikan laporan setiap 3x24 jam, namun ini sudah hari ke 4 dan komunikasi dengan Issei J. Hyoudo masih terputus membuatnya penasaran kemana anak itu.

Belum lagi tetang deklarasi dari Pentagon mengenai ras itu sepenuhnya sudah di musnahkan dengan mengirim setidaknya 10 ribu rudal nuklir ke sebuah portal di tengah laut Pasifik, sebenarnya apa yang terjadi di sekitaran Departemen Pertahanan.

'... perang kata mereka sudah berakhir, tapi nyatanya kami bahkan masih menguasai seperlima dari pulau Jepang dari pendudukan kaum iblis'

Ia hanya bisa berharap kalau konflik ini akan secepatnya berakhir, karena jelas planet ini sudah sangat membenci umat manusia yang selama ini menghancurkannya secara perlahan-lahan.

'Kurasa perang ini hanya sekedar pembelajaran tambahan untuk kami umat manusia yang sangat acuh pada alam'

-0-

Pagi itu Issei Hyoudo kembali melanjutkan rutinitas paginya, kali ini ia terbangun seperti sebelumnya, mengingat Asia yang sepenuhnya memiliki hak penuh untuk masuk kedalam kamarnya, ia tak mungkin bisa membiarkan anak kecil seperti Asia dengan seenaknya membangunkan seseorang yang jauh lebih dewasa daripada dia.

Jam 5 pagi, ia mulai berlari ringan mengelilingi sekitar area, namun pikirannya masih tertuju tentang apa yang harus ia lakukan mengenai situasi Rias yang sampai sekarang ia masih tidak menemukan solusi untuk permasalahan ini.

Jika aku menggunakan kekuatan frontal maka hasilnya aku bisa membuat seluruh kaum iblis menjadi musuhku, belum lagi aku mengenai keterbatasan amunisi dan logistik untuk mendukung konflik skala panjang sangatlah tidak mungkin, maka satu-satunya cara adalah dengan negoisasi.

Itulah yang Issei pikirkan saat ia jogging pagi membiarkan aroma pagi hari memanjakan pikirannya.

'Entah kenapa aku jadi rindu saat itu'

Issei kembali bernostalgia saat berjalan menyusuri jalanan yang masih sepi.

'Rossweisse kalau ga salah pernah marah padaku soal ini'

Ia ingat saat Rossweisse yang telah lulus dari akademi perwira, mengajaknya kencan besok paginya, namun siapa sangka kalau Issei akan bertemu dengan Rossweisse di depan stasiun rute dimana ia biasa jogging, yang anehnya Rossweisse telah disitu menunggunya, dan sekali lagi, ia sampai saat ini yakin kalau janjian mereka ketemuan itu masih ada dua jam lagi.

'Lagian kenapa dia menungguku duluan disana?'

Di tengah sibuk memikirkan masa lalu, Issei pun sampai di sebuah taman dimana biasanya anak-anak SD bermain disitu saat siang hari, namun bukannya anak-anak yang ia lihat, justru seseorang yang sedang duduk sendirian di kursi taman dengan mata terpejam seolah-olah sosoknya adalah seorang peri yang tertidur di bawah pohon.

"..."

Issei mendekat kearah sosok gadis yang tengah tertidur di kursi taman ini.

"Hei, jika kamu masih mengantuk, sebaiknya pulang dan tidurlah lagi"

Ucap Issei dengan nada sopan ke perempuan rambut merah scarlet panjang dengan proporsi tubuh yang terbilang sangat tidak wajar untuk anak SMA seperti dia.

'Lagian apa anak SMA di dunia ini rata-rata punya bentuk tubuh yang sangat tidak masuk akal, ya?'

Rossweisse di dunia ini pun memiliki bentuk tubuh yang sangat 'ideal' ketimbang Rossweisse yang di dunianya, yah bukan artinya ia akan jatuh cinta dengan seseorang dengan bentuk tubuh belaka, namun untuk laki-laki dewasa secara mental sepertinya, hal seperti ini sangat membuat jiwanya sedikit risih.

'Dari apa yang pernah ku baca, bunga yang telah di petik akan tumbuh dua kali lebih cepat ketimbang saat masih belum mekar'

Sepertinya itu sedikit ada benarnya, yah walau benci mengakuinya tapi Issei sendiri sampai saat ini belum pernah melakukan hal seperti itu, dan jika gadis ini akan bilang kalau ia pernah melakukanya maka semua kecurigaannya pun akan terjawab.

"Hei, bangun"

Issei mengguncangkan tubuhnya sedikit keras berusaha membuatnya terbangun.

"uhm"

Kedua matanya pun terbuka, lalu mereka pun saling menatap untuk beberapa detik sebelum gadis itu akhirnya terkejut bahkan nyaris menjerit namun cepat terhentikan saat Issei mencegahnya dari berteriak dengan menegaskan kalau ia bukan orang cabul yang tengah menikmati tubuh gadis muda di pagi hari.

"Hau... Issei-san, anda benar-benar mengejutkan saya"

Ucap Rias setelah sepenuhnya sadar dari tidurnya.

"Aku ga keberatan, lagian aku justru ingin menanyakan kenapa kamu bisa disini, sampai-sampai tertidur di taman ini?"

Issei masih sedikit tak terbiasa dengan cara bicara Rias Greymory yang terbilang sangat formal untuk orang sepertinya.

'Yah, aku ga bisa memaksanya untuk berbicara dengan nada lebih santai dengan orang sepertiku'

Dari apa yang Issei pernah tahu dari mendiang ibunya, orang Jepang dulu sangatlah sopan dan santun kepada satu sama lain.

Tapi setelah di dunia ini selama 78 hari, ia bisa bilang kalau orang Jepang yang seperti itu sangatlah jarang dan normalnya mereka menggunakan bahasa yang lebih santai.

(Yang dimaksud adalah prefiks penggunakan bahasa orang pertama)

"Fufu ... Tidak ada, saya cuma ingin menenangkan pikiran, tapi karena tempat ini terlalu damai, saya jadi tertidur"

Balas Rias dengan senyuman, Issei sedikit banyaknya tahu situasi Rias, hanya bisa berasumsi kalau Rias sepertinya sangat terganggu dengan status pertunangan itu, sepertinya itu menjelaskan kenapa Rias memilih menenangkan diri di taman di pagi hari seperti ini

"Ara? Kamu pagi-pagi begini sudah latihan pagi, saya tidak tahu itu, Issei-san"

"Begitulah, aku suka olahraga pagi agar pikiran dan tubuhku tetap bugar setiap hari"

"Oh, begitukah? Fufu... apa kamu sebelumnya sering latihan pagi, Issei-san?"

Senyuman Rias yang terkesan terpaksa itu entah kenapa membuatnya sedikit risih, namun karena Rias sepertinya tak mau membicarakan soal apa yang mengganggunya, Issei memilih untuk tidak menyentuh topik itu.

"Seperti itulah..."

"... bolehkah saya duduk di sebelah mu?"

"Fufu... silahkan~"

Issei dan Rias pun duduk bersebelahan membiarkan suasana pagi ini menyelimuti keduanya, Issei yang sejak dulu tak terlalu suka berbicara mulai merasa kalau suasana ini agak terasa aneh untuknya.

'Jangan berani untuk jadi pedofil kawan, ingat kau punya janji dengannya disana!'

Issei menegaskan pada dirinya sekali lagi saat pandangannya tak sengaja tertuju ke bagian dada Rias yang terbilang sangat aneh karena bagaimana bisa ukurannya besar seperti itu, tapi untuk orang sepertinya yang terbiasa dengan ukuran Rossweisse yang menurutnya sangat pas (tidak besar maupun kecil) untuk ukuran tangannya, namun entah bagaimana bisa Rossweisse di dunia ini bisa memiliki ukuran yang sangat absurd.

"fufufu"

'hn?'

"Apa ada yang lucu?"

Rias entah kenapa terkikik kecil, lalu ia menatap kearah Issei dengan sebelah matanya tertutup dan nafas berusaha ia kendalikan setelah tertawa kecil dari suatu hal yang Issei tak tahu.

"Tidak, hanya saja, ekspresi anda saat berpikir sangat lucu"

"ha? Maksudnya?"

"Fuahhaha... s..seperti itu"

Rias tertawa lepas ketika Issei menatap kearahnya dengan tangan terlipat di dada lalu berkespresi kebingungan, dan semakin kebingungan kenapa Rias justru tertawa lagi.

'Seriusan, kenapa dia malah tertawa?'

Butuh beberapa saat untuk Rias bisa tenang dari tawa lepas, Issei yang terheran-heran kenapa ia tertawa hanya bisa berharap kalau sesuatu yang buruk jangan sampai terjadi, karena ia berpikir kalau membuat seseorang tertawa tanpa sebab, artinya kau akan mendapat kesialan hari itu.

"Hm... Issei-san, bisa saya curhat sedikit?"

"..."

Issei hanya mengangguk dalam diam berusaha mendengarkan apa yang akan Rias katakan.

Namun sesaat setelah ia mendengarkan apa yang Rias akan katakan selanjutnya justru ia sesali kenapa ia memilih mendengarkan curhatan seorang Rias Greymory.

"Issei-san, bisa kamu jadi pacarku?"

'...'

Issei yang tak bodoh untuk hal seperti ini, memilih untuk tetap tenang dan memikirkan apa yang sebenarnya tersembunyi dari kalimat Rias.

Dengan wajah tenang, Issei mengalihkan pandangannya kearah pepohonan di depan mereka.

"Apa itu mengenai status pertunangan mu, Greymory-san"

Tak menduga akan jawaban Issei yang seperti itu, Rias yang sempat terkejut lalu ikut menatap kearah dimana Issei menatap.

"Saya tidak akan mengikut campuri urusan keluargamu, tapi jika ada yang bisa saya bantu, ijinkan saya untuk setidaknya membantumu, Greymory-san"

"..."

Rias sempat menatap ke pepohonan dengan tatapan kosong sebelum ia memejamkan matanya lalu menghela nafas pelan mengikuti arah angin yang berhembus pelan di sekitar mereka.

"Terimakasih atas pengertiannya, Issei-san, nampaknya anda sudah tahu tentang pertunangan saya ya?"

"Begitulah, seorang tertentu menceritakan tentang situasinya jadi aku tak bisa bersikap seolah tak tahu apapun"

"Fufu... Saya berterimakasih atas sikap perhatian anda"

"..."

"Jadi, bagaimana denganmu, apa kau tak keberatan mengenai itu, Greymory-san?"

Issei berusaha untuk menyentuh topik itu sedikit demi mendapat informasi mengenai situasi yang sebenarnya.

"Sejujurnya, saya tak keberatan sama sekali, ini sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai penerus keluarga Gremory"

Ucap Rias dengan senyuman, namun Issei yang sedikit melirik kearah Rias, ia bisa dengan jelas mengatakan kalau Rias sangatlah berbohong soal situasinya yang dimana ia tak keberatan harus menikah dini.

"Hah..."

Issei mendesah lalu menyandarkan dirinya ke kursi taman ini berusaha menelan semua informasi ini bulat-bulat.

"Yah, kalau kau tak mempermasalahkan soal itu, aku tak bisa berkata apa-apa lagi"

"Fufu... begitulah"

Balas singkat Rias, dari nada Rias ia sepertinya mengharapkan jawaban yang lain dari Issei.

'Maaf nona, jika ini Issei di dunia asli ini, ia mungkin akan melompat ke permasalahan mu dan mengatakan kalau ia akan mengorbankan dirinya untukmu'

Pikir Issei ketika menebak apa yang Rias pikirkan, sebagai orang dewasa, sudah sewajarnya untuk menjaga jarak dan tidak memaksakan kehendaknya untuk orang lain, ada kalanya untuk tidak terlalu mencampuri permasalahan orang lain adalah jawaban yang benar daripada harus memaksakan diri untuk ikut campur yang berujung ke harapan hampa.

"Hah... maaf jika sedikit lancang"

Issei kali ini mulai tak tahan melihat sikap Rias yang seolah-olah pasrah menerima segalanya, berpikir kalau dunianya adalah kehendak orang lain.

"hm?"

Issei menoleh ke Rias lalu ia...

"Kau anak yang bodoh ya?"

"Ha?"

Ucapan ketus yang terdengar sangat kasar itu membuat Rias terkejut bahkan ia nyaris saja tersentak kaget dibuatnya.

"A..anda bicara apa Issei-san, b..bodoh? maksudnya?"

Issei kembali menghela nafas.

"Aku tak mengerti apa pendidikan yang kau terima di rumahmu, dan jujur aku tak mau ikut campur soal pertunangan ini dan itu, tapi menurut ku kamu sangat bodoh sebagai anak yang di lahirkan di dunia ini"

"B... bodoh!?"

"Ya benar, kau sangat bodoh, tolol bahkan aku tak tahu lagi harus berkata apa"

Mendengar hinaan keras Issei, Rias sontak berdiri dan menatap tajam ke Issei dengan mata penuh kemarahan.

"Oh? Kau bisa marah juga, ya?"

"Hentikan bicaramu! Apa yang kau tahu! Aku sudah lama tahu ini akan terjadi sejak aku di calonkan sebagai pewaris keluarga ku, jangan kau berani memanggilku bodoh seolah kau tahu semuanya!"

Bentakan Rias spontan membuatnya menaikkan sebelah alis matanya, Issei pun tersenyum tipis.

'Anak ini memang...'

Issei ikut berdiri namun ekspresi senyuman tipis Issei justru dianggap provokatif di mata Rias hingga.

"Nah, jika kau bisa marah begitu, kenapa tidak lampiaskan ke mereka yang menyuruhmu begitu?"

"Ha..."

Rias kembali dibuat terbodoh dengan ucapan Issei.

"Dengar ya, saya tak tahu apapun soal pernikahan rumit yang ada di keluargamu, tapi dari apa yang saya tahu, bukankah semua keputusan ada di tanganmu sebagai penerus kepala keluarga? lantas kenapa tidak cari solusi lain daripada mengeluh pada nasib dan merengek menyalahkan seolah-olah takdirmu berkata begitu?"

Issei menepuk bahu Rias sambil menatap kearah pepohonan, "Anggaplah kalau kau berpikir kalau itu mustahil, lalu apa gunanya posisi yang kau miliki sekarang? Apa gunanya kau yang berada di status pemimpin iblis di bawahmu? Apa kamu berpikir dengan memutuskan semuanya sendirian, kau akan mendapatkan jawaban yang kau cari? Bagaimana dengan mereka yang peduli dengan mu?"

Rias pun tertunduk, tangannya terkepal keras seakan ia marah akan sesuatu.

"Siapa kau rupanya? Kenapa kau sok tahu soal hidupku! Kau bukan siapa-siapa!"

Issei hanya meringis mendengar kalimat itu.

"Tepat, aku bukan siapa-siapa, tapi itulah pendapatku dari caraku memandang"

"Tsk! Kau banyak omong! Kenapa kau seolah ingin membantuku! Kau cuma ..."

Rias membentaknya lagi, Issei pun berhadapan dengan Rias yang sepertinya sangat putus asa soal itu. Melihat wajahnya Issei teringat masa dimana ia pernah melihat ekspresi putus asa para pengungsi dari musibah bencana alam yang terjadi di dunianya, namun ingat satu gadis di antara pengungsi itu, dan apa yang gadis itu katakan selalu ia ingat sampai saat ini.

"Kalau cuma satu lawan semuanya, mana mungkin bisa, kenapa tidak minta semuanya membantumu?"

"..."

"...itu... tidak mungkin"

"Apa karena kau takut mereka tak akan membantumu?"

...

"hah... dengar Gremory-san, apa kamu tahu tentang perasaan teman-teman mu? mereka tak akan mungkin akan diam saja jika mereka tahu yang sebenarnya, sekarang yang kau butuhkan bukan tetang apa, tapi bagaimana tentang tindakanmu"

"Biarkan aku tegaskan sekali lagi"

"Aku bukan siapa-siapa untukmu, kita baru saja kenal dan aku tak akan bisa membantumu, tapi..."

"... jika kau menoleh kearah mereka yang selalu kau anggap sebagai teman, yakinlah pada dirimu kau pasti akan menemukan jawabannya"

...

Rias tetap diam, tangannya bergetar nampaknya ia sangat takut tentang posibilitas dimana mereka akan menolak untuk menolongnya, namun sekali lagi Issei menekankan dari apa yang ia tahu.

"Teman saling bahu membahu membantu satu sama lain, itulah hubungan antar makhluk hidup, bukankah itu kenapa kau justru menjelaskan masalahmu padaku?"

"Fueh!?"

"Ah, jangan bilang kau tak sadar alasan kenapa kau ingin pacaran denganku?"

"B...bukan begitu"

"Eh... kan kau sendiri sudah tahu jawabannya, jika kau ingin di tolong tapi caramu seperti itu, aku ragu akan ada yang menjulurkan tangannya untuk membantumu, sekarang coba kau katakan lebih jelas apa yang kau inginkan"

Rias pun tertunduk tak berani berkata-kata hingga beberapa menit kemudian, Rias pun membuka suaranya.

"K...ku... kumohon, tolong aku, Issei Hyoudo-san"

Issei pun tersenyum lalu ia mulai mengelus kepalanya dengan lembut yang sontak membuat Rias mendongak menatapnya yang tersenyum lebar.

"Nah, begitu dari tadi, yup, aku siap membantumu, tapi jangan berpikir kalau aku sendiri bisa melakukan apapun, kau harus jelaskan semuanya ke teman-teman mu"

"K...kenapa?"

"Hah... kau ini masih belum mengerti juga ya, dengar sekali lagi, kita makhluk hidup itu harus bahu membahu, nah jika kau tak mengatakan keinginan mu dengan jelas, jangan harap ada yang mau paham denganmu, jadi cobalah untuk singkirkan sedikit sikap kaku mu kalau kau ingin lebih dimengerti orang di sekitarmu"

Issei entah kenapa malah jadi menasehati Rias, yah baginya ini bukanlah suatu masalah besar, salah satu tugas sersan bukanlah tetang mengkomandoi pasukanmu, tetapi tetang bagaimana menjaga kepercayaan dan bagaimana membimbing mereka agar tetap saling mendukung satu sama lain, itulah kenapa saat ia melatih para rekurut baru ia selalu menegaskan tetang kepentingan antar sesama pleton, satu berbuat kesalahan maka semuanya terkena imbasnya.

Satu untuk semuanya, kita adalah satu padu. Moto Marinir di pleton Alpha dibawah kepemimpinannya.

Issei tetap mengelus kepala Rias untuk beberapa saat, di mata Rias, Issei yang ia lihat saat ini, sangatlah berbeda dari remaja pada umumnya, seolah-olah orang yang ada di depannya sekarang ini adalah orang yang telah banyak melalui rintangan hidup dan berusaha membina dirinya yang putus asa.

'Issei-san...'

Entah kenapa wajah Rias terasa sedikit memanas terlebih lagi elusan yang Issei berikan di kepalanya terasa sangat lembut seolah menunjukkan rasa kasih sayang yang sangat besar melebihi apa yang ibunya pernah berikan padanya saat ia sedang sedih.

'ha...hauuu...'

"Eh... kenapa?"

Rias tiba-tiba menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Hari itu Rias mendapat dorongan untuk lebih terbuka dan hal yang ia lakukan sesaat setelah mereka berpisah di taman pagi itu, adalah meminta dengan sungguh-sungguh pada teman-temannya.

Di ruangan klub, Rias, Kiba, Akeno, Koneko, dan terakhir Issei Hyoudo, semuanya berkumpul sesaat setelah Rias ingin mengatakan sesuatu yang penting mengenai apa yang terjadi dengan situasinya.

"Teman-teman, maaf telah membuat kalian khawatir, tentang pertunangan ku, aku sejujurnya tak ingin menikah dengan orang sepertinya"

"Rias..."

"Buchou..."

"..."

"Humu"

Issei tak bergeming sama sekali selain diam.

"Jadi aku minta tolong pada kalian semua, tolonglah aku untuk membatalkan pertunangan ini"

Rias pun menundukkan kepalanya memohon dengan tulus pada mereka, hingga jawaban yang Rias dapatkan pun sesuai dengan apa yang Issei pikirkan. Mereka semuanya setuju membantu bahkan melihat bagaimana reaksi mereka yang sangat bersemangat melihat Rias yang memohon pada mereka membuat Rias pun tertunduk.

'Bagus, sekarang solusi cara membatalkan pertunangan ini tanpa masalah sepertinya sudah ada di depan mata'

Pikir Issei saat mendengarkan apa yang Rias jelaskan tetang cara dan bagaimana solusinya dan strategi mereka.

Issei yang cukup banyak mendengar rencananya Rias, perlahan berjalan keluar dari klub tanpa sepengetahuan mereka kalau ia keluar dari ruangan.

'Sepertinya mereka benar-benar menganggap kalau aku cuma figuran ya?'

Pikir Issei tersenyum tipis ketika melihat bagaimana mereka tak menyadari kalau Issei keluar dari ruangan tanpa mereka tahu sedikitpun.

Beberapa saat kemudian Issei kembali berjalan menyusuri pepohonan kembali ke area sekolah, namun kali ini ia merasa agak aneh dengan suasana pepohonan di sekitarnya.

'Perasaanku saja atau...'

(beep...beep)

Suara indikator di PDA miliknya sudah jelas menunjukkan kalau ada pergerakan aneh di sekitar area ini.

'Siapapun itu, aku ragu kalau ia punya niatan baik kearah ku'

Issei pun semakin waspada karena ia merasa kalau siapapun itu nampaknya akan menyerangnya kapanpun itu.

Hingga tepat saat itu juga ia pun di buat kaget saat sebuah serangan yang ia kira datang dari belakangnya justru datang dari depannya.

"Ughk!"

Issei terkena tebasan pedang yang langsung menyayat perutnya, beruntung ia cepat menghindar karena jika ia telat sedikit maka ia bisa terbelah jadi dua bagian.

"Siapa kau"

Tegas Issei pada sosok asing itu, saat sosok itu berbalik badan Issei dapat melihat sosok gadis berambut hitam yang menatapnya dengan senyuman gelap

"Fumu... Kamu nampaknya sehat-sehat saja, Issei-kun"

'oh, jadi ini bajingan yang membunuh Issei dunia ini'

Pikir Issei ketika menyadari kalau itu adalah Raynare, malaikat jatuh yang membunuh Issei dunia ini.

"Matilah untukku, Issei-kun"

Issei berusaha untuk bergerak namun kakinya tiba-tiba di tahan oleh rantai berwarna keemasan, Raynare pun melesat dengan pedang energi itu berusaha membelah dua Issei namun saat itu juga seseorang entah darimana tiba-tiba berdiri di depannya.

slash

Sebuah suara yang sangat horor di telinganya pun terdengar, Issei tersentak kaget luar biasa ketika melihat tubuh manusia yang terbelah dua dengan darah mulai membanjiri tanah.

"Eh... pengganggu"

'... Kenapa kau'

Issei tak tahu harus berkata apa ketika melihat tubuh Asia Argento yang terbelah dua, darahnya membanjiri tanah dan ia sempat melihat ekspresi wajah Asia yang tersenyum dan berkata sesuatu dengan nada yang sangat pelan di penghujung kematiannya.

"tsk... mati sana kau, serangga"

Raynare meludah ke Asia yang terbunuh olehnya, Issei sendiri tak tahu harus berkata apa, bukan artinya ia tak bisa marah dan benci dengan makhluk yang ada di depannya, namun ini lebih ke kecewaan dirinya yang tak mampu melakukan apapun.

"Hehehe... sekarang giliran mu"

Raynare dengan nada gelap mulai melesat kearah Issei dengan pedang siap ia tusukkan ke Issei, Issei dengan posisi satu kaki terikat rantai energi, hanya bisa mendesah berusaha menenangkan dirinya.

'Pada akhirnya perang kami melawan ras rendahan seperti mereka tak akan pernah berakhir'

Sepersekian detik, Issei langsung menggerakkan tubuhnya menghindari tusukan langsung itu.

"Apa!?"

Raynare yang terkejut akan tindakan tiba-tiba Issei langsung di sambut oleh pukulan kuat yang tepat menghantam wajahnya.

"Kyah"

Raynare pun terpental, memanfaat momen itu, Issei mengambil pisau taktikal dari balik blazer sekolahnya.

"Tsk... beraninya kau!"

Raynare mulai mengamuk.

"Shut up"

(tuung)

Pisau Issei berhasil memotong rantai energi itu.

"Ha!? bagaimana bisa?"

Raynare terkejut ketika melihat rantai itu dengan mudahnya di potong oleh sebuah pisau, namun untuk Issei ia tak menghabiskan waktu dengan basa basi, ia pun menuju ke Raynare yang masih terkejut, dengan sangat cepat Issei mengarahkan pisaunya ke wajah Raynare

"Jangan remehkan aku!"

Raynare langsung bersiap menangkis namun ia tak menduga kalau Issei langsung merubah serangan dengan menendang Raynare,

"Kyah!"

Raynare kembali terhempas sekali lagi.

"Come here you son of b!tch"

Issei kembali ke sikapnya yang dulu, dan mulai menghajar Raynare berulang kali. Pukulan, tendangan hingga sayatan pisau, ia arahkan berulang kali ke Raynare membuatnya kewalahan mengikuti arah serangan Issei.

"T...tcih... beraninya kau!"

Raynare berusaha menyerang balik dengan menggunakan tangan kirinya yang ia lapisi dengan energi, melihat Raynare yang akan memukulnya, Issei dengan cepat menangkap tangan kirinya lalu memelintir keras hingga suara lengan patah pun terdengar

"aah!"

Raynare menjerit sakit ketika tangannya di patahkan, Issei tak memberikan jeda, ia pun langsung memukul wajahnya, bukan sekali maupun dua kali, melainkan berkali-kali hingga darah pun mengalir dari wajah Raynare yang habis di hajar habis-habisan.

Issei mulai memanfaatkan Raynare yang melemah dengan membantingnya ke tanah dengan sangat keras.

"ghak!..."

Ia termuntah darah ketika menerima banyak pukulan dari Issei.

"S...siapa kau! K...Kau bukan manusia!"

Bentak Raynare berusaha bangkit, Issei dengan wajah datar hanya mengangkat bahunya.

"Yah, kami memang bukan manusia, bisa dibilang... Devil Dogs"

Issei kembali menghajar Raynare dan kali ini ia tak segan-segan mematahkan lengannya yang lain, seolah teriakan kesakitan tak membuatnya gentar.

'Lagian, kenapa dia bisa menjerit kesakitan?'

Ini kali pertamanya Issei hand-to-hand combat dengan iblis yang bisa menjerit kesakitan, dari pengalamannya ia tak pernah melihat satu iblis pun bisa menjerit kesakitan, yang ia selalu dengar adalah.

"Manusia, matilah kalian"

dan lain sebagainya.

Issei melihat wajah babak belur dan penuh luka di sekujur tubuh Raynare akibat di hajar habis-habisan olehnya.

'Ya sudah, lebih baik cepat aku selesaikan ini semua'

"T...t..tunggu..."

Tepat saat Issei akan menggoreskan pisaunya di leher makhluk ini, Raynare di matanya seolah-olah bersikap berbeda.

Ia sepertinya

'Ha? Iblis bisa menangis?'

"Sebaiknya kau temui penciptamu sana"

Tanpa belas kasih, Issei menggoreskan pisaunya di leher makhluk itu mengakhiri hidupnya dengan penuh derita.

Pisau yang dibuat dari bahan Tungsten bercampur uranium dengan tingkat kemurnian 9 persen, cukup menjadi racun efektif untuk melumpuhkan dan menyiksa perlahan makhluk seperti mereka.

Tepat sekali, wajahnya penuh dengan horor dan ia berusaha memberontak dan menjerit keras namun Issei yang menindihnya membuatnya tak mampu bergerak selain meronta.

'Sumpah, jika aku kembali ke tempatku, ku minta mereka untuk tidak membuat pisau seperti ini lagi'

Walau makhluk di hadapannya adalah kategori Devils kelas A, bukan artinya ia tidak akan terganggu secara mental kalau harus melalui ini berulang kali.

'Lagian, kenapa dia tidak mau mati?'

"Hrrrgh... hrrrgh...!"

Pikir Issei yang terus berusaha memotong lehernya namun Ia tak mau mati-mati, masih bisa berontak, dan wajahnya itu, ekspresi wajahnya yang kesakitan itu membuat sedikit jiwanya agak terganggu.

'Buang waktu'

(jleb)

Issei pun menancapkan pisaunya tepat di tengkorak makhluk itu yang spontan membuatnya terdiam saat itu juga menandakan kalau ia sudah di netralisir.

Issei mulai berdiri dan menatap kearah mayat wanita yang menyamar sebagai penduduk sipil dan membunuhnya sekali, dan kali ini makhluk ini membunuh satu warga sipil, setidaknya ia sudah membalaskan kematian gadis itu.

Sekali lagi Issei mendesah ketika ia kembali menyesali tak membawa senjata seperti pistol di sakunya hanya karena takut akan ada masalah dengan pihak berwajib di dunia ini.

Issei sedikit meringis ketika melihat ekspresi kematian dari Raynare alias Devils kelas A, mungkin ia harus lebih mempertimbangkan soal Konvensi Geneva tentang aturan perang.

'Jika ada yang menangkap basahku, aku mungkin bisa di penjara seumur hidup karena melakukan penyiksaan'

Lagipula tidak pernah ada peraturan tentang membunuh perlahan untuk ras selain manusia, Issei memilih menyingkirkan pikiran itu dan berjalan kearah tubuh Asia Argento yang telah membeku, ia pun menyimpan pisaunya kembali ke sakunya lalu ia terdiam sebentar sebelum menutup mata ke tubuh Asia.

"Maafkan aku yang tak bisa menyelamatkan nyawamu"

Issei berlutut di depannya, ia melepaskan blazernya lalu menutupkan tubuhnya dengan blazer itu.

"Saya sangat berterima kasih karena telah menyelamatkan nyawaku, setidaknya ijinkan aku untuk membalas budi"

Issei mulai mengatur wajahnya dan mulai mengangkat dua bagian tubuh Asia yang tergeletak di tanah berniat memberikan penghormatan terakhir ke gadis ini dengan cara apapun.

'Jika itu artinya aku harus melawan kehendak pencipta, maka persetan dengan itu semua'

Issei pun mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan namun sesuatu yang tak ia duga justru terjadi di depan matanya.

"Ha?"

Lengan kirinya tiba-tiba bercahaya, lalu kalung yang Asia pakai pun ikut bercahaya.

"Apa-apaan ini?"

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh.

("Jika itu memang yang kau inginkan, ku penuhi keinganmu")

Suara yang sangat gelap itu menggema di telinganya, namun saat ia menoleh ke kanan dan kiri, ia tak melihat siapapun.

("Letakkan tubuh anak itu")

"Siapa kau!"

Teriak Issei namun ia tak mendapat jawaban, Issei pun mulai meletakkan tubuh Asia di tanah, bagaikan sebuah sihir tiba-tiba tubuh Asia sepenuhnya di sinari cahaya hijau yang sangat menyilaukan.

("Kau sudah membuktikan kemampuanmu, sekarang tunjukkan bagaimana kau akan menggunakan ku, Issei Hyoudo, Sang Reinkarnasi Dunia")

Sinar hijau itu spontan menyinari dirinya dan seluruh area yang ada disini, Issei punbagaikan buta saat itu juga, ia langsung memejamkan mata saat cahaya itu semakin menyiksa matanya.

-0-

"Ahh!... hah ...hah...!"

Issei terbangun seolah ia di bangunkan oleh mimpi yang sangat buruk, ketika ia melihat ke sekelilingnya, suasana gudang kosong adalah hal pertama yang ia lihat.

'Ini?'

Issei mulai melihat sekali lagi ke sekelilingnya dimana ini memang tempat persembunyiannya, di sampingnya ia melihat sesuatu yang membuatnya hampir berteriak kaget.

'B...bagaimana bisa!?'

Asia yang tadi terbelah dua sekarang utuh bagaikan tak ada bekas apapun, yang lebih mengejutkannya lagi, ia masih bernafas.

'Mustahil! Bagaimana bisa?'

Tak jauh dari Asia terbaring, ia melihat tubuh makhluk yang tadi ia habisi dengan pisaunya.

Dia masih terbaring disitu, namun yang mengerikan untuknya adalah, makhluk itu masih bernafas dan sekali lagi ia tak melihat adanya bekas luka apapun.

'Mustahil, apa yang sebenarnya terjadi!?'

"Uhm..."

Makhluk itu mulai mengerang, ia mulai sadar, Issei pun dengan refleks mulai berlari kearah tasnya, mengambil pistol dan dengan cepat Issei membidikkan senjatanya.

"A..apa aku sudah mati"

Ucap Raynare dengan nada gemetaran, ia pun melihat ke sekelilingnya hingga tatapan matanya bertemu dengan Issei.

"Kyaah! Menjauh dariku!"

Raynare menjerit keras ketika melihat Issei yang membidiknya dengan pistolnya.

"K... kumohon jangan siksa aku! Aku mohon padamu!"

Raynare yang ketakutan setelah mengalami hal itu, bersujud di depan Issei dengan tubuh gemetaran.

'Apa yang terjadi?'

Pikir Issei saat melihat situasi ini.

Issei tanpa menurunkan bidikannya ke Raynare, mulai memukul kepalanya dengan gagang pistol membuatnya merintih sakit.

"K... kumohon, jangan lukai aku... hick .hick... kumohon"

Raynare sepertinya trauma dengan apa yang ia alami, Issei yang tak mau buang waktu, mulai menarik rambutnya membuatnya menatap wajah Issei secara langsung.

"eek..."

Entah kenapa Raynare mulai menangis ketakutan, sebenarnya apa yang terjadi disini Issei pun sudah tak tahu lagi, dari ekspresi Raynare, ia berani bertaruh kalau ia pun tak tahu apapun.

'Baiklah, aku tak tahu lagi harus berkata apa'

"Hoi, dengar dan jawab pertanyaan ku"

"Eek..."

"Apa dan kenapa kau ingin menghabisi nyawaku dan Asia Argento, jawab atau aku akan membuatmu mengalami hal itu lagi"

"E..eekkk... Aku mohon! Jangan lukai aku... a ..aku akan katakan semuanya"

Raynare yang ketakutan mulai menjelaskan apa yang ia ketahui, informasi yang baru ini mulai membuat Issei kembali bertanya-tanya tentang dunia ini yang menurutnya sangat aneh.

Menurut pengakuan Raynare, Issei memiliki kekuatan Sacred Gear yaitu naga bernama Ddraig, dan Asia yang memiliki kekuatan suci Sacred Gear Healing. Keduanya memiliki kekuatan suci asli dari surgawi yang menurut atasan yang memerintah Raynare, bisa membuat malaikat jatuh seperti mereka kembali ke posisi mereka yang dulu.

Untuk itulah kenapa ia dan Asia di targetkan oleh atasan Raynare sebagai target utama.

Namun itu masih belum menjawab misteri sebenarnya, kenapa harus dia? Kenapa harus ia memiliki alasan itu seolah-olah semua ini diatur sedemikian rupa agar ia terikat dengan dunia ini?

Siapa dan apa alasan tentang itu terus mengganjal di pikiran Issei, namun untuk sementara Issei hanya bisa mengikuti apa cerita dari Raynare.

Raynare sendiri masih terduduk di lantai menangis dan gemetar ketakutan, Issei bahkan sesekali melihat Raynare memegang lehernya mengingat kembali perasaan horor yang ia alami itu.

Untuk Issei sendiri, ia merasa kalau ia telah melakukan kejahatan perang dimana menyiksa tahanan perang.

'Ughk!'

Sebuah sengatan sakit di kepalanya mulai membuat Issei berlutut, tiba-tiba sesuatu yang menyeramkan masuk ke kepalanya.

Yaitu kenangan terakhir Issei Hyoudo yang sekarat di bunuh oleh Raynare.

'Bajingan ini'

Rasa amarah Issei yang tak terkendali seolah-olah mengambil alih dirinya.

Perasaan aneh yang tak mungkin datang dari dirinya tiba-tiba mengendalikan tubuhnya

'Ini... Issei Hyoudo dunia ini...'

Issei mulai menyadari apa yang terjadi dengan dirinya.

Issei tak bisa mengendalikan tubuhnya mulai berjalan, Raynare yang gemetaran, mulai membelak ketika melihat Issei berjalan kearahnya.

"Eek... kumohon! Jangan... jangan lukai aku!"

Raynare menjerit keras.

"Diam kau setan terkutuk!"

Bentak Issei yang masih memegang sebelah kepalanya.

"K...kau... kau membunuhku!"

"Maa..maafkan aku!"

Raynare mulai menangis ia terduduk ketakutan melihat wajah seram Issei.

'Ghk... Jiwa Issei yang di dunia ini, dia nampaknya sangat dendam dengan makhluk ini'

"kyah"

Raynare berteriak sakit ketika di tendang kuat, kepalanya pun terbentur besi menyebabkan darah mengalir dari dahinya.

"a...ah... k.. kumohon"

Rintih sakit Raynare, Issei yang berwajah penuh dengan dendam mendekat dan menindihnya.

"Matilah kau!"

Issei memukulnya berulangkali, mengabaikan rasa sakit di kepalanya yang serasa akan membunuhnya.

'Sialan, anak ini di luar kendali' Issei seolah-olah tak mampu mengendalikan tubuh ini, ia hanya bisa menyaksikan dari kedua mata Issei yang tanpa belas kasihan menghajar Raynare yang terus meminta tolong untuk berhenti.

"K..kumohon, am..ampuni aku"

"Ha!? Kau minta ampun? Jangan bercanda!"

Amuk Issei mengambil pisau itu lagi, Raynare melihat itu mulai membelak berteriak sekeras mungkin ketika bilah tajam itu menyayat kulitnya.

'Sial, aku harus melakukan sesuatu...'

Issei yang di dalam pikiran Issei asli, mulai mencari cara untuk menghentikan ini.

Hingga ia merasakan sesuatu, sekitarnya pun berubah.

Sebuah ruang putih tak ada noda adalah hal yang dapat terlihat sepanjang mata memandang.

"Siapa kau?"

Tiba-tiba suara datang dari depannya, tak lama sesuatu pun tercipta, itu adalah.

"Kau pasti Issei Hyoudo, bukan?"

"..."

Issei di dunia itu terdiam menatap kearahnya.

"Eh... kau kenapa mirip seperti ku!?"

Ucap Kaget Issei dunia ini ketika menunjukkan jari kearahnya, Issei J. Hyoudo mulai melihat pantulan wajahnya di lantai dimana ia dapat dengan jelas melihat wajahnya yang asli.

"Hehe... mungkin ini akan rumit untuk di jelaskan ya?" Ucap Issei J. Hyoudo ketika ia dalam bentuk dirinya yang dewasa.

"Oh, bagaimana kalau kita berbincang sebentar"

Usul Issei J. Hyoudo sambil berencana menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padanya dan pada dia yang sekarang ini.

...

...

"Jadi, kau adalah diriku di dunia yang lain?"

"Iya, di dunia ini aku tak sengaja terdampar di tubuhmu"

"Dan kau yang di dunia lain itu, kau jadi seorang tentara?"

Issei J. Hyoudo tersenyum mengangguk.

"Wah!? Serius! Kau keren sekali bro! Aku yakin kau pasti populer, ya kan!? Berapa banyak Harem yang kau buat disana!"

Tanya Issei dengan penuh semangat, melihatnya yang seperti itu membuat Issei J. Hyoudo menggelengkan kepalanya.

"Issei, aku tidak berpikir kalau laki-laki sejati itu butuh banyak perempuan untuk di cintai, loh"

"Ehhh... tapi punya Harem itu enak kok"

Issei menaikkan alis matanya mendengar ucapan Issei di dunia ini.

"Kau tahu, aku terkadang kagum dengan sifatmu yang seperti itu"

"Hehe! Benarkah! Aku ini calon raja Harem!"

"Hoho.. menarik"

Entah kenapa Issei J. Hyoudo justru bersikap seperti seorang ayah yang sedikit kagum dengan putranya.

"Dan kau bagaimana? masa dirimu yang keren begitu tidak punya Harem?"

"Hmm~ bagaimana bilangnya ya?"

"Eh... jangan bilang kalau kau ga populer?"

Issei J. Hyoudo hanya tertawa kecil. "Bukan begitu, aku sudah jatuh cinta pada seorang perempuan, dan sudah berniat melamarnya kok"

"Ha? Serius?"

"Iya, nih lihat"

Issei J. Hyoudo menunjukkan sebuah liontin kepada Issei, di dalamnya terdapat foto Issei dan Rossweisse dan sebuah cincin.

"Oh... Itu Rossweisse-sensei kan?"

"Lebih kurangnya begitu"

"Ohh... jadi kau berencana menikahinya ya?"

Issei J. Hyoudo mengangguk.

"Issei Hyoudo, aku tak tahu tentang situasi yang sekarang ini terjadi, yang jelas aku tak berniat merubah jalan hidup mu, tapi ya, bagaimana aku menjelaskannya... cobalah sedikit lebih menahan diri?"

"Hahahaha! Kenapa rasanya agak aneh di nasihati oleh diriku sendiri ya?"

"Begitulah"

Keduanya saling tertawa namun tiba-tiba sesuatu mengganggu dunia putih ini.

"Yah, sepertinya waktuku sudah selesai disini"

"Hei nak, kau bicara apa?"

Issei Hyoudo mulai menunjukkan tangannya yang mulai transparan.

"Aku sepertinya memang sudah di takdir kan untuk mati, yah walau jujur aku sedikit menyesal tidak bisa mewujudkan mimpiku, tapi... aku senang kok kau yang mengambil alih hidupku"

"Nak! Hei tunggu!"

"Tolong, maafkan yang ku perbuat ke Raynare-chan... a... aku mungkin jatuh cinta padanya di pandangan pertama"

"Issei! Tunggu!"

...

...

"!!"

Issei pun tersentak, saat ia tersadar, ia melihat sesuatu yang cukup membuatnya mual.

"ghuk..."

Raynare yang menderita luka sayatan di sekujur tubuhnya di tambah luka tusukan di lehernya, mulai batuk berdarah. Wajahnya yang hancur penuh luka, dan air mata yang terus membanjiri wajahnya membuat Issei yang sepenuhnya dapat mengendalikan tubuhnya langsung berdiri dan menjauh dari Raynare yang terluka parah.

"Shit!"

Issei pun dengan cepat mengambil sesuatu dari tasnya, dengan cepat ia membongkar isi peralatan medis yang ada dan mulai memberikan 3 injeksi langsung ke leher dan lengan Raynare.

'Sialan, ini jauh lebih buruk dari yang ku duga'

Beruntung injeksi itu dengan cepat bereaksi menutup luka yang ada, sehingga darah yang mengalir pun cepat berhenti sesaat setelah 3 injeksi ia berikan.

Raynare langsung pingsan setelah mengalami penyiksaan yang di luar kendalinya, satu-satunya hal yang bisa Issei lakukan adalah, mencoba menenangkan situasi yang ada.

(beep...beep...)

"ah! Transmisi!? Mungkin kah!"

Issei ketika mendengar suara dari radionya, ia langsung bergerak cepat ke tasnya dimana interkom ia simpan.

"Bzzzt ...bzzt ..."

("This is ... t...to...any... personel...d...do you read...")

"Command this is Alpha lead, do you copy?"

("... Issei?")

"..."

"Rossweisse"

("I...Issei!? Apa benar itu kau ...")

Issei saat mendengar suara Rossweisse untuk pertama kalinya dalam 78 hari ia terjebak disini, mulai merasakan sesuatu yang hangat di dalam dirinya.

("...h..hick...hick... syukurlah... kau masih hidup, Issei... A...aku ...")

"...zzt...Rossweisse, apa kau baik-baik saja" Issei hampir menangis terisak ketika mendengar suara Rossweisse, ia tak menyangka akan bisa mendengar suaranya lagi.

("Issei... Issei, dengar... k...k..kami...mm...statis...")

"Rossweisse? ... Rossweisse? ..."

Issei mulai tak bisa menahan diri dari panik ketika suara itu terputus sepenuhnya, ia bahkan mengguncangkan interkom nya berulang-ulang kali, panik terus menggerogoti pikirannya, ia pun mulai menangis saat kembali di ingatkan tentang hal yang ia harus penuhi, hal yang harus ia tepati, alasan kenapa ia harus menemukan jalan pulang.

"Fck!"

"Aku pasti akan menemukan cara untuk pulang!"

Sementara itu di lain sisi

"Issei? ... Issei...? Issei! ISSEI!"

Interkom itu pun terlepas dari tangannya sesaat setelah komunikasi terputus sepenuhnya, Rossweisse langsung terduduk di lantai berusaha menahan air matanya namun ia tak bisa menahan diri lagi.

"Issei..."

Ia menangis, terisak ketika ia bisa mendengar suara Issei untuk beberapa detik, walau Issei menghilang beberapa hari, namun baginya itu sudah seperti selamanya.

"Issei..."

Ia memegang erat liontin itu, hanya itu bukti yang bisa membuktikan Issei masih berada disisinya. Bukti dimana Issei pasti akan pulang kembali bersama dengannya lagi.

-0-

31 November 2042, 1300

Suatu tempat di perbatasan Austria, area pertahanan garis pertama basis NATO.

"Marinir, berkumpul!"

Para marinir yang berjumlah 46 unit itu mulai berbaris sesaat setelah Letnan satu datang dari tenda.

Di angkasa beberapa helikopter tempur AH-64 Apache terlihat mengawal helikopter V-22 Osprey ke wilayah tempur.

"Marinir, hari ini saya akan menjadi pimpinan regu ini, Saya Letnan Dua Sasuke Raymond Uchiha, senang bertemu dengan kalian semua"

"Yes sir"

"Bagus, sekarang dengarkan, kita kali ini dalam situasi genting, Intel telah menemukan adanya anomali di Austria dimana sebuah pohon raksasa tiba-tiba muncul dari antah-berantah. Kita di tugaskan bersama resimen 175 Divisi Armor. Persiapkan diri kalian, Hoorah?"

"Yes sir!"

Para Marinir mulai bergegas mempersiapkan barang-barang mereka, beberapa diantaranya mulai membawa amunisi ekstra dan beberapa lainnya yang bertugas sebagai Field Medic ikut membawa perlengkapan ekstra.

Mereka dengan cepat memasuki 4 unit IFV M2 Bradley dimana status markas untuk pertama kalinya memasuki kondisi siaga satu.

("Kepada semua unit, disini AWACS, kami mendeteksi adanya anomali di sekitaran perbatasan, para target sudah di tandai, kalian di ijinkan untuk menyerang target")

("Disini Prime one, di mengerti, target di dapatkan, kami akan memburunya")

Di angkasa 12 F-35 di ikuti 20 F-15 dan 30 F-18E/F mulai nampak di cakrawala, di ketinggian 25 ribu kaki, mereka melihat target di jarak 24 kilometer terbang di ketinggian 8 ribu kaki.

("Oke Boys, saatnya berburu")

Para pilot mulai melepaskan AMMRAM ke para Devils kategori C dimana mereka sepertinya akan menuju ke unit darat yang mulai melintasi perbatasan Austria.

Ledakan pun menyinari langit dimana cuaca masih terlihat mendung pertanda akan hujan badai topan.

Dari darat, Marinir, dan pasukan koalisi angkatan darat pasukan NATO mulai melintasi tanah yang berlumpur dengan cepat seolah tak memperdulikan rintangan lumpur dan banjir yang menutupi jalan mereka.

("Target Spotted")

("Enggaged!")

Puluhan Abrams diikuti Leopard V3 mulai melepaskan tembakan meriam kearah para makhluk raksasa yang menyerupai seperti orc dengan tinggi sekitar 45 meter itu mulai di hujani ratusan 120mm Sabot dan peluru HEAT, spontan makhluk itu pun tewas seketika saat rentetan tembakan tank tak memberikannya jeda untuk menyembuhkan lukanya.

("Tetap maju, pukul mundur mereka!")

Ucap komander di salah satu M1A2 Sept V3 ketika memaksa maju dengan kecepatan 50 kilometer perjam, di belakang ratusan Tank Abrams dan Leopard, setidaknya 70 bradley dan LAV25 yang masing-masing membawa marinir dan pasukan NATO mulai terlihat memasuki area tempur.

"Awas!" Ucap komander di Bradley yang membawa 8 orang dan salah satunya adalah Letnan Dua Sasuke Raymond Uchiha.

Bradley berhasil menghindari ledakan dari bola energi makhluk itu yang di tembakkan dari pelontar bom era jaman kerajaan dulu.

"Shit, nomor 3 terkena serangan!"

Ucap komander Bradley ketika melihat LAV25 terkena serangan bola energi itu yang sontak meledakkan kendaraan lapis baja itu.

"Keep moving!"

Melihat rekan mereka yang terbakar hidup-hidup akibat ledakan itu, ia hanya bisa berdoa kepada mereka, bukan berarti mereka tak ingin menyelamatkan nyawa mereka namun saat ini prioritas mereka adalah objek raksasa menyerupai pohon yang ada di 270 kilometer di depan mereka.

Unit tank dan mechanized Infantry Regiment terus maju di dukung helikopter Apache sebagai bantuan udara jarak dekat, di angkasa para pilot masih terus mengejar dan menghabisi para iblis, bahkan saat rudal mereka habis, para pilot pun tak punya pilihan selain melakukan dog fight jarak dekat.

("Semua unit disini AWACS, hentikan posisi dan bentuk perimiter di area, kita setidaknya berhasil merebut 50 kilomter wilayah kita")

Di angkasa, pesawat E2 Early Warning Reconnaissance Aircraft yang terbang di angkasa terus memonitor area tempur

Area puun dengan cepat di amankan, namun tujuan mereka masih jauh.

Tujuan utama yaitu objek pohon raksasa yang muncul tiba-tiba di Austria

-0-

AN: Terima kasih untuk mengikuti "The World of Devil's" (atau lebih tepatnya judul sebelumnya The world of 2042) saya entah kenapa sangat tertarik dengan semi realistis karakter Issei Hyoudo dan dari personalianya dia, yah saya tidak bisa menyalahkan kalau ia akan melakukan hal itu karena menurut konvensi Geneva, hal seperti selain manusia itu seharusnya tidak melawan hukum, ya kan?

anyway, sedikit kurangnya saya sudah memahami jalur yang akan saya ambil untuk kisah ini jadi expect more, soon.

thank you for reviewing,

unlimited: yah, saya juga kepikiran kalau Issei ga di buat begitu karakternya mungkin tu Anime mungkin akan tetap relevan sampai sekarang

dan khusus untuk lu pembaca legen yang buat gua memutuskan untuk melanjutkan cerita ini 9 bulan kemudian! gua sangat apresiasi review lu yang datang saat gua update ini cerita perdana setelah Hiatus 9 bulan lamanya