Ryuuzaki Naruto, anak sulung dari keluarga Kushina Ryuuzaki dan Minati Ryuuzaki.

Sebagai anak sulung ia sering di didik dengan cara yang agak tegas mengingat latar belakang keluarga mereka turun menurun semuanya berasal dari garis militer.

Dengan latar belakang seperti itu, tak mengherankan jika ia sedikit banyaknya punya kepribadian yang mirip dengan pendahulunya.

Atau setidaknya itulah yang ia yakini ketika sampai di rumah dimana suasana ruang tamu yang terbilang hening kecuali suara televisi yang menyiarkan siaran berita dunia.

Ibunya yang dengan santai meminum teh, menoleh kearahnya yang telah sampai di rumah.

"Selamat datang Naru, apa jalan-jalan mu menyenangkan?"

Ibunya bertanya dengan niatan murni ingin setidaknya memuji putranya yang entah bagaimana bisa berjalan-jalan keluar rumah di hari libur yang normalnya ia tak pernah keluar rumah kecuali di suruh untuk belanja sesuatu.

"Fufu... Ibu sangat bangga denganmu yang mau bertinkah seperti anak remaja normal"

"Dan apa maksudnya itu mom!?"

"Ara? Bukannya kau keluar dengan perempuan tadi, ya?"

"Ha?!... a...apa maksudnya mom... a...aku ga mengerti"

Ia mulai terbata-bata ketika ibunya meliriknya dengan tatapan maut seolah-olah sedang ketahuan selingkuh. Lagipula ia tak pernah ingat kalau ia menjalin hubungan asmara dengan seseorang, kan?

"Fufu... berbohong itu tidak bagus loh, Naru. Fufu ..fufu... Siapa sangka kalau putra yang ibu besarkan akan berani mencurangi calon menantu putri ibu... Fu..Fu... Naru-san, sebaiknya kamu jelaskan itu pada Ibu, ya?"

Nada Ibunya semakin terasa menggelap dan di tambah tatapan mata yang mengancam membuatnya merinding ketakukan.

"..mom! itu salah paham! Aku sumpah, kami cuma teman sekelas!"

"Oho... teman sekelas ya? Ibu tidak yakin kalau gadis itu yang kamu kenal sejak SMP dulu hanya sekedar teman sekelas semata"

Nada Ibunya yang semakin formal membuat Ryuuzaki Naruto ketakutan, ia sangat tahu kalau wajah gelap ibunya itu adalah sebuah pertanda kalau ibunya tak akan bisa di ajak bicara kecuali ia mengaku salah.

"Maafkan aku mom, aku yang salah"

Dengan cepat ia menundukkan kepalanya di depan ibunya yang masih duduk dengan tenang di sofa memegang cangkir teh, namun ekspresi wajah seramnya itu membuatnya tak berani membuatnya marah lebih dari ini.

"Fufu... Naru-san"

"y...ya!"

"Kamu tahu, selingkuh itu ga baik, jadi..."

"J..a..n..g..a..n.. ulangi lagi ya?"

"Maaf aku!"

Ryuuzaki, Naruto, 17 tahun. Ia bersujud di depan ibunya untuk masalah yang ia sendiri anggap kalau itu bukanlah masalah yang besar

'Lagian siapa pula yang selingkuh? Aku ga pernah ingat kalau aku menjalin hubungan dengan siapapun'

Sore itu Ryuuzaki Naruto, kembali merenung di kamarnya, lirikan matanya tertuju ke jendela kamarnya dimana kamar Rossweisse berada di sebelah kamarnya.

(beep)

Ponselnya bergetar, saat ia melihat siapa yang mengirim pesan itu, nama Rossweisse adalah hal yang paling pertama ia lihat disana.

("Naru-chan, Ayo ketemuan di depan, aku ingin melihat festivalnya sekarang! [~]")

"Ok, aku bersiap sebentar"

Balasnya, tak lama ia pun mengambil jaketnya dan berjalan keluar dari rumah.

"Ah! Naru-chan"

Sesaat setelah ia keluar dari rumah, Rossweisse dengan penampilan yang sangat berbeda langsung membuatnya terdiam tak berani mengucapkan sepatah kata pun.

Rambut di ikat ponytail, mengenakan Yukata berwarna putih, entah kenapa pakaian itu sangat cocok sekali dengannya.

Aura yang sangat berbeda itu menyelimuti Rossweisse, aura kekanak-kanakan yang biasa Rossweisse pancarkan sekarang di gantikan dengan aura wanita dewasa yang sangat indah itu membuatnya membeku.

"N...Naru-chan... b..bagaimana menurutmu?"

Rossweisse mulai malu-malu, tangannya memegang rambutnya berusaha menutupi mulutnya yang bergetar karena tak tahan merasakan perasaan yang menyelimuti Rossweisse.

Ryuuzaki Naruto sendiri, ia hanya bisa memalingkan wajahnya namun kemerahan masih dapat terlihat di pipinya.

"K..kau cantik kok"

"!"

Rossweisse seolah-olah di setrum oleh ribuan volt listrik ketika mendengar kata-kata itu, keduanya pun saling mengalihkan wajahnya, keheningan aneh menyelimuti keduanya seolah-olah mereka hanyut dalam pikirannya sendiri.

"Fufufu ... indahnya romansa muda"

"Pasangan yang imut"

Beberapa orang yang lewat mulai terkikik kecil ketika melihat keduanya yang terdiam, sontak mereka pun tersadarkan realita yang ada.

"R... Rossweisse, ayo kita berangkat!"

"Y..yah"

Keduanya berjalan dengan suasana aneh yang menyelimuti mereka, Rossweisse sendiri, ia memilih berjalan sedikit di belakangnya tak berani mengeluarkan suara hingga

Rossweisse memberanikan diri menarik lengan jaketnya, saat Naruto berbalik menatap ke Rossweisse yang tertunduk, ia mulai merasa sangat malu melihat sisi Rossweisse yang menurutnya sangat imut itu.

"N... naru-chan... b...bisa aku me...memegang tanganmu"

Suara Rossweisse sangat halus bahkan nyaris tak terdengar sama sekali, namun untuknya ia entah kenapa bisa mendengar bisikan pelan Rossweisse dengan sangat jelas.

"O...ok.."

"Ek!?"

Rossweisse yang tak siap akan apa yang dilakukan Naruto, spontan menjerit kecil, namun suaranya langsung terhenti ketika ia menengok ke wajah Naruto yang memerah.

'ah...'

'N..Naru-chan'

"Kalau begini kita tak akan terpisah, ya kan?"

"hm"

Angguk kecil Rossweisse, mereka pun berjalan bersampingan dengan kedua tangan mereka saling berpegangan satu sama lain, dari perspektif orang yang lewat, keduanya bagaikan pasangan yang baru jadian.

Hal itu di dukung dari ekspresi malu keduanya yang sangat jelas menjelaskan bagaimana hubungan keduanya.

'Kenapa aku justru malu?! Apa yang salah denganku!'

Terakhir ia jalan dengan Rossweisse, entah kenapa ia jadi terlalu menyadari pesona Rossweisse sebagai gadis remaja biasa, hal ini biasanya tak pernah ia rasakan.

Jarak keduanya pun terasa agak aneh terlebih jika mereka saling berduaan.

'Ini terlalu aneh, aku harus bicara'

Tak tahan dengan suasana hening yang menyelimuti keduanya, ia memilih untuk memberanikan diri untuk membuka topik pembicaraan di sela mereka berjalan menuju area festival Tanabata.

"Rossweisse... h...hari ini cuaca terasa bagus, ya?"

'Apa-apaan sih yang aku bilang!'

Ia ingin sekali membentak dirinya ketika memilih topik basa-basi yang sangat aneh itu.

"Y..ya, aku suka"

'Eh!? Rossweisse k..kau bilang apa!'

"Cu..cuacanya sangat bagus, a..aku suka sekali"

'Oh'

Kesalahpahamannya nyaris saja membuat suasana keduanya terasa sangat aneh.

Saat mereka kembali diam, tanpa sadar mereka pun sampai di area festival dimana banyak stan jualan berjejer di sepanjang mata memandang.

"Wah~"

Rossweisse pun berubah menjadi mode kekanak-kanakan seperti biasanya, spontan Rossweisse berjalan cepat menuju beberapa stan dengan penuh semangat, Ia melihat bagaimana perubahan sikap mendadak dari Rossweisse membuatnya tersenyum dalam diam.

'Rossweisse memang seperti itu'

Ia pun berjalan mengikuti kemana Rossweisse pergi, keduanya menyusuri festival ini dengan senyuman yang sangat indah pun tercipta di wajah Rossweisse, senyuman itu entah kenapa membuatnya merasa sangat aneh.

Aneh, entah kenapa ia merasa sangat jantungan dibuat ekspresi yang Rossweisse buat beberapa waktu belakangan ini.

Seolah-olah,

'Mana mungkin'

Seolah-olah Rossweisse sedikit sadar akan perasaannya ke Ryuuzaki Naruto, namun itu langsung ia bantah karena ia sangat yakin kalau hubungan keduanya masih sebatas teman masa kecil yang tumbuh bersama-sama.

Kelak Rossweisse pun akan memiliki pacarnya sendiri dan menikah dengan seseorang yang ia cintai seumur hidupnya.

(stiing)

'Kenapa?'

Naruto memiringkan kepala bingung kenapa tiba-tiba ia merasa jantungnya terasa sangat sesak.

'Mungkin aku lapar?'

Pikirnya sambil kembali berjalan mengikuti kemana Rossweisse menghilang.

"Naru-chan lihat! Aku berhasil!!"

Rossweisse dengan senyuman lebar menunjukkan hasil tangkapan ikan hias yang ia dapatkan di stan itu, senyuman gembira Rossweisse membuatnya tertawa kecil.

"Ya... bagus sekali"

Keduanya kembali menikmati waktu mereka seakan tak memperdulikan apapun selain waktu yang keduanya habiskan di malam itu.

-0-

"hmmm... enak~"

"Hah... kau tahu"

Naruto mendesah ketika Rossweisse dengan riangnya memakan Yakisoba mengabaikan bagaimana ia tadi kegirangan melihat-lihat stan jualan yang ada di festival ini.

Keduanya duduk di pinggir kanal dimana mereka sempat terdiam menikmati Yakisoba yang mereka beli.

"Naru-chan"

"hn?"

Naruto menoleh kearahnya, ekspresi Rossweisse pun berubah. Ia sekarang terlihat sedang memikirkan sesuatu, sesuatu yang sangat aneh untuknya bisa pikirkan

"Aku penasaran, apa yang ayah lakukan disana"

"... Apa kau rindu padanya?"

Rossweisse pun mengangguk. Naruto sangat tahu bagaimana sifat Rossweisse, juga tentang bagaimana sifatnya yang sangat suka di manja itu.

Namun jika memikirkan kembali bagaimana atau tentang masa depan dimana Rossweisse akan jadi milik orang selain dirinya.

(pat)

"eh?"

"Sudah, sudah, ayah kita pasti pulang kok"

Ucapnya sambil mengelus kepalanya dengan lembut, namun untuk Naruto sendiri, ia sangat tahu sekali apa yang barusan ia lakukan bukan karena ia ingin menenangkan Rossweisse, melainkan ini adalah keegoisannya.

'Aku memang manusia rendahan'

Ia tahu kalau ia sangat tidak ingin Rossweisse dimiliki oleh orang selainnya, namun setiap kali ia ingin lebih jujur pada dirinya sendiri, jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat takut untuk menyampaikan hal itu.

"grrr"

Hingga imajinasinya pun di hancurkan oleh suara dengkuran Rossweisse.

"Hei, kau bukan kucing!"

"nyaa~"

"D..dengarkan aku"

Rossweisse tertawa lepas ketika melihat ekspresi kesal Naruto yang berhasil di goda olehnya.

Keduanya tetap begitu hingga waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Pulang yuk?"

Ucap Rossweisse dengan santainya ia berdiri dan menatap ke Naruto dengan senyuman tulus

"Naru-chan, terima kasih sudah menuruti keinginan egoisku"

"..." Naruto terdiam melihat Rossweisse yang gembira itu.

Ia pun menggaruk kepala belakangnya sambil ikut berdiri.

"Kau bicara apa sih, aku ga keberatan mau berapa kali kau egois ke aku, aku tak akan marah kok"

"Ehehe~"

"Naru-chan kadang-kadang bersikap seperti onii-san"

"Yah, aku ga bisa menyangkal soal itu"

"Oh? Kalau begitu"

"H..hei"

Tiba-tiba Rossweisse menempel ke lengan kanannya.

"Aku ini imouto mu yang imut, jadi manjakan aku onii-chan"

"Kau bicara apa kali ini?"

"Hehe~"

"Sudah ayo kita pulang"

Mereka pun berjalan pulang ke rumah dengan posisi Rossweisse masih menempel di tangannya.

Saat mereka sampai di depan rumah Rossweisse, ia pun melepaskan dirinya dari dekapan lengan Naruto, sebelum masuk ke rumah Rossweisse berbalik menatap ke Naruto, sekali lagi sebelum ia masuk sebuah senyuman bahagia pun terlihat di matanya.

"Naru-chan, aku sangat sayang padamu!"

(deg..deg)

"S...sudah sana masuk!"

"heheh~"

Rossweisse langsung masuk kedalam rumahnya meninggalkan Ryuuzaki Naruto sendirian dengan wajah yang sepenuhnya bisa ia tahan dari meledak kemerahan.

'Hah... kadang-kadang aku mungkin harus bilang padanya untuk berhenti bersikap seperti itu'

Ia berjalan masuk ke rumahnya berharap hari cepat datang, namun untuk Rossweisse sendiri, sesaat setelah ia masuk ke dalam rumah, seorang gadis dengan rambut blonde menyambutnya.

"Rossweisse nee, selamat datang"

Rossweisse berjalan melewati Asia tak membalas sambutannya.

"eh?"

Namun Asia sempat melihat sekilas ekspresi wajah Rossweisse.

'Rossweisse nee?'

Wajah Rossweisse memerah padam, ia berjalan ke kamarnya dengan terburu-buru tak peduli lagi harus mengganti pakaiannya, ia langsung membaringkan tubuhnya di kasur, menutupi wajahnya dengan bantal.

'Kyyuuuuu... aku jadi jantungan!!'

Rossweisse berguling-guling di kamarnya berusaha menghilangkan rasa malu yang menyerangnya

'Naru-chan... uuuuu...'

Memerah dan detakan jantung yang tak karuan menjadi teman yang menemaninya di sepanjang malam.

'Aku mungkin... s...suka Naru-chan'

Pikirnya sambil menoleh ke jendela dimana kamar Naruto terletak.

'...mmm... aku benar-benar suka dengan Naru-chan'

"Hauuu"

Malam itu Rossweisse menghabiskan waktu dengan bermain-main dengan pikiran dan imajinasinya dimana semuanya berujung ke hal-hal yang sedikit mesum.

Sementara itu, Ryuuzaki Naruto sendiri ia mulai merasakan perasaan-perasaan aneh yang belakangan ini ia rasakan sejak Rossweisse merubah sikapnya.

'Hah ... mungkin aku terlalu kepedean kalau dia suka padaku sebagai lawan jenis'