RedamancyHOLD
henxiaobaby
PrologRedamancy(Verb) The act of loving the one who loves you; a love returned in full.(Kata kerja) Aksi mencintai orang yang mencintaimu; cinta yang berbalas penuh.
"Dery gak apa-apa sendirian? Dery pusing gak?"
"Aku baik-baik aja, ini juga ada Papa kok. Xiaojun sayang, kamu di rumah Mama Papa dulu, ya?"
"TapiXiaojunmaupulang,XiaojunmausamaDeryaja."
"Nanti malem aku jemput kamu, terus kita pulang bareng, oke?"
"Gakbisasekarangaja?XiaojunkhawatirsamaDery."
Tanpa sadar Hendery tersenyum mendengar itu, "aku gak apa-apa. Oh ya, aku tutup dulu ya? Aku harus ngomong sama Papa."
Buru-buru Hendery menutup sepihak panggilan itu dan matanya langsung mengarah ke Papanya yang ada di hadapannya.
"Apa kata Xiaojun?" tanya Papa Hendery. "Dia khawatir sama aku, Pa..."
Bugh!
Satu pukulan kencang mendarat di pipi Hendery dari Papanya. "Kamu udah nyakitin dia dan dia masih khawatir sama kamu?" "Aku tau Pa, aku kalut, aku gak bakal-"
Bugh!
Lagi, satu pukulan yang memutus pembicaraan Hendery. "Gak pantes kamu buat dia!"
01Dentingan piano menggema di seluruh penjuru ruang pertunjukan di suatu sekolah, membangunkan sesosok yang tertidur di bangku penonton yang menutupi wajahnya dengan sebuah buku tulis.
"Eh, ada yang kebangun tuh," celetuk sebuah suara cempreng.
"Eoh?" suara lainnya menyahut agak takut karena mengganggu tidur orang itu.
"Oh, itu Hendery, biarin aja," sahut suara lainnya lagi yang lebih berat.
Merasa dibicarakan, satu-satunya murid yang ada di bangku penonton itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mata besarnya memerhatikan tiga anak yang sedang duduk berhimpitan di kursi piano.
Oh,anak-anak kelas 1, batin murid yang terbangun itu.
"Kok diem? Nyanyi lagi dong," sahut murid yang terbangun itu – atau sebut saja Hendery, seperti yang sudah dikatakan salah satu anak di kursi piano itu.
Hendery mengenali dua dari tiga anak kelas 1 itu; Haechan yang bersuara cempreng dan Mark yang bersuara berat, dan satu anak lagi yang duduk di tengah itu begitu menarik perhatiannya karena baru kali ini dia melihatnya di sekolah.
Kemudian anak yang di tengah itu menyanyikan lagu Grenade dari Bruno Mars, dari awal sampai akhir lagu Hendery menyimak, suara anak itu sangat bagus dan membuatnya merinding – terutama pada beberapa nada tinggi di lagu itu.
Saat anak itu sudah selesai menyanyikan lagunya, Haechan dan Mark otomatis bertepuk tangan dan berseru ricuh, dan tanpa sadar pun Hendery berdiri dan ikut bertepuk tangan.
"Bagus!" sahut Hendery.
Merasa diberi pujian, anak yang bernyanyi tadi menoleh ke arah Hendery dan tersenyum lebar.
"Ayo lagi," sahut Haechan kegirangan.
Tapi saat anak itu baru saja menyentuh piano, ada Pak Baekhyun yang masuk ke ruang pertunjukan – menghentikan anak itu dari niatnya
bernyanyi.
"Ternyata kalian di sini, ayo kita ke kelas dulu," ujar Pak Baekhyun dengan lembut lalu matanya bertemu pandang dengan Hendery yang ada di bangku penonton.
"Kamu, mentang-mentang udah dinyatakan lulus kelas 3, jangan kabur- kaburan dong, ikut temen lainnya di classmeetingsana," sahut Pak Baekhyun lagi.
Hendery hanya cengengesan.
Pak Baekhyun langsung berlalu tanpa menunggu tiga anak kelas 1 itu turun dari panggung.
Karena terburu-buru harus kembali ke kelas, Mark langsung melompat turun ke depan panggung tanpa sempat melalui tangga di ujung panggung, lalu diikuti Haechan dan anak yang terakhir itu... Hendery baru menyadari bahwa anak itu jauh lebih pendek dari Mark dan Haechan.
Murid SD kah?Batin Hendery penasaran.
Ah,tapiseragamnyaSMP,Hendery membatin lagi.
Merasa jaraknya terlalu tinggi jika harus melompat dari panggung langsung, anak itu menjulurkan kedua tangannya ke arah Mark yang sudah di bawahnya – meminta untuk ditangkap.
Dengan sigap Mark langsung menangkap anak itu, menggendongnya seperti koala dan bergegas membawanya keluar ruang pertunjukan tanpa menurunkannya.
"Dadah," sahut anak itu ceria ke arah Hendery sambil melambaikan tangan – masih digendongan Mark.
Melihat itu Hendery tersenyum lebar dan balas melambaikan tangan.
Aaak,gemesbangetdia,batin Hendery yang langsung menyentuh dadanya yang sedikit berkecamuk.
Tidak mau melewatkan kesempatan, Hendery akhirnya mencekal lengan Haechan yang masih belum benar-benar keluar ruang pertunjukan.
"Haechan, tunggu," sahut Hendery.
"Kenapa?" Haechan menghentikan langkahnya untuk menyusul dua temannya yang sudah keluar ruang pertunjukan.
"Tadi itu siapa namanya? Kok aku gak pernah liat di sekitar sekolah ya?" "Oh itu Xiaojun, dia anak pindahan dari California," setelah mengatakan
itu, Haechan buru-buru berpamitan untuk menyusul Mark dan Xiaojun.
"Xiaojun..." bisik Hendery pada kesunyian ruang pertunjukan, lalu tersenyum simpul karena menyukai nama Xiaojun yang mengalun keluar
dari mulutnya.
Sedangkan di lorong kelas...
"Tadi Mark bilang, anak itu namanya siapa?" tanya Xiaojun yang masih memeluk leher Mark yang menggendongnya.
"Hendery, kenapa?" Xiaojun tertawa kecil.
"Gak apa-apa, Hendery ganteng, ya?"
Bersambung...
02Besok harinya, besoknya lagi, dan lagi Hendery selalu mencari celah untuk bisa melihat Xiaojun di sekolah. Hendery juga mengambil kesempatan untuk bertanya pada Haechan tentang Xiaojun – karena Hendery masih merasa canggung untuk mendekati Xiaojun langsung.
"Xiaojunitubayiku,"begitulah yang dikatakan Haechan saat kali pertama Hendery mencoba menggali informasi mengenai Xiaojun.
Dan serentetan omong kosong lainnya selalu Hendery dapatkan dari Haechan, akhirnya Hendery menyogok teman Xiaojun yang posesif itu dengan uang jajan tambahan.
"Xiaojun pernah bilang kalo kamu itu ganteng," kata Haechan suatu hari. Tapi Hendery justru skeptis mendengar itu.
Lalu Hendery menyerah untuk bertanya pada Haechan, dan memilih untuk mencari waktu yang tepat untuk mendekati Xiaojun langsung saja.
Mungkin sampai gajah bisa terbang barulah Hendery akan melakukan pendekatan pada Xiaojun – saat ini dia hanya berani melihat dari jauh.
Sampai pada ketika Hendery sudah memulai kehidupannya sebagai murid kelas 1 SMA, yang untungnya masih satu yayasan dengan SMP-nya dahulu, jadi keberadaannya masih satu kawasan dengan Xiaojun yang kini pasti sudah kelas 2 SMP.
Meski masih satu kawasan, jarak SMP dan SMA NEO Internasional School tidaklah dekat. Hendery sampai sengaja berjalan jauh dari kelasnya saat jam istirahat untuk melihat pujaan hatinya yang masih SMP itu.
Beberapa kali matanya menyisir kawasan SMP, yang Hendery dapatkan hanyalah wajah-wajah baru anak kelas 1 yang tidak dikenalinya. Sesekali Hendery melihat Haechan dan baru sekali melihat Mark.
Dan dari sekian kali Hendery memasuki kawasan SMP, tidak pernah sekali pun matanya menangkap kehadiran Xiaojun. Mungkin hanya kebetulan tidak berpapasan saja, begitulah Hendery berusaha berpikiran positif.
Tapi lama-kelamaan Hendery tidak sabar juga, karena yang sering dia lihat justru Haechan. Sekali lagi, Hendery kembali bertanya pada Haechan
tentang keberadaan Xiaojun.
"Kok aku gak pernah liat Xiaojun lagi? Dia di kelas mulu, ya?" tanya Hendery akhirnya.
"Xiaojun udah balik ke California sejak taun ajaran baru ini."
Dan Hendery berharap kali ini Haechan hanya bercanda padanya seperti yang sudah-sudah.
Tapi sayangnya, kali ini Haechan serius.
Bersambung...
03Masa SMA adalah masa-masa paling indah, begitu kata orang-orang. Walau tetap disibukkan oleh kegiatan belajar, tapi biasanya cinta pertama ada di masa-masa SMA. Tidak terkecuali dengan Hendery, yah hanya sedikit lebih awal karena dia melihat Xiaojun si cinta pertamanya saat masih SMP.
Tapi sayangnya Hendery harus menahan perasaannya yang membuncah itu karena kebodohannya sendiri tidak berani mendekati Xiaojun duluan, sampai akhirnya anak itu pergi jauh – cintanya layu sebelum berkembang.
Itu baru satu musibah yang menimpa Hendery pada awal masa SMA-nya, ada lagi satu musibah besar yang harus dihadapi Hendery saat baru saja memasuki kelas 2 SMA, dia didiagnosa menderita priapismus.
Priapismus? Kondisi di mana alat vital seorang pria yang menegang berkepanjangan tanpa adanya rangsangan seksual. Bayangkan, seorang pemuda berusia 16 tahun seperti Hendery, bisa-bisanya sampai menderita priapismus.
Sejak menderita priapismus ini, kegiatan belajar Hendery di sekolah juga menjadi terganggu. Bagaimana tidak, saat priapismus-nya kambuh, rasa sakit yang dirasakan Hendery tidak hanya pada bagian kejantanannya, tapi juga mencapai kepalanya.
Sakit kepala berat dan sesekali sakit kepala sebelah – migraine, kondisi yang sangat menyiksa hingga Hendery kesulitan berkonsentrasi belajar jika penyakitnya kambuh saat jam pelajaran di sekolah. Walau Hendery sudah mengkonsumsi obat yang diresepkan, tetap saja merepotkan jika kambuh mendadak. Hendery nyaris didaftarkan Homeschooling oleh orang tuanya karena penyakit itu.
Sepanjang masa SMA-nya pun Hendery menjadi pengunjung tetap unit kesehatan sekolahnya, seperti siang ini, Hendery tengah terbaring di salah satu kasur yang ada di unit kesehatan. Tengah hari bolong dan sendirian, agaknya Hendery sedikit merinding dengan suasananya.
Satu tangannya menekan satu pak berisi es batu yang ada di pangkuannya untuk mengompres bagian tubuhnya yang menegang, dan satu tangan lainnya sibuk menggenggam ponselnya karena baru saja dia menemukan akun Instagram Xiaojun.
Tanpa pikir panjang Hendery langsung mengikuti Instagram Xiaojun, dan melihat-lihat fotonya yang sudah berjumlah ratusan itu dan pengikutnya yang bahkan mencapai ratusan ribu.
"Selebgram, ya?" gumam Hendery.
Salah satu dari tiga foto terakhir yang diposting Xiaojun menarik perhatian Hendery.
Anak manis itu mengunggah foto dirinya bersama dua orang lainnya, mungkin teman-temannya. Tapi yang menggelitik hati Hendery adalah teman Xiaojun itu, yang memeluknya erat dari dua sisi tubuhnya, bahkan menyenderkan kepala mereka di pundak Xiaojun, tangan mereka pun memeluk erat perut Xiaojun.
Mereka bertiga tersenyum begitu lebarnya sampai mata mereka nyaris menghilang, tapi Xiaojun tetap yang paling lucu di mata Hendery. Apa lagi di foto itu, rambut Xiaojun berwarna pink, warna kesukaan Hendery.
"Tiffany Hwang?" gumam Hendery saat melihat akun yang ditandai di foto itu.
Jiwa kepo Hendery pun tidak bisa dihentikan sekarang.
Dilihatlah akun yang pemiliknya bernama Tiffany Hwang itu, dan Hendery terkejut bukan main saat melihat ada centang biru tersemat di sebelah nama akun itu.
"Xiaojun berteman dengan publicfigure?" gumam Hendery lagi.
Seorang fashion designer, itulah profesi yang tertera di akun Tiffany ini, tidak mau berlama-lama melihat foto si Tiffany ini, Hendery beralih ke satu teman Xiaojun yang lainnya.
Lagi, Hendery dikejutkan oleh profesi teman Xiaojun yang satunya; seorang Sommelier – pencicip wine profesional, bernama Choi Sooyoung. Akun Instagram-nya juga bercentang biru.
Bukanmaincircle-nyaXiaojunini, batin Hendery.
Tapi jika diperhatikan lagi, Tiffany dan Sooyoung ini tidak terlihat seperti remaja, wajahnya seperti berusia awal 30-an apa lagi mengingat profesi dua perempuan itu.
SiapaXiaojunsebenarnya?Tanya Hendery dalam hati.
Lagi, tidak mau berlama-lama memikirkan itu, Hendery lebih memilih untuk 'merekam' foto-foto Xiaojun dalam ingatannya.
Iseng, Hendery men-scrollsampai ke foto pertama yang diunggah Xiaojun di Instagram-nya, butuh waktu lama juga karena sudah ada ratusan foto yang diunggah anak manis itu.
Hendery mengabaikan beberapa foto Xiaojun yang tidak sendirian – entah itu bersama teman perempuan atau lelakinya, Hendery mau melihatnya dari foto pertama dulu dan kepo kemudian.
Sampai! Batin Hendery kegirangan saat akhirnya menemukan unggahan pertama Xiaojun.
Foto pertamanya hanyalah swafoto Xiaojun yang berambut coklat tua, mengenakan beret sambil memiringkan kepalanya. Xiaojun masih terlihat imut-imut karena foto itu diunggah sekitar tiga tahun lalu. Caption-nya berbahasa Inggris yang kurang-lebih bertuliskan:
"Hai Instagram, Xiaojun di sini."
Yah, agak alay sih, tapi tetap saja bagus bagi Hendery – tentu saja karena itu Xiaojun.
"Oi keledai! Kenapa senyum-senyum sendiri?"
Terkejut mendengar suara itu, Hendery bergegas mendekap ponselnya yang kini menjadi incaran kepo dari pemilik suara yang mengejeknya 'Keledai' itu.
"Yongqin!" sahut Hendery, omong-omong itu teman sebangku Hendery. "Nontonin JAV, ya?" tuding Yongqin.
Hendery hanya berdecak mendengar itu.
"Ngapain ke sini, sih?" tanya Hendery akhirnya.
Tidak menjawab, Yongqin malah menyodorkan tas ransel Hendery – benar, ini sudah waktunya pulang.
"Makasih," ujar Hendery sambil menerima tasnya.
"Pulang, sana. Jangan nontonin begituan di sekolah, bye!" setelahnya Yongqin berlari keluar unit kesehatan.
Lagi-lagi Hendery sendirian di unit kesehatan, tapi dia merasa lega karena kegiatan keponya sudah tidak diganggu oleh temannya yang cukup ember itu.
Tapi rasa lega Hendery tidak begitu panjang karena saat dia melihat ponselnya kembali, layarnya masih menampilkan foto pertama di Instagram Xiaojun, logo bergambar hati di pojok kiri bawahnya sudah berganti warna menjadi merah.
Sial, rutuk Hendery dalam hati.
Bersambung...
04Mari percepat jalan cerita sampai di mana akhirnya Hendery naik ke kelas 3 SMA, masih dengan penyakitnya yang sering kambuh saat jam pelajaran. Sedihnya juga, Xiaojun tidak pernah mengikuti balik Instagram- nya.
Semakin sedih lagi pagi ini karena Hendery terpaksa mengungsi ke unit kesehatan saat dengan tidak sopannya penyakitnya kambuh di jam pelajaran matematika yang sangat penting.
Setelah mendapat izin dari gurunya, Hendery langsung memakai masker, keluar kelas dan berlari kencang begitu sudah tidak terlihat teman-teman sekelasnya. Hendery harus cepat jika tidak mau berpapasan dengan murid lain – karena hanya guru-guru dan Yongqin teman sebangkunya yang tahu tentang penyakit Hendery.
Pagi yang semakin tidak mujur bagi Hendery hari ini, saat sedang menghindari murid lain, di ujung lorong sana malah ada seorang siswa sedang berjalan ke arahnya yang semakin lama semakin mendekat dan akan membuat mereka berpapasan.
Seperti gerak lambat di film-film, saat Hendery dan siswa itu akhirnya bertemu pada satu titik, mata besar Hendery menatap penasaran ke arah siswa yang ada di luar kelas selain dirinya di jam pelajaran begini. Mata yang di tatap Hendery sedang mengarah ke bawah – kepala siswa itu menunduk seolah juga tidak ingin berpapasan dengan siswa lain.
Hendery tidak ambil pusing dengan siswa itu karena dia juga sedang tergesa untuk mendapatkan perawatan yang layak di unit kesehatan. Tapi baru beberapa langkah setelah berpapasan dengan siswa itu, Hendery terdiam sebentar dan menoleh ke arah siswa itu yang sudah semakin menjauh.
Itu...
"Masih belum mereda?" tanya Yongqin yang menghampiri Hendery di unit kesehatan saat jam istirahat.
"Belum," jawab Hendery pelan yang masih setia terbaring sambil menutupi matanya dengan lengan kanannya.
"Nih, tadi di kelas dikasih–" "Eoh!"
Tiba-tiba terdengar suara pekikan kecil yang memutus ucapan Yongqin, membuat Hendery yang tadi menutup matanya jadi sangat penasaran siapa pemilik suara itu.
"Xiaojun," sapa Yongqin sambil mengusak rambut seorang anak yang dipanggilnya 'Xiaojun'.
Xiaojun...
Xiaojun?
Itu XIAOJUN!
Waktu seolah berhenti, membiarkan Hendery mencerna apa yang sedang terjadi di hadapannya saat ini. Itu Xiaojun yang setiap hari Hendery monitori media sosialnya.
Xiaojun yang membuat Hendery jatuh hati saat menjelang kelulusan SMP-nya dulu. Xiaojun yang sayangnya begitu cepat menghilang saat Hendery baru menyadari keberadaannya.
Kini anak manis itu ada di hadapannya – akhirnya.
Jika Hendery tidak punya urat malu, pastilah sekarang dia tengah meneriakkan nama cinta pertamanya dan memeluk erat Xiaojun tanpa ingin dilepasnya.
"Yongqin kenapa di sini?" tanya Xiaojun, yang suaranya sudah sedikit berubah tidak seperti yang diingat Hendery dulu.
Tunggudulu,XiaojundanYongqinsalingkenal?Batin Hendery gudah. "Aku nemenin temen sebangkuku, namanya–"
"Xiaojun," lagi, ucapan Yongqin dipotong Xiaojun yang kali ini menjulurkan tangannya ke arah Hendery untuk mengajaknya berkenalan.
Xiaojun dan senyum manisnya, seolah dia tidak menyadari bahwa Hendery mendengar sapaan Yongqin yang memanggil namanya tadi.
Tentulah Hendery tahu siapa nama anak manis yang menjulurkan tangannya ini. Tentulah Hendery tahu nama orang yang selalu membuatnya menyesal karena tidak bergerak cepat untuk menyapa duluan setelah pertemuan pertama mereka di ruang pertunjukan.
Dan gestur yang ditunjukkan Xiaojun sekarang menandakan bahwa anak manis ini tidak mengingat Hendery, 'kan?
Bukankah dulu Haechan bilang bahwa Xiaojun menganggapnya tampan?
Apa sebegitu mudah terlupakan wajahnya – yang kata kedua orang tuanya itu tampan?
Baru kali ini dalam 17 tahun hidupnya, Hendery merasa insecuremengenai tampangnya yang sebenarnya tidak pernah terlalu dia hiraukan. Dan Xiaojun mematahkannya begitu saja.
Tangan Hendery akhirnya terulur setelah sepersekian detik terkena serangan kejut, membalas jabatan tangan Xiaojun tanpa lupa tersenyum lebar.
"Aku Hendery," jawabnya.
Ah gila, senang bukan main Hendery akhirnya bisa menjabat tangan Xiaojun, tangan dengan jari-jari ramping Xiaojun terasa begitu pas di genggamannya.
"Hendery sakit apa?"
"Aku... itu..." Hendery langsung tergagap dengan pertanyaan polos Xiaojun.
"Xiaojun? Kok malah di sini? Katanya kamu mau permen jelly?"
Tiba-tiba datanglah penyelamat Hendery dari pertanyaan Xiaojun – dr.
Johnny Suh, dokter yang selalu berjaga di unit kesehatan sekolah.
"Oh iya, sebentar," sahut Xiaojun yang menoleh sebentar ke arah dr.
Johnny dan kembali lagi menatap Hendery.
Dalam hatinya, Hendery berharap Xiaojun bisa melupakan pertanyaannya tadi.
"Xiaojun keluar dulu ya. Hendery cepet sembuh," Xiaojun akhirnya berpamitan dan berlari kecil mengikuti dr. Johnny sebelum melambaikan tangan pada Hendery dan Yongqin.
Setelah Xiaojun sudah tidak terlihat, Yongqin memerhatikan wajah Hendery yang terlihat sumringah sejak bertemu adik kelas mereka itu.
Akhirnya tersadar jika diperhatikan, Hendery menoleh ke arah Yongqin sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Kamu kenal Xiaojun?" "Kamu suka Xiaojun?"
Hendery dan Yongqin saling melempar pertanyaan bersamaan.
Bersambung...
05Satu kata yang menggambarkan Hendery saat ini adalah; merasa terkhianati. Bukan dikhanati siapa-siapa, sih, hanya saja Hendery merasa seluruh dunia sepertinya mengenal Xiaojun, tapi dia sendiri yang justru menaruh hati pada anak manis itu malah tidak tahu apa pun tentangnya.
Hendery tidak tahu kalau ternyata Xiaojun merupakan warga negara Amerika Serikat keturunan China-Korea – itu menjelaskan kenapa waktu itu Xiaojun kembali ke California, karena di sanalah rumahnya.
Dan kenapa Xiaojun kembali lagi ke Korea, bersekolah di NEO Internasional School dan akhirnya bertemu Hendery lagi? Karena urusan pekerjaan ibunya yang mengharuskan bolak-balik Korea-Amerika.
Dari fakta itu juga Hendery menyadari bahwa selama ini Xiaojun sebenarnya berbahasa Inggris, tidak pernah sekali pun dia mendengar Xiaojun memakai bahasa Korea, terlebih bahasa utama di sekolah memang bahasa Inggris.
Katanya Xiaojun memang tidak terlalu paham bahasa Korea, itu juga kenapa Xiaojun hanya dekat dengan anak-anak yang justru bukan warga negara Korea dan pengecualian Haechan, anak itu selalu mendekat ke Xiaojun – karena Xiaojun itu manis dan menggemaskan, kata Haechan.
Selama ini juga Xiaojun sering meminta permen jelly yang sebenarnya disediakan khusus untuk anak-anak yang sakit di unit kesehatan, hanya karena anak manis itu mengenal dokter yang berjaga secara pribadi.
Tapi anehnya, kenapa Hendery dan Xiaojun tidak pernah bertemu di unit kesehatan sebelumnya? Padahal masing-masing dari dua murid itu menjadi pengunjung tetap unit kesehatan sekolah hanya saja dengan tujuan berbeda.
Dan semua informasi itu Hendery dapatkan secara cuma-cuma dari Yongqin, tahu begitu dia tidak akan susah-susah bertanya pada Haechan dan hanya mendapatkan omong kosong.
Walau informasinya cuma-cuma, tapi ternyata Yongqin dan Hendery memiliki tujuan yang sama – sama-sama ingin mendekati Xiaojun.
Ironisnya, Hendery mendapat informasi justru dari rivalnya. Yongqin mengenal Xiaojun awalnya dari ekskul paduan suara saat SMP dulu, dari situ saja Hendery sudah kalah start.
Timbul rasa ingin mendahului Yongqin di hati Hendery saat dia melihat Xiaojun di perpustakaan. Tapi saat ada kesempatan emas pun, nyali Hendery rupanya masih ciut jika harus mendekati Xiaojun langsung. Apa lagi saat ini Xiaojun sedang tidak sendirian di salah satu meja yang ada di perpustakaan itu.
Posisi Hendery sekarang bersembunyi di balik salah satu rak buku terdekat dari meja Xiaojun, walau dekat tapi tetap tidak bisa menangkap perbincangan Xiaojun dan teman-temannya itu. Mungkin ada tugas kelompok.
Hendery memerhatikan bagaimana Xiaojun berinteraksi dengan teman- temannya, ada dua anak perempuan yang tidak begitu Hendery kenali, tapi salah satu wajahnya terlihat seperti anak campuran Asia-Amerika, lalu ada...
Haechan.
Hendery mengembuskan napas panjang saat melihat lagi-lagi ada Haechan di dekat Xiaojun, rasanya seperti tidak rela saja. Tidak suka jika Haechan berada di dekat Xiaojun – berani-beraninya Hendery merasa begitu saat Xiaojun bahkan bukan pacarnya.
Haruskah Hendery pura-pura lewat saja di depan meja mereka? Sambil mengambil asal sebuah buku dan menempati kursi kosong di meja Xiaojun, berkilah bahwa itu meja terdekat dari rak buku yang harus dibacanya.
Saat sudah menyambar satu buku yang entah buku apa itu, langkah Hendery yang tadinya sudah mantap kini malah tertahan karena melihat dua teman Xiaojun akhirnya pergi – tapi tidak dengan Haechan.
Oke, kesempatannya malah lebih bagus lagi kalau begini, tidak perlu basa-basi di depan dua teman Xiaojun yang tidak Hendery kenali. Soal Haechan, Hendery bisa abaikan saja anak satu itu.
"Hai," sapa Hendery akhirnya, tanpa membawa buku yang tadinya akan dia jadikan alasan.
Xiaojun yang tadinya masih fokus melihat ensiklopedia tentang hewan purba akhirnya menolehkan wajahnya ke arah orang yang menyapa.
Xiaojun otomatis tersenyum manis, sedangkan Haechan memutar matanya karena tahu tujuan kakak kelasnya itu menghampiri meja mereka.
"Hai, Hendery," balas Xiaojun.
"Eoh, Xiaojun harus pake honorific ke Hendery, dia sudah tua," celetuk Haechan.
Xiaojun menoleh ke arah Haechan yang ada di sampingnya sambil mengerutkan alisnya, "Hendery Oppa, gitu?"
"Hai, Hendery Oppa," sapa Xiaojun ulang – dengan tampang polosnya, sambil tersenyum.
"Heh! Kok 'oppa', siapa yang ngajarin gitu?" protes Haechan.
"Somi panggil Jaehyun pake 'oppa' kok, berarti Xiaojun bener, dong?" Xiaojun balas protes.
"Iya, tapi–"
Seketika kehadiran Hendery malah terlupakan, dan dua anak yang meributkan tentang honorificitu tidak sadar jika subjek yang mereka bicarakan sedang sibuk mengusapkan sapu tangan ke hidungnya yang mendadak mengeluarkan darah setelah dipanggil 'oppa'.
Haechan sebenarnya melihat itu sekilas dari ekor matanya dan ingin memberi tahu Xiaojun tapi tertahan saat melihat Hendery mengangkat tangannya, tanda dia tidak ingin Xiaojun tahu.
"Gege, kamu bisa pake itu aja," ujar Hendery setelah membersihkan aliran darah dari hidungnya.
"Eoh, Hendery orang China?" tanya Xiaojun terkejut, melupakan
honorificyang pembahasannya bahkan masih hangat itu.
Hendery tersenyum saat melihat wajah Xiaojun jadi sangat ceria setelah mengetahui satu fakta baru tentang dirinya, "Makau, lebih tepatnya," jawab Hendery.
"Xiaojun bisa bahasa Kanton loh," sahut Xiaojun yang langsung mengganti bahasa dari bahasa Inggris menjadi bahasa Kanton.
Kini giliran Hendery yang wajahnya menjadi ceria, dan kini giliran Haechan yang terlupakan juga merasa sedikit terasingkan karena ada dua orang yang bicara dengan bahasa yang tidak dia pahami.
Bersambung...
06Efek obat yang Hendery konsumsi sudah mulai bekerja, salah satu bagian tubuhnya yang dikompres dengan satu pak es batu pun sudah menenang. Dua jam sudah Hendery terbaring di bed unit kesehatan.
10 menit lagi waktu istirahat akan usai, jadi Hendery memutuskan untuk kembali ke kelas saja daripada terlalu lama di unit kesehatan.
Karena merasa masih ada waktu luang untuk kembali ke kelas, Hendery malah memutar jalan dan sengaja melewati ruang pertunjukan. Mencoba peruntungannya, siapa tahu di sana ada Xiaojun.
Walau masih agak pusing efek kambuh dari penyakitnya, Hendery sangat bersemangat berjalan menuju ruang pertunjukan yang dari jauh saja sudah terdengar seperti ada isinya – maksudnya ada anak-anak yang sedang bernyanyi atau bermain musik di sana.
Ah, benar saja. Dari sekumpulan anggota paduan suara, tentu saja ada Xiaojun di sana, menjadi pusat perhatian karena sedang duduk sendirian bermain piano sambil bernyanyi dan diiringi beberapa murid lain yang mengelilinginya.
Rasanya seperti dejavu, seolah kembali ke tiga tahun lalu di mana Hendery terpesona oleh sosok Xiaojun yang waktu itu tanpa sengaja membangunkan tidur siangnya di ruang pertunjukan.
Sambil tersenyum tipis, kaki jenjang Hendery otomatis berjalan mendekat ke arah panggung. Beberapa murid yang mengelilingi Xiaojun menyadari bahwa mereka kedatangan seorang pengunjung.
Xiaojun yang tengah memainkan piano pun ikut menyadari kehadiran Hendery, menoleh dan tersenyum ke arah Hendery tanpa menghentikan jari- jarinya menekan tuts piano.
Tidak lama setelah itu permainan Xiaojun usai, tapi anak itu tetap duduk di kursi pianonya, berbincang dengan anggota paduan suara lainnya. Sedangkan Hendery juga tetap di tempatnya, berdiri tepat di bawah panggung sambil terus menatap Xiaojun.
Haechan yang jaraknya lebih dekat ke arah Hendery langsung menghampirinya.
"Xiaojun?" tanya Haechan tanpa basa-basi.
Ahya,Haechanlagi, batin Hendery.
Hendery mengangguk dan tersenyum sebagai jawabannya.
Haechan langsung menghampiri Xiaojun yang tengah berbincang dengan Yongqin, menyentuh pundak Xiaojun dengan telunjuknya untuk mendapatkan perhatiannya.
Dari bawah panggung, Hendery melihat Xiaojun yang menoleh ke arah Haechan yang menyentuh pundaknya, mendengarkan temannya itu bicara lalu mengarahkan pandangannya ke Hendery.
Saat tatapan Xiaojun dan Hendery bertemu, Xiaojun langsung tersenyum dan beranjak dari duduknya tanpa mengatakan apa pun pada anggota paduan suara yang lain karena fokusnya langsung tertuju pada Hendery yang ada di bawah panggung.
Xiaojun langsung berlutut dan sedikit membungkukkan badannya agar sejajar dengan Hendery di bawah panggung.
Masih sambil tersenyum, "Hendery nyari Xiaojun?" tanyanya dengan suara lembut.
"Aku bawa permen jelly dari dr. Suh, makan bareng di atap yuk?" ajak Hendery, rencana yang benar-benar mendadak yang muncul di benaknya.
"Ayo!" jawab Xiaojun antusias, bersiap untuk berdiri dan turun panggung tapi pergerakannya terhenti saat dia melihat Hendery menjulurkan kedua tangannya.
"Sini," Hendery memberi gestur bahwa dia akan menangkap Xiaojun.
Xiaojun terkejut dengan gestur itu, karena menurutnya saat ini dia tidak membutuhkan bantuan yang seperti itu. Toh, kini dia sudah tumbuh tinggi. Tapi Xiaojun tetap merasa tersanjung juga.
Tangan Xiaojun langsung meraih kedua pundak Hendery untuk menjadi tumpuannya, dan bersiap melompat.
Kedua tangan Hendery dengan sigap memegangi pinggang Xiaojun, dan betapa terkejutnya dia saat Xiaojun sudah berpijak di depannya, bahwa anak itu kini tingginya hampir menyamainya.
Waktu terasa berhenti bagi Hendery, akhirnya setelah sekian lama Hendery bisa melihat wajah Xiaojun begitu dekat berhadapan dengannya. Bulu mata lentik itu, pipi tirusnya...
"Dery? Hendery?"
Seketika Hendery mengerjapkan matanya saat mendengar Xiaojun memanggilnya, dilihatnya dua tangan Xiaojun yang tadi ada di pundaknya
kini memegangi pergelangan tangannya.
"Eh..." Hendery langsung menarik tangannya yang ternyata masih memegangi pinggang Xiaojun dengan erat.
Ternyata tadi Xiaojun ingin melepaskan diri dari pegangan erat Hendery di pinggangnya, tapi ingatkan Hendery untuk tidak mencuci tangannya selama sebulan.
"Maaf," sahut Hendery segera.
Xiaojun hanya tersenyum, "ayo?"
Hendery mengangguk kaku lalu menyodorkan sikunya untuk diraih Xiaojun.
Detik setelahnya Hendery merutuki dirinya yang bergerak otomatis memberi gestur yang dirasa terlalu sok akrab itu.
Tapi Xiaojun sudah meraih sikunya sebelum Hendery menariknya kembali dan buru-buru membawanya keluar dari ruang pertunjukan yang kini sudah ricuh melihat interaksi Hendery dan Xiaojun.
Hendery dan Xiaojun saling berpandangan dan tertawa sambil berlari kecil keluar ruang pertunjukan, tidak menghiraukan ributnya keadaan di panggung dan tidak menyadari bahwa saat ini Yongqin dihujani pertanyaan tentang apakah Hendery dan Xiaojun memang berpacaran.
Dan jawaban Yongqin hanya senyuman.
"Makasih ya," ujar Xiaojun begitu mereka tiba di atap sekolah.
Hendery mengerutkan keningnya, "permennya belom kukasih loh."
"Tadi di ruang pertunjukan," jawab Xiaojun, lalu berjalan mendekat ke arah bangku yang tertutupi kanopi di atasnya – menghindar dari sinar matahari.
Hendery masih diam di tempat awal sambil memerhatikan tubuh belakang Xiaojun yang menjauh darinya untuk duduk di bangku di ujung sana.
Jika dugaannya tidak salah, tadi itu Xiaojun berterima kasih karena Hendery membawanya keluar dari situasi tidak nyaman?
Xiaojun tidak nyaman berada di antara anggota ekskulnya sendiri?
Karena banyak anak-anak Korea dan Xiaojun tidak mengerti bahasanya?
Ah, daripada menebak-nebak, Hendery bergegas menyusul Xiaojun dan duduk di sampingnya.
"Kamu gak nyaman di sana?" tanya Hendery pelan, takut-takut akan menyinggung perasaan anak manis di sampingnya ini.
Xiaojun hanya tersenyum sebagai balasannya.
Kenapa?Ingin sekali Hendery menanyakannya, tapi...
"Kalau bukan pas nyanyi, cuma Haechan sama Yongqin yang ngomong pake bahasa Inggris ke Xiaojun," jelas Xiaojun akhirnya.
Oh, jadi itu...
Sambil memantapkan hati, Hendery mengangguk sebelum bersahut, "kamu selalu bisa ngomong pake bahasa Kanton sama aku."
Xiaojun tersenyum lagi.
"Nih," Hendery membukakan sebungkus permen jelly yang tadi sudah dijanjikan, mendekatkannya ke mulut Xiaojun.
Melihat itu, tangan Xiaojun otomatis meraih permen yang disodorkan Hendery.
Tapi Hendery malah menarik kembali permen itu, melayangkan protes karena dia justru ingin menyuapinya pada Xiaojun.
Dan Xiaojun pun paham maksud Hendery, jadi dia mendekatkan mulutnya ke permen yang sudah disodorkan Hendery.
Sambil sedikit membuka mulutnya, Xiaojun mendekat ke arah permen yang sepertinya semakin lama semakin ditarik Hendery, akhirnya Xiaojun menatap wajah Hendery untuk mengajukan pertanyaan kenapa permennya menjauh.
Dan apa yang dilihat Xiaojun adalah Hendery yang sudah duluan menatapnya, dengan tatapan misterius yang tidak bisa diartikan Xiaojun, tapi setidaknya Xiaojun tahu itu bukan tatapan mesum.
"Ayo dimakan," ujar Hendery lembut.
Sebut saja Xiaojun terlalu percaya diri, tapi dia merasa seperti Hendery akan menciumnya melalui permen itu.
Jadi, matanya yang tadi mengarah tepat ke Hendery kini diarahkan sedikit ke bawah untuk menerima permen itu – dan menerima ciuman Hendery.
Permennya semakin mendekat ke arah Hendery, begitu juga dengan Xiaojun.
Hap.
Permennya sudah masuk ke mulut Xiaojun.
Cup.
Sebuah kecupan lembut dari Hendery mendarat dikening Xiaojun.
Bersambung...
07Gila! Hendery merasa sudah tidak waras setelah memberikan kecupan di kening Xiaojun.
Tiba-tiba muncul bayangan Xiaojun yang marah karena Hendery sembarangan menciumnya, lalu tidak mau kenal dengannya lagi, dan Hendery tidak mau itu terjadi. Maka, Hendery langsung beranjak dari duduknya dan berlutut di hadapan Xiaojun.
"Maaf, aku lancang."
Sedangkan Xiaojun langsung memegangi keningnya yang tadi dikecup Hendery, dipegangi seolah habis terantup lebah.
Walau Xiaojun sudah menduga akan dicium Hendery, tapi tidak bisa dipungkiri juga Xiaojun tetap saja kaget.
Kecupan di kening tadi itu seperti yang sering Xiaojun lihat dalam konten-konten yang banyak bertebaran di media sosial.
Seorang yang sedang menyuapi pasangannya lalu mengecup kening pasangannya.
Apa Hendery sedang meniru konten itu?
Xiaojun akui, saat melihat konten yang seperti itu dirinya juga iri dan ingin diperlakukan manis begitu.
Tapi yang benar saja, Hendery bahkan bukan pacarnya.
Dan mengalaminya langsung seperti saat ini membuatnya merasakan dua perasaan yang tercampur aduk.
Satu; rasanya menggelitik seperti ada ribuan kupu-kupu kecil berterbangan di perutnya. Tapi, ya, ada tapinya...
Dua; tapi sayangnya ini dunia nyata dan bukan film romansa, jadi alih- alih terasa romantis, Xiaojun malah merasa seperti orang gampangan.
Bagaimana Xiaojun tidak berpikiran jelek seperti itu? Masa hanya karena diberikan sebuah permen jelly sampai mau-maunya dicium – walau cuma di kening, sih. Mereka bahkan baru berkenalan beberapa hari lalu, setidaknya itu yang diyakini Xiaojun karena dia memang baru tahu ada kakak kelasnya yang bernama Hendery dan sialnya, tampan. Xiaojun hanya tidak tahu
bahwa Hendery sudah sangat sering mencari tahu beberapa hal tentang dirinya.
Ditambah, permen itu permen gratisan yang Hendery dapatkan dari dr.
Suh – tak bermodal sekali si Hendery ini.
Dicium orang setampan Hendery di dunia nyata tidaklah semenyenangkan itu bagi Xiaojun, apa lagi orang-orang tampan memang dikenal dengan label 'tukang bikin patah hati'. Cih, Xiaojun tidak terima.
"Hendery anggep Xiaojun gampangan, ya?" sahut Xiaojun akhirnya sambil beranjak dari duduknya.
Mendengar itu dari Xiaojun, Hendery langsung mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah pujaan hatinya itu yang kini sudah berdiri.
"Gampangan? Mana ada! Aku tuh suka banget sama kamu, Xiaojun.
Maaf, aku bener-bener minta maaf buat kelancangan aku barusan."
Ah, kenapa tiba-tiba jadi pengakuan perasaan?
Perlahan satu tangan Xiaojun yang tadi memegangi keningnya kini terangkat, terlihat seperti akan melayangkan tamparan ke wajah tampan Hendery – padahal sebenarnya Xiaojun hanya ingin menghalangi sinar matahari dari matanya.
Melihat itu, Hendery langsung menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menguatkan hati untuk menerima tamparan pertamanya di 17 tahun hidupnya – yang sayangnya akan didapatkannya dari cinta pertamanya juga, ironis.
Dan terdengarlah bel tanda masuk, menyelamatkan Hendery dan juga Xiaojun dari situasi yang super canggung ini.
Besoknya, saat pagi sebelum kelas dimulai, Xiaojun menemukan goodiebag berukuran lumayan besar di mejanya.
"Tadi Hendery Hyung ke sini naro itu di meja kamu," begitu kata Haechan yang mejanya memang di sebelah Xiaojun dan sudah datang lebih awal.
Senyum kecil tetap tercetak di wajah Xiaojun, tidak peduli kejadian apa yang dialaminya kemarin bersama si pemberi goodie bagini.
Jika diberi sesuatu, terima saja dulu. Entah mau diapakan pemberian itu, itu urusan nanti. Begitulah prinsip Xiaojun.
Sebenarnya Xiaojun sudah sangat penasaran apa isinya, tapi dia memutuskan untuk memeriksa pemberian Hendery di rumah saja, walau dia tahu Haechan sudah sangat kepo.
Waktu yang ditunggu akhirnya tiba, setelah sampai di rumah, bersih- bersih badan dan ganti baju, kini Xiaojun sudah duduk manis di ruang TV untuk membongkar isi goodie bagpemberian Hendery.
Ada satu boneka beruang yang sudah ditempeli sepucuk kertas yang hanya bertuliskan; 'maaf'.
Lalu sisanya ada banyak sekali cokelat berbagai merek dengan rasa yang sama, rasa matcha.
Sebegitu merasa bersalahkah Hendery?Batin Xiaojun.
Suara deheman membuat fokus Xiaojun teralihkan, orang yang baru datang itu mengulurkan tangannya sebagai isyarat agar Xiaojun memberikan apa yang sedang dipegangnya.
"Maaf?" sahut orang itu setelah membolak-balikkan boneka yang tadi diberikan Xiaojun, "ada yang minta maaf ke kamu. Kamu diapain emangnya?"
"Dicium," jawab Xiaojun singkat. "..."
"Ini juga, ada banyak cokelat matcha," sahut Xiaojun lagi.
Orang itu langsung duduk di sebelah Xiaojun sambil melirik isi goodiebag yang ditunjukkan Xiaojun.
"Oh, si Hendery nyium kamu?" "Kok tau dari Hendery?"
"Kemaren dia tanya apa yang kamu suka." "Terus, Yongqin kasih tau?"
Yongqin – dengan seringaiannya tidak menjawab dan malah mengajukan pertanyaan lain, "jadi ternyata kemaren kamu dicium Hendery? Kamu di bawa ke atap dan dicium di sana? Kamu suka dicium dia?"
Xiaojun menunjukkan raut sebalnya pada Yongqin karena terlalu banyak bertanya.
"Kamu diem, berarti jawabannya 'ya'," sahut Yongqin lagi. "Ih, bukan gitu!"
"Jadi, gak suka?"
Xiaojun membuka mulutnya untuk protes lagi, tapi diurungkan karena – yah, Xiaojun merasa tersanjung dicium keningnya, hanya saja tidak mau dianggap gampangan oleh Hendery karena dengan mudahnya mau dicium setelah diberi permen.
Andai Hendery melakukan itu saat mereka memang sudah ada hubungan jelas, pasti akan berbeda jadinya.
"Berarti Hendery anggep Xiaojun gampangan, ya?" tanyanya pada Yongqin.
Mendengar pertanyaan dengan suara sendu dari Xiaojun membuat Yongqin jadi kesal pada Hendery, "kamu dicium di bibir?"
Xiaojun menggeleng kecil, "Hendery cium kening Xiaojun."
Yongqin otomatis tertawa mendengar itu, "ah syukurlah bukan di bibir, kalo iya di bibir, aku bakal hajar Hendery buat kamu."
"Gak usah, kalo itu Xiaojun bisa sendiri," ujar Xiaojun pelan sambil membuka KitKat rasa matcha pemberian Hendery dan menjejalkannya ke mulut Yongqin.
Yongqin sih terima-terima saja disuapi cokelat oleh Xiaojun, tapi ini kan rasa matcha kesukaan Xiaojun, "kok dikasih ke aku?" Sahut Yongqin setelah selesai mengunyah.
"Tes dulu, takut ada racunnya," canda Xiaojun karena setelah itu dia juga memakannya.
Lalu Xiaojun dan Yongqin pun akhirnya menikmati cokelat-cokelat pemberian Hendery bersama tanpa ada yang bicara.
"Jadi, Hendery beneran suka gak sih sama Xiaojun?" Xiaojun tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
"Dari yang kulihat sih, dia tuh suka banget sama kamu, Jun." Xiaojun melirik skeptis ke arah Yongqin.
"Ini sih terserah kamu mau percaya atau nggak, dia udah suka sama kamu sejak pertama kali ketemu kamu di ruang pertunjukan," jelas Yongqin.
"Kapan? Baru kemaren dong?"
Oh, rupanya Xiaojun sudah lupa tentang pertemuan pertamanya denganHendery,sayang sekali.
"Kamu lupa? Kok jadi aku yang lebih tau..." ujar Yongqin tidak percaya. "Kapan sih emangnya? Xiaojun kan kenalan sama Hendery di unit
kesehatan waktu itu. Katanya Yongqin lagi nemenin Hendery, kan?"
"Kata Hendery, waktu itu dia mau lulus SMP dan itu artinya kamu mau naik kelas 2 SMP."
"Tapi kan waktu itu Xiaojun udah balik ke San Francisco."
"Belum, katanya waktu itu kamu lagi nyanyi bareng Mark sama Haechan."
"Tapi kan Xiaojun emang sering bareng mereka, jadi tepatnya kapan?"
Dijelaskan lebih detail lagi pun Xiaojun tetap tidak ingat. Yongqin juga bercerita bahwa sebelum Hendery mengenalnya di bangku SMA, dia bahkan sempat bertanya tentang Xiaojun ke Haechan dan tidak mendapat informasi apa pun selain fakta bahwa Xiaojun menyebutnya tampan.
Ah, Xiaojun juga lupa dirinya pernah menganggap Hendery tampan jauh sebelum pertemuan mereka di unit kesehatan tempo hari.
Xiaojun pun menjelaskan bahwa sejak kembali bersekolah di Korea, Haechan tidak pernah menyampaikan apa pun tentang Hendery yang ternyata menanyakannya.
"Menurut kamu sendiri, Hendery itu gimana?" tanya Yongqin akhirnya. Xiaojun terdiam sebentar, "ganteng dan bisa bahasa Kanton."
"Aku juga ganteng."
"Iya, Yongqin juga ganteng, tapi gak bisa bahasa Kanton." "Bisa kok, wǒ ài nǐ."
"Itu bahasa Mandarin."
"Terus, bahasa Kantonnya 'aku cinta kamu' apa?"
Saat Xiaojun akan menjawab, tiba-tiba dia tersadar bahwa Yongqin hanya sedang bermain-main dengannya. Jika dia mengucapkannya dalam bahasa Kanton, maka Yongqin pasti akan membalasnya dengan 'I love you too' dan itu candaan yang terlalu cringe bagi Xiaojun.
"Berarti udah selama itu dong ya Hendery suka sama Xiaojun?" ujar Xiaojun akhirnya, mengabaikan candaan Yongqin barusan.
Yongqin tersenyum kecut melihat respons Xiaojun pada candaannya itu, padahal kalau tadi Xiaojun benar-benar menjawabnya maka Yongqin akan dengan liciknya menjebak Xiaojun untuk menjadi pacarnya sungguhan karena mengucapkan kalimat sakral itu.
"Tapi kok Hendery sampe berani sih nyium kening Xiaojun?" gumam Xiaojun pada dirinya sendiri dan masih terdengar oleh Yongqin.
Ah benar, saat ini mereka sedang membicarakan Hendery yang menyukai Xiaojun. Pada akhirnya Yongqin tidak sampai hati untuk menikung Hendery, dihapusnya segera pemikiran untuk memiliki Xiaojun untuk dirinya sendiri. Lagi pula, belum tentu Xiaojun mau dengannya, kan?
"Mungkin Hendery kebawa suasana, di atap tuh sepi, kan?" ujar Yongqin menanggapi gumaman Xiaojun tadi.
"Xiaojun pengin marah, tapi gak bisa." "Ke Hendery?"
"Iya..."
"Ya berarti kamu emang suka juga sama Hendery, kan?"
"Tapi Xiaojun gak mau dianggep gampangan sama Hendery."
Xiaojun berkeras bahwa dia tidak mau dianggap gampangan oleh Hendery yang mencium keningnya. Karena harus diingat lagi, orang-orang tampan biasanya hanya bikin patah hati saja, dan Hendery bukan pengecualian – setidaknya itu pendapat Xiaojun.
"Gimana kalo itu sebenernya bahasa cintanya Hendery? Sentuhan,
skinship..."
"Eung?"
"Kurasa Hendery gak nganggep kamu gampangan kok. Percaya deh, aku tuh udah jadi saksi hidup dari rasa kagumnya Hendery ke kamu, aku juga ngeliat gimana cara pandang dia ke kamu, tatapannya itu tulus banget," jelas Yongqin serius.
Xiaojun baru mau membuka mulutnya untuk menanggapi ucapan Yongqin, tapi kembali menutup mulutnya saat melihat Yongqin mengangkat telunjuknya mengisyaratkan Xiaojun untuk mendengar dulu.
"Tapi masalahnya, aku tau ada kondisi yang dibawa Hendery, kuharap kamu bisa nerima kondisi itu kalau kamu emang mau sama dia."
"Kondisi?"
"Ya taulah, alesan kenapa dia ada di unit kesehatan waktu itu. Kamu bisa tanya langsung sama dia – itu pun kalo kamu mau ke tahap yang lebih, karena aku ngerasa gak berhak untuk ngasih tau ke kamu."
"Tapi, kenapa Yongqin bisa yakin gitu kalo Hendery suka sama Xiaojun? Kenapa Hendery bisa sampe suka sama Xiaojun? Dia kan gak begitu kenal Xiaojun," cecar Xiaojun pada Yongqin.
"Emangnya kalo suka sama seseorang butuh alesan? Apa lagi kalo itu yang udah tertulis di takdir. Suka ya suka aja..."
Malamnya, itu malam pertama Xiaojun tidak bisa tidur karena memikirkan seseorang.
Bersambung...
08Lima menit sebelum jam berakhir, guru di kelas Hendery sudah memutuskan untuk keluar kelas, menjadikan kelas Hendery sedikit ribut sambil menunggu bel pulang berdering.
Hendery bertopang dagu sambil memikirkan tentang Xiaojun, seharian ini dia belum melihat anak manis itu di sekolah. Rasa penasaran menguasai Hendery, dia ingin tahu apa cokelat permintaan maafnya kemarin sudah diterima oleh anak manis itu atau belum, sudah dimakan atau belum. Hendery sempat takut kalau cokelat itu malah dimakan Haechan.
Hendery tidak tahu saja bahwa teman sebangkunya itu yang justru ikut menikmati cokelat pemberiannya pada Xiaojun.
Ah, hari ini priapismus-nya tidak kambuh, membuat moodHendery cukup baik seharian, hanya saja belum melihat Xiaojun membuatnya takut kalau ternyata anak itu diam-diam kembali ke Amerika dan Yongqin dengan kejamnya tidak mau memberitahunya.
Bel tanda pulang akhirnya berdering, semua murid langsung bersemangat untuk membubarkan diri dari kelas. Begitu juga dengan Hendery, hanya saja dia tidak langsung keluar dari area sekolah.
Di lorong-lorong kelas sudah terlihat banyak murid yang berlalu-lalang, Hendery berjalan pelan seolah menunggu untuk berpapasan dengan Xiaojun, tapi rasa-rasanya tidak mungkin karena ini masih di area kelas 3.
Memakan waktu lebih lama untuk sampai di depan gerbang sekolah karena berjalan lambat, kedua mata besar Hendery melihat sosok Xiaojun masuk ke mobil SUV hitam, dan itu di sana ada Yongqin yang menutupkan pintu untuk Xiaojun.
SejakkapanYongqinsedekatitusamaXiaojun?Batin Hendery.
Langsung saja Hendery menghampiri Yongqin yang masih berdiri di dekat gerbang sekolah.
"Oi!"
"Yo!"
"Itu Xiaojun pulang sama siapa?" tanya Hendery penuh penasaran, tanpa basa basi.
"Dijemput om-nya," ujar Yongqin singkat, lalu menawarkan sebungkus keripik kentang pada Hendery.
Hendery mengambil sekeping keripik yang ditawarkan Yongqin, tapi matanya masih tertuju pada mobil SUV yang membawa Xiaojun sampai tidak terlihat lagi.
"Tapi itu bukan pacarnya kan?" lirih Hendery pada dirinya sendiri.
Plak.
Tiba-tiba saja sebungkus keripik kentang yang tadi dipegang Yongqin melakukan pendaratan ke wajah tampan Hendery.
"Ngomongnya gak dijaga banget sih! Pantesan aja ya, Xiaojun tuh sampe ngira dia gampangan karena perlakuan kamu ke dia!"
"Hah?" Hendery yang mendadak digeplak pakai bungkus keripik itu kebingungan dengan maksud perkataan Yongqin.
"Maksud kamu apa, hah? Xiaojun pacaran sama om-om, gitu? Kalo dia tuh sugarbaby, gitu? Hah? Tadi itu tuh om-nya beneran, kakak dari ibunya!"
Mengerti dengan kesalahpahaman yang melanda Yongqin, Hendery membuka mulutnya untuk membela diri, tapi...
"Kamu gak tau sih, kemaren tuh Xiaojun nangis-nangis ke aku setelah dicium kamu, dia ngerasa gampangan banget mau-maunya dicium kamu setelah kamu ngasih permen, mana itu permen gratisan kan!"
Ah, Yongqin berdusta.
"Apa sih? Bagian mananya aku nganggep Xiaojun gampangan? Aku kan cuma tanya apa tadi itu pacarnya, siapa tau kan ternyata Xiaojun udah punya pacar dan kamu gak bilang, lagian juga sebenernya tadi itu aku ngomong sendiri," Hendery membela diri.
Hendery sama sekali tidak berniat untuk menghina Xiaojun atau bermaksud sarkas dari ucapannya itu, bagaimana mungkin Hendery begitu saat dia sangat menyukai Xiaojun?
Xiaojun pacaran sama om-om, Xiaojun itu sugarbaby,gitu kata Yongqin? Mana ada Hendery bermaksud bicara itu, ada-ada saja Yongqin ini, lagi pula Hendery juga tidak sempat melihat bagaimana rupa om-nya Xiaojun.
Lalu, waktu Bae Suzy yang berpacaran dengan Lee Dongwook, itu berarti hubungan antara sugar baby-daddy, gitu?
Tunggudulu...
"Kemaren Xiaojun nangis ke kamu?" tanya Hendery setelah mencerna kembali rentetan perkataan Yongqin tadi.
Yongqin hanya tersenyum miring penuh kemenangan, "gak tau, kan?
Makanya, punya hormon tuh dijaga!"
Apa yang menjadi pertanyaan Hendery pun bertambah, kenapa Xiaojun sampai menangis begitu dan kenapa Yongqin sampai tahu soal dirinya yang mencium Xiaojun. Xiaojun nyaman menangis di hadapan Yongqin? Yongqin menawarkan pundaknya untuk sandaran Xiaojun saat bersedih?
Kalau begitu, sudahkah Hendery tertikung Yongqin?
Malangnya Hendery yang menerima mentah-mentah apa perkataan Yongqin.
Terhitung sudah seminggu sejak kesalahpahaman Yonngqin terhadap ucapan Hendery tentang om-nya Xiaojun. Hendery masih sangat terpikirkan kenapa Yongqin menganggap ucapannya waktu itu seperti menghina Xiaojun.
Sedangkan Yongqin menjalani hari-harinya seolah tidak pernah terjadi apa-apa, seolah dia tidak pernah menyuruh Hendery untuk menjaga hormonnya.
Dari itu semua akhirnya menumbuhkan rasa bersalahnya lagi, terutama saat Hendery masih belum sempat berbicara langsung dengan Xiaojun karena penyakitnya belakangan ini justru jadi semakin sering kambuh, di sekolah maupun di rumah.
Rasa-rasanya Hendery ingin menyerah saja untuk mengejar Xiaojun, mungkin memang bukan jodoh, terutama saat kesempatan untuk melihat Xiaojun di sekolah saja tidak ada.
Dilihatnya lamat-lamat sebungkus Oreo matcha di mejanya, biskuit itu sudah pasti diniatkan Hendery untuk diberikan pada Xiaojun, tapi...
"Udah, buruan kasih ke Xiaojun," celetuk Yongqin yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya.
Hendery melirik malas pada Yongqin, bicarasihgampang!
"Nanti anak-anak paduan suara ada latihan pas pulang sekolah," sahut Yongqin lagi.
Mendengar informasi itu, membuat Hendery kembali menemukan semangatnya.
"Makanya, kesempatan itu dicari, bukan ditunggu. Lagian, kalo emang gak bisa ketemu, ya samperin lah," sewot Yongqin.
"Ah, masa bodoh," tukas Hendery saat sudah sampai di depan ruang pertunjukan yang pintunya tertutup. Ingin mundur, tapi tidak ingin mundur.
Perlahan Hendery membuka pintu ruang pertunjukan, berharap dengan masuknya dirinya tidak akan membuat seluruh perhatian anak-anak paduan suara tertuju padanya sebagai penyusup.
Ah, rupanya latihan mereka belum dimulai dan sepertinya juga belum berkumpul semua anggotanya. Tidak ada Yongqin, padahal teman sebangku Hendery sudah buru-buru keluar kelas tadi, ternyata bukan ke ruang pertunjukan, entah ke mana dan Hendery tidak ambil pusing.
Tidak ada Haechan juga di sana, membuat Hendery bernapas lega.
Dan yang paling penting, ada Xiaojun sedang duduk sendirian di bangku penonton bagian belakang – menjauh dari yang lainnya, sedang membaca sesuatu.
"Xiaojun," panggil Hendery pelan, sambil mendekat ke Xiaojun dan duduk di bangku kosong di sebelahnya.
Xiaojun menoleh mendengar suara yang sudah kelewat familiar itu, lalu tersenyum kecil.
"Hendery, kenapa?"
Kangen, ingin Hendery menjawab begitu, tapi kan tidak mungkin! Hendery menjilat bibir bawahnya yang mendadak terasa kering.
"Aku mau minta maaf langsung ke kamu soal waktu itu," lalu menyodorkan Oreo matcha yang sudah disiapkannya.
Dengan ragu Xiaojun menerima Oreo itu.
"Tenang aja, kali ini gak bakal kucium," sahut Hendery.
Kalimat itu justru membuat Xiaojun tertawa, "makasih ya." Hendery tersenyum lega melihat reaksi Xiaojun.
"Cokelat sama boneka yang waktu itu, makasih juga ya." "Aku udah dimaafin?" lirih Hendery.
"Udah kok, lupain aja."
Lalu setelah itu keduanya tidak ada yang bersuara.
"Gini, Xiaojun..." Hendery jadi tergagap saking gugupnya. "Hmm?"
"Aku mau ngomong sesuatu, boleh?" ujar Hendery pelan sambil memerhatikan lawan bicaranya. Ternyata kalau dari dekat, bulu mata Xiaojun terlihat sangat lentik – membuat matanya terlihat begitu cantik.
Xiaojun mengangguk, "boleh."
Tangan Hendery terulur, meminta tangan Xiaojun untuk digenggam, gestur itu terjadi begitu saja tanpa disadari oleh pelakunya sendiri.
Xiaojun yang masih rada bingung malah menyerahkan Oreo-nya kembali ke tangan si pemberinya.
"Ah bukan, maksudku tangan kamu, aku mau pegang tangan kamu," sahut Hendery tanpa malu lalu menyodorkan Oreo itu kembali ke Xiaojun.
Xiaojun langsung memberikan pandangan menghakimi.
"Eh, gak jadi deh, kamu mungkin gak nyaman," cicit Hendery lalu berdehem menyiapkan diri sebelum mengatakan apa niatnya menghampiri Xiaojun.
Kemudian Hendery merasa tangan Xiaojun dengan jari-jarinya yang ramping itu menyentuh keningnya, sentuhan polos itu tetap saja membuat Hendery ingin terbang tinggi dan ribuan kupu-kupu seolah terbang ribut di perutnya.
"Hendery sakit?" tanya Xiaojun lalu menarik tangannya dari kening Hendery setelah tidak merasakan ada yang aneh di kepala Hendery.
"Nggak kok, aku cuma mau bikin pengakuan cinta ke kamu."
Setelah kalimat itu terucap, Xiaojun langsung memandang Hendery seolah anak itu memiliki dua kepala.
Bersambung...
09"Pernyataan cinta?" ulang Xiaojun.
Hendery hanya mengangguk.
Lalu Xiaojun terlihat seperti menahan tawa, dan akhirnya memang tawa itu benar-benar tidak bisa ditahan olehnya.
"Lucu?" tanya Hendery sarkas.
Pedih rasanya melihat sang pujaan hati yang malah mentertawakan perasaanmu.
Xiaojun masih tertawa, kelihatan sulit sekali untuk berhenti, ditambah raut wajah Hendery yang sebenarnya terlihat lucu saat ini.
Akhirnya Hendery cemberut saja, mencoba menunjukkan bahwa dia tidak senang dengan situasinya.
"Hendery serius apa bercanda?" tanya Xiaojun yang masih diselingi tawa kecil.
"Ey, aku keliatan kaya lagi bercanda?"
Xiaojun mengangguk ribut, kemudian setelahnya menarik napas panjang, mengembuskannya dan mencoba berhenti tertawa.
"Maaf," ujar Xiaojun akhirnya, "ayo lanjut, mau ngomong apa?"
"Aku suka sama kamu, Xiaojun," ungkap Hendery dengan padat dan jelas.
Setelahnya, baik Xiaojun atau Hendery tidak ada yang bicara. Hendery menunggu bagaimana respons Xiaojun, sedangkan Xiaojun menunggu apa ada kalimat lain yang akan disampaikan Hendery.
"Tap–"
"Aku sebenernya pengin banget kamu mau jadi pacar aku, tapi aku tau ini kayaknya mendadak banget buat kamu. Dan aku juga tau barusan kamu mau ngomong apa," ujar Hendery sambil menatap lurus ke mata Xiaojun.
Xiaojun hanya mengangkat alisnya, menunggu tebakan Hendery soal apa yang akan dikatakannya tadi.
"Yah, singkatnya, kamu pasti gak percaya kan kalo aku suka sama kamu, padahal kita belom lama saling kenal," jelas Hendery mantap.
Ya, benar.
Mulut Xiaojun terbuka sedikit mendengar ucapan Hendery barusan. Hendery ini, kenapa sangat peka sampai bisa menebak apa yang akan Xiaojun katakan?
Baru saja Xiaojun ingin menanggapi, tapi dipotong lagi oleh Hendery dengan penjelasan dari awal bagaimana dia bisa menyukai Xiaojun.
Hendery menceritakan saat pertama mereka bertemu di ruang pertunjukan waktu itu. Dua kata yang menggambarkan kehadiran Xiaojun di mata Hendery; menarik perhatian.
Ya, Xiaojun bagaikan magnet yang tanpa ampun membuat pandangan Hendery saat itu terfokus hanya padanya.
Jika waktu itu Hendery tidak merasa bosan berada di kelasnya dan tidak pergi ke ruang pertunjukan untuk tidur, mungkin itu merupakan penyesalan terbesar dalam hidupnya karena tidak akan berkesempatan melihat Xiaojun. Walau hanya pertemuan singkat, tanpa adanya perkenalan secara langsung. Hanya dirinya yang bertanya pada Haechan, siapa anak manis
yang bersuara merdu itu.
Sialnya, Haechan ternyata tidak pernah menyampaikan pada Xiaojun bahwa anak manis itu ditanyai dan bahkan dicari oleh Hendery.
Namun yang tidak Hendery ketahui dan masih dia ragukan, Xiaojun memang pernah mempertanyakan soal Hendery pada Mark waktu itu, hanya saja Xiaojun pelupa, jadi dia tidak ingat pernah bertemu Hendery di ruang pertunjukan saat masih SMP.
Xiaojun memang benar-benar lupa dengan kejadian itu. Di pikirannya saat itu, Hendery hanyalah seseorang yang akan berlalu begitu saja, melihatnya bermain piano di ruang pertunjukan dan tak akan pernah dia temui lagi.
Tapi, lihatlah sekarang.
Hati Hendery patah berkeping-keping mendengar pengakuan Xiaojun yang melupakan momen pertama mereka bertemu itu. Hendery bahkan memberi peringatan tanggal pertemuan pertama mereka di kalender ponselnya.
Masa bodoh dengan patah hatinya, toh kini Xiaojun sudah berada di hadapannya.
"Aku gak tau harus gimana biar kamu percaya kalo perasaan aku tulus banget ke kamu, waktu sesingkat ini juga pasti gak akan cukup bikin kamu ngeliat rasa sukaku ke kamu."
"Karena itu, aku gak akan maksa kamu buat jawab pernyataan cintaku sekarang juga," ujar Hendery, sedikit banyak takut akan penolakan jika dia mendesak Xiaojun untuk memberi jawaban.
Setelah mengungkapkannya, Hendery merasa beban yang selama ini bergelayut di pundaknya menguap begitu saja – rasanya menyenangkan dan melegakan.
Dan mengingat tentang penyakit yang dideritanya, membuat Hendery jadi tahu diri. Pantaskah Xiaojun yang sempurna ini bersanding dengan dirinya yang penyakitan begini? Jadi...
"Dan kalau kamu gak mau jawab atau bahkan nolak, aku bisa terima dan aku akan mundur dari kamu. Walau... yah, aku maunya kamu terima aku," jelas Hendery sambil membubuhkan senyum tampan andalannya, walau kali ini untuk menutupi rasa getirnya.
Xiaojun langsung menyorotkan tatapan penuh simpati ke Hendery, kepalang bingung dengan kalimat terakhir Hendery.
Tapi tidak, Xiaojun tidak boleh menerima Hendery hanya karena rasa kasihan.
Setelah Xiaojun selesai dengan kegiatan ekstra kurikulernya, Hendery berjalan beriringan bersama Xiaojun keluar ruang pertunjukan menuju gerbang sekolah.
Sudah ada mobil sedan hitam yang menunggu Xiaojun, itu jemputannya, kata Xiaojun pada Hendery.
Berusaha menjadi orang yang se-gentle mungkin, Hendery membukakan pintu depan untuk Xiaojun.
Xiaojun tersenyum, "makasih," ujarnya setelah masuk mobil dan membuka jendela.
Hendery balas tersenyum lalu mendundukkan diri untuk melihat siapa yang ada di kursi kemudi dan betapa terkejutnya dia saat melihat wajah familiar yang sudah tersenyum ke arahnya.
"Makasih ya," ujar sosok itu.
"Sama-sama, Jie," balas Hendery sambil mengangguk.
Xiaojun dan sosok yang ada di kursi kemudi otomatis saling pandang saat mendengar ucapan Hendery.
"Hendery, ini Mami Xiaojun," sahut Xiaojun akhirnya. "Mami, ini Hendery, kakak kelas Xiaojun," tambah Xiaojun, memperkenalkan keduanya.
Mata besar Hendery langsung membulat, menolak untuk percaya bahwa wanita yang ada di kursi kemudi itu adalah ibunya Xiaojun.
Hendery ingat betul, itu adalah Tiffany Hwang yang Hendery lihat di Instagram Xiaojun, yang berpose menyenderkan kepalanya di pundak Xiaojun dan memeluknya, jadi itu ibunya?
Bukan main...
Mami Xiaojun tertawa kecil melihat reaksi Hendery, "mau pulang bareng, Nak?"
"Gak usah repot-repot, Ayi. Aku biasa naik bus," jawab Hendery berusaha keras agar suaranya tidak terdengar bergetar.
"Rumah kamu di mana?" tanya Mami Xiaojun lagi.
"Di Cheongdam, Ayi," sahut Hendery, berharap Mami Xiaojun tidak menawarkan untuk memberinya tumpangan lagi.
"Cheongdam? Rumah Mami sama Xiaojun juga di Cheongdam, Nak.
Kita searah, ayo bareng aja."
Oh?
"Di jalan apa?" tanya Mami Xiaojun lagi, "Mami sama Xiaojun di jalan Yeongdong-daero, Hendery masuk dulu yuk," desak Mami Xiaojun.
Sedangkan Xiaojun hanya tersenyum, tapi tersirat juga dia ingin Hendery ikut pulang bersamanya.
Setelah menimbang-nimbang, Hendery akhirnya masuk ke mobil Mami Xiaojun.
"Rumah kamu di mana, Nak?" tanya Mami Xiaojun lagi, setelah mulai melajukan mobilnya.
"Bangunan 134, Yeongdong-daero, Cheongdam-dong, Gangnam-gu, Seoul," jawab Hendery lengkap dengan nama distrik dan kotanya, walau kata Mami Xiaojun mereka sama-sama di Cheongdam.
Setelah mendengar itu, Mami Xiaojun langsung menginjak rem, kemudian pasangan anak dan ibu itu langsung menoleh ke arah belakang mereka, ke arah Hendery.
"Jadi, rumah itu? Kamu keluarga Wong?" tanya Mami Xiaojun. "Eung... iya Ayi," cicit Hendery.
"Kita tetanggaan nih, Mami sama Xiaojun di apartemen Mark Hills." "Mark Hills?" tukas Hendery kelewat cepat, saking tidak percayanya.
Ini semua terasa tidak nyata bagi Hendery, bukan karena fakta siapa ibunya Xiaojun, juga bukan karena fakta bahwa Mark Hills merupakan
apartemen mewah dengan Lee Min-ho sebagai salah satu penghuninya, tapi karena ternyata selama ini Xiaojun itu dekat.
Bangunan 134 yang ada di jalan Yeongdong-daero yang mana merupakan rumah keluarga Hendery itu berada tepat berseberangan dengan gedung Mark Hills.
Selama perjalanan ke jalan Yeongdong-daero, hanya Mami Xiaojun yang mengobrol dengan Hendery sedangkan Xiaojun diam saja, tak bersuara namun sesekali menanggapi dengan tawa – sebenarnya Xiaojun hanya masih syok dengan kenyataan mereka itu bertetangga.
Baik Hendery dan Xiaojun terbesit hal yang sama di kepala mereka;
kenapaYongqintidakpernahbilang?
Mobil Mami Xiaojun sudah tiba di depan rumah Hendery, begitu juga di depan gedung apartemennya sendiri. Hendery akhirnya keluar mobil setelah mengucapkan terima kasih dan berbasa-basi mengajak Xiaojun dan ibunya untuk mampir sesekali.
Begitu masuk ke rumah, Hendery langsung mencari ibunya yang ternyata ada di pekarangan belakang, sedang mengurus tanamannya.
"Mama, calon besan Mama itu desainer fesyen loh!" setelah meneriakkan itu, Hendery langsung kembali masuk ke rumah untuk bersih-bersih dan berganti pakaian.
Perkataan Hendery membuat ibunya geleng-geleng kepala, sudah terbiasa dengan sikap random anaknya, "ngomongin besan segala, punya pacar aja belom kamu, Der..."
Hendery tidak pernah merasa begitu bersemangat saat tiba di rumah seperti sekarang ini, apa lagi setelah mengetahui beberapa fakta baru mengenai pujaan hatinya.
Setelah mandi dan berganti pakaian rumah, Hendery bergegas ke taman kecil yang ada di roof top rumahnya, ingin berdiam diri di sana sambil memandang ke lantai teratas apartemen Mark Hills – sebuah unit penthouseyang didiami Xiaojun dan keluarganya.
Sedangkan Xiaojun?
Tidak seperti Hendery yang langsung bersih-bersih, masih mengenakan seragam sekolah, Xiaojun malah menghampiri ruang makan di unitnya dan menghadap ke jendela besar yang ada di sana, lalu memandang ke arah bawah, arah rumah Hendery.
"Kayaknya Hendery suka sama kamu ya, Jun?" tanya Mami Xiaojun yang langsung duduk di sebelahnya.
"Iya Mi, baru aja tadi Hendery nyatain perasaannya ke Xiaojun," jelas Xiaojun.
Mami Xiaojun langsung tersenyum penuh kemenangan, mengetahui bahwa firasatnya lagi-lagi tidak meleset.
"Terus, kamu jawab apa?" "Belom Xiaojun jawab."
Lalu sepasang ibu dan anak itu terdiam sambil mengarahkan pandangannya ke tempat yang sama.
"Boleh kok," sahut Mami Xiaojun tiba-tiba.
Xiaojun langsung memandangi ibunya, Xiaojun tahu ibunya ini merupakan orang yang sangat peka – bahkan bisa 'membaca' pikiran. Jadi, untuk apa yang dikatakan ibunya barusan, Xiaojun yakin itu merupakan pertanda baik.
"Xiaojun gak usah ragu, ya? Inget kan, apa yang selalu Mami bilang?
Seorang ibu itu..."
"Tau apa yang terbaik untuk anaknya," ujar Xiaojun meneruskan perkataan ibunya.
Mami Xiaojun tersenyum sambil mengusak kepala anaknya itu lalu membawanya mendekat untuk dipeluk.
"Kalo Xiaojun mau pacaran, boleh kok, asalkan sama Hendery," jelas Mami Xiaojun.
Xiaojun melepaskan diri dari pelukan ibunya, untuk memandangi wajah cantik ibunya itu, "beneran?"
Mami Xiaojun hanya mengangguk dan tersenyum.
Hendery tidak tahu, bahwa dia sudah mendapatkan restu dari Mami Xiaojun dengan begitu mudahnya bahkan sebelum Xiaojun sendiri memberikan jawaban.
Catatan:
1.Ayi:Bibi/tante(bhs.Mandarin)
Bersambung...
10Pagi ini mendung, tapi setidaknya pagi ini membawa angin baru bagi Hendery. Dengan senyum kecilnya, Hendery menatap penuh kagum ke gedung yang menjulang tinggi yang ada di seberang rumahnya.
Walau bukan satu gedung penuh, tapi di salah satu unitnya, ada tempat tinggal sang pujaan hatinya. Bahkan melihat pos satpam-nya pun sudah membuat hati Hendery berbunga-bunga.
Dan berangkat untuk mengikuti kelas pagi tidak pernah semenyenangkan ini bagi Hendery, apa lagi setelah mengetahui bahwa apartemen Mark Hills adalah hal pertama yang akan selalu dia lihat setelah keluar rumah.
"Ah, Xiaojun pasti masih enak tidur," ujar Hendery pada dirinya sendiri, lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat unit penthouse di lantai 18 sana, "aku berangkat, ya!"
"Halyangmenyenangkanhati,banyaksekalibahkankalaukitabermimpi..."Hendery bersenandung sambil berjalan penuh semangat menuju halte bus.
Di dalam bus yang sangat penuh pada jam-jam sibuk, ada seorang Hendery yang pastinya tidak kebagian tempat duduk dan sedang berpegangan erat pada gantungan tangan bus. Tapi juga ada seorang anak SD yang memeluk erat torso Hendery karena tidak bisa meraih gantungan tangan.
Kalau dalam kondisi biasanya, seorang Hendery yang berada dalam bus yang sangat sempit plus digelayuti seorang bocah, sudah pasti itu membuat suasana hati Hendery buruk. Belum lagi jika terombang-ambing karena pak sopir yang tidak santai membawakan busnya.
Tapi ternyata beginilah efek setelah menyatakan cintamu yang sudah lama dipendam dengan bonus mengetahui bahwa pujaan hatimu adalah tetangga.
Hendery bahkan tetap tersenyum saat mengetahui bahwa pinggiran jas seragam sekolahnya sobek karena bocah SD yang berpegangan padanya tadi di bus, tidak terlalu peduli juga jika nantinya akan diomeli ibunya saat sampai di rumah.
Hendery pun masih tersenyum saat pelajaran kelas pagi sudah dimulai dengan guru yang galak, pemandangan itu membuat Yongqin merinding melihat teman sebangkunya, karena biasanya Hendery selalu mengeluhkan masih mengantuk.
Bel untuk istirahat pertama berbunyi, Hendery bergegas merogoh ranselnya dan mengambil sebuah kotak bekal dan bersiap untuk pergi ke suatu tempat, tapi yang pasti bukan ke kantin.
Hendery berjalan mantap ke kelas Xiaojun, dengan percaya dirinya beranggapan bahwa anak manis itu tetap ada di kelas pada jam istirahat pertama ini.
Dan di sinilah Hendery, berdiri mematung di depan jendela kelas Xiaojun, terpesona dengan objek pandangannya yang sedang membaca sesuatu melalui tabletnya.
"Masuk aja," tiba-tiba terdengar sebuah suara.
Hendery mengalihkan pandangannya untuk melihat siapa yang bicara padanya itu.
Haechan.
Hendery hanya tersenyum kecil lalu melenggang masuk ke kelas Xiaojun.
"Hai, tetangga," sapa Hendery yang langsung duduk di kursi kosong yang ada di depan meja Xiaojun.
Xiaojun menoleh ke arah asal suara sapaan itu, lalu tersenyum manis, "Hendery."
Tanpa perlu mengatakannya pada Hendery, Xiaojun sebenarnya sangat senang dengan kehadiran kakak kelasnya itu, malah kalau bisa jujur, Xiaojun sudah menunggu untuk bisa bertemu Hendery di sekolah.
"Aku bawa sandwich buah, semoga kamu belom kenyang," Hendery membuka kotak bekal yang dibawanya dan mendapatkan tatapan penuh minat dari Xiaojun.
Xiaojun memandangi sandwich dengan krim tebal berisi strawberry dan anggur yang terlihat sangat cantik itu kemudian berganti menatap Hendery, "buat Xiaojun?"
"Iya dong, snack manis buat anak manis," sahut Hendery, tidak tahu saja ada teman sekelas Xiaojun yang mencuri dengar gombalan itu dan paham bahasa Kanton juga.
Tangan Xiaojun yang sudah terulur untuk mengambil sandwich itu tiba- tiba berhenti dan memandangi Hendery seolah meminta izin.
"Mau makan sendiri atau kusuapin?" tawar Hendery usil sambil menaik- turunkan alisnya.
Xiaojun tertawa kecil lalu langsung mengambil sepotong sandwich itu dan melahapnya, mengunyah sambil menatap lurus ke arah Hendery di depannya.
Bibir yang mengerucut, pipi yang menggembung...
Lucu, batin Hendery.
"Gimana?" tanya Hendery begitu Xiaojun menyelesaikan sepotong sandwich-nya.
"Hum, enak!" sahut Xiaojun ceria, "buatan Mama Hendery, ya?" tebaknya.
"Buatan aku sendiri dong," balas Hendery sambil membusungkan dada, "oh iya, aku mau minta bayarannya."
"Eoh?" mata Xiaojun otomatis membulat.
Dan Hendery menyodorkan ponselnya ke Xiaojun, "nomor kamu."
Kalau diingat lagi lucu juga sebenarnya, Hendery sudah beberapa minggu belakangan ini mendekati Xiaojun, tapi justru belum saling bertukar nomor. Itu sebabnya, andalan Hendery hanyalah menemui Xiaojun di sekolah tanpa tahu bahwa ternyata mereka bertetangga.
Xiaojun menerima ponsel Hendery dan langsung mengetikkan nomornya, "nomor Xiaojun aja, kan?"
"Kalo ditambah cium juga boleh," sahut Hendery sambil menunjuk pipinya.
Hendery sudah siap-siap jika pipinya akan ditampar oleh tutup Tupperware atau malah tidak mendapatkan apa pun kecuali tatapan menghakimi dari Xiaojun, tapi ternyata yang dia dapatkan justru melampaui ekspektasi.
Jari telunjuk dan jari tengah Xiaojun menyentuh pipi Hendery setelah sebelumnya diberi kecupan oleh si anak manis itu.
"Makasih sandwich-nya, Dery," ujar Xiaojun setelah tanpa bertanggung jawabnya membuat jantung Hendery porak-poranda.
Dery...
Belum pernah sebelumnya Hendery menyukai ada orang lain selain keluarganya memanggil namanya setengah-setengah, tapi setelah
mendengar Xiaojun memanggilnya 'Dery', rasanya begitu pas di telinganya dan hanya itu yang ingin Hendery dengar dari Xiaojun seharian ini.
Sebenarnya saat jam istirahat pertama tadi Xiaojun sudah ingin memberikan jawaban atas pernyataan cinta Hendery kemarin, tapi apalah daya ketika rasa ragu menyerangnya.
Akibatnya, Xiaojun tidak bisa konsentrasi penuh pada pelajaran setelah jam istirahat pertama dan jadi sangat menantikan jam istirahat kedua yang durasinya lebih lama.
Xiaojun sudah memantapkan hati untuk gantian menghampiri Hendery ke kelasnya. Karena cinta itu harus dua arah, jika tidak dari dua arah, itu namanya cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Xiaojun ingin memastikan pada Hendery, bahwa perasaannya berbalas.
"Hendery di unit kesehatan," senyum Xiaojun langsung memudar begitu mendengar penuturan Yongqin.
Xiaojun segera melangkahkan kaki rampingnya ke unit kesehatan tanpa memedulikan panggilan dari Yongqin.
Dan benar, di sanalah Hendery berada dengan wajah yang 180 derajat berbeda seperti yang tadi Xiaojun lihat saat istirahat jam pertama.
Wajah tampan Hendery yang tadi sangat ceria kini terlihat begitu pucat dan seperti merasakan sakit yang tak tertahankan.
"Dery?" panggil Xiaojun sambil berjalan mendekati bed yang ditempati Hendery.
Tapi sayangnya lengan Xiaojun dicekal oleh dr. Suh yang membawanya menjauh dari Hendery.
"Jangan diganggu dulu, itu Hendery lagi kesakitan banget," ujar dr. Suh yang kemudian membawa Xiaojun ke ruang pribadinya.
"Hendery sakit apa? Xiaojun mau liat," Xiaojun berusaha melepaskan cekalan dr. Suh dari lengannya dan buru-buru menghampiri Hendery lagi.
"Dery?" sahut Xiaojun lembut dan berhasil menggenggam tangan Hendery.
"Xiaojun, ngapain ke sini?" ujar Hendery lemah dan tersenyum tipis.
"Aduh, ini anak bebal banget dibilangin," keluh dr. Suh yang akhirnya mengangkat badan kurus Xiaojun untuk menjauhi Hendery.
"Shushu, tunggu dulu!" protes Xiaojun, tapi apa daya, dr. Suh yang badannya memang lebih besar dan lebih tinggi bisa dengan mudahnya mengangkat Xiaojun.
"Nih, ambil lagi," dr. Suh menyodorkan dua bungkus besar Haribo pada Xiaojun, "udah sana, balik istirahat di kelas kamu aja."
Jika diberi sesuatu, pastinya wajib untuk berterima kasih, "makasih, ya," ujar Xiaojun tanpa lupa memberikan senyuman manis.
Dr. Suh balas tersenyum lega saat melihat gerak-gerik Xiaojun yang sepertinya bisa termakan bujukannya.
Xiaojun akhirnya membawa kakinya menuju pintu keluar unit kesehatan, tapi saat dilihat dr. Suh melengos, Xiaojun buru-buru kembali ke ruang perawatan untuk menemui Hendery.
"Eits!" dan lagi, dr. Suh berhasil mencegah Xiaojun untuk menghampiri Hendery.
"Ih, Shushu kenapa sih? Xiaojun kan mau jenguk pacar Xiaojun!" ujar Xiaojun sewot, lama-lama kesal juga pada pak tua satu ini.
Oh...
Karena syok dengan apa yang dikatakan Xiaojun, dr. Suh akhirnya melepaskan cekalannya pada lengan Xiaojun dan bergegas mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kerjanya - menelepon seseorang.
Dr. Suh bergerak gelisah menunggu panggilannya dijawab dan akhirnya pada dering kelima...
"Halo?"
"Fanny! Itu anak kamu pacaran sama anaknya keluarga Wong?"
"Dery," panggil Xiaojun dengan nada penuh khawatir.
Nggak,jangandeket-deketdulu, batin Hendery saat melihat Xiaojun mendekatinya, Hendery tidak mau Xiaojun melihatnya dalam keadaan lemah begini.
Bruk.
Hmph!
Xiaojun langsung menjatuhkan dirinya di atas badan Hendery dan memeluknya erat, sampai tidak sadar bungkusan permen yang digenggamannya tanpa sengaja malah mengenai kepala Hendery yang sebenarnya sedang sangat sakit itu.
"Hendery jangan mati dulu, Xiaojun mau kok jadi pacarnya Hendery!"
Catatan:
1. Shushu: paman/om (bhs. Mandarin)
Bersambung...
11Saat melihat festival kembang api, biasanya apa saja yang dirasakan?
Senang karena melihat betapa indahnya kembang api yang menghiasi langit malam? Tentu.
Jantung berdebar karena rasa kejut dari suara kembang api yang meluncur ke langit? Pastinya.
Momen saat Xiaojun menjatuhkan diri di atas badan Hendery merupakan momen di mana ada festival kembang api imajiner sedang berlangsung di benak Hendery – menyenangkan dan mendebarkan.
Xiaojun tetap memeluk Hendery dengan begitu eratnya walau sudah mendengar napas Hendery yang terputus-putus karena menahan bobot Xiaojun dengan kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit.
Tempo hari Hendery sudah merelakan jika nantinya Xiaojun menolaknya, tapi lihatlah sekarang, malah anak itu sendiri yang menghampirinya bahkan sampai memeluknya begini.
Ini merupakan definisi dari 'kesabaran adalah kebajikan', kesabaran Hendery yang merelakan apa pun keputusan Xiaojun, berbuah kebajikan yang membawa Xiaojun langsung ke pelukannya – literally.
Tangan Hendery yang tidak tertindih Xiaojun mencoba bergerak dan mengusap punggung anak manis itu.
Xiaojun diam saja, apa dia tertidur? Ah, Hendery tidak terlalu mempedulikannya, sekarang yang penting adalah menyesapi momen ini semaksimal mungkin.
Dengan tiadanya jarak di antara mereka membuat Hendery bisa menghirup aroma yang menguar dari tubuh Xiaojun. Aroma lembut bedak talk tercium samar dari Xiaojun, seperti aroma bayi dan ajaibnya itu membuat Hendery sangat senang sampai tersenyum-senyum sendiri walau sakit kepalanya belum mereda.
Sudah bisa dipastikan mulai saat ini, aroma tubuh Xiaojun merupakan serotonin bagi Hendery.
"Xiaojun? Hei..." panggil Hendery pelan, bagaimanapun juga dia harus menjelaskan sesuatu pada Xiaojun.
Perlahan Xiaojun mengangkat tubuhnya yang tidak seberapa berat itu dari tubuh Hendery, dan lagi-lagi bungkusan permen yang tanpa sadar masih digenggamannya mengenai kepala Hendery.
"Pacar Xiaojun sakit apa?" tanya Xiaojun dengan nada sedih yang begitu kentara.
Dengar, Xiaojun bahkan sudah mengaku-aku bahwa Hendery adalah pacarnya, terbang tinggi Hendery dibuatnya.
Hendery tidak kuasa menahan senyum lebarnya setelah mendengar ucapan Xiaojun, tapi Xiaojun malah mengerutkan alisnya.
"Hendery jangan senyum kaya gitu, serem," sahut Xiaojun dengan tampang polosnya.
Kalau dalam keadaan sehat, sudah pasti Hendery tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan polos pacarnya itu, eh apa sudah resmi jadi pacar?
"Hehe, maaf..."
"Pacar Xiaojun sakit apa?" ulang Xiaojun, kali ini terdengar sudah tidak sabar untuk mendengar jawabannya.
Terbesit pemikiran usil Hendery, "pacar Xiaojun emangnya siapa?" tanya Hendery akhirnya.
Xiaojun berdecak kesal mendengar itu, dikhawatirkankokmalahmembalas usil?
Xiaojun menarik tangan kanannya agar bisa duduk lebih lurus lagi, tapi Xiaojun belum sadar bahwa tangan kanannya masih menggenggam dua bungkus besar Haribo dan akhirnya kepala Hendery tertoyor dua bungkus permen itu dengan tidak begitu elitnya.
"Maaf!" sahut Xiaojun yang kini sudah menyadari kesalahannya, akhirnya melepaskan dua bungkus permen itu tepat di samping kepala Hendery lalu mengusap sisi wajah Hendery yang tadi tertoyor permennya dan memeluknya lagi.
Hendery sih senang jika dipeluk Xiaojun begini, sangat senang malah.
"Gak apa-apa, kamu nonjok aku pun, aku gak keberatan," ujar Hendery asal.
"Jangan gitu," cicit Xiaojun lalu menjauhkan dirinya lagi dari pelukan Hendery.
Lalu keduanya saling pandang, Hendery tersenyum lembut ke arah Xiaojun dan senyum itu menular ke orang yang melihatnya.
"Aku sakit," ujar Hendery pelan. "Iya, sakit apa? Parah?"
Hendery menggeleng untuk pertanyaan kedua Xiaojun, "gak parah, gak mematikan juga, tapi kamu yakin mau jadi pacar aku setelah tau kalo aku nih penyakitan begini?"
Festival kembang api imajiner yang tadi muncul, kini berangsur-angsur berubah menjadi badai salju imajiner di benak Hendery. Hendery masih belum boleh bersenang hati dulu karena belum mengatakan kondisinya dengan terbuka pada Xiaojun.
"Iya, Xiaojun liat kok Hendery sakit, tapi sakit apa?"
Hendery menjelaskan tentang priapismus yang dideritanya itu, awalnya Xiaojun tidak langsung memahami soal penyakit itu, tapi kemudian Hendery meminta anak manis itu untuk mengetik priapismus di webbrowser.
Air wajah Xiaojun berubah total setelah membaca apa itu priapismus.
"Karena penyakit ini, aku jadi mesum loh, aku bisa tegang tiba-tiba kaya sekarang ini dan aku jadinya bakal sering pusing. Kamu beneran mau jadi pacar aku? Aku penyakitan–"
"Nggak!" jawab Xiaojun singkat memotong penjelasan Hendery.
Oh, oke...
"Nggak, Hendery gak mesum karena penyakit ini, kan ini kondisi tanpa ada rangsangan seksual. Hendery gak mesum, tapi Hendery sakit dan itu pasti bisa sembuh," jelas Xiaojun kemudian menyentuh pelipis Hendery dengan ibu jarinya.
"Pusing banget, ya?" tanya Xiaojun pelan.
"Hmm..." Hendery memejamkan matanya, menikmati lembutnya usapan jari Xiaojun di pelipisnya.
"Xiaojun tetep mau jadi pacarnya Hendery," Xiaojun kembali memperjelas tujuannya menghampiri Hendery.
"Tapi aku ini mesum, Jun. Kamu bakal rusak kalo pacaran sama aku," sahut Hendery yang tiba-tiba saja berubah jadi sendu.
"Nggak!" Xiaojun memeluk Hendery lagi, "Hendery gak mesum, dan Xiaojun gak bakal rusak, lagian kan Xiaojun bukan barang..."
Cairan bening mengalir begitu saja dari mata besar Hendery. Ingin menangis sesenggukan saking bahagianya, tapi tidak mungkin dikarenakan imagedirinya yang manly, apa lagi ini sedang ada Xiaojun!
"Xiaojun..." panggil Hendery sambil mengelus punggung Xiaojun.
"Hendery pacarnya Xiaojun," sahut Xiaojun tanpa melepaskan pelukannya.
Dan, viola!Resmilah sudah Hendery dan Xiaojun menjadi sepasang kekasih – di tempat yang jauh dari kata romantis.
Pasangan baru, maunya bersama terus. Karena waktu yang mereka habiskan bersama saat di unit kesehatan tadi sangat terbatas, maka kini Xiaojun terlihat sedang menduduki bangku di sebelah Hendery, di kelas Hendery.
Keadaan Hendery sudah membaik dan sekarang merupakan jam pelajaran tambahan yang diambil Hendery. Tidak semua murid kelas tiga mengambil kelas tambahan, itu sebabnya tidak semua bangku terisi, jadi Xiaojun bisa mengekori Hendery sampai ke kelasnya.
Omong-omong, Yongqin juga mengambil kelas tambahan, tapi dia harus digusur dari mejanya sendiri oleh Hendery demi menampung Xiaojun yang seharusnya sudah pulang tapi masih ingin menempel dengan pacarnya.
"Loh, ada anak SD ikut belajar di sini," canda Pak Guru Kim saat melihat ada Xiaojun yang entah kenapa jadi terlihat begitu mungil di samping Hendery.
Tuh, seorang guru bahkan menyempatkan diri untuk menggoda pasangan baru itu sebelum memulai kelas tambahannya – rumor di sekolah ini memang menyebar lebih cepat daripada api yang terkena angin.
"Eh, mau ke mana kalian? Sini cerita dulu!" sahut Yongqin saat kelas tambahan sudah berakhir dan melihat Hendery sepertinya buru-buru membawa Xiaojun keluar kelas.
"Kapan-kapan aja, jangan ganggu aku sama Xiaojun dulu, bye!" balas Hendery sambil sedikit berteriak karena dirinya dan Xiaojun sudah berada di ambang pintu kelas.
Pernahkah bertemu seseorang dan langsung merasa ingin melindungi dan membahagiakan hati orang tersebut? Itulah yang terjadi pada Hendery saat pertama kali melihat Xiaojun.
Xiaojun yang begitu mungil waktu kali pertama Hendery melihatnya, mata berbinarnya saat mendapat pujian atas nyanyiannya, itu membuat dada Hendery berdesir halus dan rasanya seolah Hendery berutang budi pada Xiaojun karena telah membuatnya merasakan desiran itu untuk yang pertama kali dalam hidupnya.
Setelah penantian panjang dan serba ketidakpastian mengenai Xiaojun, subjek yang merupakan cinta pertama Hendery akhirnya kini menjadi
miliknya.
Hendery akhirnya bisa mendapatkan hati Xiaojun untuk dilindungi dan dibahagiakan.
Hendery senang melihat Xiaojun senang saat mereka ke kafe serba matcha di dekat sekolah sore ini, Hendery senang melihat Xiaojun terpana menatap lampu-lampu jalan yang sudah menyala saat mereka dalam perjalanan pulang ke Cheongdam naik bus.
Hendery juga senang saat menggandeng tangan Xiaojun walau sudah turun dari bus dan dalam perjalanan untuk mengantar Xiaojun pulang kembali ke ibunya. Mau tidak mau harus berpisah selama hampir 12 jam lebih sebelum besok bertemu lagi di sekolah – ah, atau mereka bisa saja berangkat bersama, kan?
Sedangkan Xiaojun merasa seperti berpindah ke dimensi lain ketika Hendery menautkan jari mereka untuk bergandengan tangan.
Tidak pernah sekali pun terbesit di benak Xiaojun bahwa disukai seseorang ternyata terasa seindah ini. Ah, Hendery mungkin bukan sekadar menyukainya, tapi menyayanginya, atau malah mencintainya...
Karena saat itu, baik Haechan dan Yongqin pernah tanpa sengaja mengakui kalau mereka itu menyukai Xiaojun. Tapi kali ini berbeda, rasanya sangat berbeda saat bersama Hendery.
Hendery bersikeras mengantar Xiaojun sampai tepat ke pintu unit penthouse-nya, sekalian menemui Mami Xiaojun untuk memberi tahu bahwa anak manisnya itu pulang tanpa lecet sedikit pun setelah pergi bersama Hendery.
Dan di sinilah mereka, masih bergandengan tangan di dalam lift menuju lantai 18. Lift dengan dinding yang dipenuhi cermin membuat Hendery dan Xiaojun malah saling pandang melalui cermin di depan mereka, lalu tiba- tiba Hendery menggembungkan pipinya dan di balas Xiaojun yang menjulurkan lidahnya.
Pasangan baru itu malah saling menunjukkan wajah konyol mereka – jauh dari kata jaim, tanpa perlu khawatir ada penghuni lain yang tiba-tiba masuk lift mereka, toh unit penthouse memiliki lift sendiri.
Lelah mentertawakan kekonyolan sendiri, mereka akhirnya perlahan terdiam seolah kehabisan napas. Hendery memandang Xiaojun tajam melalui pantulan cermin. Dalam keadaan itu, Hendery terlihat begitu tampan seperti pangeran bagi Xiaojun.
Perlahan Hendery melepaskan gandengan tangannya dari tangan Xiaojun, lalu memindahkan tangannya untuk merangkul pinggang ramping Xiaojun. Membawa pacarnya itu mendekat, Hendery sedikit memiringkan kepalanya saat wajahnya sudah mendekat ke wajah Xiaojun.
Dan bertemulah dua belah bibir yang sebelumnya tidak pernah saling bersentuhan itu.
Mengikuti insting, Xiaojun langsung memejamkan matanya sambil berjinjit untuk bisa mengimbangi pacarnya yang sedikit lebih tinggi darinya itu dan juga mengalungkan kedua tangannya di pundak pacarnya yang tegap bagaikan pangeran dari negeri dongeng itu.
Bibir lembut Xiaojun terasa begitu luar biasa di bibir Hendery yang agak pecah-pecah itu, Hendery semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Xiaojun, seolah takut Xiaojun akan menghilang jika tidak dipeluk erat.
Ting!
Hendery masih asik mencoba melumat bibir bawah Xiaojun dan tidak sadar bahwa mereka sudah tiba di lantai 18, pintu lift sudah terbuka dan pasangan yang sedang berciuman itu masih belum menyadarinya juga.
Lama, akhirnya pintu lift akan menutup dengan sendirinya sampai ada tangan kurus yang mencoba menghalangi.
"Ehm..."
Suara deheman lembut menyadarkan Xiaojun terlebih dahulu, membuat anak manis itu mendorong Hendery pelan dan melihat ke arah asal suara.
Itu, di sana di depan pintu lift, berdirilah ibunya yang sedang menyilangkan tangan di dada sambil tersenyum datar, memandangi mereka penuh penghakiman.
"Mami..."
Hendery langsung membeo dan otomatis membungukkan badannya, "malam, Ayi."
"Kenapa kelamaan di lift? Ayo masuk," ajak Mami Xiaojun tanpa intonasi.
Xiaojun berjalan keluar lift mendahului Hendery yang masih agak syok, tapi kemudian tetap meraih tangan Xiaojun untuk digandeng, toh Mami Xiaojun sudah masuk ke unit mereka lebih dulu.
"Xiaojun, kamu mandi dulu sana, Mami mau ngopi-ngopi sama Hendery, ya?"
Xiaojun hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan Hendery sendirian dengan ibunya.
Mami Xiaojun memandangi Hendery sambil tersenyum penuh arti, "kamu mau ya, ngopi dulu sebelom pulang?" agak memaksa, sih...
Deg...
Hendery merinding mendengar ajakan itu, mati aku!
Bersambung...
12"Kamu suka kopi, kan?" tanya ibunya Xiaojun pada Hendery yang mengekorinya ke dapur.
"Suka kok, Ayi," jawab Hendery pelan.
"Udah, panggil 'Mami' aja, toh nantinya kamu jadi anak Mami juga," sahut ibunya Xiaojun dengan santainya.
Ini sudah malam, tapi mendadak senyum Hendery merekah secerah mentari pagi setelah mendengar penuturan ibu dari kekasih hatinya itu.
Tidak mendengar ada respons dari Hendery, ibunya Xiaojun yang sedang membuat kopi akhirnya menoleh ke arah lawan bicaranya itu dan menemukan seorang anak SMA yang memperlihatkan tampang bodohnya.
"Hehehe, iya, Mami..."
Wah,pacarnyaXiaojunternyatagila, batin ibunya Xiaojun.
"Sini, biar aku bantu," ujar Hendery yang melihat calon ibu mertuanya itu menuangkan air hangat ke cangkir yang sudah berisi bubuk kopi.
"Oh iya!" sahut ibunya Xiaojun tiba-tiba.
"Kenapa?" cicit Hendery yang sedang dalam perjalanan menuangkan air ke cangkir yang kedua.
"Kamu kan besok sekolah, malem-malem gini jangan minum kopi deh, sini Mami ganti jadi teh susu aja ya," lalu tangan dengan jari lentik milik ibunya Xiaojun langsung meracikkan teh susu di dua cangkir, untuk Hendery dan untuk Xiaojun nanti.
Hendery hanya memperhatikan ibunya Xiaojun dengan teliti, lalu berseru 'oh' kecil saat melihat bubuk matcha ditambahkan ke salah satu cangkirnya.
"Xiaojun sesuka itu ya sama matcha, Mi?" tanya Hendery yang kemudian menerima dua cangkir berisi teh susu itu untuk dibawanya ke meja makan.
"Iya, Xiaojun tuh kalo udah suka sama suatu makanan atau minuman, pasti dikonsumsi terus," lalu dengan begitu anggunnya ibunya Xiaojun menyesap kopinya.
Sedangkan Hendery hanya mengangguk-anggukan kepalanya saking kagumnya dengan sikap aristokrat seorang ibu di hadapannya.
"Liat aja tuh," ibunya Xiaojun menunjuk satu toples bening besar berisi penuh permen jelly dengan berbagai bentuk, "Xiaojun suka banget sama permen, sampe cemilannya aja permen."
Hendery tersenyum mendengar penuturan ibunya Xiaojun, teringat kembali saat kejadian di unit kesehatan tadi, di mana ada dua bungkus Haribo yang selalu digenggam erat oleh Xiaojun. Dan juga kejadian saat dirinya mengiming-imingi Xiaojun dengan permen untuk bisa diajaknya ke atap sekolah.
"Makanya, nanti kalo Xiaojun udah suka banget sama kamu, gak bakal mau lepas dia dari kamu."
Lagi, Hendery kembali dikejutkan dengan penuturan calon ibu mertuanya.
"Aku yang lebih gak mau lepas dari Xiaojun..." lirih Hendery sebelum menyesap teh susunya.
Ibunya Xiaojun tersenyum mendengar itu, "ah, gak kerasa sekarang Xiaojun udah gede, udah punya pacar, udah ciuman pula sama pacarnya."
Untuk kalimat terakhir yang diucapkan ibunya Xiaojun, Hendery merasa sangat bersalah.
"Maaf ya, Mi..."
"Gak apa-apa, Mami paham kok, kan Mami pernah muda juga."
Ah, kebaikan apa yang pernah Hendery lakukan di kehidupan lampaunya dulu sampai punya pacar yang ibunya pengertian begini sekarang?
"Xiaojun tuh sebenernya gak polos loh, Hendery. Dia tuh cuma naif, makanya Mami tuh ada firasat kalo sampe kalian ngelakuin itu, bisa jadi Xiaojun duluan loh yang ngajak."
Tidak ada angin dan tidak ada badai, dengan santainya ibunya Xiaojun membahas hal yang cukup tabu itu pada pacar anaknya, apa maksudnya?
Mendengar itu pun membuat Hendery akhirnya tersedak minumannya, bukan main memang wanita cantik yang satu ini, selalu saja memberikan Hendery kejutan dengan ucapannya yang disampaikan dengan suara lembutnya.
Jujur saja, Hendery bahkan belum terpikirkan untuk melakukan itudengan Xiaojun, bukannya Hendery tidak mau – tentu saja mau, hanya saja, usia mereka masih sangat belia, ada lebih banyak kegiatan yang bisa dilakukan mereka daripada melakukan itu, kan? Misalnya, belajar bersama...
"Mami gak ngelarang kalian ngelakuin itu, tapi Mami juga gak menyarankan loh ya. Soalnya percuma aja ngelarang kalian kalo ternyata tetep dilakuin diem-diem, kan?"
Hendery hanya mengangguk kaku mendengar itu.
"Mami cuma gak kebayang, kalo kalian sampe nekad ngelakuin itu, entah di sini atau di rumah kamu, terus tiba-tiba di tengah jalan kalian putus, duh Xiaojun pasti sedih banget, udah ngasih badannya ke kamu eh malah–"
"Nggak bakal, Mami!" sahut Hendery memutus ucapan ibunya Xiaojun, kini Hendery tahu persis ke mana arah pembicaraan ini.
"Aku gak bakal ngelakuin itu tanpa consent dari Xiaojun, aku juga gak bakal memanipulasi Xiaojun untuk mau ngelakuin itu sama aku dan aku... aku bahkan gak pernah kepikiran buat ninggalin Xiaojun. Aku aja gak bisa ngebayangin gimana kalo sampe harus pisah sama Xiaojun. Mami, aku udah lama banget suka sama Xiaojun dan baru sekarang..." tiba-tiba tenggorokan Hendery terasa kering.
"Baru sekarang perasaan aku berbalas," sambung Hendery lagi.
Mendengar itu, ibunya Xiaojun tersenyum, "jagain Xiaojun ya, Hendery?"
"Pasti, Mami... pasti," ujar Hendery serius.
Lalu kesunyian meliputi keduanya, bukan tipe kesunyian yang canggung tapi kesunyian yang nyaman di mana hanya terdengar suara seruputan kopi atau teh susu.
Ibunya Xiaojun memandangi Hendery dan sesekali dibalas tatapan Hendery yang menyiratkan bahwa dia paham maksud kekhawatiran ibu dari pacarnya itu dan Hendery mencoba selalu mengusahakan yang terbaik untuk hubungannya dengan Xiaojun.
"Anyway, waktu pindah ke Korea lagi, Xiaojun tuh maunya Mami beli rumah yang ditempatin keluarga kamu loh," ujar ibunya Xiaojun memecah keheningan.
"Oh ya? Kenapa, Mi?"
"Soalnya Xiaojun lebih suka tinggal di bangunan yang berbentuk rumah, yang ada halamannya, daripada tinggal di apartemen kaya gini. Eh gak taunya itu properti negara ya? Gak bisa diperjual-belikan," ujar ibunya Xiaojun dengan suara yang tidak seserius percakapan sebelumnya.
Hendery hanya senyum-senyum.
"Xiaojun udah maksa banget minta Mami beli rumah itu, tapi katanya rumah itu dihuni keluarga Wong, Duta Besar Makau untuk Korea dari
beberapa taun lalu ya."
"Iya Mi, sejak Papa ditugasin di Korea, aku sekeluarga emang udah tinggal di rumah itu. Tapi, makasih loh Mi, udah milih apartemen ini, jadinya kan aku bisa deket sama Xiaojun," lalu Hendery memperlihatkan senyum lebarnya yang penuh rasa syukur itu.
Ibunya Xiaojun balas tersenyum, "gak berjodoh sama rumahnya, eh malah berjodoh sama salah satu penghuninya, si Xiaojun tuh."
Hendery tertawa riang mendengar itu, 'Xiaojunberjodohdenganpenghuni rumah yang dia inginkan'– ah, kedengarannya sangat pas.
"Oh iya, berarti tadi kalian pulang naik bus?" tanya ibunya Xiaojun lagi. "Iya Mi, tadi aku ajak Xiaojun naik bus, gak apa-apa, kan? Lusa SIM
Internasional aku udah jadi, nanti aku penginnya sih pulang-pergi ke sekolah bareng Xiaojun, jadi Mami gak perlu anter-jemput Xiaojun lagi, biar dia sama aku aja, boleh gak?"
"Duh, bener-bener maunya bareng terus ya?" celetuk ibunya Xiaojun. "Hehe, ya begitulah, Mi..."
"Boleh, tapi kalo kamu mau ajak Xiaojun naik bus juga gak apa-apa kok, sesekali kamu ajaklah dia keliling Gangnam. Di Korea Xiaojun tuh gak punya temen selain sepupunya, si Yongqin dan temen sekelasnya, Haechan. Itu juga Xiaojun gak pernah mau kalo diajak jalan sama mereka, takut kesasar katanya."
"Iya sih Mi, tadi aku liat Xiaojun kaya seneng gitu kuajak naik bus, berarti ini pertama kalinya Xiaojun naik bus di Korea?"
Ibunya Xiaojun hanya mengangguk, "makanya, gak harus kok Xiaojun pulang-pergi naik mobil, toh seneng-seneng aja kan Xiaojunnya naik bus? Yang penting kan pulang-perginya sama kamu."
Lagi dan lagi, ibunya Xiaojun membuat hati Hendery berbunga-bunga dengan kalimat terakhirnya barusan.
Tapi,tunggudulu...
"Mami, tadi kayaknya aku denger, Mami bilang kalo Yongqin tuh sepupunya Xiaojun?" tanya Hendery setelah menyadari sesuatu.
"Iya. Yah gak sepupuan banget sih, keluarga papinya Xiaojun itu masih ada hubungan keluarga sama mamanya Yongqin. Kamu kenal Yongqin, kan?"
"Bukan kenal lagi, Mami. Dia itu temen sebangku aku dari kelas dua, aku suka tanya-tanya soal Xiaojun ke dia. Malah katanya dia mau ngedeketin
Xiaojun juga, aku kan jadi takut ketikung," adu Hendery pada Maminya Xiaojun.
Mendengar itu pun ibunya Xiaojun hanya tertawa geli, merasa kasihan pada Hendery yang ternyata dikerjai Yongqin.
"Dia cuma mau ngetes kamu doang, eh tuh yang kamu tunggu udah selesai mandi," ibunya Xiaojun menunjuk ke arah anaknya yang menghampiri mereka di ruang makan.
Melihat ke arah Xiaojun yang terlihat sudah lebih segar membuat rasa kesal Hendery yang membuncah ke Yongqin menguap begitu saja, tekukan bibirnya pun berubah menjadi senyum lebar, apa lagi ketika dilihatnya Xiaojun langsung menghampirinya.
"Aaah, Xiaojun," Hendery merentangkan kedua tangannya lebar, bersiap untuk menampung Xiaojun dalam pelukannya.
"Mami ganti baju dulu ya, Anak-anak," ibunya Xiaojun langsung beranjak dari duduknya setelah melihat Xiaojun menghampiri Hendery.
"Tadinya Mami mau pergi, tapi ternyata ada tamu, ya udah, batal deh," lalu ibunya Xiaojun mengusak rambut anaknya lalu menepuk pundak Hendery.
"Maaf ya, Mi," ujar Hendery lalu tertawa garing.
"Udah, santai aja," dan berlalulah ibunya Xiaojun meninggalkan dua sejoli yang masih seumur jagung itu.
"Sayang Xiaojun banyak-banyak," sahut Hendery sok imut dari kursinya sambil memeluk perut pacarnya yang masih dalam keadaan berdiri itu.
Xiaojun hanya merespons dengan mengusap puncak kepala Hendery dan tertawa kecil ketika Hendery mengusapkan wajahnya ke perut rata Xiaojun. "Sini, duduk," lalu Hendery menarikkan kursi untuk Xiaojun di
sampingnya.
Setelah Xiaojun duduk, Hendery menyodorkan teh susu matcha untuk Xiaojun yang langsung diminumnya.
Hendery memperhatikan Xiaojun yang sedang meminum teh susunya itu, lalu menghela napas kecewa saat dilihatnya sisa teh susu yang menempel di bibir atas Xiaojun telah dijilatnya sendiri.
Yah,gakbisamodusdeh, batin Hendery.
"Hendery kenapa?" Xiaojun menyadari perubahan ekspresi pacarnya.
"Gak apa-apa," lalu Hendery bertopang dagu dan memandangi Xiaojun, "kok kamu manis banget sih?"
Xiaojun jadi salah tingkah mendengar itu, akhirnya membuka toples permen jelly untuk mengalihkan rasa gugupnya.
"Xiaojun," panggil Hendery yang masih memperhatikan Xiaojun memakan permen jelly.
"Hmm?"
"Bibir kamu keliatan kesepian, mau ditemenin sama bibir aku gak?" "Hendery!" semakin merahlah pipi Xiaojun.
Hendery tertawa kemudian mengusap bibir bawah Xiaojun dengan ibu jarinya, "tapi maaf ya, aku udah ambil ciuman pertama kamu di lift tadi, mana ketauan juga sama Mami."
Xiaojun hanya memandangi Hendery tanpa ekspresi kemudian menundukkan pandangannya, membuat Hendery jadi khawatir.
"Maaf–"
"Iya, gak apa-apa Hendery, soalnya itu juga bukan ciuman pertama Xiaojun kok," cicit Xiaojun, takut Hendery makin meracau jika Xiaojun tidak mengatakan informasi yang pentingitu.
Hendery langsung menangkup pipi Xiaojun dengan dua tangan besarnya, "kamu pernah ciuman sama siapa? Jadi, aku bukan pacar pertama kamu?" tanya Hendery panik.
"Yong– hmph!"
Hendery tidak mau mendengar jawaban Xiaojun dan langsung menghentikan pacarnya itu untuk bicara dengan menciumnya.
Apa? Xiaojun mau menyebutkan 'Yongqin', kan?
"Hendery denger dulu," jelas Xiaojun saat Hendery sudah menjauhkan diri, tapi tetap menangkup pipi Xiaojun.
Hendery merengek, matanya terlihat sangat sedih, "punyaku."
"Yongqin ngusilin Xiaojun waktu itu," sahut Xiaojun, "katanya Yongqin cuma mau pinjem ciuman ke Xiaojun–"
"Terus?"
"Yongqin mau pinjem ciuman ke Xiaojun dan langsung dibalikin kok," jelas Xiaojun dengan begitu polosnya.
Oh, inikah yang dimaksud ibunya Xiaojun bahwa dia naif?
"Hah? Gimana?" Hendery membeo.
"Ya waktu itu kan Xiaojun masih SMP, mau balik ke San Francisco, jadi buat hadiah perpisahan Yongqin maunya pinjem ciuman ke Xiaojun. Nah kalo Yongqin pinjem ciuman, berarti persediaan ciuman punya Xiaojun jadi
berkurang, makanya langsung dibalikin lagi sama Yongqin," Xiaojun lalu melepaskan kedua tangan Hendery dari pipinya.
"Aku gak ngerti, Jun."
"Jadi gini loh," Xiaojun menghirup napas panjang dan mengebuskannya perlahan, "Yongqin cium Xiaojun terus Xiaojun disuruh cium Yongqin buat balikin ciumannya," lama-lama Xiaojun jadi kesal dengan ke-telmi-an Hendery.
Sejujurnya, Hendery sungguh tidak mengerti apa maksud Xiaojun soal pinjam-meminjam ciuman ini dan mengenai Yongqin, ingatkan Hendery untuk menghajar teman sebangkunya itu karena memanfaatkan kepolosan Xiaojun.
"Coba contohin," celetuk Hendery akhirnya.
Dan Xiaojun merotasikan bola matanya, "dulu Xiaojun bego aja mau digituin Yongqin, mana ada kan yang namanya pinjem-penjem ciuman? Gak mungkin juga persediaan ciuman Xiaojun bakal abis sampe gak bisa ciuman lagi."
Yah, Hendery kecewa modusnya untuk dicium Xiaojun batal.
"Terus, abis itu kamu gak marah ke Yongqin? Atau nangis gitu, setelah tau ternyata Yongqin cuma ngusilin kamu?" tanya Hendery masih penasaran.
"Nggak," jawab Xiaojun singkat sambil lanjut mencemili permen.
"Tapi kok kamu nangis abis dicium aku di atap sekolah waktu itu?" Hendery merasa tidak terima dengan respons Xiaojun pada ciuman Yongqin.
"Xiaojun nangis? Kata siapa?" kini Xiaojun ikutan bingung.
"Yongqin bilang kamu nangis abis aku cium kening kamu," jelas Hendery, "maaf ya, waktu itu aku gak ada maksud kaya Yoqngin begitu loh atau nganggep kamu gampangan."
Kerutan di kening Xiaojun semakin dalam mendengar perkataan Hendery, lalu tertawa kecil saat menyadari Yongqin juga mengusili Hendery, "Yongqin ngerjain Hendery tuh, Xiaojun gak nangis kok."
Wah,Yongqinsialan, batin Hendery.
Sudah hampir larut malam dan saatnya Hendery untuk pulang, Xiaojun sudah mengantar pacarnya sampai ambang pintu unit penthouse-nya, tapi tidak terlihat ada tanda-tanda Hendery mau pergi.
"Gak mau pisah," Hendery langsung sigap membawa Xiaojun ke pelukannya, menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Xiaojun yang lembut dan wangi.
Xiaojun mengalungkan lengannya ke pundak Hendery dan membalas pelukannya sama eratnya.
"Masih ada hari besok," ujar ibunya Xiaojun yang akhirnya menghampiri mereka, penasaran kenapa Xiaojun tidak kunjung masuk ke kamarnya.
"Mami, Xiaojunnya boleh aku bawa pulang aja gak?" rengek Hendery pada ibunya Xiaojun.
"Besok-besok kamu aja nginep di sini," tawar ibunya Xiaojun. "Boleh?" tanya Hendery penuh pengharapan.
"Ho'oh, udah sana pulang, nanti dicariin orang tua kamu loh," akhirnya ibunya Xiaojun harus mengusirHendery.
"Hehe, ya udah, aku pulang dulu ya," Hendery mencium pipi Xiaojun lalu membungkukkan badannya ke arah ibunya Xiaojun.
Ibunya Xiaojun hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat pasangan baru itu.
Sedangkan Hendery tidak berhenti tersenyum bahkan saat dia sendirian di lift, saat menyeberang jalan dan saat ditanya kenapa pulang malam oleh mamanya.
Bersambung...
13Sabtu siang yang cerah dan di sinilah Hendery berada, duduk tegap di meja makan unit penthouseXiaojun, menunggu sang pujaan hati selesai mempersiapkan diri untuk diajak ke rumahnya dan berkenalan dengan orang tuanya.
Kali ini Hendery disuguhi es amerikano oleh orang yang memperkenalkan diri sebagai 'Shushu Seok-hyun', seorang yang Hendery curigai merupakan 'om' Xiaojun yang dimaksud Yongqin waktu itu.
Aura canggung terasa begitu kentara di meja makan antara Shushu Seok- hyun dan Hendery, keduanya memang tidak saling bicara, tapi keduanya juga tidak ada kegiatan lain selain menikmati minuman mereka.
Hendery tidak bisa membayangkan akan semenegangkan apa jika bertemu ayahnya Xiaojun nantinya, jika dengan pamannya saja sudah setegang ini – apa lagi pamannya ini terlihat cukup galak.
"Nanti Xiaojun dibawa pulang lagi, kan?" akhirnya Shushu Seok-hyun bersuara.
"Iya, Shushu, Xiaojun gak bakal aku ajak nginep di rumahku, kok. Kalo ternyata nanti sampe malem, bakal aku anter lagi tepat sampe sini. Gak sampe malem pun tetep kuanter," jawab Hendery dengan nada yang meyakinkan.
ShushuSeok-hyun hanya berdehem dan mengangguk sebagai responsnya, lalu tidak lama kemudian menunjuk ke arah depannya dengan dagunya, membuat Hendery mengikuti arah pandang ShushuSeok-hyun.
Ternyata Xiaojun sudah terlihat begitu menawan dengan balutan celana jins biru ketat dan kemeja berlengan pendek warna putih dengan gambar kucing yang hanya dimasukkan bagian depannya saja – terlihat formal dan sopan tapi tetap manis juga.
Xiaojun langsung duduk di samping Hendery, "mau ke bawah sekarang?" Bukannya menjawab, Hendery malah menghirup udara sebanyak- banyaknya karena tidak menyadari bahwa dirinya sudah menahan napas
sejak melihat Xiaojun masuk ke ruang makan.
Diam sepersekian detik dan, "ayo."
Seperti sudah kebiasaan lama, Hendery otomatis meraih tangan Xiaojun untuk digandengnya dan bersiap untuk membawa pacarnya yang manis itu ke rumahnya.
"Tunggu, Anak-anak," sahut ShushuSeok-hyun tiba-tiba, lalu dirinya mengambil sebuah paperbagukuran medium dari atas meja dapur.
Tapi Hendery malah asyik menatap wajah Xiaojun, begitu juga sebaliknya sampai mereka tidak sadar sedang diperhatikan oleh sesosok yang paling tua di antara mereka bertiga.
"Ini ada titipan dari Mami, buat orang tuanya Hendery," ujar Shushu
Seok-hyun yang kemudian menyodorkan paper bagtadi pada Xiaojun.
Melihat itu, Hendery langsung membungkukkan badannya ke arah
ShushuSeok-hyun, "makasih banyak, Shushu."
Shushu Seok-hyun tersenyum, walau tetap saja terlihat galak, "sampein salam buat orang tua kamu dari Maminya Xiaojun sama dari shushu juga, ya?"
"Siap, Shushu, pasti aku sampein. Aku bawa Xiaojun ke rumahku dulu ya, Shushu?"
"Iya, hati-hati," seolah jarak yang akan ditempuh Hendery dan Xiaojun akan sangat jauh saja, "Xiaojun, jangan malu-maluin, ya?"
Hendery tertawa mendengar itu dan Xiaojun mencebik sebagai responsnya.
"Wah..."
Hendery mendengarkan seruan kagum dari Xiaojun saat mereka baru saja memasuki halaman depan rumahnya. Pemandangan yang didominasi warna hijau dari rumput dan tanaman ternyata sangat menyedot perhatian Xiaojun. Pohon forsythia yang bunganya berwarna kuning itu mendapat giliran pertama untuk menghipnotis Xiaojun, membuat anak manis itu berjalan
mendekati pohon yang tingginya hampir sama seperti tinggi badannya itu.
Hendery tidak kuasa menahan senyumnya karena rasa senang yang membuncah di dadanya, melihat Xiaojun mengagumi sesuatu yang sesederhana pohon forsythia pun bisa membuat darahnya berdesir halus.
Lalu Hendery pun tak sadar dirinya seperti ditarik halus oleh Xiaojun karena tangan mereka masih saling bertautan, sebab kini perhatian anak manis itu tertuju pada pohon cherry blossom yang terletak tidak jauh dari pohon forsythia.
Mata Xiaojun berbinar penuh kekaguman karena bisa melihat pepohonan lagi dari jarak yang begitu dekat.
"Beautiful," gumam Xiaojun pada dirinya sendiri.
"No, but you are beautiful," sahut Hendery yang memperhatikan Xiaojun yang mengagumi pohon cherry blossom.
"Hmm?" Xiaojun akhirnya menoleh ke arah pacarnya yang tadi dia dengar telah bersuara.
Hendery hanya tersenyum lembut dan Xiaojun kembali melanjutkan kegiatannya memperhatikan pepohonan dari jarak dekat. Walau belum puas menikmati wajah senang Xiaojun, tapi entah kenapa pandangan mata Hendery seperti tertarik ke arah rumahnya.
Ternyata, dari jendela besar di samping pintu terlihat ibunya yang sedang tersenyum ke arahnya, wanita paruh baya itu melambaikan tangan padanya kemudian memberi gestur pada anaknya untuk segera masuk.
"Xiaojun, masuk yuk," ajak Hendery.
"Hum!" Xiaojun menganggukkan kepalanya.
Kini Hendery yang menuntun Xiaojun untuk masuk ke rumahnya, masih sambil bergandengan tangan. Hendery membukakan pintu utama dan mempersilakan Xiaojun untuk masuk terlebih dahulu.
"Siang, Anak-anak," sapa ibunya Hendery dengan suara ramahnya.
Xiaojun otomatis tersenyum dan membungkukkan badannya, "siang,
Ayi," Xiaojun balas menyapa.
Hendery yang masih menggenggam tangan Xiaojun juga ikut tersenyum pada ibunya, tapi senyumnya menyiratkan kebanggaan yang seolah menyampaikan; 'liat Ma, ini pacarku yang manis'.
"Manisnya," gumam ibunya Hendery lalu mencubit pelan pipi Xiaojun.
Lalu Hendery akhirnya memperkenalkan Xiaojun dan ibunya dengan formal. Perkenalan Xiaojun dan ibunya Hendery berjalan mulus bagaikan jalan bebas hambatan dan untuk itu, Hendery sangat bersyukur dan bisa bernapas lega.
Begitu Xiaojun dibawa masuk, ibunya Hendery langsung memboyong anak manis itu untuk ikut dengannya ke ruang makan. Entah kenapa, melihat tubuh ramping Xiaojun malah membuat ibunya Hendery sangat ingin mengajak Xiaojun makan.
Dan dibawalah Xiaojun ke ruang makan yang ada di lantai dua.
"Jadi ini, yang tempo hari kamu bilang Mama bakal besanan sama
fashiondesigner? Ternyata kamu pacaran sama anaknya Tiffany Hwang
ya," ujar ibunya Hendery sambil memotongkan apel untuk Xiaojun. Hendery mengerutkan alisnya, "Mama tau siapa ibunya Xiaojun?"
"Ya taulah, gaun-gaun formal Mama kan kebanyakan rancangannya Tiffany Hwang," lalu ibunya Hendery memandang Xiaojun sambil tersenyum, "ayo Xiaojun, dimakan apelnya, aaa."
Tidak anak, tidak ibu, Hendery dan ibunya suka sekali menyuapi Xiaojun. Tapi kali ini, alih-alih mendapatkan kecupan di kening, Xiaojun mendapatkan usapan di kepalanya dari ibunya Hendery.
"Terus Mama gimana bisa tau kalo Xiaojun ini anaknya Mami Tiffany Hwang?" cecar Hendery lagi.
"Mama inget waktu liat portofolio Maminya Xiaojun, keseluruhan seragam sekolah NEO juga rancangannya, Mama pernah liat foto Xiaojun yang jadi model untuk seragam SMP. Gimana Mama tau? Ya karena mereka bilang kalo model ciliknya itu anak desainernya."
Sama seperti saat Hendery pertama kali bertemu ibunya Xiaojun waktu itu – penuh dengan kejutan, kali ini juga sama dengan ibunya sendiri yang ternyata sudah banyak tahu tentang ibunya Xiaojun dan bahkan tentang Xiaojun yang menjadi model untuk seragam sekolah?!
"Lucu banget loh Dery, foto Xiaojun waktu itu," sahut ibunya Hendery mengompori, tahu bahwa anaknya merasa 'kalah' tentang informasi tambahan ini.
"Ih Mama, aku juga mau liat..."
Hendery dan ibunya terus saja memamerkan soal seberapa kenalnya mereka tentang Xiaojun yang saat ini duduk di tengah-tengah mereka. Xiaojun yang sedang dibicarakan itu hanya senyum-senyum sambil bolak- balik melihat ke arah Hendery dan ibunya Hendery, tentu saja sambil melahap buah yang tidak hentinya disuguhi oleh ibunya Hendery.
"Oh iya, Dery, kalo Mama perhatiin lagi, Xiaojun nih mirip sama boneka porselen dari Irlandia yang ada di kamar kamu itu loh," ujar ibunya Hendery tiba-tiba, "nanti kamu tunjukin ke Xiaojun ya."
"Sini, coba liat," Hendery menangkupkan wajah Xiaojun yang bibirnya mengerucut karena masih mengunyah buah, mencoba mengingat-ingat rupa boneka porselen yang hanya jadi pajangan di meja belajarnya itu.
"Hmm, pantesan ya, aku nih rasanya familiar banget sama Xiaojun, kayaknya emang mirip boneka itu deh, Ma," ujar Hendery setuju dengan ibunya.
Seperti yang sudah dititahkan ibunya, Hendery membawa Xiaojun ke kamarnya untuk memperlihatkan boneka porselen yang menurut mereka mirip dengan Xiaojun. Tetap sambil menggandeng tangan Xiaojun, Hendery membawa pacar manisnya itu masuk ke kamarnya, dengan pintu yang dibiarkan setengah terbuka.
Xiaojun disuguhi pemandangan kamar yang begitu sederhana untuk seukuran anaknya duta besar seperti Hendery ini. Semua serba putih dan abu-abu tua, ada kasur ukuran queen dengan sprei warna abu-abu, meja belajar yang lebar dengan PC gaming, dan tidak lupa juga ada TV.
"Sini," Hendery menuntun Xiaojun untuk duduk di kursi meja belajarnya dan menunjuk ke arah sepasang boneka porselen yang sejak tadi menjadi bahan perbincangan bersama ibunya juga.
Hendery meletakkan boneka porselen yang berbentuk sepasang anak kecil yang dibalut seragam pelaut ke tengah meja agar lebih dekat ke Xiaojun.
"Wah..." jari telunjuk Xiaojun menyentuh salah satu wajah dari boneka porselen yang menyerupai anak lelaki yang memakai seragam pelaut dan topi beret.
"Iya, yang itu mirip kamu," sahut Hendery kemudian mensejajarkan boneka itu di samping wajah Xiaojun.
"Xiaojun mirip boneka ini?"
"Mirip banget," Hendery meletakkan kembali boneka itu ke mejanya dan diambil oleh Xiaojun yang masih penasaran, kemudian Hendery mengusap pipi Xiaojun, "sekarang panggilan sayang buat kamu yang cocok itu, 'doll'. Aku panggil kamu doll, ya," bukan izin tapi lebih tepatnya merupakan pernyataan dari Hendery, sedangkan Xiaojun hanya mengangguk-angguk saja.
Jika dilihat dari sudut pandang Hendery yang saat ini sedang berdiri, wajah Xiaojun yang dilihat dari atas tampak begitu menggemaskan, terutama bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, bibirnya yang pink alami – ah pokoknya semuanya.
Ingin rasanya Hendery memberi serangan butterflykisspada wajah Xiaojun, tapi dia harus menahan diri sebab ini masih di kamarnya dan bisa saja afeksi seperti kecupan kecil itu malah membuat Xiaojun takut.
Deg...
Hendery tiba-tiba merasa ada suatu perubahan dari tubuhnya, dan dari semua waktu yang ada, kenapa penyakitnya harus kambuh saat Xiaojun
sedang bersamanya...
Hendery mengusap rambut lembut Xiaojun, meminta perhatian dari anak manis itu sejenak. Xiaojun pun menoleh ke arah Hendery.
"Aku ke kamar mandi sebentar ya," lalu Hendery menyodorkan sekaleng kecil Cavendish and Harvey rasa stroberi yang tersimpan rapi di bawah monitor PC-nya.
Lagi, respons Xiaojun hanya mengangguk, tapi dia tergiur dengan permen yang barusan disodorkan pacarnya itu. Jadi, Xiaojun mengembalikan sepasang boneka porselen ke tempatnya semula dan membuka kaleng permen itu.
Sambil menunggu Hendery kembali, Xiaojun membawa kaki rampingnya ke dekat jendela yang mengarah ke halaman belakang rumah Hendery.
Dari kamar Hendery, Xiaojun melihat ayah dan ibunya Hendery sedang menjamu tamu mereka di taman belakang, terlihat begitu elegan dari atas sini. Orang tua Hendery yang memang sebenarnya sedang kedatangan tamu penting hari ini tetap menyempatkan diri untuk ikut makan siang bersama Xiaojun.
Karena Xiaojun itu penting bagi Hendery, dan Hendery itu penting bagi orang tuanya, maka dengan senang hati orang tua Hendery turut makan bersama Hendery dan pacarnya, walau ayahnya Hendery baru bergabung setelah mereka menikmati dessert. Tapi dengan gestur ramah dari kedua orang tua Hendery itu membuat Xiaojun merasa diterima dan membuatnya tidak merasa sedang berada di tempat yang asing – apa lagi mereka bicara dengan bahasa yang sama.
Ditambah, orang tua Hendery meminta Xiaojun untuk memanggil mereka 'Mama-Papa' saja daripada 'Ayi-Shushu', semakin membuat Xiaojun merasa aman berada di sekitar mereka, toh mereka itu orang tuanya Hendery, mungkin akan menjadi orang tuanya juga, nantinya.
Dan dari semua novel romansa yang pernah Xiaojun baca, sebagian besarnya menceritakan tentang cinta yang tak berbalas, tentang cinta yang tak direstui atau tentang cinta yang dikhianati, membuatnya takut untuk memulai hubungan romansanya sendiri.
Namun ternyata cinta pertamanya itu justru sangat jauh dari hal-hal yang membuatnya takut, meski ini masih di tahap awal, tapi dengan penerimaan orang tua Hendery terhadapnya dan dengan restu maminya terhadap Hendery, bukankah itu merupakan pertanda baik?
Cerita-cerita rumit dan sedih itu biarlah tetap menjadi fiksi yang hanya sekadar bentuk dari hiburan dikala bosan, tapi apa yang Xiaojun hadapi ini adalah kenyataannya. Hendery itu nyata, begitu juga dengan perasaan tulus Hendery padanya.
Xiaojun jadi merasa sedikit menyesali sikapnya yang cukup pasif dan banyak diam pada Hendery hari ini, bukannya apa-apa, Xiaojun sebenarnya merasa sangat gugup untuk bertemu orang tua Hendery apa lagi dengan membawa jutaan ekspektasi buruk tentang pertemuan pertamanya dengan orang tua Hendery, tapi ekspektasi biarlah menjadi ekspektasi karena kenyataannya Xiaojun sangat diterima dan juga disayang oleh mereka.
Mata Xiaojun beralih ke pohon pinus yang bisa terlihat dari jendela kamar Hendery, kemudian berseru kaget saat melihat ada seekor tupai yang berlarian di dahannya. Xiaojun tertawa kecil melihat pergerakan gesit tupai mungil itu sampai tanpa sadar malah mengunyah permen keras yang ada di mulutnya dan akhirnya menyadari sesuatu yang lain.
Sejak tadi bilang akan ke kamar mandi, Hendery masih juga belum menghampirinya, akhirnya pandangan anak manis yang tadi memperhatikan tupai beralih ke pintu yang ada di sebelah TV, pintu kamar mandi yang tidak ditutup rapat.
Dengan langkah kakinya yang pelan Xiaojun mendekat ke arah kamar mandi Hendery, diam sebentar di depan pintu untuk mendengar ada suara apa di dalamnya kemudian mendorong pintunya pelan karena tidak mendengar ada suara yang mencurigakan.
"Hendery?"
Lalu terlihatlah Hendery yang berdiri di depan wastafel dan dalam keadaan sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sangat longgar, tangannya sibuk menata sesuatu yang bisa Xiaojun tangkap sebagai obat- obatan.
Hendery tersenyum lembut, hanya saja senyum itu tidak sampai ke matanya, "maaf ya, aku lama."
Xiaojun buru-buru menghampiri Hendery, dia tahu apa yang terjadi sekarang.
"Penyakit Hendery kambuh?"
Hendery terlihat seperti berat untuk menelan salivanya sendiri lalu mengangguk.
"Mau Xiaojun bantu apa?" tanya Xiaojun penuh kekhawatiran, ini kali kedua dia melihat Hendery kesakitan begini dan itu semua terlihat sangat
tidak baik-baik saja, Hendery yang terlihat kesakitan itu tidak baik sama sekali dan setidaknya Xiaojun ingin memberi sedikit upaya untuk meringankan rasa sakit Hendery.
"Peluk," jawab Hendery sekenanya, pikirannya juga tidak fokus karena takut Xiaojun akan merasa terbebani dengan penyakitnya yang kambuh.
Tanpa Hendery duga, Xiaojun pun memeluk sisi kanan tubuhnya. Hendery tidak kuasa untuk menahan senyumnya lalu balas merangkul pundak Xiaojun dan mengusapnya lembut.
"Aku tinggal minum obat ini, terus temenin aku tiduran sebentar, mau gak?" tanya Hendery yang mulai meminum beberapa pil sekaligus.
Xiaojun mengangguk ribut di pelukan Hendery.
Dan dibawalah Xiaojun ke tempat tidur Hendery, tapi tenang saja, ini semua masih di tahap innocent karena mereka benar-benar hanya berbaring bersebelahan – literally.
Hendery mendekap Xiaojun begitu dekat dengan tubuhnya, membiarkan anak manis itu untuk menumpukan sebagain berat tubuhnya kepadanya, dan membiarkan lengan kirinya menjadi tempat bersandar untuk kepala Xiaojun.
Mata Hendery terpejam sejak dia dan Xiaojun mulai berbaring di kasurnya, sedangkan mata indah Xiaojun selalu terbuka sambil memancarkan kekhawatirannya.
"Cuma tiduran begini beneran bisa membaik?" tanya Xiaojun akhirnya. Mendengar itu Hendery langsung mengeratkan pelukannya pada
Xiaojun, "tadi aku udah minum obatnya, tinggal tunggu obatnya bekerja aja," lalu tangan Hendery mengusap-usap kepala Xiaojun, berharap dengan usapan itu membuat Xiaojun tidak khawatir lagi.
Usapan dari tiap ujung jari Hendery di kepala Xiaojun memang terasa begitu menenangkan, dan sedikit membuat mengantuk apa lagi tadi Xiaojun makan cukup banyak. Tapi tidak mau terbuai oleh itu, karena di sini posisinya Hendery yang justru harus ditenangkan, akhirnya Xiaojun menjauhkan tangan Hendery yang mengusap-usap kepalanya itu.
"Xiaojun pijat kepala Hendery, ya?" lalu Xiaojun bangun dari pelukan Hendery yang sangat nyaman itu dan mendudukkan diri agar bisa meraih kepala Hendery dan memijatnya.
Hendery malah tertawa, "emangnya kamu bisa, doll?"
Xiaojun tidak menjawab pertanyaan yang terselubung dengan ledekan itu, tapi langsung memijat kepala Hendery perlahan dengan memutar ulang
kembali memori saat dulu dirinya sakit kepala dan mendapat pijatan lembut oleh maminya kemudian mengaplikasikannya pada Hendery.
"Hmm, enak..." puji Hendery yang masih memejamkan matanya dan tangan kirinya mengusap-usap pinggang Xiaojun – selalu ada rasa takut Xiaojun akan tiba-tiba menghilang jika Hendery tidak menyentuhnya.
Tidak lama setelahnya, Xiaojun menyenandungkan sebuah lagu dengan suara indahnya, membuat Hendery semakin terbuai dengan afeksi yang diberikan pacar manisnya itu, bahkan sampai hampir tertidur pulas andai saja Xiaojun tidak mengajukan sebuah pertanyaan...
"Hendery gak mau having sexaja buat ngeredain penyakit ini?"
Bersambung...
14"Hendery gak mau having sexaja buat ngeredain penyakit ini?"
"Doll..." Hendery otomatis bangun dari posisi tidurnya sejak pertanyaan itu terucap dari bibir manis Xiaojun.
Bagaimana bisa Xiaojun membicarakan soal havingsexsemudah itu seolah seperti hanya membalikkan telapak tangan?
"Doll, kamu gak serius, I'm fine, oke?" Hendery menempelkan keningnya pada kening Xiaojun, "aku gak apa-apa, ini udah biasa, aku tidur sebentar juga udah reda," jelas Hendery untuk lebih meyakinkan Xiaojun lagi.
"Sebentarnya tuh berapa lama?" "Hitungan jam."
Tapi sepertinya Xiaojun bersikeras dengan pemikirannya, "tuh kan, kalo hitungan jam ya berarti lama. Ayo, Dery, siapa tau kan bisa sembuh lebih cepet kalo kita having sex, ya?"
Hendery tertawa miris mendengarnya lalu memejamkan matanya, "gak bisa gitu, doll. Kamu tau sendiri apa yang aku idap, kan?"
Hendery bisa merasakan Xiaojun mengangguk.
"Apa? Aku sakit apa, coba sebutin," Hendery kembali membawa Xiaojun untuk berbaring di sampingnya.
"Priapismus," jawab Xiaojun pelan sambil menatap wajah Hendery yang masih terlihat seperti menahan rasa sakit.
"Apa yang kamu tau dari penyakit itu?"
"Kondisi kejantanan yang menegang berkepanjangan di luar keinginan penderitanya," jelas Xiaojun seperti apa yang dia ingat saat pertama kali membaca jurnal tentang penyakit langka tersebut.
"Terus?" tanya Hendery lagi.
"Umumnya gak berhubungan dengan aktivitas seksual..."
"Tuh, tau," sahut Hendery kemudian mengusap-usap kepala Xiaojun penuh rasa sayang, "kalo tau, kenapa kamu malah nyaranin kita buat havingsex,hmm?"
"Tapi kan waktu itu Hendery bilang kalo Hendery mesum, terus kenapa nolak having sexsama Xiaojun?"
Nah kan, ucapan Hendery yang sembarangan waktu itu justru menjadi bumerang buatnya sendiri sekarang. Sedangkan niat Xiaojun murni untuk membantunya meringankan rasa sakit itu - dari apa yang Xiaojun anggap bisa dilakukannya selain menunggu obat bekerja.
"Ng, itu..."
"Hendery gak tertarik sama Xiaojun, ya?"
Ah, pertanyaan bodoh macam apa itu?
"Nggak gitu!" tukas Hendery membantah pertanyaan bodoh Xiaojun, sedangkan Xiaojun sudah terlihat akan membuka mulutnya untuk berdebatdengan Hendery.
"Hendery udah lama kan, mengidap penyakit ini? Dan dari apa yang Xiaojun baca, penyakit ini bisa jadi permanen kalo terus-terusan kambuh," jelas Xiaojun dengan suaranya yang sudah bergetar, terdengar seperti akan menangis.
Mendengar suara Xiaojun yang begitu membuat Hendery otomatis panik, diraihnya wajah manis pacarnya itu dan mengusap pipinya yang lembut.
"Xiaojun, jangan nangis-"
Tapi ucapan dari Hendery itu yang justru memicu air mata Xiaojun untuk mengalir, "kata Hendery penyakit ini gak mematikan, tapi apa, Xiaojun baca di jurnal lain katanya ini ada kaitannya sama leukemia..." Xiaojun sudah mulai sesenggukan.
Sedangkan Hendery malah seperti tersihir melihat wajah Xiaojun saat ini, juga dengan penjelasan tentang apa yang dibaca pacar manisnya itu di jurnal. Dan memang benar, penyakit yang dideritanya saat ini berkaitan dengan leukemia, tapi-
"Masa Hendery gak tau sih kalo leukemia itu mematikan?" tukas Xiaojun, "katanya gak mematikan!" rengek Xiaojun lagi.
Hendery tidak bisa menahan tawanya, tawa bahagia melihat Xiaojun yang ternyata sangat mengkhawatirkannya.
"Kok malah ketawa!" kemudian Xiaojun langsung mendudukkan diri - tidak enak mengomel sambil tiduran, duh, dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, menangis semakin kencang, "Hendery kenapa sih, kalo dikhawatirin Xiaojun malah ketawa?" kesal sekali Xiaojun dengan tawa Hendery saat ini.
Semakin deraslah air mata Xiaojun yang keluar, dan kali ini cukup membuat Hendery panik, ikut mendudukkan diri dan langsung mendekap tubuh kurus Xiaojun.
"Udah, Xiaojun, I'mfine, really," Hendery mengusap-usap punggung Xiaojun dan mendekapnya lebih erat lagi, berharap tangisannya akan segera mereda.
Tapi Xiaojun sudah terlanjur khawatir, apa lagi dengan bayang-bayang leukemia yang mengerubungi Hendery - kekasihnya yang baru beberapa hari saja.
Xiaojun masih menangis dan kini Hendery yang jadi khawatir.
"Doll, jangan nangis, please? Hatiku sakit ngeliat kamu nangis gini..."
Dan tanpa diduga, hanya dengan kalimat itu bisa membuat Xiaojun menghentikan tangisannya.
Hendery tersenyum melihat itu dan mengusap kedua pipi Xiaojun yang basah kemudian mengecup kening Xiaojun.
"Aku belom jelasin loh, tipe priapismus yang aku idap tuh tipe ap-"
"Loh? Itu Xiaojun kamu apain, Dery?" tiba-tiba saja terdengar suara ibunya Hendery yang memasuki kamar anaknya sambil membawa kudapan untuk tamu spesialnya.
Mendengar suara ibunya Hendery yang tiba-tiba masuk kamar membuat Xiaojun kaget dan kembali menangis.
"Aduh Sayang, kenapa, Nak?" ibunya Hendery langsung menghampiri Xiaojun dan Hendery di kasur, duduk di samping Xiaojun dan langsung merenggutXiaojun dari Hendery untuk dipeluk.
"Itu, Ma..."
"Hendery... sakit..." jawab Xiaojun terbata-bata yang kini sudah nyaman di pelukan ibunya Hendery.
"Priapismus?" tanya ibunya Hendery lagi. Xiaojun mengangguk.
"Xiaojun takut kalo priapismus yang aku idap itu tipe iskemik, baru mau aku jelasin, eh Mama udah masuk ke sini," ujar Hendery lalu tertawa garing dan kembali berbaring, tanpa lupa sambil menggenggam tangan mulus Xiaojun.
Tidak mungkin dong, Hendery bilang bahwa awal mula Xiaojun menangis itu karena ajakannya untuk meredakan penyakitnya yang kambuh dengan havingsexditolak, bagaimanapun juga Hendery harus tetap menjaga imageXiaojun untuk tetap sebagai anak yang innocent.
"Oh, gitu..." ibunya Hendery tertawa lembut, bersyukur bisa mengetahui betapa Xiaojun juga menyayangi putranya.
"Kamu takut kalo Hendery juga mengidap leukemia?" tebak ibunya Hendery lembut sambil mengusap-usap rambut Xiaojun.
"Priapismus yang Hendery derita itu tipe non-iskemik, Xiaojun," jelas ibunya Hendery dengan suara lembutnya.
"Eoh?" Xiaojun menolehkan wajahnya ke arah ibunya Hendery, "beneran?"
"Ya ampun, bulu mata kamu sampe ikut basah begini kalo nangis," ibunya Hendery mengusap mata Xiaojun dengan lembut.
"Tapi Ma, kenapa penyakit Hendery masih suka kambuh? Hendery udah ke dokter, kan?" tanya Xiaojun pelan.
"Yah, namanya juga ini penyakit langka, doll," kali ini Hendery yang menjawab sendiri.
"Jadi gini loh, doll..." ibunya Hendery jadi ikut memanggil Xiaojun dengan panggilan 'doll'.
"Mama jangan ikutan manggil Xiaojun gitu dong..." protes Hendery, dia hanya ingin dirinya saja yang memanggil Xiaojun 'doll', agar pacar manisnya itu tahu jika dia dipanggil 'doll', maka itu artinya Hendery yang memanggilnya.
"Ih, Hendery diem dulu," Hendery diprotes balik oleh anak manis yang dipanggil 'doll' itu.
Ibunya Hendery tidak kuasa untuk menahan tawanya, "iya, Hendery diem dulu, Mama kan mau ngomong sama Xiaojun."
"Tau tuh..." timpal Xiaojun lagi yang tanpa sadar semakin menyenderkan kepalanya di pundak ibunya Hendery.
Ibunya Hendery mengusapkan tangannya ke kepala Xiaojun, menyisirkan jemari lentiknya ke rambut lembut Xiaojun agar anak itu merasa sedikit tenang.
"Kamu pasti udah tau kan soal penyakitnya Hendery?" Xiaojun mengangguk.
Ibunya Hendery segera menjelaskan tentang penyakit langka yang diidap Hendery, priapismus yang sebenarnya terbagi dalam tiga tipe; tipe iskemik, rekuren, dan non-iskemik.
Dari keseluruhan tipe priapismus yang ada, semuanya memang tergolong penyakit langka dan jarang terjadi, juga belum ditemukan penyebab pasti bagaimana penyakit tersebut bisa terjadi.
Sayangnya, jurnal yang mungkin saja dibaca Xiaojun lebih menjurus pada priapismus tipe iskemik, di mana sebagian besar penderitanya juga
menderita leukemia. Padahal, Hendery menderita priapismus tipe non- iskemik yang dipicu oleh cedera pada area pinggul.
"Hendery ada cedera apa emangnya, Ma?" tanya Xiaojun akhirnya.
"Dulu waktu umur lima tahun, Hendery pernah jatuh waktu belajar naik sepeda roda dua, tapi dari jatuhnya itu sampai ke diagnosa priapismus pertama Hendery, jeda waktunya bertahun-tahun..."
"Jadi maksudnya, itu pun masih belum pasti penyebabnya?" tanya Xiaojun lagi.
"Iya, Sayang," ibunya Hendery kembali mengusap rambut Xiaojun, "tapi kamu tenang aja, baobei kamu udah ditanganin dokter, dia juga rutin ikut terapi dan-"
"Tapi, Ma..." potong Xiaojun. "Hmm?"
"Ke dokter, udah. Terapi juga udah, mungkin harus pake cara lain Hendery bisa sembuh, Ma," saran Xiaojun.
Hendery yang sejak tadi disuruh diam mendadak merasa ketar-ketir dengan apa yang akan diucapkan kekasih manisnya itu.
"Kamu ada ide?" tanya ibunya Hendery.
Aduh,Mama malah mancing, batin Hendery semakin gelisah.
Xiaojun mengangguk semangat, lupa bahwa beberapa saat lalu dia menangis.
"Apa?" tanya ibunya Hendery lagi, ikut bersemangat juga.
"Gimana kalo Mama bolehin Hendery sama Xiaojun buat having se-" "AH!" Hendery memekik kencang demi memutus ucapan Xiaojun.
Mendengar itu otomatis ibunya Hendery dan Xiaojun menoleh ke arah Hendery yang justru terlihat baik-baiksajadan malah menunjukkan senyum yang memamerkan gigi rapinya.
"Kenapa sih, Hendery?" omel ibunya.
"Kayaknya ini udah reda deh, Ma, Xiaojun," kemudian Hendery mendudukkan dirinya.
"Bener? Syukurlah, kali ini cuma sebentar ya?" ujar ibunya Hendery. "Beneran udah reda?" tanya Xiaojun senang.
"Iya, doll," Hendery langsung menarik leher Xiaojun dan menempelkan bibirnya dengan bibir Xiaojun, mata besarnya menatap mata indah Xiaojun, mencoba memberi sinyal pada pacarnya agar tidak lagi membahas soal havingsex, apa lagi di hadapan ibunya.
"Hmmp!" erang Xiaojun lalu meninju-ninju pelan pundak Hendery.
"Hendery!"bentak ibunya lalu menarik Xiaojun menjauh dari anaknya, "malu dong Xiaojunnya, gimana sih kamu."
Hendery hanya menanggapi dengan tertawa garing.
Melihat Hendery yang mencium Xiaojun di depan ibunya saja sudah membuatnya mendapat omelan, bagaimana jika Xiaojun malah meminta izin untuk bersenggama dengannya? Bisa-bisa ibunya mengerahkan kerumunan untuk menghajarnya habis-habisan.
Bukannya apa-apa, Hendery juga tidak mau munafik, tentu saja Hendery mau melakukan itudengan Xiaojun, tapi bukan dengan alasan untuk meredakan penyakitnya, dan juga bukan dalam waktu dekat, apa lagi ini baru beberapa hari sejak mereka resmi berpacaran.
Jika sampai ibunya mendengar apa saran Xiaojun tadi, yang jelek justru bukan Xiaojun melainkan Hendery sendiri. Karena di sini yang terlihat lebih provokatif mengenai seks ya Hendery, bukannya Xiaojun yang terlihat sangat polos. Ibunya pasti berpikiran bahwa Hendery yang memanipulasi Xiaojun agar menyarankan untuk melakukan itu.
Ibunya Hendery pasti menolak dan tidak akan pernah percaya jika yang menyarankan untuk bersenggama itu Xiaojun dan bukannya Hendery.
"Tadi kamu gak malu-maluin kan, di rumahnya Hendery?" goda Shushu
Seok-hyun saat menyambut Xiaojun yang pulang diantar Hendery.
Xiaojun hanya menjulurkan lidah ke arah pamannya, "ayo masuk, Hendery," tidak perlu mengajak juga sih, karena sejak keluar dari rumah Hendery pun tangan mereka masih bergandengan. Jika Xiaojun berjalan masuk, maka Hendery akan otomatis terbawamasuk juga.
"Mami..." sapa Xiaojun saat menemui ibunya yang duduk di ruang TV.
"Anak Mami udah pulang, sini," Xiaojun langsung dihadiahi banyak kecupan-kecupan kecil di wajahnya.
Selesai melepas rindu dengan anaknya, ibunya Xiaojun menoleh ke arah Hendery, "kamu jadi nginep malem ini?"
"Iya, Mi, ini aku udah bawa persiapan," Hendery menunjukkan ransel di pundaknya.
Tawaran ibunya Xiaojun pada Hendery waktu itu untuk menginap akhirnya terlaksana malam ini, didukung juga dengan kondisi orang tua Hendery yang harus dinas ke Busan dan berangkat sore ini juga.
Demi menghindari hal yang tidak diinginkan dari masing-masing orang tua Hendery dan Xiaojun, ibunya Hendery mendukung anaknya untuk
menginap saja di tempat Xiaojun, daripada harus membiarkan Hendery sendirian di rumah dengan Xiaojun yang sedang berkunjung.
Ibunya Hendery tidak bisa membayangkan apa yang bisa saja dilakukan anaknya pada Xiaojun di balik pintu kamarnya yang kemungkinan besar akan dikunci, juga tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Tiffany Hwang nantinya jika ada yang tidak mengenakkan terjadi pada Xiaojun karena ulah Hendery.
Tak lama setelah Hendery dan Xiaojun sampai di penthouse, ibunya Xiaojun langsung mengajak mereka makan malam.
Satu gulungan terakhir pasta fetucini bersaus carbonara di piring Hendery kini telah masuk ke mulutnya, Hendery segera berterima kasih pada sang chef, ibunya Xiaojun.
Hendery melihat situasi, apa sudah bisa untuk mengobrol dan mulai mengajukan pertanyaan yang sejak mulai makan tadi bersarang di benaknya.
"ShushuSeok-hyun gak ikut makan, Mi?"
"Dia makannya gak teratur, biasanya sih tengah malem dia bakal makan," jawab ibunya Xiaojun santai.
"Panjang umur!" sahut Xiaojun setelah melihat pamannya masuk ke ruang makan.
"Shushu," sapa Hendery.
"Nak, bisa bantu shushu gak?" pinta Shushu Seok-hyun pada Hendery segera setelah masuk ke ruang makan.
"Iya Shushu, aku cuci piring dulu ya," baru saja Hendery berdiri, ibunya Xiaojun sudah bersuara.
"Piringnya masukin aja ke mesin cuci piring, Nak, itu yang di sana," ujar ibunya Hendery sambil menunjuk ke elektronik yang dimaksud, "biar nanti dicuci sekalian setelah Xiaojun selesai makan."
"Oh, iya Mami," Hendery menuruti perintah ibunya Xiaojun lalu mengikuti Shushu Seok-hyun setelah sebelumnya mengecup puncak kepala Xiaojun yang masih menikmati makan malamnya itu.
Hendery mengikuti ShushuSeok-hyun yang membawanya ke depan suatu ruangan, di depan pintunya terdapat beberapa perkakas berat seperti bor dan kawan-kawannya.
"Ini kenapa, Shushu?" tanya Hendery penasaran.
"Pintunya mau dilepas," jawab ShushuSeok-hyun singkat.
Oh,maugantipintu, batin Hendery.
Pintu dibuka dan terlihat ruangan yang ada di baliknya, seperti sebuah kamar tidur karena ada ranjang besar, tapi mungkin kamar tamu karena terlihat begitu minimalis tanpa ada begitu banyak furnitur.
Pintu sudah terlepas dari engsel dengan rapi dan cepat berkat pengerjaan dua orang.
"Shushu, mana pintu penggantinya? Mau dipasang sekarang?" tanya Hendery ketika melihat Shushu Seok-hyun malah merapikan perkakas berat yang tadi telah mereka pakai.
"Ganti? Oh, nggak, pintunya emang sengaja dilepas, bantu geser ke sini ya," ShushuSeok-hyun beserta Hendery meletakkan sebuah pintu yang sudah terlepas dari engselnya itu tepat di tembok sebelah bingkainya.
"Kenapa dilepas, Shushu? Kamar ini emangnya kenapa?" tanya Hendery yang masih diliputi rasa penasaran.
"Ini kan kamarnya Xiaojun, kamu nanti tidur bareng dia di kamar ini, buat mencegah hal yang gak diinginkan, shushu berinisiatif buat ngelepas pintunya," pamannya Xiaojun itu menjelaskan dengan sangat tenang, seolah melepas pintu dari sebuah unit penthousemewah bukanlah perkara besar.
Tak perlu ditanya lagi, Hendery sudah pasti kaget bukan main mendengar penjelasan itu. Tapi tidak, Hendery sama sekali tidak tersinggung dengan perlakuan ekstradari paman kekasihnya ini, tapi bukankah ada solusi lainnya yang lebih mudah daripada harus melepas pintu? Masalahnya ini sampai melepas, bukan sekadar diharuskan membuka pintu atau mengambil kuncinya.
"Tapi Shushu, kenapa aku gak tidur di kamar tamu aja? Atau di ruang TV juga gak masalah kok," sahut Hendery.
Shushu Seok-hyun tertawa kecil, "gak lucu ah, masa pacarnya nginep tapi gak sekamar," lagi, pria itu bicara kelewat santainya, pacar loh ini, tidur sekamar? Sangat tidak berbudaya ketimuran sekali.
Untuk sesaat Hendery lupa jika keluarga pacarnya ini memang bukan orang Asia, mereka itu orang Amerika Serikat asli, hanya saja beretnis Asia. Xiaojun merupakan orang Amerika Serikat yang memeluk budaya Barat sedangkan Hendery berasal dari keluarga yang menjunjung tinggi budaya Timur. Xiaojun dan Hendery, bagaikan dua medan magnet yang berlawanan.
"Pintu udah dilepas, seharusnya kalian bisa jaga sikap," nah, kali ini nada bicara Shushu Seok-hyun terdengar serius.
Hendery mengangguk kaku, "siap, Shushu."
"Kalo sampe berani macem-macem..." Shushu Seok-hyun membuat gestur seperti menyayat leher dengan telunjuknya, "paham?"
"Paham, Shushu," Hendery berucap mantap, walau sebenarnya jantungnya kini sedang berdetak abnormal.
Catatan:
1. Baobei: sayang/kesayangan (bhs. Mandarin)
Bersambung...
15"Loh? Hendery? Shushu? Kenapa pintu kamar Xiaojun dilepas?" tentu saja itu kalimat pertama yang terlontar dari Xiaojun begitu melihat pintu kamarnya sudah raib.
"Ya kan Hendery mau tidur juga di sini," jawab pamannya Xiaojun santai.
"Ih..." Xiaojun yang barusan mau masuk ke kamarnya mendadak membalikkan badannya dan menghilang entah ke mana.
Dan lagi, Hendery terjebak dalam kondisi canggung bersama pamannya Xiaojun.
"Mami, liat tuh," tak lama Xiaojun kembali lagi ke depan kamarnya sambil menggandeng tangan ibunya.
"Seok-hyun, ya ampun, apa-apaan sih kamu?" tentu saja, si pemilik
penthouse tidak luput dari rasa kaget.
"Ini yang bisa kulakuin buat ngejaga Xiaojun," ujar pamannya Xiaojun membela diri pada adiknya itu.
Ibunya Xiaojun hanya bisa geleng-geleng kepala keheranan, ingin marah tapi pintunya sudah terlanjur terlepas.
"Jadi kamu nyuruh Hendery buat ngelepas pintu kamarnya Xiaojun?" tanya ibunya Xiaojun pada kakaknya itu, "terus kamu beneran ikut ngebantuin, ya?" kini pertanyaan itu tertuju pada Hendery.
"Iya, Mi..." jawab Hendery pelan.
"Kok mau-maunya sih kamu tuh, ck..."
"Ngejagain Xiaojun dari apa sih, Shushu?" tanya Xiaojun akhirnya.
Pamannya hanya menunjuk ke arah Hendery yang sebenarnya sudah panas dingin, pamannya ini tidak tahu saja apa yang diperdebatkan Xiaojun saat di rumah Hendery tadi. Setidaknya kalau tahu, Hendery mungkin tidak akan dianggap sebejatini.
"Tapi Hendery gak mungkin ngebunuh Xiaojun pas tidur, kan?" ujar Xiaojun yang berkacak pinggang sambil memandang pamannya sengit.
Aduh, anak ini...
Baik Hendery, paman dan ibunya Xiaojun tidak bisa menanggapi apa pun mengenai ucapan Xiaojun barusan.
Polos dan bodoh itu beda tipis.
"Alright, anak-anak kalian nonton TV dulu, sana," ibunya Xiaojun memberikan ponselnya pada anak manisnya itu, "kamu pesen kudapan deh buat temen nonton, oke?"
Melihat Xiaojun dan Hendery sudah menghilang dari radar penglihatannya, ibunya Xiaojun langsung mulai berpidato pada kakaknya yang seenak jidattelah melepas pintu kamar anaknya.
"Kenapa gak runding dulu sama aku kalo mau ngelepas pintu kamar Xiaojun?"
"Gak perlu rundingan segala, kamu juga harusnya berterima kasih sama aku, aku udah mau repot ngelepas pintu kamarnya Xiaojun," ujar pamannya Xiaojun membela diri.
"Kamu gak bisa gitu dong, Xiaojun sama Hendery kan juga butuh privasi."
"Halah, privasi apanya? Kamu mau mereka kaya kamu sama papinya Xiaojun dulu?"
"Sembarangan!" sahut ibunya Xiaojun, sudah mengangkat telapak tangannya untuk menampar kakak kesayangannya itu.
Pamannya Xiaojun yang tahu bahwa dia salah bicara langsung memejamkan matanya, bersiap untuk menerima tamparan yang bisa terasa sangat menyakitkan dari wanita bertubuh mungil itu.
Ibunya Xiaojun menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan demi meredam emosinya pada kakaknya yang tiba-tiba membahas hubungannya dengan papinya Xiaojun – tidak baik untuk marah-marahpadakakakmu sendiri.
"Kamu gak mikirin perasaan Hendery tadi pas bantuin kamu ngelepas pintu?"
"Awalnya aku gak bilang itu kamarnya Xiaojun."
"Tapi kan akhirnya dia tau juga, bisa tersinggung loh itu anak, kan aku udah bilang, Hendery tuh anaknya keluarga Wong. Tuan Wong itu Duta Besar Makau di sini, kamu tau reputasi orang itu, didikan ke anaknya juga pasti baik," ujar ibunya Xiaojun membela Hendery.
"Anak itu belum tentu sebaik ayahnya, pasti beda," kilah pamannya Xiaojun.
"Nah, beda kan, kata kamu? Berarti Xiaojun dan Hendery juga belum tentu sama kaya aku dan papinya Xiaojun dulu."
Sekakmat.
"Tap–"
"Shutup!" ibunya Xiaojun mengacungkan telunjuknya, "itu pintu gak bisa kamu pasang lagi?"
"Pintunya tetep dilepas!" pamannya Xiaojun tetap teguh pada pendiriannya, "kecuali kalo kamu mau sendirian yang pasang lagi," lalu dirinya mengarahkan kakinya ke ruang TV, ingin mengintai keponakan kesayangannya dari jarak dekat.
"Mana bisa aku pasang pintunya sendirian?" sewot ibunya Xiaojun yang mengikuti langkah kakaknya ke ruang TV.
"Tuh, liat!" pamannya Xiaojun pun ikut terbawa sewot saat melihat posisi keponakannya itu di ruang TV.
Mau tidak mau ibunya Xiaojun mengikuti arah pandang kakaknya, penasaran apa yang membuat abangnya itu sewot.
Ah, tidak ada yang aneh kok, TV sedang menampilkan series Westworld, lalu ada Hendery yang duduk bersila sambil bersandar di kaki sofa dan juga tentunya ada Xiaojun – duduk di spasi kosong di tengah-tengah kaki Hendery sedang yang bersila, bersandar dengan nyaman di pundak lebar pacarnya.
Tidakadayanganeh,kan?Kenapa ShushuSeok-hyun sampai sewot? "Kenapa mereka?" tanya ibunya Xiaojun.
"Duh, liat dong..." tangan pamannya Xiaojun tidak bisa berhenti membuat gestur aneh yang tertuju pada Xiaojun dan Hendery.
"Pangkuan?" tanya ibunya Xiaojun lagi dan menerima anggukan dari kakaknya, "ya, terus kenapa?"
"Tiffany!" dan dengan ringannya tangan besar ShushuSeok-hyun menoyorkepala cantik ibunya Xiaojun, "ruang TV kita itu luas loh, sofa pun gak cuma satu-dua, spasi kosong ada banyak, dan mereka malah milih duduk pangk–"
"Ssstt, Seok-hyun, kamu tuh kaya gak pernah muda deh," ujar ibunya Xiaojun memotong pembicaraan kakaknya.
"Cih, masih nempel-nempel gitu karena baru jadian, coba liat aja nanti setelah setaun lebih, palingan juga udah putus," lalu pamannya Xiaojun melenggang pergi ke ruang makan, mengkhawatirkan Xiaojun ternyata membuatnya lapar juga.
Dan kali ini ibunya Xiaojun tidak bisa menahan diri untuk tidak memukul kepala kakaknya yang bebal itu. Tega sekali ucapannya tadi.
Hendery duduk kaku di ujung kasur Xiaojun, menunggu pacar manisnya itu selesai sikat gigi sebelum tidur. Mengedarkan pandangannya ke kamar Xiaojun yang ternyata terasa begitu kosong, ditambah dengan pintu yang sudah terlepas, menambah perasaan aneh yang sudah mulai menggerogoti hati Hendery.
"Hendery," sapa sebuah suara yang kini telah menjadi suara favorit si pemilik nama yang dipanggil.
Hendery membentangkan tangannya untuk menyambut Xiaojun ke pelukannya.
"Hmm..." erangan lembut terbebas dari mulut Hendery saat merasakan tubuh kurus Xiaojun memeluknya erat.
"Kenapa Hendery duduk di pinggir kasur? Belom ngantuk?" tanya Xiaojun masih sambil mengalungkan tangannya di leher Hendery dengan erat.
"Nungguin kamu."
Xiaojun tertawa kecil lalu melepaskan pelukannya pada leher Hendery, "ya udah, ayo bobok sekarang."
Hendery hanya mengangguk tapi kedua lengannya masih melingkari pinggang ramping Xiaojun, membuat anak manis yang ada di pangkuannya itu memiringkan kepalanya kebingungan.
"Hmm?"
"Poppo," ujar Hendery dalam bahasa Korea, lalu memajukan bibirnya.
Xiaojun memang tidak paham bahasa Korea, tapi dengan gestur yang ditunjukkan Hendery, sudah pasti anak manis itu tahu apa yang diinginkan kekasihnya.
Cup.
Xiaojun menempelkan bibirnya ke bibir Hendery, tiga detik, lima detik, sampai akhirnya pada detik ke-10 Xiaojun baru menjauhkan diri disaat Hendery mulai mau melumat bibir Xiaojun.
"Yah, kok cuma sebentar?" keluh Hendery.
Xiaojun hanya tertawa kecil lalu melepaskan pelukan lengan Hendery di pinggangnya, "udah yuk, bobok," berhasil lepas dari dekapan pacarnya, Xiaojun langsung membaringkan badannya dan menyandarkan kepalanya
di bantalnya yang empuk, "sini, Hendery," Xiaojun menepuk-nepuk spasi kosong di sampingnya.
Hendery tetap diam di posisi awal dan hanya membalikkan badan untuk melihat ke arah Xiaojun yang sudah berbaring di belakangnya, tangan besarnya meraih pergelangan kaki Xiaojun lalu mengusapnya lembut.
"Aku tidur di lantai aja ya?"
"Loh, kenapa Hendery?" walau malas, Xiaojun akhirnya mendudukkan dirinya dan memeluk lengan Hendery, Xiaojun sudah mengantuk sebenarnya, tapi Hendery malah berulah.
"Aku tidurnya berantakan, takut gak sengaja nendang kamu," ujar Hendery sambil menyandarkan kepalanya di kepala Xiaojun yang sedang bersandar di pundaknya.
"Ya tinggal Xiaojun tendang balik," sahut Xiaojun enteng.
Hendery tertawa mendengar penuturan itu, "ya aku sih gak masalah kalo kamu tendang, tapi aku gak mau kamunya sakit kalo sampe ketendang aku."
"Nonsense," cibir Xiaojun kemudian menarik tangan Hendery untuk ikut berbaring di sebelahnya.
Mau tidak mau, akhirnya Hendery menuruti pacar manisnya itu – toh tidak ada salahnya juga kan, berbaring di samping pacarnya sendiri.
"Sini," kini Hendery yang menarik Xiaojun untuk menyandarkan kepalanya di pundaknya dan tangannya otomatis melingkar di pinggang Xiaojun.
"Hendery?" "Ya, doll?"
Xiaojun tersenyum ke arah Hendery lalu mengusap-usap lengan Hendery yang melingkari pinggangnya.
"Hendery kenapa?" tanya Xiaojun tiba-tiba. "Kenapa gimana, maksud kamu?"
"Ini," Xiaojun kembali mengusap lengan Hendery, "Hendery pegang Xiaojun terus, Hendery sakit?"
"Oh, ini..." Hendery mengeratkan pelukannya pada Xiaojun dan dibalas sama eratnya oleh anak manis itu.
"Aku takut," lirih Hendery. "Takut apa?"
"Takut kamu tiba-tiba ngilang dari aku," ungkap Hendery jujur mengenai rasa ketergantungannyauntuk merasakan Xiaojun dalam sentuhannya.
"Hendery..." lirih Xiaojun yang langsung bangun dan mengusap pipi Hendery, "tiba-tiba ngilang gimana?"
Bahkan saat Xiaojun sudah tidak bersandar di pundaknya lagi, salah satu tangan Hendery tetap menyentuh satu sisi pinggang Xiaojun, tak perlu sampai menyentuh kulit dengan kulit, Hendery hanya perlu tahu bahwa ada Xiaojun di dekatnya dan yang perlu dia lakukan hanyalah menyentuhnya untuk memastikan bahwa Xiaojun memang ada.
Dan Xiaojun menyadari itu, sangat menyadari bahwa sejak pertama mereka menjadi sepasang kekasih, Hendery tak hentinya memberi sentuhan. Baik itu sentuhan ringan di pinggangnya atau sentuhan protektif seperti genggaman di tangannya.
Hendery yang menggandeng tangannya saat menyeberang jalan, itu masih Xiaojun anggap wajar. Tapi tadi saat makan pun, Hendery masih menggenggam tangannya bahkan sampai makan dengan tangan kirinya agar masih tetap bisa menggenggam tangan kiri Xiaojun.
Awalnya Xiaojun menolak untuk membiarkan Hendery menggenggam tangannya saat makan, tapi begitu mamanya Hendery menjelaskan bahwa anaknya itu merupakan seorang ambidextrous, akhirnya membuat Xiaojun sedikit paham.
Dari sana pun Xiaojun memahami bahwa laki-laki yang kini sudah menjadi pacarnya merupakan orang yang berbeda, orang yang lain. Walau begitu, Xiaojun sama sekali tidak keberatan dengan sentuhan yang diberi Hendery, tapi tetap saja dirinya penasaran, apakah sebegitu pentingnya bagi Hendery untuk selalu bisa menyentuhnya?
"Aku takut kamu tiba-tiba pergi aja, gitu," jelas Hendery abu-abu.
Xiaojun mengerutkan keningnya mendengar itu lalu dengan sengaja melepaskan lengan Hendery yang melingkar di pinggangnya, tapi lengan itu kembali menemukan jalannya yang benar ke pinggang ramping Xiaojun.
"Jangan..." lirih Hendery yang kemudian menyandarkan kepalanya di paha Xiaojun dan menenggelamkan wajahnya ke perut rata Xiaojun.
Xiaojun tertawa kecil melihat keantikan pacarnya ini, lalu menyisirkan rambut hitam Hendery dengan jari-jarinya.
"Emangnya Xiaojun mau pergi ke mana, sih? Nih, Xiaojun kan masih di sini sama Hendery, dipeluk Hendery..."
"Aku takut kamu tiba-tiba udah di San Francisco, kaya waktu itu," Hendery teringat kembali saat dirinya menanyakan anak manis yang kini
sudah menjadi pacarnya kepada Haechan dulu, dan mendapat jawaban menohok bahwa Xiaojun sudah kembali ke Amerika.
"Tapi Xiaojun bukan jin, gak mungkin kalo Hendery lepas pelukannya sekarang terus Xiaojun udah di sana," jelas Xiaojun logis.
Ya benar juga sih, tapi kan tetap saja yang namanya trauma ditinggal, membuat Hendery merasa adanya ketakutan berlebih, walau dia juga tahu, akan mustahil bagi Xiaojun untuk mendadak ada di San Franciso hanya karena Hendery tak memeluknya.
"Iya Xiaojun, iya..." lalu Hendery membetulkan posisinya untuk berbaring dengan benar di kasur, "sini," Hendery menarik badan Xiaojun untuk kembali berbaring di sampingnya.
"Maaf ya, kamu gak nyaman kalo aku pegang terus?" tanya Hendery yang tetap tidak melepaskan sentuhannya di tubuh Xiaojun.
"Nggak kok, Hendery," agar membuat Hendery percaya, Xiaojun juga mengeratkan pelukannya di torso Hendery.
"Hehe, makasih ya," dan satu kecupan manis pun mendarat di kening Xiaojun.
"Ungg, Hendery?" "Ya?"
"Ngantuknya Xiaojun ilang, Hendery sih..." keluh Xiaojun.
Hendery tertawa mendengar itu, "kalo gitu," Hendery bangun dan menyandarkan diri ke headboard kasur, turut membawa Xiaojun juga ke posisi yang sama bersamanya.
"Kenalan sama sodaraku, yuk," ujar Hendery begitu Xiaojun sudah terlihat nyaman di posisi barunya.
"Hmm?"
"Liat nih," Hendery menyodorkan ponselnya yang sudah menampilkan foto yang terlihat begitu ramai.
Xiaojun menerima ponsel itu, "wah, siapa aja ini?"
"Ini semua jie-jieaku," jawab Hendery sambil menunjuk ke arah tiga perempuan cantik di foto itu.
Xiaojun mengangguk antusias, lalu menunjuk ke satu orang anak lagi di foto, "kalau ini?"
"Ini didiaku, dia seumuran kamu," jelas Hendery.
"Pasti seneng ya, punya banyak saudara kandung kaya Hendery," ujar Xiaojun mendamba, "Xiaojun juga pengin punya adek."
"Didiaku bisa jadi didikamu juga kok."
"Tapi katanya seumuran Xiaojun?"
"Yah, walau seumuran, kan kamu pacar aku, aku kakaknya dia, ya mau gak mau dia harus jadi didikamu juga."
Xiaojun hanya tertawa kecil mendengar Hendery yang melantur.
"Oh iya," Xiaojun tiba-tiba mengambil sesuatu dari nakas yang ada di sebelah kirinya.
Xiaojun mengambil sebuah tabung kecil yang tingginya sekitar 10 cm berwarna silver, dan menyodorkannya pada Hendery.
"Kenalin, itu papinya Xiaojun."
Hendery masih membuka matanya lebar, rasa kantuknya benar-benar hilang entah ke mana, sedangkan Xiaojun sudah terlelap mungkin sekitar satu jam lalu.
Satu lagi informasi mengenai Xiaojun yang membuat Hendery kaget bukan main.
Pacar manisnya yang kini tertidur pulas di dekapannya ini ternyata sudah tidak memiliki ayah, dan itu membuat Hendery sangat sedih.
Dan apa yang tidak bisa membuatnya tidur adalah apa yang tertulis di tabung dari abu mendiang ayahnya Xiaojun;
YangTerkasih,XiaoMing
Nama, tanggal kelahiran, dan tanggal kematian ayahnya Xiaojun masih membayangi benak Hendery.
Dengan mengetahui itu, membuat Hendery akan semakin mencurahkan rasa sayang dan perhatian yang tanpa syarat pada Xiaojun dan juga menjaganya, berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menyakiti Xiaojun, apa pun yang terjadi.
Dari sana juga Hendery mengetahui bahwa 'Xiaojun' hanyalah nama panggilan, sedangkan nama kekasih manisnya itu adalah Xiao Dejun. Anak manis itu lebih suka dipanggil 'Xiaojun' karena itu merupakan gabungan dari namanya sendiri dan nama ayahnya, setidaknya dengan cara itu Xiaojun bisa merasa bahwa ayahnya selalu ada.
Hendery kembali mencoba tidur dan menganggap bahwa masih ada hari- hari esok untuk bisa mengenali Xiaojun lebih dalam lagi dan lebih terperinci agar Hendery bisa menjaga sikap dan menjaga hati Xiaojun dengan benar.
Bersambung...
16SatuTahunKemudian
"Makasih gege, udah ngebolehin aku ikut pulang sama kalian," ujar seorang anak sekolah kelas 11 saat mobil yang ditumpanginya sudah tiba di depan rumahnya.
"Makasih sama Xiaojun juga dong," sahut sang sopir yang tadi dipanggil 'gege'.
"Hendery! Didi-nya jangan diledek terus," tukas Xiaojun sambil memukul pelan lengan si sopir.
"Hehe, makasih ya Xiaojun, kamu malaikat banget deh, kok mau-maunya sih sama gege aku?" setelahnya, si anak yang seusia Xiaojun itu bergegas keluar mobil demi menghindari amukan kakaknya.
"Ck, dasar..." decih Hendery.
Xiaojun hanya bisa tertawa kecil, lalu teringat sesuatu dan membuka jendela di sisinya.
"Yangyang!" Panggil Xiaojun pada anak yang kini sedang berusaha membuka pintu gerbang rumahnya.
Anak nakal yang dipanggil oleh Xiaojun itu pun menoleh ke arah asal suara dan tersenyum manis, "kenapa, Xiaojun?"
"Jangan lupa nanti malem kita makan pizza bareng, Yangyang ke unit Xiaojun, ya?"
"Alright,angel! Seeyou!"
"Ngapain pake panggilan sayang segala sih," gerutu Hendery sambil mengarahkan setir ke kirinya, ke gedung apartemen yang ada di seberang rumahnya.
"Jangan marah gitu, nanti gantengnya ilang," ujar Xiaojun lalu mengecup pipi Hendery.
"Pipi doang?" sahut Hendery lalu mengarahkan bibirnya mendekat ke bibir Xiaojun.
"Ck..." tapi Xiaojun tetap mengecup bibir pacar tampannya itu.
Untuk kecupan di pipi dan bibir tentu saja Hendery senang, tapi tetap tidak suka jika ada orang lain yang memberi Xiaojun panggilan sayang.
Kenapa sih pacar manisnya tidak peka jika Hendery tidak suka bila ada yang memanggil Xiaojun begitu? Bagaimana kalau ada orang lain yang mendengar dan mengira Xiaojun bukan pacarnya? Demi apa pun, Hendery tidak akan terima jika itu terjadi.
Andai waktu itu Hendery mendengar ucapan pamannya Xiaojun yang meremehkan bahwa hubungan dirinya dan Xiaojun tidak akan bertahan lebih dari setahun, maka kini Hendery sudah sepatutnya berbangga diri sebab ucapan pamannya Xiaojun itu salah besar.
Lihatlah di mana dirinya dan Xiaojun saat ini, mereka sudah melewati anniversary pertama mereka beberapa bulan lalu. Xiaojun sudah naik ke kelas 11 dan Hendery pun kini sudah menjadi mahasiswa.
Menjadi mahasiswa, berarti sudah memasuki usia dewasa atau usia legal di mana Hendery akan menunggu Xiaojun yang masih minor menyusulnya beberapa tahun lagi.
Menjadi mahasiswa, itu juga berarti Hendery sudah tidak lagi berada di satu atap pendidikan yang sama dengan Xiaojun, dan percaya atau tidak, perpisahan itu justru menambah daftar penyakitHendery yang baru:
Separation anxiety disorder, atau kecemasan terhadap perpisahan, yang ternyata tak terhindarkan oleh Hendery. Lucu sebenarnya, sebab gangguan kecemasan itu umumnya terjadi pada bayi atau anak kecil terhadap orang tuanya.
Hendery yang mendaftarkan diri ke Universitas Hanyang yang ada di distrik Seongdong-gu, harus rela berjauhan dari Xiaojun yang masih bersekolah di NEO International School di daerah Sinsa-dong, Gangnam-gu selama jam belajar.
Jarak Seongdong-gu dan Gangnam-gu sebenarnya tidak sejauh itu juga – dua distrik itu bahkan bertetangga yang hanya dipisahkan oleh sungai Han, jika ditarik garis lurus dalam peta pun, jarak kampus Hendery dengan tempat tinggal mereka di Cheongdam-dong hanyalah 4 kilometer.
Lamanya waktu belajar dan jarak antara dua distrik yang tidak sebegitu jauh itu pun tetap saja membuat Hendery cemas. Kecemasan yang terkadang menyerang lambungnya atau menyerang kepalanya akibat rasa khawatir berlebih yang dirasakan Hendery setiap pagi sampai sore dari Senin sampai Jumat.
Bukan, Hendery cemas saat terpisah dari Xiaojun bukan karena alasan cemburu atau posesif. Bukan karena dia takut Xiaojun akan berpaling ke
orang lain saat di sekolah, di mana mereka sudah tidak bisa lagi saling mengunjungi kelas masing-masing.
Tapi Hendery hanya tidak bisa tenang saat tidak melihat Xiaojun ada di dekatnya, sesederhana itu memang, tapi bagi Hendery yang merasakan kecemasan itu tentu saja terasa berat.
Xiaojun pun sudah berkali-kali meyakinkan Hendery saat dirinya akan berpisah setelah mengantar Xiaojun ke sekolah, bahwa saat pulang nanti mereka pasti akan bertemu dan tak akan terpisah kecuali di waktu menimba ilmu.
Toh kini mereka selalu tidur sekamar, baik itu di rumah Hendery atau di penthouse Xiaojun. Dan Xiaojun heran kenapa pacar tampannya itu tetap saja merasa cemas.
Ya, tidur sekamar dalam artian harfiah, tidur di kamar yang sama – itu saja. Kadang di kasur yang sama, kadang Hendery rela tidur di lantai dengan beralaskan karpet saat tiba-tiba pada tengah malam pirapismus-nya kambuh, tapi besok paginya Hendery pasti menemukan pacar manisnya ikut tidur di sebelahnya.
Oh, tentang priapismus yang diderita Hendery, bisa dikatakan kini sudah jauh lebih membaik walau sesekali tetap kambuh. Mengetahui bagaimana reaksi Xiaojun jika penyakitnya itu kambuh, Hendery akhirnya berusaha menutupi rasa sakitnya jika penyakitnya kambuh saat sedang bersama Xiaojun.
Berusaha untuk pura-pura tidak sakit ternyata berdampak baik, sangat baik malah. Sebab penyakit yang tidak dimanjakan justru memperkuat imun tubuh, jadi ketika Hendery berpura-pura kuat, maka saat itu terbangunlah imun tubuhnya yang sebenarnya selama ini dia butuhkan untuk mengurangi intensitas penyakitnya untuk kambuh.
Sedikit banyak, Xiaojun juga turut serta membuat priapismus Hendery kian membaik, apa lagi dengan menyembunyikan penyakitnya yang kambuh bisa membuat intensitas Xiaojun menyarankan having sex untuk meredakan penyakitnya pun berkurang, berkurang juga beban pikiran Hendery dan itu akhirnya memberikan harapan bahwa dia sudah dekat dengan kesembuhan total.
Omong-omong soal havingsex, Hendery sebenarnya patut diberi penghargaan sebab dia bisa menahan diri di saat godaan untuk melakukannya sangat besar.
Yah, bagaimana godaannya tidak besar?
Pertama; pacarnya itu orang naif yang bisa sewaktu-waktu mengajaknya having sex semata-mata demi meredakan penyakitnya – seolah kegiatan penyatuan tubuh itu semudah dan seringan butterfly kiss.
Kedua; ayolah, kini mereka sudah tidur sekamar, setiap hari ada pestamenginap. Rumah Hendery sudah seperti rumah Xiaojun juga, begitu pula dengan penthouseXiaojun yang sudah terasa seperti penthouseHendery.
Dan pada godaan kedua ini, masih terbagi menjadi sub-godaan lainnya:
Dua titik satu; tidur sekamar artinya Hendery bisa melihat Xiaojun mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi (khusus akhir pekan). Wajah bangun tidur Xiaojun terlihat sangat sensual, kalian tahu istilah morningsex, bukan? Yah, begitulah.
Dua titik dua; kini Hendery dan Xiaojun pada dasarnya bisa dikatakan sudah tinggal bersama, walau masih bergantian antara rumah dan penthouse, itu pun masih di bawah atap orang tua mereka. Dan saat di rumah, apa Xiaojun akan melulu memakai seragam sekolah? Oh tentu tidak. Bagaimana pakaian rumahan ala Xiaojun? Celana pendek dan kaus oversized, pastinya. Pikirkan sendiri bagaimana pemandangan itu tidak mungkin tidak menggodaHendery.
Dua titik tiga; wajah bangun tidur, pakaian rumah, lalu apa lagi? Ini yang paling keramat: penampakan Xiaojun setelah baru mandi! Hendery sangat bersyukur Xiaojun memiliki kebiasaan sudah memakai baju di kamar mandi setelah mandi, tapi kulitnya itu loh, kulit putihnya yang memerah setelah mandi air dingin saat musim panas atau sebaliknya, tentu saja membuat Hendery sangat ingin mendekap Xiaojun dan melakukan hal yang dilarang norma.
Dua titik empat; jika yang sebelumnya paling keramat, kali ini poin terakhir yang paling berbahaya: jika Hendery dan Xiaojun terpaksa hanya berduaan di rumah atau penthouse, tentu itulah godaan paling berbahaya. Bayangkan saja dari kesemua poin tadi digabungkan dengan poin terakhir ini, hanya dengan satu jentikan jari iblis untuk mempengaruhi Hendery dan Xiaojun, maka, boom!
Tapi untungnya, berkat Hendery si pria yang berbudaya, bermartabat, berkharisma dan bertatakrama, membuat Xiaojun masih memiliki kemurniannyasampai saat ini.
Cukup tentang Hendery, kini mari simak keadaan Xiaojun setelah satu tahun lebih bersanding dengan pria tampan bak pangeran itu.
Sebenarnya apa sih yang Xiaojun dapatkan dari berpacaran dengan Hendery? Karena kelihatannya hanya Hendery yang lebih mencintai di antara keduanya dan Xiaojun hanya jadi pihak penerima yang kelihatan pasrah saja menerima segala perlakuan dari Hendery. Tapi, jangan salah...
Tentu saja itu hanya kelihatannya, pada awalnya Hendery mungkin terlihat seperti orang aneh yang mengejar-ngejar Xiaojun, hanya bermodalkan ketampanan dan permen jeli gratisan dari dokter di unit kesehatan sekolah, tapi bagi Xiaojun, Hendery lebih dari itu.
Perumpamaan yang tepat mengenai Hendery bagi Xiaojun adalah rumah. Ya, tiba-tiba Hendery datang ke hidup Xiaojun menawarkan sebuah rumahuntuk dihuni.
Xiaojun kala itu sangat menentang maminya untuk kembali ke Korea Selatan demi membangun kerajaan bisnis fashionnya, karena dari segala hal yang Xiaojun benci adalah kembali ke Korea Selatan. Tapi bisnis maminya itu sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka berdua, walau itu juga bukan berarti bisnisnya di Amerika mengalami kebangkrutan.
Jika maminya ke Korea Selatan, maka Xiaojun juga otomatis harus ikut. Apa lagi saat itu maminya harus tinggal lama di Korea Selatan, itu artinya Xiaojun lagi-lagi harus pindah sekolah. Harus bersekolah di Korea Selatan merupakan momok bagi Xiaojun, sudah cukup satu tahun saat SMP dulu, lalu maminya memintanya kembali saat dia baru menginjak bangku SMA.
Apa yang paling Xiaojun benci dari bersekolah di Korea? Bukankah Xiaojun masuk sekolah Internasional? Tentu saja karena hampir 90% muridnya pasti orang Korea, tidak peduli sekolah negeri atau Internasional, hanya kurikulumnya saja yang berbasis internasional, sisanya? Ya tentu saja sarat akan budaya Korea.
Memangnya ada apa dengan Xiaojun dan Korea Selatan? Bukankah maminya saja beretnis Korea? Sayangnya, Xiaojun sudah mengalami sedikit diskriminasi bahkan sebelum dirinya lahir, dan pelakunya adalah orang yang cenderung dekat.
Menjawab kegundahan Hendery saat itu mengenai tanggal kelahiran dan tanggal kematian papinya, Xiaojun memang sengaja menunjukkan tabung abu kremasi dari mendiang papinya. Xiaojun tahu bahwa Hendery orang yang termasuk mampu menghitung cepat hanya dari melihat sekilas. Xiaojun tahu bahwa Hendery tahu dirinya merupakan anak di luar nikah.
Dari situ saja, kelahirannya sudah pasti tidak diharapkan oleh keluarga dari maminya – para keluarga dari pihak Korea. Maminya mendapat
pengusiran dari harabeoji-nya saat sedang mengandungnya dan kelahirannya sempat tidak diakui oleh harabeoji-nya sendiri.
Tapi setidaknya hanya itu perlakuan buruk yang maminya alami bahkan sebelum Xiaojun lahir. Setelah diusir, maminya Xiaojun sangat diterima oleh keluarga papinya, merawatnya saat mengandung sampai melahirkan dan bahkan sampai Xiaojun tumbuh besar.
Sebab itu pula maminya Xiaojun tidak pernah mengajarkan apa pun soal Korea pada anak satu-satunya itu, toh mereka memang orang Amerika, untuk apa juga maminya Xiaojun menanamkan nilai-nilai, norma dan budaya leluhur Koreanya, jika orang yang seharusnya mengayomi Xiaojun saja tidak mengakui kelahirannya.
Xiaojun terlahir di tengah-tengah keluarga besar papinya yang merupakan orang Amerika Serikat beretnis China, dari sanalah kemampuan Xiaojun berbahasa Kanton dan Mandarin berasal. Alih-alih diajarkan empat bahasa sekaligus, Xiaojun hanya diajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya, lalu bahasa Mandarin dan Kanton saat berada di rumah Nainaidan Yeye-nya.
Itu juga sebabnya Xiaojun memanggil semua saudara dari maminya dengan sapaan berbahasa Mandarin seperti 'Shushu' dan 'Ayi' daripada 'Samchon' dan 'Imo'.
Namun sayang seribu sayang, papinya Xiaojun harus meninggalkan dunia sesaat sebelum Xiaojun lahir. Membuat si anak manis itu tak pernah merasakan figur seorang ayah seumur hidupnya.
Tapi apa? Tiba-tiba Hendery datang ke hidupnya saat dirinya terpaksakembali lagi ke Korea Selatan, Hendery datang dengan statusnya sebagai sesama orang asing di antara lautan murid-murid Korea di sekolahnya dan lebih bagusnya lagi, sesama orang yang paham bahasa Kanton dan Mandarin.
Hendery datang ke hidup Xiaojun saat anak manis itu sebenarnya sudah sangat jengah bergaul dengan dua teman Koreanya. Tidak hanya menawarkan kehadirannya sebagai teman, tapi Hendery mampu menghadirkan figur ayah yang selama ini tidak pernah Xiaojun rasakan.
Dengan begitu mudahnya Hendery memperkenalkan Xiaojun pada mama dan papanya, dan dengan begitu mudanya juga orang tua Hendery menganggap Xiaojun sebagai anggota baru keluarga mereka.
Rumah memang perumpamaan yang tepat untuk Hendery bagi Xiaojun, sebab dengan berkomunikasi memakai bahasa yang sama membuat Xiaojun
seperti dikelilingi Nainai dan Yeye-nya di San Francisco sana, terasa sama seperti di rumah. Hendery adalah rumah dengan segala isinya yang mampu membuat Xiaojun lupa bila dia selalu merindukan rumahnyadi San Francisco.
Mempertimbangkan dari keluarga macam apa dirinya berasal, Xiaojun sebenarnya merasa sangat insecureketika membandingkan diri dengan Hendery. Dan sejak Xiaojun menunjukkan tabung abu kremasi mendiang papinya pada Hendery, Xiaojun sudah berekspektasi bahwa mereka tidak akan bertahanselama ini.
Untungnya sekali lagi, ekspektasi buruknya tidak terwujud.
Hanya saja, Xiaojun selalu bertanya-tanya dalam hatinya; kenapa Hendery, orang yang sangat baik, dari keluarga baik-baik dan utuh tetap mau menjalin hubungan dengannya yang merupakan anak di luar nikah dan dengan sebagian keluarga besar yang bahkan tidak mengakuinya. KenapaHendery mau bersamanya?
Oleh sebab itulah...
Pelukan hangat Hendery akan Xiaojun balas dengan samahangatnya.
Genggaman erat tangan Hendery akan Xiaojun balas dengan sama
eratnya.
Dan cinta Hendery akan Xiaojun balas dengan cinta yang sama besarnya. Mengenai tawaran havingsexuntuk meredakan priapismus Hendery, itu merupakan bentuk cinta Xiaojun untuk Hendery, karena, kenapa harus takut menyerahkan tubuhmu pada orang yang memberimu rumah? Begitulah
yang selalu ada di benak Xiaojun.
Dan Xiaojun tetap tidak paham kenapa Hendery selalu menolak tawaran brilian itu.
Xiaojun tersenyum kecil melihat pantulannya dan Hendery di cermin yang ada di lift menuju unit penthouse-nya.
"Hmm? Kenapa, doll?" Hendery yang menyadari telah diperhatikan oleh pacar manisnya sejak tadi itu akhirnya bersuara dan semakin mengeratkan genggaman tangannya.
Xiaojun hanya menggelengkan kepala, lalu bersandar di pundak lebar Hendery dan memeluk lengan Hendery yang sedang menggenggam erat tangannya.
Hendery akhirnya merespons dengan mengecup puncak kepala Xiaojun.
"Sana, kamu mandi, aku mau potongin buah buat kamu dulu," ujar Hendery setelah meletakkan ranselnya dan ransel Xiaojun di kamar Xiaojun
– kamar mereka.
"Hum!" sahut Xiaojun mengiyakan perintah Hendery, melangkahkan kaki rampingnya ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, tapi sebelum itu dia kembali lagi menghampiri Hendery yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.
Cup.
Setelah memberi kecupan ringan di bibir itu, Xiaojun langsung kabur ke kamar mandi, meninggalkan Hendery yang cengengesan di depan pintu karena tidak menyangka akan mendapatkan afeksi manis itu.
Hendery berjalan ke dapur tetap sambil tersenyum, efek kecupan yang diberikan Xiaojun. Untung saja yang sedang dipotong Hendery adalah mangga, stoberi, dan mentimun, bayangkan saja akan aneh jika Hendery mengiris bawang lalu mengeluarkan air mata dengan bibirnya yang tersenyum lebar.
Hendery kembali ke kamar mereka dengan membawa sepiring buah- buahan untuk camilan pacar manisnya, ternyata pacar manisnya itu sudah selesai mandi dan sedang duduk bersila di kasur mereka.
"Doll," panggil Hendery sambil mengangkat piring buah yang dia bawa, mengisyaratkan bahwa camilan untuk Xiaojun sudah siap.
Lalu kini giliran Hendery yang mandi, setelahnya dia mendudukkan diri di kursi meja PC gamingnya dan menyuruh Xiaojun ikut duduk di pangkuannya.
"Hmm, wangi kamu enak banget," ujar Hendery menyesap aroma tubuh Xiaojun setelah anak manis itu duduk di pangkuannya.
"Kan kita pake sabun yang sama," sahut Xiaojun lalu mulai memakan buah-buahan yang sudah disiapkan pacar tampannya.
"Ya beda aja kalo kamu yang pake," Hendery mendusalkan hidungnya ke leher mulus Xiaojun, menyesap aroma campuran dari jeruk bergamot dan bunga freesia yang terasa begitu segar di saat penghujung musim panas begini.
Xiaojun hanya tertawa kecil mendengar itu, lalu sibuk membaca novel online di Amazon Kindle – sebuah gadget seperti tablet untuk membaca e-book, pemberian Hendery sebagai hadiah ulang tahunnya dua minggu lalu.
Kemudian tidak ada lagi yang bersuara di antara Hendery dan Xiaojun, ada kesunyian yang nyaman di antara keduanya. Hendery sibuk bermain
game online sementara Xiaojun asik membaca, sambil menunggu maminya Xiaojun pulang dan menunggu waktu makan malam yang mengikutsertakan Yangyang, didi-nya Hendery.
Kesunyian terhenti saat tanpa sengaja Hendery mendengar Xiaojun mengembuskan napasnya berat, terdengar seperti kesal dan sedih. Walau memakai headset, Hendery masih bisa mendengarnya dan segera menghentikan permainannya.
"Ada apa, doll? Ada yang sakit?" tanya Hendery khawatir dan segera melepas headset-nya, tangannya yang tadi selalu berada di keyboard kini mengusap pinggang ramping Xiaojun.
Bibir Xiaojun mencebik lucu, kemudian memperlihatkan bacaannya pada Hendery, "ini..."
"Hmm?" Hendery melihat Amazon Kindle yang layarnya hanya menampilkan serentetan paragraf demi paragraf yang sudah seperti disertasi saja, tanpa ada gambarnya – membosankan.
Yah apa yang diharapkan dari novel online? Itu novel, bukan komik.
Hendery membaca sekilas apa yang ditunjukkan Xiaojun di Amazon Kindle-nya.
"Kenapa dia?" Hendery menanyakan soal tokoh yang ada di novel tersebut.
"Nanti kalo udah gede, Hendery jangan jadi CEO, ya?"
Hendery mengerutkan keningnya, bingung, walau dia juga tidak berniat untuk menjadi CEO, toh papanya bukan pengusaha – tidak akan ada yang membuatnya berkesempatan mewarisi jabatan CEO, dan dirinya merasa tidak begitu rajin dan berambisius untuk mengejar jabatan, kekuasaan atau kekayaan.
Tapi beda ceritanya jika mengejar Xiaojun dan menjadi kaya untuk
menafkahiXiaojun.
"Kenapa?" tanya Hendery lagi.
"CEO itu egois, semena-mena, udah nikah dan pasangannya baik masih aja selingkuh," jelas Xiaojun dengan nada kesal bercampur sedih, sebal dengan karakter buruk seorang tokoh di novel yang sedang dibacanya.
Hendery mengulum bibirnya sendiri, menahan tawa. Anak manis di pangkuannya itu lupa bahwa maminya sendiri pun seorang CEO dari merek dagang fashionnya.
"Xiaojun gak mau Hendery jadi CEO dan Xiaojun gak mau diselingkuhin," sahut Xiaojun menggebu-gebu.
"Iya doll, aku gak bakal jadi CEO," ujar Hendery menenangkan, ingin tertawa tapi Xiaojun pasti akan merajuk dengan respons itu karena merasa dianggap tidak serius.
Lucu juga, Xiaojun bisa bebas memilih genre novel apa yang dia baca, tapi kesal sendiri dengan jalan ceritanya jika tidak sesuai keinginan hatinya. "Daripada badmoodgitu," Hendery mengambil Amazon Kindle yang ada di genggaman Xiaojun dan menggantinya dengan iPad yang tergeletak
manis di meja PC-nya, "mendingan kamu gambar sesuatu aja nih."
Xiaojun menurut saja, tidak baik bagi hatinya sendiri membaca sesuatu yang sedih-sedih dan membuat mood-nya anjlok.
Hendery melihat Xiaojun membuka aplikasi Procreate di iPad-nya, melanjutkan sebuah gambar animasi anjing jenis beagle dengan cat air digital. Melihat sepertinya Xiaojun sudah asik dengan kegiatan barunya, akhirnya Hendery bisa tenang melanjutkan permainannya.
"Butyou love me,you love me..."
Tiba-tiba terdengar suara merdu Xiaojun menyanyikan sebuah lagu, membuat Hendery kembali menghentikan permainannya demi menikmati alunan indah suara pacar manisnya.
Why the hell you love me so
Kenapa kau sangat mencintaiku
When you could have anyone else?
Saat kau bisa mendapatkan orang lain?
Yeah,helovesme,helovesme
Ya,diamencintaiku,diamencintaiku
And I bet he never lets me go
Dan aku yakin dia tak akan pernah melepaskanku
And shows me how to love myself
Dan menunjukkan padaku cara mencintai diriku sendiri
Selesai menyenandungkan lagu itu, Xiaojun mengalihkan pandangan dari iPad-nya ke arah Hendery yang ternyata sudah lebih dulu menatapnya sambil tersenyum dan senyuman itu pun menular.
"Hendery?"
"Ya, doll?" Hendery menarikkan kerah kaus Xiaojun yang kebesaran, menutupi sedikit bagian tulang selangka Xiaojun yang terlihat, takut pacar manisnya masuk angin.
"Hendery tau kan, kalo Xiaojun sayang sama Hendery?"
"Kalo ini kompetisi, doll, aku pasti menang karena aku yang lebih sayang sama kamu," ujar Hendery final kemudian mengecup kening Xiaojun.
Catatan:
Harabeoji:Kakek(bhs.Korea)
Nainai: Nenek (bhs. Mandarin)
Yeye:Kakek(bhs.Mandarin)
Samchon:Paman/om(bhs.Korea)
Imo:Bibi/tante(bhs.Korea)
Bersambung...
17Musim gugur baru mulai menunjukkan eksistensinya, udara dingin mulai merangkak menyentuh seluruh penjuru kota dan daun-daun pun sudah mulai berguguran.
Hari ini giliran Xiaojun tinggal di rumah Hendery karena maminya sedang kembali ke San Francisco selama seminggu, sore ini anak itu duduk manis di meja makan sambil melihat mamanya Hendery – (kini mamanya juga) membuatkannya cup cake dengan toping matcha, mamanya melarang Xiaojun membantunya karena cupcakeitu merupakan kudapan spesial yang ingin sekali mamanya buatkan untuk Xiaojun.
"Mama?" tanya Xiaojun di sela-selanya memperhatikan mamanya Hendery.
"Ya, Nak?" satu cupcakesudah selesai diberi toping dan langsung disuguhi untuk Xiaojun, mamanya kembali menghias cup cakeselanjutnya.
Xiaojun tersenyum menerima cup cakeitu, "makasih, Ma."
"Iya sayang," ujar mamanya sambil mengusap kepala Xiaojun, "tadi mau tanya apa?"
"Oh iya!" sahut Xiaojun sesaat sebelum gigitan pertama cupcaketersebut dikunyah dan ditelannya, "hmm, enak Ma," ujar Xiaojun yang malah teralihkan dan lupa dengan pertanyaan yang ingin dia ajukan.
Mamanya hanya tertawa kecil melihat itu dan kembali memberi toping pada cup cakesisanya.
Xiaojun menikmati cupcakematcha sambil memandangi yang membuatnya, lalu mengerutkan alisnya saat dilihatnya mamanya malah tertawa.
"Kenapa, Ma?" tanya Xiaojun penasaran.
"Kamu tuh," mamanya menggelengkan kepala, "gampang banget kedistraksi ya kalo udah disuguhin makanan manis, dasar bayi," lalu mamanya tidak tahan untuk tidak mengusak rambut Xiaojun.
"Eoh?" Xiaojun menghentikan kunyahannya.
"Kunyah dulu yang bener, terus ditelen," perintah mamanya.
Xiaojun menurut saja lalu bertanya lagi kenapa mamanya tiba-tiba tertawa.
"Tadi kan kamu mau tanya sesuatu, sekarang mama tanya, apa pertanyaan kamu, hmm?"
Ah, benar!
"Oh iya Mama, Xiaojun mau tanya sesuatu," ujarnya setelah mengunyah dan menelan gigitan cup cake terakhirnya, "sebentar lagi Hendery ulang tahun."
"Iya, kamu mau nyiapin sesuatu?"
"Justru itu, Xiaojun mau tanya, tahun ini kira-kira Hendery lagi butuh dan kepengin hadiah apa, ya?"
"Hmm..." mamanya mengetuk-ngetukkan jari ke dagunya seolah berpikir, "lah kamu, selama setaun terakhir, yang kamu tangkep dari Hendery apa aja?"
"Ung..."
"Tapi sih, dari yang Mama perhatiin, Hendery udah gak pernah minta sesuatu yang spesifik lagi setelah SMA," jeda sepersekian detik, "apa lagi setelah ketemu kamu."
Mendengar kalimat terakhir dari mamanya, mau tak mau senyum tipis pun tercetak di bibir manis Xiaojun. Ah, tapi Xiaojun tidak mau berbesar hati dulu. Tidak mungkin kan, Hendery hanya menginginkan dirinya saat ulang tahun nanti? Kedengarannya terlalu klise, seperti di novel-novel romansa yang sering Xiaojun baca saja.
Apa ya? Tapi, apa yang Xiaojun tahu hanyalah Hendery yang selalu membutuhkan kehadirannya, saat sudah berduaan pun yang mereka bicarakan sebenarnya sangat random sampai-sampai Xiaojun tidak paham apa kesukaan Hendery selain pacar tampannya itu doyan makan ramen dan suka menonton anime.
"Liburan ke Jepang?"
"Mau pas ulang tahunnya banget? Kan kalian belum libur semester, kecuali kalo kamu mau perginya pas liburan, tapi ya momennya udah gak pas," jelas mamanya.
Xiaojun mengangguk setuju, "terus, biasanya Mama Papa ngasih apa ke Hendery?"
"Waktu Hendery masih kecil sih, biasanya Mama Papa kasih dia mainan edukasi kaya puzzle atau lego, tapi ya kaya yang mama bilang tadi, sejak
masuk SMA, udah gak pernah dikasih hadiah lagi, Hendery juga gak pernah minta apa-apa," jelas mamanya.
Xiaojun mengangguk paham, "terus, dari yang lainnya, biasanya Hendery dapet hadiah apa?"
"Gak ada sih, biasanya kami justru nolak, kan kamu tau sendiri kerjaan papa, takut malah dijadiin gratifikasi, sogokan atau pencucian uang."
Lagi, Xiaojun mengangguk paham, "terus Xiaojun harus kasih apa dong, Ma?"
"Gak usah dikasih apa-apa, kamu selalu ada di deket Hendery aja udah lebih dari berarti buat dia," ujar mamanya lalu mencubit gemas pipi tirus Xiaojun.
"Xiaojun!" panggil sebuah suara, membuyarkan Xiaojun untuk menanggapi mamanya.
Xiaojun menoleh ke arah suara yang memanggilnya dan tersenyum, "Yangyang, you'rehome."
"Ugh! Keai," lalu Yangyang menargetkan leher Xiaojun untuk mengalungkan lengannya dari belakang, memeluk erat pacar kakaknya yang menggemaskan itu.
Xiaojun hanya tertawa sambil mengusap pelan lengan adiknya Hendery yang tengah mengalung di lehernya.
"Tadi di perlajanan pulang les, aku beli ini," Yangyang memamerkan sekotak besar Lego Star Wars, "aku bersih-bersih dulu ya, terus kita susun ini bareng-bareng!" ajak Yangyang antusias.
"Oke," sahut Xiaojun setuju.
Mama mereka yang dari tadi hanya diam memperhatikan pun akhirnya tertawa melihat tingkah anak bungsunya yang memang terlihat sangat gemas dengan Xiaojun.
"Tuh, kamu tanyain aja sama Yangyang, mungkin dia bisa kasih kamu ide buat hadiahnya Hendery."
Xiaojun hanya mengangguk.
"Nih," mamanya sudah menata enam buah cupcakematcha untuk Xiaojun dalam sebuah wadah bening, "bawa ke kamar kamu, terus samperin Yangyang buat main lego bareng. Mama mau siapin materi rapat Papa buat Senin nanti."
"Makasih, Ma."
"Iya sayang. Oh iya, baobei kamu pulang jam berapa hari ini?" "Katanya sebelum jam 7."
"Pasti kangen banget dia sama kamu karena ada kelas sampe sore begini," mamanya akhirnya berdiri dari duduknya lalu mengusap kepala Xiaojun sebelum beranjak ke ruang kerja suaminya di lantai satu.
Xiaojunjuga kangen Hendery kok, Ma, Xiaojun membatin.
"Xiaojun, ayo ke kamar aku!" sahut Yangyang mengejutkan Xiaojun yang sedang asik memakan cupcake-nya yang kedua di kursi meja belajarnya dan Hendery.
"Mau?" tawar Xiaojun saat melihat Yangyang menghampirinya, sudah tidak sabar untuk menyusun lego bersama.
"Aaa..." Yangyang hanya membuka mulutnya dan meminta untuk disuapi Xiaojun.
Yangyang mengerenyit begitu cupcakematcha menyentuh indera pengecapnya, tidak begitu menyukai matcha karena menurutnya matcha itu terasa seperti rumput.
Xiaojun tertawa kecil melihatnya.
Yangyang bergegas meraih tangan Xiaojun, "ayo Xiaojun."
Xiaojun ditarik Yangyang ke kamar yang ada di sebelah kamarnya, kamar milik Yangyang.
Di lantai di sebelah kasur Yangyang sudah terlihat banyak kepingan- kepingan lego berceceran, siap untuk disusun Yangyang dan Xiaojun.
Bisa Xiaojun lihat betapa Yangyang terlihat senang saat mereka menyusun kepingan-kepingan lego yang terlampau banyak itu, Xiaojun jadi mengurungkan niatnya untuk mempertanyakan soal hadiah apa yang cocok untuk Hendery.
Alih-alih terpikirkan hadiah apa untuk Hendery nanti, Xiaojun malah jadi teringat kembali saat pertama kali Yangyang datang ke Korea waktu itu.
Awalnya Xiaojun juga tidak menyangka bahwa ternyata keluarga Wong termasuk keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, dan lima anak. Keluarga besar yang hidup berpencar, karena dua anak tertua keluarga Wong sudah menikah. Satu sedang kuliah di Prancis, dan satu lagi ikut orang tua – Hendery.
Sedangkan Yangyang, si bungsu Wong awalnya ikut kakak sulungnya, Crystal Wong dan suaminya di Jerman yang kala itu menikah sudah lama tapi belum dititipkan momongan, maka Yangyang ikut mereka dan dijadikan sebagai pancingan.
Maka setelah berhasil menjadi seorang shushu, Yangyang akhirnya menyusul orang tuanya yang sedang mendapat tugas kerja di Korea Selatan. Bersekolah di tempat yang sama seperti Xiaojun, bahkan sengaja ditempatkan di kelas yang sama atas permintaan maminya Xiaojun pada dewan sekolah.
Jadilah secara tidak langsung, Hendery kembali memberi Xiaojun seorang keluarga yang melengkapi perannya sebagai rumah bagi Xiaojun. Yangyang akhirnya menjadi teman Xiaojun di sekolah dan juga saat pulang sekolah, teman sebaya yang bukan orang Korea.
Xiaojun sangat mensyukuri kehadiran Yangyang, terutama disaat seperti sekarang di mana Hendery memiliki jadwal kuliah yang padat seharian, dan Yangyang pasti akan menemani Xiaojun sampai saat Hendery pulang.
Semakin bingunglah Xiaojun memikirkan hadiah ulang tahun apa yang cocok diberikan pada Hendery, karena Xiaojun bahkan sudah menerima terlalubanyakdari Hendery.
"Hendery?" panggil Xiaojun sambil mengusap kepala Hendery yang ada di pahanya.
"Ya, doll?" sahut Hendery masih menyembunyikan wajahnya di dalam kaus yang Xiaojun pakai, membuat napasnya menggelitik perut rata kekasih manisnya itu – Hendery dalam mode merajuk karena diabaikan Xiaojun yang sedang menyusun lego bersama Yangyang.
"Tanggal 28 nanti Hendery mau hadiah apa dari Xiaojun?" Xiaojun leluasa bertanya karena Yangyang sedang ke dapur mengambil minum.
"Eung?" Hendery bergegas menyibakkan kaus Xiaojun yang menutupi wajahnya demi melihat wajah manis pacarnya, "aku mau perhatian kamu aja."
Xiaojun mengerutkan keningnya.
"Jangan kaya sekarang gini, aku gak diperhatiin, kamu sibuk main sama Yangyang," jelas Hendery sambil mencebikkan bibirnya.
Xiaojun tertawa kecil, "Hendery belom ada lima menit loh masuk ke sini," ujar Xiaojun yang masih asik mengusap kepala Hendery, "tadi juga kan Yangyang nemenin Xiaojun sebelom Hendery pulang."
"Ya... tapi sekarang aku udah pulang, kan? Ayo ke kamar," Hendery bangun dan mencoba membawa Xiaojun untuk ikut pindah ke kamar mereka.
"Nanti, tunggu Yangyang balik, ya," bujuk Xiaojun.
"Yangyang, cepetan!" panggil Hendery dari dalam kamar, membuat Xiaojun terperanjat saking kagetnya.
Yangyang buru-buru masuk ke kamarnya sambil membawa dua kotak susu, "cerewet!" sungut Yangyang pada Hendery.
"Tuh, Yangyang udah balik, ayo," Hendery langsung bersiap untuk membopong Xiaojun.
"Seben–"
"Mau ke mana?" protes Yangyang saat melihat bestie-nya sudah diangkut abangnya.
"Mau ngamar sama Xiaojun lah!" balas Hendery yang langsung mendapat pukulan di pundaknya dari Xiaojun.
"Sebentar lagi, Hendery," Xiaojun berusaha turun dari gendongan Hendery, merasa tidak enak pada Yangyang karena sudah membawakannya minuman.
"Lagian gak mungkin juga bakal selesai malem ini kan," keluh Hendery, "udah ya Yangyang main sama Xiaojunnya, kamu kan seharian udah sama Xiaojun juga, gantian," Hendery bersikeras membawa Xiaojun ke kamar mereka.
"Sorry Yangyang, lanjut besok lagi, ya?" sahut Xiaojun yang bahkan badannya saja sudah dibawa Hendery untuk keluar dari kamar Yangyang.
"Hendery mau hadiah apa?" tanya Xiaojun saat dirinya dan Hendery sudah dalam posisi nyaman di kasur sambil menonton TV – dan sambil cuddletentunya.
"Mau kamu," jawab Hendery yang terdengar asal.
"Xiaojun serius," Xiaojun bangun dari posisi nyamannya yang bersandar di badan tegap Hendery.
Ah, mulai lagi.
Hendery tersenyum lembut, meraih wajah Xiaojun dan mengusapnya lembut, "aku serius, aku lagi gak butuh apa-apa, kecuali kamu."
Pipi Xiaojun langsung menghangat mendengar itu, "tapi Hendery..."
Hendery mengangkat telunjuknya ke depan mulutnya sendiri, memberi isyarat pada pacar manisnya untuk diam. Lalu Hendery menunjuk ke meja belajarnya, lebih tepatnya ke arah PC gaming miliknya, Xiaojun pun mengikuti arah pandang yang ditunjuk Hendery.
Kemudian Hendery menunjuk Macbook yang berada tidak jauh dari PC gaming, lalu menunjuk terarah ke kursi meja belajarnya yang terdapat
sebuah ransel yang masih terlihat bagus, mengacungkan ponsel berkamera bobanya yang berwarna merah dan yang berwarna ungu, dan terakhir menunjuk ke sepasang sepatunya yang ada di dekat pintu kamar.
Hendery menunjuk ke barang-barang yang biasanya menjadi hadiah ulang tahun, tapi dia sudah memiliki semuanya. Hendery ingin meyakinkan Xiaojun bahwa pacar manisnya itu tidak perlu repot menyiapkan apa pun untuk ulang tahunnya.
"Liat? Aku udah punya apa yang aku butuh, dan tanggal 28 nanti aku cuma mau kamu," jelas Hendery yang kali ini dengan nada tegas, tidak mau lagi dibantah.
"Tapi Hendery ngasih Xiaojun Amazon Kindle, itu gak murah loh Hendery. Terus mama papa ngasi– hmmp!"
Tidak tahan dengan ocehan Xiaojun, Hendery akhirnya memilih jalan pintas untuk membungkam Xiaojun, menciumnya.
"Kamu gak perlu beli apa pun buat aku, dan kamu harus nurut sama yang lebih tua dari kamu, ya?" sahut Hendery dengan suara yang kelewat serius setelah selesai membungkamXiaojun.
Xiaojun menatap Hendery dengan mata yang membulat lucu, kali ini memutuskan untuk menurut saja dulu pada apa yang dikatakan prianya.
Tanggal 28 sudah akan datang besok, dan sampai malam tanggal 27 ini Xiaojun masih tidak tahu harus memberikan apa pada Hendery.
Pergerakan Xiaojun untuk membeli sesuatu juga sangat terbatas, terutama dari segi bahasa. Xiaojun tidak bisa begitu saja pergi ke toko-toko dengan bahasa Korea yang tidak dia kuasai sedikit pun. Dan lagi, Hendery selalu mengintilinya! Hendery selalu bisa mencegah Xiaojun untuk membeli hadiah untuknya.
Yah, mau bagaimana lagi, Xiaojun terpaksa harus menghadapi tanggal 28 besok dengan tangan kosong tanpa hadiah apa pun untuk Hendery.
"Hendery..." sapa Xiaojun saat melihat Hendery yang akan menyusulnya berbaring di sampingnya.
"Doll," Hendery tersenyum dan langsung merengkuh tubuh ramping Xiaojun, "Xiaojun sayangku," Hendery menyusupkan wajahnya ke leher Xiaojun, menyesapi aroma lembut tubuh Xiaojun.
Xiaojun tertawa kecil melihatnya, kemudian dia akan mengerahkan satu usaha terakhir untuk memberi sesuatu yang spesial pada Hendery.
"Hendery?" Xiaojun mencoba mendorong wajah Hendery yang sepertinya terlalu betah mengendusilehernya.
Hendery merengek dengan aksi Xiaojun barusan, mengganggu acaranya menyesapi aroma leher Xiaojun saja!
"Apa sih?"
"Xiaojun punya sesuatu buat Hendery," ujar Xiaojun akhirnya.
Hendery mengerenyit, seingatnya dia tidak melihat Xiaojun membeli sesuatu, jika benar, maka Hendery sudah pasti mencegahnya.
Hendery mengembuskan napasnya berat, "kan udah gegebilang..."
"Ih, Hendery jangan marah dulu!" Xiaojun menyadari Hendery menyebut dirinya sendiri dengan 'gege', ini pertama kalinya sejak mereka berpacaran, dan setidaknya Xiaojun memahami bahwa itu bukan pertanda baik.
"Apa, doll?" tanya Hendery lembut setelah menyadari barusan dia sedikit kelepasan, dan langsung mengusap pinggang Xiaojun sebagai permintaan maaf.
"Tapi Xiaojun mau tanya dulu, Hendery mau gak nerimanya?" "Nerima? Hadiahnya belom ada, kan? Ya udah, gak usah deh..."
Xiaojun cemberut mendengar itu, "udah ada, tapi Hendery mau nerima gak?"
Lagi, Hendery mengembuskan napasnya berat, "kapan kamu belinya?
Kok aku gak tau?"
"Jangan ngalihin pembicaraan, please?" pinta Xiaojun.
"Hhh..." Hendery sebenarnya hanya tidak mau Xiaojun merasa terbebani dengan hadiah ulang tahunnya waktu itu, makanya dia melarang Xiaojun untuk membalas hadiahnya.
Hendery memang tidak mau menerima hadiah apa pun dari Xiaojun, karena dia tahu mencari dan membeli hadiah untuknya pasti akan sangat merepotkan bagi Xiaojun, terutama setelah mengingat bahwa anak manis itu tidak bisa bahasa Korea.
"Ya udah, mau. Aku mau terima," ujar Hendery akhirnya, "lagian udah kamu siapin kan? Masa aku tolak?"
Senyum Xiaojun merekah lebar, "beneran mau, ya?" "Iya, doll, sayangku..."
Setelahnya, Hendery berekspektasi pacar manisnya akan beranjak dari kasur dan mengambil sesuatu dari entah di suatu tempat yang ada di kamarnya yang mungkin telah lama disembunyikan dan menyodorkan
padanya sebuah barang yang disebutnya sebagai hadiah ulang tahun untuknya.
Tapi yang Hendery dapati adalah Xiaojun yang bergerak mendadak, membuat tubuh Hendery juga ikut bergerak.
Apa-apaan ini...
"Hehe..." Xiaojun dengan senyum jenakanya.
"Doll..." dua tangan Hendery otomatis memegangi pinggang ramping pacar manisnya – pacar manisnya yang mendadak duduk di pangkuannya yang saat ini sedang berbaring dan nyaris mengukungnya!
Ulangi, Xiaojun nyaris mengukung Hendery.
"Gak boleh ditolak loh ya, Hendery tadi udah bilang mau nerima," ujar Xiaojun sambil melepaskan pegangannya pada kedua pundak Hendery, menahannya agar tidak bangun.
"Tergantung," sahut Hendery, yang sudah tahu ke mana arah perbincangan ini, sudah tahu apa sebenarnya yang disiapkan Xiaojun – tubuhnya.
"Yah, kok gitu?" Xiaojun cemberut, "yang lebih tua ucapannya harus bisa dipegang dong."
Nah kan, ucapan Hendery lagi-lagi menjadi bumerang untuknya sendiri. Hendery menelan salivanya dengan berat.
"Udah, terima aja, kenapa sih? Kan Xiaojun mau nyenengin Hendery," ujar Xiaojun sambil perlahan membuka kancing piamanya.
Hendery segera meraih tangan yang lebih mungil itu, merematnya erat, mencegahnya dari membuka kancing, "besok aja!" kilah Hendery cepat, "besok, malem ini kan belom tanggal 28."
"Oke!"
Catatan:
1. Ke ai: Imut/cute (bhs. Mandarin)
Bersambung...
18Peringatan: Pembahasan tentang seks, baca dengan bijaksana"Udah,terimaaja,kenapasih?KanXiaojunmaunyenenginHendery,"ujar Xiaojun sambil perlahan membuka kancing piamanya sendiri.
Memori tentang percakapan dirinya dan Xiaojun kemarin malam terus saja terulang dalam benak Hendery, betapa pun dia ingin melupakan percakapan itu, nyatanya percakapan itu telah tertancap terlalu kuat dalam ingatannya untuk bisa dilupakan begitu saja.
"Terimaaja."
"XiaojunmaunyenenginHendery."
Dua kalimat itu yang paling tidak bisa Hendery lupakan, Hendery juga sebenarnya sudah sangat ingin bercinta dengan Xiaojun, tentu saja. Momennya juga mendukung, ini hari ulang tahunnya dan itu pasti akan sangat spesial. Apa lagi, itu yang pertama bagi mereka berdua.
Tapi...
Ada sesuatu yang selalu mampu membuat Hendery bisa menahan diri, dan itu adalah maminya Xiaojun. Hendery sangat paham bagaimana perjuangan ibu muda itu untuk membawa Xiaojun ke dunia ini di tengah- tengah kehidupannya yang kacau dulu.
Saat makan malam bersama tadi, maminya Xiaojun memberinya sebotol Domaine du Vissoux, sebuah redwinemahal khusus diberikan hanya untuknya sebagai hadiah ulang tahun. Dan saat botol wine itu diberikan padanya, Hendery menatap jauh ke mata maminya Xiaojun yang seperti ingin menyampaikan sesuatu.
Dan itu membuat Hendery teringat pada hari pertama dirinya resmi menjadi kekasih Xiaojun, teringat kembali pada obrolan santai dengan sang ibu muda sambil menunggu Xiaojun selesai mandi kala itu.
Saat itu maminya Xiaojun meminta Hendery untuk menjaga anak manisnya.
Masalahnya adalah, menjaga Xiaojun dari apa? Menjaga Xiaojun dari mara bahaya? Tentu saja, tanpa diminta pun sudah pasti akan Hendery lakukan.
Tapi apakah itu juga termasuk menjaga Xiaojun dari nafsu seksual Hendery? Tapi, bukankah itu artinya Hendery yang harus menjaga diri sendiri dari meniduri Xiaojun? Hendery yakin, dengan berkat yang dimiliki ibu muda itu, maminya Xiaojun pasti sudah punya firasat tentang apa yang diidap Hendery dan apa yang mungkin saja terpicu oleh penyakitnya.
Terlebih saat maminya Xiaojun bahkan tidak melarang jika mereka ingin bercinta, walau tidak juga mendukungnya. Intinya, maminya Xiaojun hanya tidak ingin memberi mereka peraturan yang terlalu mengekang yang malah akan membuat mereka menjadi pembangkang.
Dan dipertemukan dengan orang-orang Amerika penganut liberal seperti Xiaojun dan maminya pun, justru membuat Hendery malah takut.
Takut, jika dirinya memang diberi izin namun itu justru akan membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang tidak bisa diperbaiki dan malah merugikan Xiaojun nantinya.
Mengenai hubungan seksual yang selalu disarankan Xiaojun ketika priapismusnya kambuh, lambat laun membuat Hendery juga ingin percaya bahwa ide Xiaojun itu mungkin sajabisa meredakan penyakitnya.
Bisa saja kan, ketika priapismusnya kambuh di mana penyakit itu membuat kejantanannya menegang, dan selain meminum obat-obatan yang sudah diresepkan untuknya, Xiaojun membantu melalui hubungan seksual dengannya, dan boom!mendadak kejantanannya tidak menegang lagi setelah mendapatkan pelepasannya di tubuh Xiaojun. Bisa saja, kan?
Pasti itu yang selalu ada di benak Xiaojun saat priapismus Hendery kambuh.
Bercinta dengan Xiaojun mungkin harus Hendery segerakan.
Tapi lagi, Hendery takut akan menyakiti Xiaojun dalam prosesnya. Bukan rahasia, bahwa bersenggama atau berhubungan seksual itu terasa menyakitkan di awal, terutama bagi pihak submisif. Dan itu yang selalu ada di benak Hendery, dia hanya tidak ingin menyakiti Xiaojun disaat dirinya malah merasa nikmat dari kegiatan penyatuan tubuh mereka.
Walau, yah, ini sudah seperti rahasia umum, kakak dan sebagian sepupunya pun pernah melakukan hubungan seksual dengan pacar mereka masing-masing, mereka pernah melakukan hubungan seks pra-nikah. Hanya
saja mereka tidak pernah membicarakannya secara gamblang dengan orang tua mereka, karena hal itu masih dianggap tabu.
Apa lagi, kini Hendery dan Xiaojun praktis sudah dianggap tinggal bersama, bukankah malah aneh jika mereka masih belum pernah melakukannyapadahal sudah tinggal bersama cukup lama?
Dan kembali lagi di kondisi terkini Hendery di hari ulang tahunnya, di mana sebentar lagi dia akan menerima hadiah spesial dari kekasih manisnya Xiaojun yang saat ini sedang bersiap di kamar mandi.
Jantung Hendery berdetak berkali-kali lebih kencang dari biasanya, salivanya pun terasa begitu berat untuk bisa ditelannya, merasa gugup bukan main seolah dirinyalah yang akan dipenetrasi, padahal posisinya terbalik, seharusnya Hendery tidak segugup ini.
Krek.
Terbukalah pintu kamar mandi, menyibakkan pemandangan Xiaojun yang berdiri di baliknya sambil tersenyum manis. Hendery pun otomatis membalas senyum manis itu, dan matanya tidak tahan untuk tidak melihat Xiaojun dari atas sampai bawah.
Anak manis itu mengenakan bathrobesatin berwarna hitam yang membalut tubuh rampingnya dengan sangat pas, warna hitamnya begitu kontras dengan kulit putihnya, dan di balik bathrobe itu, Hendery yakin, sangat yakin malah bahwa Xiaojun tidak mengenakan apa pun lagi.
Semua pemandangan sensual itu terpancar dari diri Xiaojun yang baru saja menutup pintu kamar mandi di belakangnya.
"Hendery..." panggil Xiaojun dengan suara lembutnya.
Hendery hanya tersenyum, karena tidak hanya dirinya yang terpanggil, tapi juga salah satu bagian tubuhnya yang nantinya akan menyatu dengan tubuh Xiaojun...
Udara di dalam kamar terasa begitu sesak karena ada suatu hasrat yang tertahan dan begitu membuncah, suasananya begitu sensual dan seksi, tapi itu semua mendadak hilang saat Xiaojun justru berlari kecil ke arah Hendery yang sudah lebih dulu ada di kasur.
Hmmp!
Hendery tertawa kecil saat mendapati Xiaojun langsung menghinggapi pangkuannya dan memeluk lehernya erat.
"Selamat ulang tahun, myman," ucap Xiaojun masih sambil memeluk erat leher Hendery.
"Terima kasih, doll," balas Hendery sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh yang lebih mungil darinya itu.
Xiaojun diam saja, masih tetap memeluk erat leher Hendery dan Hendery berharap pacar manisnya itu tidak sesak napas jika terlalu lama berada di posisi itu.
Memanfaatkan suasana yang ada, kedua telapak tangan Hendery yang lebar itu kini memetakan tubuh belakang Xiaojun, merabanya pelan mulai dari pundak sempitnya, lalu turun ke punggungnya, turun dan semakin turun sampai pada...
"Ini wonderland punya aku," sahut Hendery saat tangannya menyentuh dan sedikit meremat bagian tubuh Xiaojun yang nantinya akan menjadi penghubung untuk penyatuan tubuh mereka.
Hendery bisa merasakan Xiaojun mengangguk, namun anak manis itu masih belum melepaskan pelukannya di leher Hendery.
"Wonderlandpunya Hendery," bisik Xiaojun langsung ke telinga Hendery, menegaskan.
Lagi, Hendery kembali menyesapi aroma tubuh Xiaojun, dan telapak tangannya diusapkan kembali ke arah pundak sempit Xiaojun, mencoba menyimpan dalam memori dari tiap inci mulusnya punggung Xiaojun yang terbalut satin.
Puas mengusapkan telapak tangannya di punggung Xiaojun, kini kedua tangan Hendery mencengkeram pinggang ramping Xiaojun.
Entah tangan Hendery yang terlalu besar atau pinggang Xiaojun yang kelewat ramping, tapi yang pasti Hendery bisa merasakan ujung-ujung jari kedua tangannya bisa saling bersentuhan di belakang pinggang Xiaojun yang sedang dicengkeramnya.
"Xiaojun..." panggil Hendery dengan nada rendah.
Menuruti panggilan sang dominan, Xiaojun melepaskan pelukannya di leher Hendery dan menatap wajah tampan pacarnya itu lalu tersenyum manis.
Hendery balas tersenyum, lalu tanpa kata, pria yang tengah berulang tahun itu memajukan wajahnya untuk menyesap bibir manis kekasihnya yang kini jadi sedikit lebih tinggi itu karena berada di pangkuannya.
Sudah jutaan kali dihadapkan dengan gestur tersebut, Xiaojun langsung memajukan wajahnya untuk mempertemukan belah bibirnya dengan milik kekasih tampannya.
Kedua lengan Hendery langsung bergerak untuk merengkuh tubuh ramping Xiaojun lebih erat lagi, sedangkan tangan Xiaojun bergerak mengikuti instingnya untuk mengusap tengkuk Hendery kemudian meremat rambut hitam Hendery yang kini semakin memanjang.
Terdengar lenguhan pelan dari Xiaojun ketika Hendery dengan sengaja menghentakkan pinggulnya, membuat penyatuan belah bibir mereka nyaris terlepas jika Hendery tidak sigap menahan tengkuk Xiaojun untuk tetap dalam posisi menciumnya.
Tidak puas hanya dengan menempel saja, kini Hendery mulai melumat bibir manis Xiaojun, bisa Hendery rasakan samar-samar rasa red wine di bibir Xiaojun yang tadi mereka minum saat makan malam.
Ya, Xiaojun juga ikut meminum red wine pemberian maminya untuk Hendery. Anak manis yang bahkan belum menginjak usia 17 itu ikut meminum minuman untuk orang dewasa dengan pengawasan maminya – toh ini malam spesial.
Baik dalam peraturan Amerika Serikat atau China, usia Xiaojun tetap belum memenuhi syarat untuk bisa mengkonsumsi minuman beralkohol. Tapi, memangnya siapa Hendery berani-berani melarang Xiaojun? Ibunya saja bahkan tidak melarang.
Well, namun diam-diam Hendery berterima kasih karena Xiaojun ikut meminum redwineitu, karena sekarang saat lidah Hendery berhasil menyusup ke mulut hangat Xiaojun, Hendery bisa menyesap kembali rasa redwinemahal yang tadi mereka minum, dan itu meningkatkan gairahnya.
Ciumannya terasa sudah begitu lama, Xiaojun mencoba melepaskan diri dari wajah Hendery, tapi Hendery punya pendapatnya sendiri. Hendery kembali menarik tengkuk Xiaojun untuk memperdalam ciuman mereka.
Xiaojun sebenarnya sudah merasa cukup pening dari ciuman mereka kali ini, bagaimana tidak? Karena ciuman ini, asupan oksigennya jadi sedikit berkurang, dan karena ciuman ini pula rasa red wine yang tadi dia minum terus saja bertahan di mulutnya.
Lagi, Xiaojun mencoba menarik diri dari Hendery, "Hen– hmmp!" Xiaojun berhasil melepaskan diri hanya sepersekian detik.
Ah, ternyata tidak bisa semudah itu untuk menghentikan ciuman dari Hendery.
Semakin Xiaojun berusaha lepas, semakin erat Hendery merengkuh tubuh yang ada di pangkuannya. Hendery juga merasakan tangan Xiaojun
yang menepuk pelan pundaknya, memohon untuk menghentikan sejenak ciuman mereka.
Tapi, bukankah pacar manisnya itu yang menyerahkandirisebagai hadiah ulang tahunnya? Dan Hendery boleh melakukan apa pun pada hadiahnya, kan? Hendery tetap masih mau berciuman, walau dia tahu Xiaojun ingin berhenti.
Dan terkuaklah satu dari sekian sikap egois Hendery terhadap Xiaojun.
"Hen–" masih belum bisa lepas sepenuhnya, "stop!" dorongan di pundak Hendery tidak mempan, maka Xiaojun mencoba menjauhkan wajahnya lagi.
Tidak tega, akhirnya dengan berat hati Hendery melepaskan ciuman mereka.
"Hah..." Xiaojun langsung terengah-engah, padahal dia tidak sedang melakukan maraton barusan.
Hendery tersenyum, dan matanya tetap fokus pada bibir Xiaojun, mengusap bibir Xiaojun dengan ibu jarinya, sedikit mengalah dan diam menunggu Xiaojun untuk mengutarakan apa yang ada di pikirannya.
Tidak bisa mencium bibir Xiaojun lagi karena anak manis itu ingin bicara, maka Hendery mendekatkan bibirnya ke leher mulus Xiaojun.
"Hmm?" gumam Hendery mempersilakan Xiaojun untuk menyampaikan pikirannya sampai ciuman mereka harus berhenti kemudian Hendery beralih mengecup leher Xiaojun.
"Itu..." tangan Xiaojun meremat pundak Hendery, mencari pelampiasan karena masih merasa kewalahan oleh Hendery yang mengecupi lehernya.
"Hmm?"
"Hendery..." Xiaojun ingin menatap Hendery sambil bicara, itu sebabnya lagi-lagi Xiaojun harus menjauhkan kepala pacarnya dari lehernya.
Satu lumatan terakhir di leher Xiaojun, dan pria yang berulang tahun itu menatap mata lawan bicaranya.
"Kenapa, doll?" Cup.
Xiaojun memberi kecupan singkat di bibir Hendery, dan Hendery tertawa kecil menerima afeksi itu.
"Hendery gak mau main ke wonderland sekarang?" "..."
Viola! Posisi Hendery dan Xiaojun kini sudah berubah seperti bagaimana seharusnya.
Xiaojun yang berbaring dan Hendery ada di atasnya, mengukungnya. Dengan kedua kaki Xiaojun yang terbuka dan ada Hendery di tengah- tengahnya.
"Ayo, buka hadiah buat Hendery," ujar Xiaojun yang meraih satu tangan Hendery dan mengarahkannya ke tali bathrobeyang dikenakannya.
Mata Hendery mengikuti arah pergerakan tangannya yang dibawa tangan mungil Xiaojun. Alis Hendery terangkat saat melihat sesuatu yang tidak diperhatikannya sejak tadi. Xiaojun membungkusdirinya persis seperti sebuah kado dengan berhiaskan pita, tali bathrobe yang dipakai Xiaojun ternyata berwarna keemasan yang mana itu juga kontras dengan warna hitam bathrobe-nya dan diikatkan dengan simpul kupu-kupu.
"Buka..." ujar Xiaojun.
Jemari Hendery menelusuri ikatan tali bathrobe Xiaojun, tapi bertingkah seolah tidak ingin membukanya.
"Terima kasih," ujar Hendery kemudian mencium bibir Xiaojun.
Usai mencium bibir ranum Xiaojun, kemudian Hendery lagi-lagi menargetkan leher Xiaojun, "kita pemanasan dulu, oke?"
Xiaojun hanya mengangguk lalu mendongakkan kepalanya untuk memberi Hendery keleluasaan untuk mencumbu lehernya.
Hendery menyibakkan kerah bathrobe Xiaojun, lalu terlihatlah pundak dan tulang selangka Xiaojun – menggiurkan. Kapan Hendery akan membuka ikatan tali bathrobe Xiaojun? Tentu saja nanti, save the best forthe last!
Pemanasan itu artinya menciptakan suasana yang mendukung untuk kegiatan penyatuan tubuh, saling memberi dan menerima rangsangan agar kedua belah pihak bisa sama-sama menikmatinya.
Soal Hendery? Uh, jangan ditanya lagi, dia sudah menerima banyak rangsangan dari Xiaojun bahkan berjam-jam sebelum mereka memulai.
Sedangkan untuk Xiaojun, Hendery benar-benar merasa harus memberi moodyang tepat agar Xiaojun bisa sangat menikmati kegiatan mereka. Karena, siapa yang tahu, walau Xiaojun memang memberikan dirinya sebagai kado, mungkin saja rasa gugupnya melebihi rasa gugup Hendery tadi.
Berdasarkan apa yang dibacanya, leher merupakan salah satu titik sensitif yang bisa membangkitkan gairah, maka Hendery kini fokus memberi
banyak rangsangan pada leher mulus Xiaojun.
Satu tangan Hendery akhirnya bergerak meraih tali bathrobe Xiaojun, menariknya perlahan, tapi sebelum simpul tali itu terlepas sepenuhnya tangan Hendery malah beralih ke pinggang Xiaojun, mengusapnya lembut.
Xiaojun yang sudah percaya diri bahwa mereka akhirnya akan memulai kegiatan inti, hanya bisa mengerutkan alisnya kebingungan dengan sikap Hendery yang terkesan terlalu mengulur waktu.
Dari tadi Xiaojun hanya merasakan lidah dan gigi Hendery yang terlalu lama bermain-main di lehernya, bolak-balik di leher sebelah kanan dan kirinya, lalu turun sedikit ke tulang selangkanya lalu kembali naik ke lehernya.
Basah, mendadak Xiaojun merasa ada cairan mengalir di lehernya, itu sudah pasti saliva Hendery.
"Hendery?" panggil Xiaojun lembut.
Tapi tidak ada sahutan dari Hendery, Hendery bahkan tidak menggerakkan kepalanya tapi Xiaojun merasakan lehernya semakin basah.
"Hendery, Xiaojun jangan diilerin," rengek Xiaojun, hilang sudah mood- nya, karena geli yang dirasakannya kali ini justru geli yang tidak nyaman.
Akhirnya Hendery diam, dan mengangkat kepalanya sedikit, bibirnya bahkan tidak sampai berjarak dua cm dari leher Xiaojun.
Sedikit kesal dengan tingkah pacarnya, Xiaojun akhirnya menjauhkan wajah Hendery dari lehernya, meminta penjelasan kenapa pacar tampannya itu malah berulah.
Tapi yang Xiaojun lihat adalah sesuatu yang mengejutkan. "Hendery nangis?"
Ya, cairan yang tadi Xiaojun kira merupakan saliva, ternyata air mata Hendery.
Hendery langsung mendudukkan diri begitu Xiaojun mengetahui kondisinya, menutup wajah dengan kedua tangannya karena begitu malu sampai tertangkap basah menangis disaat ingin bercinta.
Xiaojun juga ikut mendudukkan diri di depan Hendery, membenarkan kerah bathrobe-nya kemudian langsung memeluk Hendery tanpa bertanya alasannya menangis, mencoba menyalurkan ketenangan pada sang dominan.
Xiaojun membiarkan Hendery menangis di pundak sempitnya sepuasnya, sedikit banyak dirinya merasa bersalah sampai membuat Hendery menangis begini. Itu pasti karena dirinya memaksauntuk bercinta, kan?
Mungkin saja memang Hendery belum siap, dan pada hari dirinya bertambah usia malah diberi undangan terbuka dari kekasihnya yang bahkan masih minor untuk melakukan hubungan seksual sebagai hadiah ulang tahunnya.
Ya,Henderypastibelumsiap, pikir Xiaojun.
Harusnya juga Xiaojun tidak terlalu mendesak Hendery untuk melakukannya, dan tidak menyamakan pergaulannya di Amerika seperti pergaulan yang di jalani Hendery, sebab teman-teman Xiaojun di Amerika sana pun dengan bangganya menyatakan sudah melakukan seks pertamanya.
Andai dulu saat masih di Amerika Xiaojun punya pacar, tentu saja kemurniannya akan jadi hak milik siapa pun yang menjadi partnernya ketika itu.
Tapi untungnya Xiaojun tidak punya pacar ketika itu, dan masih tetap tidak punya pacar saat kembali lagi ke Korea sampai akhirnya bertemu Hendery.
Jadi, Xiaojun merasa seharusnya Hendery tidak perlu sampai menangis jika dia memang sebegitu tidak siapnya. Tapi lagi, memangnya siapa Xiaojun berani-berani mengatur kecemasan yang dirasakan Hendery?
Walau Xiaojun sebenarnya juga sangat bingung, kenapa mood Hendery mendadak berubah jadi menangis begitu seolah takut dirinya yang akan dipenetrasi padahal tadi ciuman mereka terasa sangat menggairahkan dan lama.
Xiaojun baru saja akan menarik napas untuk menyenandungkan lagu yang sekiranya bisa menenangkan Hendery, tapi pacarnya itu keburu mencium bibirnya, menciumnya dengan dalam dan Xiaojun bisa merasakan kecemasan Hendery melalui ciuman itu.
Ciuman kali ini tidak lama, Hendery memundurkan wajahnya dan menangkupkan wajah mungil Xiaojun, menatap matanya.
"Doll, kamu jangan salah paham ya," ujar Hendery pelan. Xiaojun hanya mengangguk.
Hendery mengecup bibir Xiaojun singkat, "aku takut," Hendery menjeda sebentar untuk mengisap ingusnya yang mengalir dari hidungnya begitu saja.
Xiaojun tertawa kecil melihat itu, bergegas meraih tisu yang ada di nakas dan membersihkan hidung pacar tampannya itu.
Selesai dengan urusan ingus, Hendery langsung melempar tisu bekasnya ke sembarang tempat. Ah, tisu itu seharusnya untuk membersihkan tubuh Xiaojun dari cairan milik Hendery, tapi lihatlah, belum apa-apa tisu itu malah harus digunakan untuk membersihkan ingus.
"Aku udah kepengin banget senggama sama kamu," ujar Hendery melanjutkan, lalu mengecupi pipi dan leher Xiaojun.
Xiaojun hanya mengangguk dan tersenyum lembut, berusaha pengertian agar Hendery tidak semakin cemas.
"Aku ini bukannya gak tertarik sama kamu ya," jelas Hendery lagi.
"Iya, Hendery..." jemari Xiaojun meraih pipi Hendery yang masih menyisakan bekas air matanya.
"Aku takut..."
"Hmm..." Xiaojun masih menunggu dengan sabar mengenai apa yang ditakuti Hendery.
"Aku udah pengin ngerengkuh kamu, aku udah bayangin gimana nikmatnya senggama kita nanti..."
Xiaojun masih menyimak sambil tersenyum lembut dan sesekali mengusap pipi Hendery saat air mata masih saja mengalir.
"Tapi mendadak aku kebayang kamu yang nahan sakit pas aku penetrasi kamu," jelas Hendery dengan suara kecil.
Xiaojun mengerutkan alisnya mendengar penuturan itu. "Aku takut nyakitin kamu," tambah Hendery lagi.
Ah, jadi Hendery sampai menangis karena saking takutnya menyakitiXiaojun.
Kini giliran Xiaojun yang mengecup bibir Hendery, darahnya berdesir hangat mengetahui bahwa Hendery sangat memedulikan bagaimana perasaannya saat bercinta nantinya. Hendery tidak mau menikmatinya sendirian.
"Gak apa-apa, Hendery, Xiaojun gak bakal sakit, kan kita udah pemanasan," ujar Xiaojun menenangkan.
"Kamu pasti kesakitan, doll, pasti sakit, apa lagi ini pertama kali buat kita, aku bisa aja dengan begonya malah nyakitin kamu," bantah Hendery sambil mengusap kasar air mata di pipinya, "padahal harusnya kamu ya yang nangis..."
Jangan tertawa, Xiaojun! Batin Xiaojun memperingati dirinya setelah mendengar kalimat terakhir Hendery.
Yah, memang benar sih, seharusnya yang menangis itu Xiaojun, karena yang akan merasakan sakitnya momen penetrasi pertama kali ya Xiaojun, bukan Hendery.
"Hendery, kalo having sex itu sakit, gak bakal ada banyak orang yang suka ngelakuinnya," jelas Xiaojun – yang sebenarnya sangat logis itu.
"Ya tapi tetep aja pas awal penetrasi itu, kamu bakal sakit," bantah Hendery lagi.
"Awalnya aja, kan? Hendery, selalu ada kali pertama dalam semua hal, ya udah kalo yang pertama bakal sakit, terus kenapa? Toh lama-kelamaan sakitnya pasti bakal ilang," saat ini Xiaojun justru terdengar seperti dominan mesum yang sedang merayu submisifnya untuk mau bercinta.
Hendery mengembuskan napasnya kasar, lama-lama malu juga. "Tanpa seks, kita gak bakal lahir, Hendery..."
Apa itu, batin Hendery saat matanya bersitatap dengan mata Xiaojun yang sedang tersenyum miring setelah mengatakan kalimat terakhirnya.
"Gak apa-apa kalo ternyata Hendery belom siap. Xiaojun cuma pengin jadi pacar yang baik aja, kan katanya pas ulang tahun Hendery cuma minta Xiaojun, ya ini," Xiaojun menunjuk dirinya sendiri, "ini kado buat Hendery," ujar Xiaojun yang meraih kedua lengan Hendery untuk memeluk pinggangnya.
Hendery memejamkan matanya, lagi-lagi ucapannya menjadi bumerang. Ya memang, Hendery hanya ingin Xiaojun ada di hari ulang tahunnya, seperti biasanya, selalu ada Xiaojun untuk menghiasi hari-hari Hendery. Hendery hanya tidak mau Xiaojun ada acara lain sampai mengharuskannya tidak bisa terlihat oleh Hendery di hari ulang tahunnya.
Dan itu bukan berarti Hendery meminta jatah dari Xiaojun. Hendery hanya ingin Xiaojun ada. Namun permintaan ambigu Hendery itu sayangnya disalah artikan oleh Xiaojun.
Seharusnya Xiaojun paham maksud Hendery, kan? Masa begitu saja Xiaojun tidak paham, sih? Jika memang Xiaojun tidak paham, berarti benar apa yang dikatakan maminya Xiaojun dulu, bahwa anak manisnya itu naif, bukan polos.
Sungguh, Hendery tidak semesum itu, setidaknya, belum. Hendery sama sekali tidak berekspektasi akan mendapatkan jatah sebagai hadiah ulang tahunnya dari Xiaojun, buktinya, akal sehatnya masih menang, untuk saat ini.
Namun, sama seperti batu yang terus-menerus terkena tetesan air, batu itu akan berlubang. Sama halnya seperti Hendery yang ketakutan akan goyah, jika selalu digoda Xiaojun yang bahkan tidak sadar jika sikapnya itu menggoda Hendery.
"Tapi tenang aja, wonderland punya Hendery akan terus buka, 24/7 siap kapan pun kalo Hendery mau main," bisik Xiaojun sambil memeluk leher Hendery.
Tuhkan...
Bersambung...
19Weekday, waktu yang paling tidak disukai Hendery dalam seminggu, dan ya, itu artinya Hendery hanya menyukai weekenddi mana dirinya bisa seharian menghabiskan waktu bersama Xiaojun di sisinya.
Seperti pagi-pagi pada weekdaylainnya, Hendery terbangun dengan sedikit rasa kaget karena sudah tidak ada Xiaojun di sampingnya di kasur. Kenapa? Karena anak manis itu selalu bangun lebih pagi pada weekday, untuk memulai harinya tanpa terburu-buru. Dan itu merupakan satu poin lagi yang dibenci Hendery dari weekday.
Jumat, walau sudah hampir memasuki weekend, Hendery masih belum bisa menyukai hari Jumat karena dirinya dan Xiaojun masih tetap harus menimba ilmu di institusi pendidikan berbeda. Terlebih, jadwal kuliah Hendery pada hari Jumat terlampau padat sampai menjelang makan malam. Mengerang kecil, Hendery mendudukkan diri dari posisi tidurnya dengan pelan, lalu mata besarnya terarah ke kamar mandi yang masih terdengar
suara aliran air, itu artinya Xiaojun masih mandi.
Mengusap-usap wajahnya yang jadi sangat berminyak setelah bangun tidur, akhirnya Hendery melangkahkan kakinya ke kamar mandi juga. Tersenyum saat melihat Xiaojun masih asik mandi di dalam bilik kaca buram bagian shower.
Oh tentu saja, walau hanya siluet Xiaojun yang terlihat, pemandangan itu menjadi bibit-bibit dari pikiran kotor Hendery tentang pacar manisnya. Menggelengkan kepalanya seolah pikiran kotor itu bisa ikut hilang, Hendery langsung berjalan menuju wastafel lalu sikat gigi dan setelahnya bergegas keluar, demi menjaga privasi Xiaojun.
Hendery menunggu giliranuntuk memakai kamar mandi sambil membaca buku materi perkuliahannya lalu nyaris kembali tertidur karena masih mengantuk, tapi untungnya suara pintu kamar mandi yang dibuka bisa membangunkannya kembali.
Mata Hendery dan Xiaojun saling bersitatap, dan keduanya otomatis tersenyum di waktu yang bersamaan.
Berbeda, penampilan dan air muka Xiaojun terlihat 180 derajat berbeda dari yang semalam saat dia memberi kado ulang tahun untuk Hendery, dan sedikit banyak, Hendery merasa jauh lebih lega dengan Xiaojun yang terlihat sesuai dengan usianya.
Hendery membuka lengannya lebar-lebar, "mau peluk."
Xiaojun pun lebih dari senang hati untuk memenuhi permintaan pacar tampannya itu.
Persis seperti tadi malam, Xiaojun yang berlari kecil dari kamar mandi ke arah Hendery yang duduk diam di kasur. Bedanya, tidak ada atmosfer sensual dan Xiaojun sudah terlihat sangat rapi dengan seragam sekolahnya.
"Wangi," gumam Hendery begitu Xiaojun sudah duduk di pangkuannya dan memeluk lehernya.
Xiaojun hanya tertawa kecil sebagai responsnya, sudah terlampau sering dia mendengar Hendery memujinya wangi setelah mandi.
"Sampai!" seru Yangyang saat mobil gege-nya yang membawa dirinya dan Xiaojun sudah sampai di sekolah mereka.
Ketika Hendery sudah menarik rem tangan, Yangyang otomatis tahu apa yang harus dia lakukan.
"Aku masuk duluan ya," pamitnya pada Xiaojun dan gege-nya. "Hmm," respons Hendery.
"Sampe ketemu di kelas," ujar Xiaojun.
Begitu Yangyang keluar mobil, Xiaojun mengeluarkan ponselnya dan memasang timer sekitar 25 menit, menyisakan waktu 5 menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Xiaojun melepas kedua sepatunya dan langsung naik ke pangkuan Hendery.
Selalu seperti ini setiap paginya setelah Hendery menjadi mahasiswa, menghabiskan waktu berdua setelah masing-masing bangun tidur di rumah atau penthousetetap tidak cukup, sebelum akhirnya berpisah untuk menimba ilmu di tempat berbeda.
Jadilah, Hendery selalu menyempatkan diri untuk menetap lebih lama di dekat sekolah Xiaojun begitu dirinya sampai di sekolah pacar manisnya. Seperti sekarang ini, Hendery yang selalu mengantar Xiaojun sampai ke sekolah 30 menit sebelum waktu masuk kembali memanfaatkan 25 menit sisanya untuk menghabiskan waktu bersama Xiaojun di pelukannya.
Merepotkan, seperti akan berpisah benua saja. Benar, jika dilihat dari sudut pandang ketiga pun, sikap Hendery yang ini cukup merepotkan. Tapi
memang begitulah kondisi dari orang yang menderita penyakit psikis, Hendery sendiri pun tidak mau begitu. Namun rasanya begitu menyiksa jika Hendery tidak berada di dekat Xiaojun untuk waktu yang begitu lama dan jarak yang tidak sekadar 1-2 kilometer.
Xiaojun pun akhirnya ikut tersiksa dengan kecemasan yang diderita Hendery ini, tersiksa karena Xiaojun tidak bisa banyak membantu dan hanya bisa duduk diam di pangkuan Hendery di dalam mobil selama kurang lebih 25 menit sebelum masuk sekolah lalu akhirnya berpisah dan dimulailah kecemasan yang Hendery rasakan dalam sehari.
Xiaojun yang sejak tadi sudah menyandarkan kepalanya di pundak lebar Hendery pun tidak bisa terhindarkan dari overthink. Dilihatnya Hendery yang sedang memejamkan matanya tapi tidak tidur, lengan kuat Hendery siaga memeluk badan Xiaojun yang lebih ramping darinya. Dimainkannya jemari Hendery yang sedang diam di pinggangnya.
Tanpa sadar, Xiaojun pun sampai mencebikkan bibirnya saat memikirkan sesuatu tentang Hendery.
AkankahsamajadinyajikabukandirinyayangmenjadipacarHendery?
Xiaojun membatin.
Akankah Hendery merasa sebegitu cemasnya saat harus terpisah daripacarnyaselamabelajar,jikapacarHenderybukanXiaojun?
Akankah Hendery selalu ingin mendekap pacarnya, jika pacarnya bukanXiaojun?
AkankahHenderytetapmaupacarandengannyajikaXiaojunbukananakdari Tiffany Hwang?
Atau,akankahHenderytetapjadibucinbeginijikaXiaojunterlahirdengan wajah jelek?
Xiaojuntidakrela...
"Udah..." gumam Hendery tiba-tiba.
"Eung?" Xiaojun langsung menoleh ke arah Hendery.
"Apa pun yang ada di pikiran kamu, itu cuma pikiran kamu aja," jelas Hendery yang masih memejamkan matanya.
Kok Hendery bisa tahu?Batin Xiaojun.
"Sok tau..." cibir Xiaojun dengan suara berbisik.
Hendery tertawa kecil dan membuka matanya, langsung disuguhi pemandangan Xiaojun yang ada di pangkuannya, kepala Xiaojun berada sangat dekat dengan dagu Hendery karena anak manis itu sedang menyandarkan kepalanya di pundak Hendery. Maksud hati ingin mencium
kening Xiaojun, tapi apa daya, yang bisa diraih bibir Hendery saat ini hanya puncak kepala Xiaojun, jadilah puncak kepala Xiaojun yang dikecupnya.
Xiaojun tidak mau menatap Hendery, dan bibirnya masih mencebik lucu, masih sambil memainkan jemari Hendery.
"Xiaojun..." panggil Hendery.
Kali ini, biarlah Xiaojun yang tidak menurut. "Hey, doll?"
"Hmm?"
"Aku cuma tergila-gila sama kamu," sahut Hendery tiba-tiba.
Kalimat itu akhirnya membuat Xiaojun menolehkan wajahnya ke arah Hendery, yang langsung membuatnya mendapatkan kecupan di keningnya.
"Gak ada tuh, andai begini, andai begitu," ujar Hendery lalu setelahnya kembali mengecup kening Xiaojun.
Xiaojun tidak bisa menanggapi, hanya bisa menatap Hendery dengan pertanyaan yang semakin beranak-pinak di kepalanya.
"Aku suka kamu karena kamu ya kamu, karena kamu Xiaojun. Gak peduli kamu itu lahir di Zimbabwe, kamu lahir dari orang tua mana. Asalkan kamu, kamu, Xiao Dejun, Xiaojun," Hendery mengecup kening Xiaojun lebih lama kali ini.
Xiaojun mengerutkan keningnya kebingungan, dan menatap Hendery penuh rasa tidak percaya. Pacar tampannya ini bisa membaca pikiran atau bagaimana...
"Aku bukan cenayang," sahut Hendery tiba-tiba, seolah menjawab pertanyaan Xiaojun barusan.
Kini Xiaojun malah merasa takut pada Hendery, dan membuatnya buru- buru beranjak dari pangkuan Hendery ke kursi penumpang seperti di mana seharusnya dia berada.
"Sini aja, timer kamu belom bunyi," dan Hendery tetap bisa mencegah Xiaojun untuk pergi dari pangkuannya dan membawa kepala Xiaojun untuk kembali bersandar di pundaknya.
Xiaojun menurut saja walau jantungnya berdetak tak karuan.
Dalam hatinya, Hendery merasa lucu. Pacar manisnya ini memang tidak bisa diduga-duga suasana hatinya. Baru saja tadi malam anak manis itu menawarkan diri padanya sebagai hadiah ulang tahun untuk disetubuhi, tapi lihatlah pagi ini, kenapa malah ikut cemas?
Bagaimana Hendery sampai tahu jika Xiaojun sedang merasa cemas? Jelas saja tahu, anak manis yang ada di pangkuannya itu mendadak
memainkan jemari Hendery bahkan sampai menggores-gores ujung jari telunjuk dan tengah Hendery sampai kutikulanya terkelupas dan berdarah.
Memang, Hendery ini bukan cenayang yang bisa membaca pikiran, tapi setidaknya Hendery tahu bahwa Xiaojun sedang merasa cemas dan pikiran negatif tengah mengerubungi pikiran anak manis itu.
Xiaojun terlalu takut untuk menyadari bahwa rasa cemasnya ternyata sedikit melukai jari Hendery, karena sibuk menebak-nebak dari mana Hendery bisa tahu isi hatinya.
Dan Hendery, tentu saja tidak keberatan jika jarinya sampai terluka, asalkan luka kecil di jarinya itu bisa membuat Xiaojun setidaknya sedikit teralihkan dari rasa cemasnya.
"Xiaojun, sini," panggil Hendery dari kursi meja PC gamingnya.
Xiaojun yang sedang membaca e-bookdi kasur pun langsung menghampiri Hendery dan duduk di pangkuan pacar tampannya.
"Hari ini aku main bareng sepupu aku, ayo kenalan," ujar Hendery sambil memakaikan headset-nya pada Xiaojun.
Mata Xiaojun langsung terarah ke webcam di pojok atas monitor PC Hendery dan sedikit terperanjat saat terdengar suara sapaan berbahasa Kanton terdengar dari headset yang dipakaikan Hendery.
"Eoh?" agaknya Xiaojun lupa kalau headset bisa mengeluarkan suara.
"Neih hou, didi," sapa suara dari headset, dan di layar monitor terlihatlah seseorang dengan mata yang sama besar seperti Hendery sedang melambaikan tangan ke arah webcam.
"Itu," sahut Hendery ke arah sepupunya dalam monitor, membawa tangan ramping Xiaojun untuk dilambaikan balik ke arah sepupunya, "neih hou, Lucas ge, gitu," bisik Hendery yang membuka sedikit headset yang dipakai Xiaojun.
"Neihhou, Lucas," balas Xiaojun akhirnya.
"Coba, kamu ikut main," ujar Hendery lalu mengajari sedikit game yang sedang dimainkannya bersama Lucas.
Xiaojun hanya perlu diajari sedikit tentang game tersebut, dan Hendery sudah melepaskanXiaojun untuk bermain bersama Lucas tanpa perlu arahan dari Hendery lagi. Hendery hanya senyum-senyum saja melihat Xiaojun yang sepertinya senang dengan kegiatan barunya.
Tapi lama-kelamaan Hendery merasa terganggu dengan Xiaojun yang asik bermain di pangkuannya. Posisi duduk yang seperti ini sebenarnya
bukan hal asing bagi Hendery dan Xiaojun, biasanya Xiaojun hanya duduk diam di atas pangkuan Hendery dan Hendery yang sibuk bermain game.
Namun, kali ini orang yang bermain game berbeda. Xiaojun yang notabenenya baru pertama kali mencoba game yang biasa dimainkan pacarnya itu bermain tidak tenang alias tidak bisa duduk diam di pangkuan Hendery.
Xiaojun yang selalu bergerak di atas pangkuan Hendery membuat sesuatu yang tadinya tenang menjadi bangkit, Hendery sampai memegangi pinggang Xiaojun, berharap anak manis itu tidak terlalu banyak bergerak dalam duduknya.
TahanHendery, batinnya.
Hendery memejamkan mata untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak turn on di saat seperti ini, apa lagi sampai membuat Xiaojun menyadari ada sesuatu yang berubah.
"Hendery, udah," ujar Xiaojun tiba-tiba. "Hah?"
"Xiaojun mainnya udah," Xiaojun melepas headset-nya dan memberikan pada Hendery, "Lucas bilang Hendery tidur."
Hendery buru-buru memakai headset dan mengatakan pada Lucas bahwa dia harus mengakhiri permainan malam ini.
"Kok udahan?" tanya Xiaojun yang merasa aneh Hendery mengakhiri permainannya begitu cepat.
Hendery tidak langsung menjawab, tapi sibuk mematikan PC-nya dan merapikan mejanya kemudian memeluk Xiaojun.
"Kalo aku pengin main ke wonderland sekarang, boleh?" bisik Hendery tepat di telinga Xiaojun.
Mendengar itu, tubuh Xiaojun otomatis meremang dan akhirnya menyadari sesuatu.
"Oh, ini ya?" tanya Xiaojun sambil mengusap kejantanan Hendery dengan tangan mungilnya – tanpa ada rasa canggung sedikit pun.
Usapan pada kejantanannya itu membuat Hendery mengerang, sedikit banyak meragukan apa Xiaojun sungguh belum pernah melakukan seks. Tangannya lihai sekali!
"Iya, doll, kali ini bukan karena priapismus," jelas Hendery.
Dan Xiaojun tetap mengusapkan tangannya pada kejantanan Hendery yang masih terlapis sempurna oleh celana.
"Tapi murni karenakamu," ujar Hendery lagi.
Hendery mendengar Xiaojun tertawa kecil, tapi Hendery masih belum bisa melihat bagaimana ekspresi wajah Xiaojun karena posisi anak manis itu masih berada di pangkuan Hendery dan membelakanginya – juga dengan tangan yang masih menggodakejantanan Hendery.
Leher mulus Xiaojun terlihat berkali-kali lipat lebih mengguncang keteguhan hati malam ini, Hendery tidak tahan untuk tidak melumat leher mulus itu.
"Ya udah, ayo!" Xiaojun beranjak dari pangkuan Hendery bahkan sebelum pria tampan itu berhasil mencumbu leher mulus Xiaojun.
"Dasar..." gumam Hendery sambil tertawa kecil dan memerhatikan Xiaojun yang sudah merangkak di atas kasur.
"Sini!" panggil Xiaojun lagi, kini sudah duduk manis di tengah-tengah kasur.
Oh, andai Xiaojun tahu betapa Hendery sudah tidak sabar untuk melakukan penyatuan tubuh dengan kekasih manisnya itu.
Alih-alih menyusul Xiaojun di atas kasur, Hendery menyempatkan diri untuk mengambil sesuatu di kamar mandi dan barulah menghampiri kekasih manisnya yang sudah menunggunya di kasur.
"Ngapain?" tanya Xiaojun saat dilihatnya Hendery sudah keluar kamar mandi.
"Ambil ini," sahut Hendery yang langsung mengukung Xiaojun, tanpa memperlihatkan apa yang diambilnya dari kamar mandi.
"Apa sih?" mata Xiaojun sudah sejak tadi memerhatikan sesuatu yang dibawa Hendery dan diletakkan begitu saja di kasur di samping tubuhnya.
Sedangkan Hendery sudah sibuk membuka simpul tali celana training Xiaojun.
"Kenapa ngiketnya kenceng banget sih?" keluh Hendery yang agak kesusahan membuka talinya.
"Lubricant? Pelumas?" ujar Xiaojun saat membaca label pada sebotol kecil benda yang tadi diambil Hendery.
"Yes!" sahut Hendery penuh kemenangan saat simpul tali sialan itu sudah terbuka, "angkat bokongnya sedikit, doll," kedua tangan Hendery langsung meraup pinggiran celana training Xiaojun sekaligus celana dalamnya begitu anak manis itu menuruti perkataannya untuk mengangkat bokongnya.
"Hendery kapan beli ini?" Xiaojun masih penasaran dengan keberadaan pelumas yang sudah dimiliki Hendery.
"Aduh, kamu lucu banget kalo kaya gini, gak usah pake celana terus aja deh ya?" dan Hendery malah terpukau dengan penampilan baru Xiaojun yang tak pernah sekali pun dilihatnya.
Xiaojun mengerutkan alisnya setelah mendengar dirtytalkyang dikatakan Hendery barusan, dan menunduk untuk melihat apa yang dimaksud Hendery. Xiaojun pun baru sadar bila celananya sudah dilepas oleh Hendery sepenuhnya, bahkan sampai ke celana dalamnya. Dan kaos yang sedang dipakainya kali ini sebenarnya kaos milik Hendery, karena semua baju Xiaojun yang ada di lemari Hendery sedang berada di laundry.
Xiaojun menarik ujung kaos agar lebih menutupi sampai ke pangkal pahanya yang sudah sangat terekspos itu, dan menyodorkan botol pelumas ke wajah Hendery.
"Ini Hendery kapan belinya?" kekeh mempertanyakan pelumas yang bahkan tidak muncultadi malam.
Kalau Hendery sudah memiliki pelumas, itu artinya Hendery sebenarnya sudah menyiapkan diri untuk melakukan hubungan seks dengan Xiaojun, kan? Tapi kenapa tadi malam sepertinya Hendery teramat sangat tidak siap? Dan berhenti begitu saja saat sedang pemanasan lalu menangis? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bermunculan di benak Xiaojun.
"Udah lama," jawab Hendery sekenanya lalu meraba-raba paha Xiaojun bagian dalam yang ternyata terasa sangat lembut itu.
"Kok Xiaojun gak tau?"
"Sini," Hendery tidak menghiraukan pertanyaan Xiaojun dan malah mengambil pelumas yang sejak tadi ada di genggaman pacar manisnya, membuka segelnya dan pop!membuka tutupnya.
"Kok dibuka sekarang?" Xiaojun kembali meraih botol pelumas itu dan menutupnya lagi.
"Kamu maunya yang aroma greentea, ya? Gak ada, doll. Jadi, aroma strawberry aja gak apa-apa, ya? Nanti kalo yang ini udah abis, kita beli yang greentea," lagi, Hendery menghindari pertanyaan yang menurutnya tidak penting dari Xiaojun.
Tidak terima pembicaraannya lagi-lagi dialihkan, Xiaojun sudah sangat menahan diri untuk tidak memukul Hendery.
"Jadi, Hendery mau langsung penetrasi? Ya sakit dong kalo gitu, kemaren nangis katanya karena gak mau Xiaojun sakit, tapi masa sekarang malah mau langsung tanpa pemanasan sih?" sewot Xiaojun, lupa jika dirinya sudah setengah telanjang.
Ah, mulai lagi...
Sedangkan Hendery hanya diam dan tersenyum menerima omelan pacar manisnya, ya jelas tidak mungkin Hendery akan langsung penetrasi begitu saja tanpa pemanasan. Dan Hendery juga masih ingat kok, tangisannya yang semalam soal tidak mau menyakiti Xiaojun, tidak perlu diingatkan lagi oleh si manis, kan? Memalukan.
Niat Hendery adalah ingin melihat dulu tubuh polos Xiaojun, kemudian mengecupinya inci demi inci, memetakan lagi dengan tangannya, pun inci demi inci, kemudian mengecapnya dengan lidah, juga inci demi inci. Tapi sayangnya perhatian anak manis itu malah terfokus pada pelumas sialanyang sebenarnya sudah sangat lama Hendery beli – tanpa sepengetahuan Xiaojun.
Kenapa Xiaojun begitu mementingkan kapan tepatnya Hendery membeli pelumas itu? Membelinya walau tidak berniat bersenggama dalam waktu dekat, kan tidak masalah. Tindakan preventif itu juga penting!
"Hendery gak mau cium Xiaojun dulu? Masa celana Xiaojun udah dilepas aja, sih? Hendery juga bajunya masih lengkap gitu! Ci– hmmp!"
Dan diciumlah Xiaojun dengan lembut, walau dengan tiba-tiba.
Ah Xiaojun sayang, kalau malam ini Hendery tidak benar-benar ingin bersenggama sama kamu, sudah dipastikan Hendery akan menangis lagidan membatalkan laginiatnya untuk menyatukan tubuh denganmu.
Jam menunjukkan waktu dua dini hari, angin sedang bertiup kencang di luar sana membuat ranting pohon pinus yang ada di dekat jendela kamar Hendery berulang kali mengetuk-ngetuk jendela dan menimbulkan suara berisik. Xiaojun terbangun karena suara itu.
Dilihatnya Hendery yang sudah jauh di alam tidur, mendekap Xiaojun penuh proteksi, dan mereka tidur lengkap dengan selimut tebal dan selimut thermal.
Selimut thermal? Tanya Xiaojun pada dirinya sendiri saat melihat kenapa selimut mereka terasa jadi sangat berat dan panas.
Xiaojun melepaskan lengan Hendery yang melingkari pinggangnya kemudian bergegas menyibakkan selimut thermal di sisinya, merasa sangat panas. Mendudukkan diri dan baru menyadari sesuatu, baik dirinya dan Hendery tidak mengenakan sehelai pakaian pun di balik dua lapis selimut ini.
Pipi Xiaojun memanas, ya, tadi mereka akhirnya berhasil juga melakukan hubungan seks pertama mereka. Dan rasa panas yang melanda Xiaojun bukan hanya karena dua selimut yang dipakainya tapi juga karena dirinya belum mandi setelah selesai bersenggama, karena tadi Xiaojun sudah merasa sangat mengantuk dan tidak mau menuruti saran Hendery untuk mandi terlebih dulu.
Sepertinya kini Xiaojun menyesal tidak menuruti saran Hendery, karena sekarang Xiaojun merasa sangat kepanasan, dan haus. Seperti robot, Xiaojun otomatis membawa dirinya ke kamar mandi, menyalakan keran wastafel dan meminum airnya.
Air segar akhirnya menghapus dahaga yang dirasakan Xiaojun, kemudian anak manis itu tiba-tiba menyadari beberapa hal sekaligus;
Satu: air keran di Korea Selatan tidak bisa diminum! Xiaojun berusaha memuntahkan kembali air itu, tapi rasanya mustahil.
Dua: sejak beranjak dari kasur hingga sampai di kamar mandi, Xiaojun masih dalam keadaan tanpa pakaian! Xiaojun segera menutup pintu kamar mandi, entah kenapa tetap merasa malu kalau sampai tertangkap basah oleh Hendery saat dirinya telanjang.
Tiga: tidak ada rasa sakit berlebihan! Benar, Hendery memang menepati janjinya bahwa dia tidak akan membuat Xiaojun merasa terlalu sakit saat memenetrasinya, karena Hendery memperlakukannya dengan lembut dari awal sampai akhir. Yah, tetap ada sih rasa sakit itu, tapi tidak sampai membuatnya kesulitan berjalan. Tapi tetap tidak bisa juga dibandingkan dengan rasa sakit digigit semut.
Dan di benak Xiaojun akhirnya memutar kembali ingatan saat-saat pertama mereka, perlakuan Hendery yang begitu lembut membuat Xiaojun merasa sangat terharu. Air mata Xiaojun pun mengalir begitu saja tanpa peringatan.
Xiaojun bergegas mengunci pintu kamar mandi dan menyalakan keran bathtub, mencoba menyamarkan suara tangisnya yang ternyata tidak bisa ditahan lagi.
Haru, Xiaojun merasa sangat terharu dengan seluruh perlakuan Hendery selama mereka bersenggama tadi, seks yang mereka lakukan tadi sangatlah vanilla, terlalu vanilla malah walau diawali dengan dirinya yang mengomel perkara pelumas yang dibeli Hendery diam-diam.
Dan juga Xiaojun merasa tidak percaya bahwa dirinya ternyata mengulangi perbuatan mami papinya dulu saat seusianya, akhirnya rasa
bersalah pun timbul ke permukaan, rasa bersalah pada maminya.
Tapi di sisi lain, Xiaojun berani menyerahkan tubuh dan kemurniannya di usia semuda ini karena dia sudah mengenal siapa pasangannya. Xiaojun percaya pada Hendery bahwa jika terjadi sesuatu yang buruk di antara mereka, Hendery pasti akan siap pasang badan. Dan seks yang dilakukannya bukan hanya sekadar onenightstandbersama orang sembarangan. Xiaojun melakukannya bersama Hendery, dan itu tentu saja penuh makna.
Tangisan Xiaojun ini bukan karena penyesalan, bukan. Xiaojun justru merasa seperti telah meraih suatu pencapaian besar dalam hidupnya. Hendery akhirnya mau melakukannya walau berkali-kali ajakan Xiaojun ditolak, bahkan pada malam ulang tahun Hendery pun di saat mereka sedang pemanasan, kegiatan mereka tetap batal. Tapi akhirnya terlaksana juga malam ini.
Saat tangisannya sudah mereda, air dari keran yang sejak tadi menyala sudah hampir memenuhi bathtub dan membuat Xiaojun mau tidak mau harus memakai air itu untuk mandi.
Usai mandi, suasana hati Xiaojun sudah sedikit lebih tenang, siap untuk tidur dan menyambut pagi akhir pekan beberapa jam lagi di mana dirinya bisa seharian penuh bersama Hendery di dekatnya.
Krek.
Xiaojun membuka kunci dan pintu kamar mandi, dan mendapati Hendery sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan wajah khawatir, membuat jantung Xiaojun terasa turun sampai ke kaki.
"Hendery bangun?"
"Kamu mandi?" Hendery tidak menghiraukan pertanyaan Xiaojun barusan, "kamu jijik ya? Maaf ya," tanpa aba-aba, Hendery langsung memeluk erat Xiaojun, "kamu mandi pake air hangat, kan?"
"Hendery..."
"Kamu mau ketemu mami, ya? Nanti pagi kalo udah terang aku anter kamu ke penthouse, ini ada yang sakit gak?" tangan Hendery mengusap- usap pinggul Xiaojun, seolah tadi dia memperlakukan Xiaojun dengan kasar saja.
"Hendery..." Xiaojun berusaha menenangkan Hendery yang panik karena menganggap Xiaojun merasa begitu ternodai.
"Kamu nangis ya? Maaf ya. Kita kan gak pernah ngunci pintu kamar mandi, tadi di dalem kamu pasti nangis, kan? Maaf, Xiaojun..." Hendery
berlutut dan memeluk erat perut Xiaojun.
"Hendery, Xiaojun gak apa-apa," Xiaojun mengusap kepala Hendery, "Hendery bangun, ayo..."
"Maaf..."
Catatan:
1. Neih hou: Halo/hai (Bhs. Kanton)
Bersambung...
20Di dalam kamar suasananya panas, walau di luar angin sedang bertiupsangat kencang. Dua insan yang masih saling merengkuh itu pun bernapasdengan sangat memburu, yang satu mencoba bernapas dengan benar danyangsatunyamencobameraupbibirmerekahmilikpasangannyayangbegitu menggoda.
"Akumasihmaulagi,boleh?"tanyaHenderypelan,tepatdibibirXiaojun.
XiaojuntersenyumdanbalikmembisikkansesuatukebibirHendery,"boleh."
Begitu mendengar persetujuan dari Xiaojun, tangan Hendery langsungterjulur bergerak ke belakang tubuh Xiaojun untuk mencari botol pelumasyang tadi dia yakini ada di sana.
Tapi tiba-tiba Xiaojun merintih karena Hendery yang bergerak, tubuhmerekamasihmenyatudanHendery benar-benarlupatentangitu.
"Maaf, doll," Hendery langsung mengusap-usap pinggul Xiaojun.Xiaojunhanyabisamenganggukuntukmemberitandabahwadiabaik-
baik saja, dia hanya kaget karena sejak tadi sebagian tubuh Hendery yangadadidalamtubuhnyamasihdiamdanXiaojunmerasakansedikit'tergelitik'akibatHenderyyangbergerakuntukmeraihbotolpelumas.
Satu tangan Hendery mencoba membuka tutup botol pelumas sedangkantangansatunyalagimasihmemeluktubuhXiaojunprotektifdipangkuannya.
Pop!
Tutup botol pelumas beraroma strawberry sudah terbuka dan Henderyberekspektasi ada gel yang akan menyentuh tangannya, tapi ternyata gelpelumas itu hanya bisa melumuri seujung jari tengahnya saja.
Pelumasnya habis."Yah..."
"Hmm? Kenapa, Dery?" tanya Xiaojun dengan suara seraknya."Pelumasnyahabis, doll,"keluh Hendery.
Xiaojuntertawakecil,"yaudah,lanjutbesoklagi,Derybelidulu,"Xiaojun mengerang saat rasa kantuk tiba-tiba menyergapnya, "beli yangbanyak," tambah Xiaojun lagi sebelum memejamkan matanya dan memelukHendery lebih erat lagi.
HenderyterkekehmendengarkalimatterakhiryangdiucapkanXiaojun,"iya,harusbelibanyak,sekarangakukeluarinduluya,"Henderymencobamengeluarkan kejantanannya yang masih ada di wonderland-nya perlahan."Mandiduluyuk,"ajakHenderylembutpadaXiaojunyangdilihatnya
sudah siap untuk menjemput alam mimpi.
Xiaojun mengerang, "Xiaojun ngantuk, mandinya besok pagi aja, ya?"
Hendery terdiam sebentar memperhatikan gerak-gerik kekasih manisnya,lalumengerutkanalisnyasaatdilihatXiaojuntidurmeringkukdanbadannyasedikit gemetar.
"Xiaojun,youokay?"tanyaHenderykhawatir,menyentuhkeningXiaojun untuk memeriksa apa anak manis itu demam – ternyata tidak.
Dingin, Xiaojun pasti kedinginan.
Tanpa pikir panjang, Hendery meraih remote AC di nakas dan segeramematikanalatpendinginruangantersebut,lalusegeramenyalakanpenghangat ruangan.
Tiba-tibaHenderymenyesalkarenahanyamemilikiduabantaldikasurnya,tidakpunyabantaltambahanlainuntukXiaojunpelukagarmengurangigemetartubuhnya.Henderysegeramenghampirilemarinyadan mengambil satu selimut baru dan satu selimut thermal.
HenderymenggulungselimutyangsudahadadikasurdanmenyodorkannyapadaXiaojunyangsudahmemejamkanmatanyatapibadannyamasih gemetar.
"Xiaojun, peluk ini," ujar Hendery yang membuka lengan Xiaojun agaranak manis itu memeluk gulungan selimut.
Setelahnya Hendery ikut berbaring di samping Xiaojun, memeluknya lalumembaluttubuh mereka dengandua selimut sekaligus.
Anginbertiupkencangmembuatdahanpohonpinusberulangkalimengetuk-ngetuk jendela kamar Hendery, dan suara berisik itu mengusiktidur nyenyak Xiaojun, membuat anak manis itu akhirnya beranjak daripelukan 'panas' Hendery dan dua selimut sekaligus.
SaatXiaojunberanjak,Henderysebenarnyasudahikutterbangun,matanyalangsungterbukadandenganjelasmelihatXiaojunyangmasuk
ke kamar mandi. Baru Hendery akan beranjak untuk menyusul Xiaojun,anak manis itu malah menutup pintu kamar mandi, dan menguncinya – halyang tak pernah mereka lakukan sejak pertama kali tidur di kamar yangsama.
Buru-buru Hendery berjalan ke arah pintu kamar mandi, menempelkantelinganya ke daun pintu untuk mendengar ada suara apa di dalamnya. Adasuara air mengalir menggema mengisi bathtub, dan sudah bisa Henderypastikan bahwa pacar manisnya itu menangis.
Air keran itu pasti dimaksudkan untuk menyamarkan suara tangisan danHendery paham itu.
Henderymengusapwajahnyagusar,segeramemakaibajudanmenungguXiaojun di depan pintu kamar mandi.
Sekitar10menitHenderymenunggu,akhirnyaterdengarjugasuarakunci pintu terbuka.
"Henderybangun?"tanyaanakmanisitudenganwajahkagetyangseperti melihat hantu saat matanya menangkap sosok Hendery yang tiba-tiba sudah ada di depan kamar mandi, menunggunya.
"Kamumandi?"HenderytidakmenghiraukanpertanyaanXiaojunbarusan,"kamujijikya?Maafya,"tanpaaba-aba,Henderylangsungmemeluk erat Xiaojun, "kamu mandi pake air hangat, kan?"
"Hendery..."
"Kamu mau ketemu mami, ya? Nanti pagi kalo udah terang aku anterkamu ke penthouse, ini ada yang sakit gak?" tangan Hendery mengusap-usap pinggul Xiaojun, merasa tadi dia memperlakukan Xiaojun dengankasar sampai-sampai pacar manisnya menangis.
"Hendery..."XiaojunberusahamenenangkanHenderyyangpanikkarenamenganggap Xiaojun merasa begitu ternodai.
"Kamu nangis ya? Maaf ya. Kita kan gak pernah ngunci pintu kamarmandi, tadi di dalem kamu pasti nangis, kan? Maaf, Xiaojun..." Henderyberlutut dan memeluk erat perut Xiaojun.
"Hendery, Xiaojun gak apa-apa," Xiaojun mengusap kepala Hendery,"Hendery bangun, ayo..."
"Maaf..."Henderypastiakansangatmenyesalikegiatanpenyatuantubuh mereka tadi malam ketika tahu Xiaojun akan menangis setelahnya,Hendery bertekad untuk tidak melakukannya lagi dalam waktu dekat, walautadimalampenyatuan tubuhmereka terasasangat candubaginya.
"Xiaojunmandikarenapanas,"jelasXiaojunsaatmelihatHenderysepertinya sangat khawatir dan menyesal.
"Maaf,maaf..."hanyaituyangterussajadiucapkanHenderybagaimantera dan tetap memeluk perut Xiaojun sambil berlutut di hadapannya.
"Hen–"
"Kamumasihmautidurlagikan?Sinidulu,ya,"HenderymendudukkanXiaojun di kursi meja belajarnya, "aku ganti seprainya dulu."
Mata Xiaojun memperhatikan gerakan Hendery yang terlihat panik saatmembuka lemari dan mengambil satu set seprai baru, lalu barulah melepasseprai yang lama – harusnya lepas seprai lama kemudian ambil sepraibaru, yah, namanya juga panik...
Hendery menarik seprai lama dan membawanya pada Xiaojun, membuatanak manis itu mengerutkan alisnya bingung.
"Nih liat, kamu berdarah tadi, sakit kan? Kok gak bilang sih? Kenapagak nyuruh aku berhenti?" ujar Hendery dengan suara bergetar sambilmemperlihatkansedikit bercak darahdi seprainya.
Saat Xiaojun hendak membuka mulutnya untuk bicara, matanya malahmenangkap Hendery yang tengah menghapus air matanya.
"Hendery..." Xiaojun segera memeluk pacar tampannya itu, "Hendery,wajarkok berdarah,ini kankali pertamaXiaojun," jelasXiaojun.
"Tapi..." Hendery tidak sanggup meneruskan ucapannya, hatinya begitunyeri saat mendapati dirinya menyakiti Xiaojun.
"Hey, Hendery, dengerin Xiaojun," anak manis itu menangkupkan wajahtampan pacarnya, dan ditatapnya mata besar itu dengan dalam.
"Xiaojun beneran gak apa-apa, sakitnya masih wajar karena ini barupertamakali," jelas Xiaojun.
"Tapi–"
"Xiaojunsukakok,"laluXiaojunmenunjukkansenyummanisnyapadaHendery.
"Hah?" kini malah Hendery yang membeo mendengar pengakuan itu.Xiaojunmengangguk,"XiaojunsukasenggamasamaHendery."
"Pake topi ya," Hendery memakaikan topi berwarna putih pada Xiaojun. "Kenapa pake topi? Di luar gak panas," tanya Xiaojun.
Hendery hanya tersenyum, "gak apa-apa, ini kan fashion."
Setelah memakaikan topi pada Xiaojun, Hendery malah terpesona pada penampilan pacar manisnya saat ini dan perlahan mendekatkan wajahnya ke
wajah Xiaojun lalu menyesap bibir lembut kekasihnya itu.
Xiaojun tertawa kecil saat dirasa Hendery malah terbawa suasana saat menciumnya karena kini lengan Hendery malah memeluk pinggang Xiaojun semakin erat.
Xiaojun memalingkan wajahnya dan berhasil melepaskan diri dari ciuman Hendery walau mendapatkan erangan protes dari pacar tampannya.
"Ayo kita berangkat sekarang, jangan sampai sore, nanti ramai," ujar Xiaojun sambil melepaskan lengan Hendery yang masih memeluk pinggangnya lalu menggandeng tangan itu.
Sabtu siang kali ini pasangan Hendery-Xiaojun menghabiskan akhir pekan di Starfield COEX Mall yang ada di dekat tempat tinggal mereka, tiba-tiba Hendery mengajak Xiaojun ke mall dan untungnya kali ini Xiaojun mau-mau saja, tidak seperti biasanya yang lebih suka menghabiskan akhir pekan di rumah sambil memesan banyak makanan cepat saji.
Karena jarak yang terlampau dekat, Xiaojun tidak bisa terlalu menikmati pemandangan elite di sepanjang jalan Yeongdong-daero. Hendery langsung membawa kekasih manisnya ke sebuah toko boneka, menimbulkan kerutan halus di kening Xiaojun.
"Mau beli kado buat Yangyang?" tebak Xiaojun, karena bulan depan memang Yangyang berulang tahun.
Tapi Hendery hanya diam dan terus membawa masuk pacar manisnya itu dan menghentikan langkahnya di depan sebuah boneka beruang berukuran besar, hampir setinggi Xiaojun sendiri.
Hendery mengambil boneka display tersebut, kemudian menyodorkannya pada Xiaojun.
Xiaojun tentu saja masih kebingungan walau tetap menerima boneka besar itu, bahkan sampai memeluknya saking besarnya boneka itu.
"Suka gak?" tanya Hendery.
"Bonekanya lembut," sahut Xiaojun.
"Kalo aku beli ini, kamu mau kan?" tanya Hendery lagi.
"Loh, bukannya mau buat kado Yanyang?" Xiaojun balik bertanya.
"Buat Yangyang? Nggaklah, anak nakal gitu gak usah dikasih kado," ujar Hendery.
"Ih Hendery, gak boleh gitu sama Yangyang."
Hendery hanya tertawa, "kalo ada yang warna mint, mau?"
Xiaojun hanya diam, "Hendery mau beli buat Xiaojun?" Hendery hanya mengangguk.
"Buat apa?"
Hendery segera menempelkan telunjuknya di bibir manis Xiaojun, bisa panjang urusannya jika Xiaojun tidak didiamkan secepatnya.
"Boneka buat kamu peluk pas tidur," jawab Hendery akhirnya.
Mata Xiaojun langsung berbinar tapi kemudian meredup secepat binar itu muncul, "tapi kan Xiaojun bisa peluk Hendery, that's one of the purpose ofbeing alover."
Hendery tersenyum tampan, sedikit terharu mendengar perkataan Xiaojun manisnya.
"Ayo," Hendery mengajak Xiaojun untuk menghampiri pegawai toko boneka tersebut.
Hendery memesan dua boneka besar yang tadi dipilihnya, satu berwarna mint dan satu berwarna pink pastel.
Usai berurusan di toko boneka, Hendery membawa Xiaojun ke swalayan yang ada di mall tersebut. Bagian cokelat adalah tempat pertama yang Hendery datangi.
"Pilih mana yang kamu mau," ujar Hendery pada Xiaojun.
Xiaojun melirik sepintas ke arah Hendery yang ada di sebelahnya, kadang rasanya segan juga untuk selalu diberi. Xiaojunjugabawauangkok, pikirnya.
Selesai mengambil beberapa merek cokelat, beberapa bungkus keripik kentang, Haribo dan cemilan kesukaan Xiaojun lainnya, akhirnya Hendery membawa Xiaojun ke tujuan finalnya mengajak pacar manisnya itu ke mall dan swalayan;
Bagian farmasi.
"Hendery mau cari obat apa?" tanya Xiaojun innocent.
Alih-alih menjawab, Hendery membawa Xiaojun ke rak tempat barang yang ditujunya. Hendery mengarahkan dagunya ke barang tersebut, mengajak Xiaojun untuk melihat sesuatu yang bisa menjawab pertanyaannya tadi.
Dan Xiaojun pun membawa pandangannya ke arah yang ditunjukkan Hendery, kemudian pipinya merona.
"Dery?" panggil Xiaojun begitu melihat apa yang tertata rapi di atas rak yang ditunjuk Hendery.
"Ho'oh," Hendery mengangguk, "silakan pilih mau aroma apa dan merek apa," sahut Hendery santai.
Xiaojun mengerutkan alisnya, "tapi Xiaojun gak tau mana yang bagus," Xiaojun berkata jujur, "tetep gak ada yang greentea," keluh Xiaojun saat matanya memindai semua botol pelumas yang terpajang.
"Mau yang ini lagi?" Hendery mengambil sebotol pelumas bemerek F berwarna merah, aroma strawberry, persis seperti yang waktu itu dirinya beli diam-diam.
"Ya udah," sahut Xiaojun sekenanya.
"Atau ini?" Hendery menunjuk pelumas merek D beraroma aloe vera. Xiaojun mengangguk, "boleh."
"Oke," Hendery mengambil lima botol yang merek F dan lima botol juga yang merek D.
Sepuluh botol pelumas sebenarnya terlalu banyak, tapi Xiaojun tidak berkomentar karena perhatiannya kini terpusat pada jejeran alat kontrasepsi dengan berbagai rasa. Dan anak manis itu mengambil sekotak kecil kondom dengan gambar strawberry –agar bisa matchingdengan pelumas yang mereka beli.
"Xiaojun ambil ini ya," izin Xiaojun pada Hendery yang ternyata masih mengambil pelumas varian lainnya.
Jantung Hendery terasa berhenti sejenak melihat apa yang dipegang Xiaojun.
"Kondom?" tanya Hendery retorik.
Xiaojun mengangguk ribut, lalu tersenyum manis kemudian.
Pikiran Hendery langsung tertuju pada Xiaojun yang tak mau dirinya
keluardi dalam.
MungkinkahXiaojunjijikdengancairanHenderyyangmasukketubuhnya?
Untuksekspertamamereka,apakahHenderyterlalulancanguntukberejakulasidi dalam tubuh Xiaojun?
Oh, betapa pikiran Hendery berkecamuk saat ini ketika pacar manisnya itu berinisiatif membeli kondom.
"Buat apa?" tanya Hendery akhirnya.
"Buat ngulum Hendery," jawab Xiaojun polos. "..."
Hendery mengambil kondom yang ada di tangan Xiaojun dan mengembalikannya ke tempat asalnya.
"Ayo, kita bayar, kita udah selesai," ujar Hendery yang langsung membawa Xiaojun menjauh dari tempat pelumas dan kondom.
"...Hend– Dery!" panggil Xiaojun yang berjalan agak tergopoh karena sepertinya Hendery ingin buru-buru pulang.
"Kenapa, doll?" tanya Hendery tanpa mau menatap Xiaojun walau masih menggandeng tangannya, tujuannya saat ini adalah kasir!
"Dery gak mau Xiaojun kasih blowjob? Kalo punya kondom yang ada rasanya, mungkin rasanya jadi kaya permen," ujar Xiaojun memberi alasan. Hendery sudah kepalang khawatir Xiaojun tidak suka bersenggama tanpa pengaman, tapi ternyata anak manis itu hanya ingin mengulum
kejantanannya?! Tidak habis pikir Hendery dibuatnya.
"Aku gak mau," jelas Hendery singkat, "ayo, aku mau bayar belanjaan kita," Hendery kembali melanjutkan langkahnya menuju kasir.
"Yah! Kenapa gak mau? Xiaojun kan pena–"
Telujuk Hendery membungkam bibir Xiaojun untuk bicara lebih panjang lagi, takut pembicaraan mereka terdengar oleh pengunjung lain, walau Hendery tahu tidak banyak orang Korea yang paham bahasa Kanton.
Sudah paham kenapa Hendery menyuruh Xiaojun pakai topi meski mereka pergi ke tempat indoor?
"Makasih ya Hendery, yang ulang tahun kan Hendery, bukan Xiaojun, tapi Hendery ngasih Xiaojun kado lagi," ujar Xiaojun yang memeluk boneka beruang besar berwarna mint yang tadi dibeli Hendery.
Hendery hanya mampu tersenyum, kakinya masih lemas sejak perdebatan mereka mengenai kulum-mengkulum dan kondom di swalayan tadi.
Saat ini mereka sedang dalam lift penthouse, untuk kali ini Hendery tidak bisa menggandeng tangan Xiaojun karena dua tangan anak manis itu sibuk memeluk boneka barunya dan tangannya sendiri sibuk membawa dua tumpuk dus berisikan semua belanjaan mereka.
Sedangkan satu kantung plastik penuh berisikan pelumas dan satu kotak kondom rasa strawberry yang akhirnya tetap dibeli, Hendery tinggalkan di mobil.
"Mami, Xiaojun dikasih boneka gede sama Hendery," pamer si anak manis pada maminya lalu langsung masuk ke kamarnya yang tak berpintu dengan hati gembira.
Maminya Xiaojun hanya tersenyum pada anak manisnya lalu memandangi Hendery, "makashi ya, Nak."
"Sama-sama, Mami," Hendery meletakkan dua dus belanjaannya di ruang TV.
"Itu isinya jajannya Xiaojun semua?" tanya maminya Xiaojun. "Iya Mi, gak apa-apa kan Xiaojun aku beliin snack begini?"
"Noproblem, asalkan Xiaojun suka," sahut maminya Xiaojun enteng.
Hendery tersenyum lega mendengar jawaban maminya, kemudian mulai mengeluarkan satu per satu semua snack milik Xiaojun untuk ditata di lemari dapur mereka.
"Oh iya, Hendery," sahut maminya Xiaojun tiba-tiba. "Ya?"
"Jangan sering-sering ya, Mami masih belum rela," ujar maminya sambil beranjak menuju dapur setelah mengambil beberapa bungkus Haribo, untuk membantu Hendery merapikan jajanan Xiaojun.
"Eoh?" Hendery membeo.
"Kamu boleh peluk Xiaojun, boleh cium Xiaojun, tapi kalo soal seks, jangan sering-sering ya, masih minor dia tuh, dan gimana pun juga Mami tetep belum rela," maminya Xiaojun mengakhiri dialognya dengan tersenyum penuh arti, lalu kali ini benar-benar melangkahkan kakinya ke dapur.
Deg...
"Mami gak rela apa, Dery?"
"Hah!" Hendery terperanjat karena tidak menyadari pacar manisnya ternyata sudah menghampirinya di ruang TV.
Xiaojun pun ikut terperanjat mendengar teriakan kaget pacar tampannya. "Ih, Hendery kok marah-marah..."
"Aduh, ya ampun, maaf doll, aku gak tau kamu di belakang aku," ujar Hendery menarik tangan Xiaojun untuk memeluknya.
"Mami gak rela apa?" tanya Xiaojun lagi saat sudah duduk di pangkuan Hendery.
"Gak rela kalo kamu kenapa-napa."
Bukan Hendery yang menjawab, tapi itu jawaban maminya Xiaojun yang sudah kembali dari dapur.
Maminya Xiaojun menangkupkan wajah anak manisnya yang sedang berada di pangkuan Hendery, lalu memberinya banyak butterfly kiss di pipi kedua halus itu.
"Xiaojun jangan nakal ya, Mami mau bikin pola dulu di ruang kerja Mami," dan berlalulah ibu muda itu meninggalkan sepasang kekasih yang langsung saling berpandangan.
"Itu..." Xiaojun menunjuk ke arah maminya yang berlalu, "mami udah tau kalo kita..."
Hendery hanya mengangguk.
Bersambung...
21Sempat terbesit di benak Hendery untuk membangkang, karena ternyata larangan pun akhirnya tetap dilayangkan juga. Kalau Hendery ingin melakukannya dan Xiaojun tidak menolak, lalu apa lagi yang harus menghalangi? Toh Hendery merasa dirinya bisa bertanggung jawab atas Xiaojun.
Sempat juga timbul rasa tidak nyaman yang meliputi Hendery jika harus tinggal di penthouse. Apa lagi saat mau tidak mau harus menempati kamar yang bahkan tidak berpintu. Dan sialnya – bagi Hendery, Xiaojun dan Hendery malah jadi lebih sering tinggal di penthouse segera setelah seks pertama mereka terjadi dan setelah maminya Xiaojun melayangkan larangan.
Padahal, awalnya kamar Xiaojun yang tak berpintu itu tidak pernah mengganggu Hendery sebelumnya, tapi kini kenapa rasanya jadi berkali- kali lipat tidak menyenangkan dan membuatnya ingin menjadi aktivis HAM demi menyuarakan haknya memiliki privasi di kamar Xiaojun.
Stres Hendery dibuatnya, kenapa tiba-tiba harus dilarang setelah mereka melakukannya? Hendery sudah percaya diri bahwa maminya Xiaojun memang mengizinkan mereka untuk bercinta. Tapi nyatanya apa? Maminya Xiaojun malah melarang setelah tahu mereka sudah melakukannya.
Diizinkan di awal kemudian dilarang, Hendery tidak habis pikir dengan jalan pikiran maminya Xiaojun. Jika pada akhirnya tetap dilarang juga, untuk apa waktu itu diizinkan? Juga kenapa pakai repot-repot bilang; 'Mamibelumrela', ucapan itu sangat berhasil membuat Hendery terbebani.
Hendery menjalani seminggu penuh tinggal di penthouse dengan uring- uringan dan konyolnya lagi Hendery merasa seperti sedang memperebutkan Xiaojun dengan maminya sendiri, di mana itu merupakan permainan bodoh dengan Hendery yang pasti akan kalah telak.
Mana mungkin seorang Tiffany Hwang akan seutuhnya merelakanXiaojun, anak semata wayangnya pada seorang pria tampan hanya karena orang itu merupakan keturunan keluarga Wong yang terhormat? Tidak.
Yangyang mendorong pelan pintu kamar kakaknya yang tidak tertutup rapat, satu tangannya yang lain memegang buku pelajaran milik Xiaojun yang tadi terbawa olehnya.
"Xia..."
Bruk...
Suara pelan Yangyang berhenti mendadak ketika matanya melihat gege- nya sedang memojokkan bestie-nya ke tembok sambil berciuman – parahnya, itu ciuman yang menuntut.
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Pepatah yang tepat bagi Yangyang saat ini. Sudahlah masuk ke kamar kakaknya saat kakaknya sedang berurusan dengan pacarnya, lalu matanya malah tidak sengaja sampai melihat pundak putih Xiaojun karena kancing teratas dari seragam anak manis itu telah dibuka oleh Hendery.
Sebelum menimbulkan suara pekikan kaget dan membuat sepasang kekasih itu menyadari kehadirannya, Yangyang menutup mulutnya dengan tangannya sambil memundurkan diri perlahan dari pintu kamar Hendery dan Xiaojun.
"Apa tadi itu?" Yanyang memukul-mukul pelan kepalanya, seolah pukulan di kepalanya itu bisa membuatnya melupakan perbuatan Hendery dan Xiaojun yang tidak sengaja dilihatnya.
Buru-buru Yangyang masuk ke kamarnya sendiri, menutup pintu, bersandar di pintunya lalu merosotkan badannya perlahan karena kakinya mendadak lemas akibat apa yang dilihatnya tadi.
Lalu Yangyang menggelengkan kepalanya ribut.
"Harus dijagain, jangan sampe ketauan mama papa," gumam Yangyang kemudian keluar kamarnya dan duduk di lantai di samping pintu kamar Hendery.
Yangyang menggigit bibirnya gelisah, matanya bolak-balik melihat ke kanan dan kiri bergantian seolah mengawasi siapa pun yang akan melewati depan kamar Hendery walau ini masih jam 4 sore, papanya pasti belum pulang dan mamanya juga tidak di rumah.
Tapi tetap saja, berjaga-jaga demi dua orang yang terkasih itu akan jauh lebih baik. Yangyang pasti akan membela Hendery dan Xiaojun kalau-kalau mama papa memergoki perbuatan mereka.
10 menit menunggu nyatanya membuat Yangyang kehilangan kesabaran.
Merekapastisudahselesai, pikir Yangyang.
"Ya, masuk aja!" sahut Yangyang pada dirinya sendiri lalu berdiri dan membuka perlahan pintu kamar Hendery.
"Xiaojun?" cicit Yangyang. Kosong.
Yangyang disapa kekosongan kamar Hendery dan Xiaojun. Mengedarkan pandangannya, Yangyang kemudian menemukan satu hoodie yang dia ingat tadi Hendery pakai kini tengah tergeletak begitu saja di depan pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar Hendery.
Mengerutkan dahinya gusar, Yangyang lalu menatap ke arah pintu kamar mandi yang tidak ditutup rapat. Hendery dan Xiaojun pasti di dalam sana, batin Yangyang.
Berjalan pelan ke arah pintu kamar mandi seolah dirinya merupakan penguntit, Yangyang menghentikan diri tepat di depan pintu kamar mandi dan memasang telinga untuk menguping ada suara apa di dalam kamar mandi tersebut.
Hening, awalnya.
Lalu...
Yangyang mendengar suara erangan dan rintihan pelan.
Lagi, Yangyang membekap mulutnya sendiri sambil berjalan mundur keluar dari kamar Hendery.
Air mata akhirnya mengalir di pipi Yangyang. Si bungsu keluarga Wong itu bersedih. Kenapa dirinya selalu memergoki pasangan di keluarganya yang sedang melakukan kegiatan orang dewasa?
Pertama, mama papanya saat Yangyang masih kecil dulu. Itu kali pertama dan cukup membuat trauma Yangyang, waktu itu Yangyang bermimpi buruk dikejar monster lalu otomatis mencari mamanya yang ketika itu memang sudah tidur terpisah darinya.
Lalu, boom!Yangyang membuka pintu kamar orang tuanya tanpa permisi atau mengetuk, disuguhi pemandangan papanya yang sedang mengukung mamanya, Yangyang mengira mamanya saat itu sedang dijahati papanya karena terdengar suara rintihan. Tapi ternyata, itu memang kegiatan wajar orang dewasa yang sudah menikah.
Kedua, JiejieCrystal dan suaminya. Kalau yang ini, Yangyang bersumpah bahwa bukan dirinya yang salah karena dulu kakak sulungnya itu melakukannya di ruang TV pada jam-jam Yangyang pulang sekolah.
Dan ketiga, kenapa Yangyang harus lagi-lagi memergoki kegiatan orang dewasa yang kini dilakukan Hendery dan Xiaojun?!
Batin Yangyang sungguh terasa seperti dianiaya. Sambil menangis, Yangyang berjalan ke arah freezer lalu mengambil es krim cokelat, memakannya di meja makan dengan pandangan yang tetap waspada ke arah kamar Hendery.
Walau sedih, Yangyang masih mau menjaga kamar Hendery agar tidak ada lagi Yangyang lainnya yang memergoki kegiatan orang dewasa gege- nya itu.
Kali ini Yangyang menunggu sampai 30 menit, dan Yangyang yakin Hendery dan Xiaojun tidak akan melakukannya sampai selama itu. Yang pasti saat ini mereka sudah keluar kamar mandi, tapi tidak keluar kamar karena memang belum waktunya makan malam dan Hendery juga Xiaojun biasanya akan tetap di kamar selain jam makan bersama.
Yangyang menghela napas pelan lalu beranjak menuju kamarnya sendiri, sibuk menjaga Hendery dan Xiaojun sampai membuat Yangyang lupa bahwa dirinya masih terbalut seragam sekolahnya.
Baru saja Yangyang menutup pintu kamarnya, tiba-tiba Hendery ikut masuk ke kamar si bungsu Wong.
Tangan Hendery langsung mencekal lengan Yangyang.
Hendery membuka mulutnya untuk bicara, tapi segera ditepis Yangyang. "Aku gak bakal bilang mama papa," sahut Yangyang, takut jika Hendery
menghampirinya saat ini adalah untuk memberi ancaman agar dirinya tutupmulut.
Satu alis Hendery terangkat, "bagus..." Hendery memandangi Yangyang sesaat lalu mengangguk, "bagus."
Hendery berbalik badan untuk keluar dari kamar Yangyang, karena memang hanya itu tujuannya menghampiri didi-nya, sedikit memberi gertakan agar Yangyang tutup mulut, ternyata si bungsu Wong itu malah menangis, dan Hendery masih bisa melihat bekas tangisannya.
"Tapi, gege," kini giliran Yangyang mencekal lengan Hendery.
"Hmm?" Hendery tidak menoleh dan tetap berdiri membelakangi Yangyang karena dia sudah bersiap keluar dari kamar didi-nya.
"Kalian beneran... tadi kalian..." Yangyang tidak berani mengutarakannya secara langsung, tapi dia hanya ingin memastikan.
"Apa?" tanya Hendery datar.
"Kalian berhubungan..." Yangyang menjeda, situasinya sungguh tidak enak, tapi dia harus tahu, "...seks?"
Hendery perlahan menoleh ke arah Yangyang di belakangnya, mata besarnya menatap Yangyang menyorotkan pandangan tak suka jika didi-nya mempertanyakan hal seperti itu.
Ditatap seperti itu membuat Yangyang sangat gugup.
Hendery melepaskan cekalan tangan Yangyang dengan lembut, tidak mau menambah rasa takut lagi pada si bungsu Wong, lalu segera keluar kamar Yangyang dan menghampiri Xiaojun di kamar mereka di sebelah.
"Gege gak kasian sama Xiaojun?" tanya Yangyang akhirnya, membuat Hendery menghentikan langkahnya.
"Apa maksud kamu?" Hendery kembali masuk ke kamar Yangyang dan menutup pintunya.
"Xiaojun kan seumuran aku," tambah Yangyang. Hendery mengangkat alisnya, "terus?"
"Ya... maksud aku, apa kalian gak terlalu dini buat havingsex?"
Hendery mendengus mendengarnya. Merasa tidak tertarik dengan pembicaraan Yangyang, Hendery kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu.
Apaini,Yangyangmendadakjadisoksuci?Batin Hendery.
"Kalo aku punya pacar sekarang, aku juga boleh kaya gitu sama pacar aku, ge?"
Lagi, ucapan Yangyang mengurungkan niat Hendery untuk keluar. "Boleh, kan?" desak Yangyang.
Tidak, Yangyang ini bukan meminta izin pada gege-nya, tapi saat ini Yangyang sedang mempertanyakankedewasaan Hendery atas menjaga Xiaojun yang katanya sangat dicintainya.
Jika cinta, seharusnya Hendery menjaga kemurnian Xiaojun, bukannyamalah menidurinya.
Jikamemangcinta,seharusnyaHenderybisamenungguuntukmelakukan itu pada Xiaojun, setidaknya sampai anak itu berusia legal.
Begitu pendapat Yangyang.
"Kalau pacar kamu bertanggung jawab, silakan aja," jawab Hendery akhirnya.
"Oh, jadi gegeudah ngerasa bertanggung jawab?" tanya Yangyang dengan suaranya yang seperti menahan tangis.
Entah kenapa, keseluruhan hal dewasa ini sungguh membuat Yangyang bersedih.
"Dulu gege juga sebel banget sama aku waktu kecil karena aku ngomong pake sudut pandang ketiga, tapi sekarang, gege pacaran sama orang yang ngomongnya begitu," Yangyang mendadak mencurahkan rasa gundahnya selama ini terhadap Hendery.
"Aku udah gak ngomong kaya anak kecil lagi, tapi liat pacar gege yang ngomongnya kaya anak kecil gitu."
Hendery hanya menatap Yangyang, hatinya sedikit terganggu dengan kalimat yang diutarakan didi-nya barusan.
Benar, dulu Hendery tidak suka gaya bicara Yangyang yang sama persis seperti cara bicara Xiaojun saat ini. Karena menurut Hendery, gaya bicara seperti itu terlalu kekanak-kanakan. Dan Hendery tidak sadar, bahkan saat pertama kali dirinya bicara pada Xiaojun bertahun-tahun dulu bahwa anak manis itu memakai gaya bicara yang tidak disukainya.
Lalu memangnya kenapa? Yangyang cemburu? Cemburu pada Xiaojun karena lebih disukai oleh gege-nya atau cemburu pada Hendery yang sudah memiliki pacar?
"Karena dengan gitu, gege seharusnya bisa sadar kalo Xiaojun itu masih minor," lirih Yangyang.
"Gegeyang lebih dewasa harusnya bisa nahan diri untuk gak havingsex
sama anak kecil!" kini Yangyang sudah meninggikan nada bicaranya.
"Keluar!" Yangyang mendorong Hendery untuk keluar dari kamarnya dan tak lupa memukul pundak tegap kakaknya itu sebelum menutup pintu kamarnya.
Jiwa Hendery seperti sedang meninggalkan raganya, hanya diam saja tanpa perlawanan saat didorong dan bahkan dipukul adiknya.
Minor.
Kata itu didengar lagi oleh Hendery dari dua orang yang berbeda mengenai Xiaojun.
DantadiYangyangmenyebutXiaojunsebagai'anakkecil'?
Berani-beraninyaYangyangmengejekXiaojunbegitu,apaYangyangtidakbercermin, usiamereka kan sama!
"Heh, Yangyang!" Hendery dengan luapan emosinya, kembali menerobos masuk ke kamar Yangyang.
Yangyang terperanjat dengan wajah yang terlihat sangat kesal sekaligus ketakutan melihat Hendery kembali masuk kamarnya.
"Ngapain lagi? Keluar!" usir Yangyang lagi.
"Aku kan udah bilang gak bakal ngadu ke mama papa, keluar! Gege
keluar!"
Bicara ketus Yangyang hanya sebagai mekanisme pertahanan diri saat menghadapi Hendery yang terlihat begitu marah. Selain takut dibentak, Yangyang juga takut dipukul.
Hendery tidak menghiraukan perkataan Yangyang, tapi dia semakin mendekat ke arah adik satu-satunya itu, tangannya mencoba meraih pipi Yangyang, tapi bukan untuk ditampar.
Sedangkan Yangyang sudah sangat waspada dengan gerak gerik Hendery. "Jangan pegang-pegang! Keluar!"
"Yangyang, tenang," Hendery merasa kasihan juga melihat Yangyang ketakutan karena dirinya begitu.
Yangyang masih mencoba menjauh dari Hendery sampai akhirnya dia terduduk di kasurnya karena sudah terpojok oleh Hendery yang terus saja maju mendekatinya.
"Tenang, baby brother," Hendery meraih pinggang Yangyang agar tidak menjauh lagi.
Dan tetap saja Yangyang berusaha menjauh, dirinya yang sudah
ditangkapHendery, berarti bisa dengan mudah diberi pukulan, kan?
"Tenang, jangan takut," ujar Hendery lagi saat Yangyang tak hentinya berusaha melepaskan diri.
"Denger, babybrother..."
Yangyang akhirnya menangis saking takutnya.
"Dengerin gege," mengalah, Hendery juga ikut menyebut dirinya dengan 'gege' alih-alih 'aku'.
"Gege gak maksa Xiaojun buat having sex, ya?" jelas Hendery dengan suara lembut.
Air mata mengalir bebas dari mata Yangyang.
"Itu kan yang pengen Yangyang denger dari gege? Gak ada pemaksaan, Yangyang..."
Yangyang mengerutkan alisnya mendengar itu, ragu dengan pengakuan kakaknya.
"Ya, oke, Xiaojun itu masih minor, dan Yangyang juga," ujar Hendery lalu tersenyum pada Yangyang, "tapi kalian udah bukan anak kecil lagi."
"Yangyang inget kan kalo Xiaojun itu gak sepenuhnya orang Asia? Dia orang Amerika, pergaulan gegedan Yangyang itu beda sama Xiaojun,
Yangyang kan pernah tinggal di Negeri Barat, Yangyang pasti paham dong ya gimana pergaulan anak-anak muda di sana?"
Yangyang menghapus air mata di pipinya, kemudian mengangguk menyetujui penjelasan gege-nya barusan.
"Yangyang mungkin masih asik sama les, main sama temen-temen sebaya, tapi kondisi Xiaojun itu beda dari Yangyang," Hendery tertawa kecil lalu mengusap tangan Yangyang dalam genggamannya.
"Apa yang Yangyang anggap tabu itu, belum tentu dianggap tabu sama Xiaojun. Jadi, apa yang udah Xiaojun lakuin, gak harus Yangyang lakuin juga kalo itu bertentangan sama apa yang jadi prinsip Yangyang."
Yanyang langsung menoleh ke arah Hendery yang sedang berlutut di hadapannya.
"Apa yang gak boleh itu, Yangyang pergi ke kelab malam, ketemu orang sembarangan di sana terus having sex. Ngelakuin hubungan orang dewasa itu juga ada aturannya, Yangyang."
"Yangyang liat sendiri kan, gegesayang banget sama Xiaojun?" Yangyang mengangguk, setuju.
"Nah, kalo gitu Yangyang gak perlu khawatir gegebakal nyakitin Xiaojun..."
"Katanya seks itu sakit," Yangyang menyela, "Xiaojun kesakitan dong,
ge?"
"Pelan-pelan, gegengelakuinnya pasti pelan, kan gegesayang sama Xiaojun."
"Tapi tadi aku denger Xiaojun ngerintih," ujar Yangyang.
Hendery tertawa kecil mendengar itu, ya ini baru yang dinamakan polos, Yangyang tidak mengerti bahwa rintihan itu bisa terdengar bukan hanya karena rasa sakit saja. Rintihan tetap bisa terdengar saat diri tidak bisa menahan gelenyar nikmatnya penyatuan tubuh.
"Makanya, lain kali kalo mau masuk kamar orang lain itu ketuk pintu dulu–"
"Aku udah panggil Xiaojun!"
Hendery menggeleng, "kurang kenceng, kalo Xiaojun denger, Xiaojun pasti bakal suruh gegeberhenti."
"Berarti gege denger dong tadi Yangyang mau masuk ke kamar kalian?" "Denger, makanya gegesamperin Yangyang biar gak ngadu ke mama
papa," ujar Hendery santai.
"Terus kenapa gak berhenti?" kini Yangyang mulai sewot.
"Lah, kalo bukan Xiaojun yang nyuruh gegeberhenti, ngapain gegeberhenti ngelakuin hal yang gege suka cuma karena Yangyang mergokin gege?"
"Kalau gak sabar nunggu sampai nikah, setidaknya tunggu sampai Xiaojun berumur legal, bisa, Dery?"
Satu pertanyaan panjang langsung masuk ke telinga Hendery begitu dirinya duduk di meja makan taman belakang rumahnya.
Pertanyaan dilontarkan dengan suara tenang, tapi maknanya menghujam dalam.
Siapa yang mengajukan pertanyaan itu? Papanya.
Tidak bisa langsung menjawab, Hendery hanya bisa merespons dengan berdehem.
Tapi papanya juga sepertinya tidak menunggu jawaban dari Hendery karena pria yang hampir memasuki masa lansia tersebut beranjak dari meja makan untuk menghampiri Yangyang, Xiaojun dan salah satu stafnya yang sedang memanen sayur-sayuran di taman sayur mereka.
Mata Hendery langsung terarah ke Yangyang. Bener-bener minta dihajaryadia?Batin Hendery.
Mamanya tertawa kecil, "Yangyang gak ada bilang apa pun soal kalian sama Mama atau Papa," ujar mamanya tiba-tiba seolah memberi pembelaan pada Yangyang.
Hendery kemudian menatap mamanya, mamanya langsung meraih tangan anaknya yang telah beranjak dewasa itu, digenggam erat dan diberi usapan halus.
"Apa bener, dugaan Mama sama Papa, Dery?" tanya mamanya. "Dugaan apa?"
"Kalo kamu sama Xiaojun udah berhubungan seks?" tanya mamanya lagi, masih dengan kelembutan.
Hendery tetap tidak langsung menjawab, dan ini bukan karena dirinya takut dianggap jelek oleh orang tuanya, Hendery justru takut orang tuanya akan menganggap Xiaojun gampangan.
"Mama awalnya mau percaya kalo anak Mama yang ini pasti bisa menjaga diri, bisa menjaga nama baik keluarga..."
DanmulailagisemuaasumsiyangterkesanmemojokkanHendery.
"Tapi Mama gak mau memihak siapa pun di sini, Mama gak akan nyalahin kamu sepenuhnya, gak akan nyalahin Xiaojun sepenuhnya, Mama
cuma mau mastiin, kalo itu bukan pemaksaan, kan, Dery?" "Bukan Ma, aku ga–"
"Iya sayang, Mama percaya," sergah mamanya segera.
"Satu pertanyaan, Dery. Selama ini Mama liat kamu bisa menahan diri, terus apa yang bikin kamu akhirnya runtuh?"
Hendery tidak bisa menjawab. Dia juga tidak tahu kenapa malam itu pada akhirnya dia tidak bisa menahan diri dan mengajak Xiaojun bersenggama, yang segera di-iya-kan oleh pacarnya itu bahkan tanpa ragu.
"Apa bener Xiaojun duluan yang berinisiatif untuk ngelakuin itu?" kini mamanya bertanya dengan hati-hati.
"Ma..."
"Mama gak akan menganggap Xiaojun jelek walau dia yang ngajak duluan, Dery. Mama tau Xiaojun punya alasannya sendiri. Mama cuma mau memastikan, karena maminya Xiaojun pernah bilang gitu ke Mama."
"Waktu itu..."
"Atau ini semua awalnya karena penyakit kamu ya, Dery? Priapismus kamu..."
Hendery masih terdiam, kemudian akhirnya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Mamanya pun ikut menganggukkan kepala, "anak manis itu pasti berpikiran penyakit kamu bisa sembuh dengan berhubungan seks, bener gitu?"
Hendery hanya mampu mengangguk.
Mamanya Hendery menghela napas panjang, "maaf sebelumnya ya, sayang. Mama sempet berpikiran Xiaojun mau aja disetubuhin kamu karena tau kamu itu dari keluarga mana..."
Mamanya bahkan sampai terbesit seperti itu?
Jelas, pengakuan mamanya barusan itu membuat hati Hendery sedikit tergores, tapi mamanya segera menimpali penjelasan selanjutnya.
"Dan Mama langsung tepis pemikiran itu karena Mama sadar itu salah," mamanya langsung tertawa miris, "kalau dilihat lagi, sebenernya yang lebih powerfulitu justru maminya Xiaojun loh daripada keluarga kita. Penghasilan maminya Xiaojun itu jauh lebih banyak dari penghasilan Papamu yang bahkan gak korupsi. Maminya Xiaojun juga tetep jauh lebih kaya daripada kakek nenek kamu yang punya pabrik teh di Beijing."
Hendery menengadahkan kepalanya, menahan sesuatu yang hendak keluar dari matanya. Pada akhirnya, pikiran jelek tentang Xiaojun pun
pernah terbesit di benak mamanya, dan kenyataan itu tidak mudah untuk diterima Hendery.
"Dengan satu jentikkan jari aja, maminya Xiaojun pasti bisa bikin keluarga kita hancur, apa lagi mereka dari Amerika Serikat, pandangan dunia akan lebih berpihak ke mereka daripada ke kita yang orang China."
Kenapajadimerembetkemana-mana...
"Dan apa yang paling bikin Mama sedih, Mama akhirnya sadar kalau Xiaojun emang beneran sayang sama kamu, gak ada niat kotor karena kamu anaknya Duta Besar Wong atau apalah itu. Karena kalau maminya Xiaojun gak ngerestuin kalian, dia bisa aja cari orang lain yang lebih setara buat Xiaojun dibandingkan kamu yang sekedar anaknya pejabat pemerintahan."
"Xiaojun itu tulus banget sayang sama kamu, dan dia justru ngerasa gak bisa ngebales rasa sayangnya kamu ke dia, itu kenapa dia selalu nyaranin untuk senggama buat nyembuhin priapismus kamu, Dery..."
Air mata Hendery dan mamanya akhirnya mengalir tanpa bisa dicegah.
"Tapi ternyata kamu akhirnya luluh juga ya, Dery? Padahal selama ini pertahanan diri kamu udah bagus untuk tetap jaga kemurnian Xiaojun, dan kamu tahu persis penyakit kamu tuh gak ada hubungannya sama kegiatan seksual. Untuk yang ini, Mama kecewa sama kamu..."
"Maaf..." lirih Hendery.
"Kamu harusnya minta maaf ke maminya Xiaojun, belakangan pas kamu tinggal di penthouse, kamu uring-uringan, kan? Maminya Xiaojun tuh sadar kamu mulai gak nyaman di sana, terus akhirnya tetep ngerelain Xiaojun ikut kamu di rumah ini, demi apa? Demi dia bisa liat Xiaojun bahagia bisa selalu deket sama kamu yang bisa kena serangan cemas kalo berjauhan dari Xiaojun."
"Mama..."
"Dan kamu uring-uringan karena apa? Karena maminya Xiaojun akhirnya ngelarang kalian buat berhubungan seksual, kan? Itu wajar, Dery..."
"Kalian udah ngelakuin itu berapa kali, Dery? Begitu kamu bawa Xiaojun ke sini, kamu ngulangin perbuatan itu lagi, kan?"
"Kalau posisinya dibalik, Mama juga bakal ngelakuin hal yang sama kaya maminya Xiaojun. Hendery sayang, Mama gak pernah ngedidik kamu buat egois begini..."
Bersambung...
22Jemari ramping Xiaojun hendak menekan pin keamanan pintu penthouse, namun sepersekian detik berikutnya pintu utama penthouse sudah terbuka dari dalam dan memperlihatkan orang yang ada di balik pintu tersebut.
"Mami?" sahut Xiaojun saat melihat ternyata maminya yang ada di balik pintu.
Tiffany Hwang langsung memeluk anaknya erat tanpa berkata-kata, dan perlahan genggaman tangan Hendery pada tangan lembut Xiaojun pun terlepas, demi memberi kesempatan anak dan ibu di hadapannya itu untuk saling memeluk.
"Mami kenapa?" tanya Xiaojun sambil membalas pelukan maminya.
Kedua lengan ramping maminya Xiaojun melingkar erat dan protektif pada pinggang anaknya yang juga tak kalah rampingnya, menggoyangkan tubuh kurus Xiaojun ke kanan dan kiri seolah anak di pelukannya itu merupakan anak kecil yang masih suka ditimang-timang.
Xiaojun tertawa kecil sambil mengeratkan pelukannya pada pundak maminya.
"Mami kangen banget sama Xiaojun," ujar maminya.
Hati Hendery otomatis mencelos mendengar kalimat itu.
Kini Hendery merasa seperti penjahat yang memisahkan anak dari ibunya, walaupun dari persetujuan bersama sebenarnya ini giliran Xiaojun untuk tinggal di rumah keluarga Wong, tapi untungnya Hendery bisa patuh tanpa perlawanan untuk membawa Xiaojun ke penthousemaminya atas titah mama Wong.
"Mami mau ke mana?" tanya Xiaojun akhirnya, penasaran kenapa mereka justru berpapasan di pintu utama penthouse mereka.
"Mami tadinya mau ke rumah Hendery, mau ajak Xiaojun tidur di
penthouse, malem ini aja."
Lagi, Hendery dibuat merasa sangat bersalah dengan penuturan maminya Xiaojun.
"Walau masih seminggu lagi Mami ke Paris, Xiaojun tidur di penthouse
aja ya malem ini?"
Xiaojun langsung menoleh ke Hendery yang masih berdiri di belakangnya, "kita bobok di penthouse ya, Dery?"
Mata maminya Xiaojun langsung mengarah ke Hendery, seolah meminta izin untuk meminjamanaknya sendiri agar tidur di kediamannya.
Hendery mengangguk kaku, "iya Mami, aku sama Xiaojun tidur di penthousesampe kapan pun yang Mami mau," Hendery diam sebentar, "aku juga minta izin ke Mami buat terus ikut Xiaojun di sini, boleh?"
Hati Xiaojun terasa seperti teriris melihat interaksi antara mami dan pacarnya, lebih sakit lagi saat mendengar Hendery yang memohon untuk bisa selalu ikut bersamanya. Tidak mau berlagak bodoh, Xiaojun memang menyadari bahwa situasi ini sangat menggambarkan bahwa dirinya diperebutkanHendery dan maminya.
Padahal, selamanya Xiaojun akan tetap menjadi anak maminya, dan dia juga akan tetap menjadi pacar Hendery asalkan pria itu tidak memutus hubungan terlebih dulu, karena Xiaojun tidak akan pernah terpikirkan untuk pergi meninggalkan Hendery.
Mendengar penuturan Hendery, maminya Xiaojun langsung tersenyum cerah, menampilkan eyes smile-nya yang cantik, "ayo, masuk anak-anak," ajaknya.
Clap, clap...
Berulang kali maminya Xiaojun menjentikkan jarinya di depan wajah Hendery, dan pada jentikan yang kesekian akhirnya Hendery mengerjapkan matanya seolah baru tersadar dari perjalanannya ke dimensi lain dan menatap maminya Xiaojun yang ada di dekatnya.
"Ehe, Mami?" kemudian Hendery mengedarkan pandangannya ke arah depannya, arah Xiaojun.
Xiaojun ada di situ, aman.
Maminya Xiaojun pun mengikuti arah pandang Hendery.
"Meja ini lebarnya gak sampe dua meter loh, Hendery," sahut maminya Xiaojun sambil menatap heran pacar anaknya itu.
Hendery hanya mampu tertawa kecil, "baru kali ini jauh dari Xiaojun," ujar Hendery membela diri.
Kini giliran maminya Xiaojun yang tertawa – meremehkan, "meja ini lebarnya 180 cm, jarak kamu sama Xiaojun ya segitu, gak jauh. Hiperbolis banget kamu."
Mendengar ujaran ketus dan nyelekit itu, Hendery kembali memfokuskan diri untuk menyantap hidangan lezat buatan maminya Xiaojun.
Sedangkan Xiaojun, sang objek dari dialog Hendery dan maminya itu hanya bisa melemparkan pandangan tak berdaya dan tidak berani angkat bicara, takut jika dia mengemukakan pendapat atau membela Hendery maka yang diterimanya hanyalah omelan dari maminya.
"Mami..." panggil Xiaojun akhirnya, mencoba mengalihkan perhatian maminya yang sejak tadi melototi pacarnya, tidak tega melihat Hendery yang masih dipandangi ketus oleh maminya itu.
"Apa, sayang?" akhirnya pandangan tajam mami Tiffany melunak dan beralih ke anak manisnya.
Xiaojun tersenyum kecil lalu menggeleng, karena dia memang tidak berniat meminta sesuatu pada maminya, Xiaojun hanya ingin maminya memalingkan wajahnya yang terkesan sangat menggertak Hendery.
"Sini," mami Tiffany menarik piring Xiaojun, lalu memotongkan lagi daging yang ada di piring Xiaojun, agar anak manisnya itu tinggal melahap steak buatannya per sekali suap.
Pemandangan baru terlihat di ruang makan penthouse maminya Xiaojun. Kali ini, untuk yang pertama kalinya sejak resmi berpacaran, Hendery harus duduk berjauhan dari Xiaojun saat di meja makan, tidak seperti biasanya yang selalu duduk bersebelahan-tak terpisahkan.
Yah, benar kata maminya Xiaojun tadi, Hendery memang hiperbolis mengenai posisi duduknya di meja makan kali ini.
Di meja makan panjang seperti yang ada di hunian-hunian mewah pada umumnya, meja makan panjang di ruang makan penthousemaminya Xiaojun saat ini hanya diisi oleh tiga orang; Xiaojun, maminya, dan Hendery.
Sebagai kepala keluarga Xiao, maminya Xiaojun duduk bagian ujung meja, posisi yang biasanya ditempati sang ayah atau tuan rumah, kemudian di sebelah kirinya ada Xiaojun dan pada saat-saat biasa, Hendery pasti akan duduk bersebelahan dengan Xiaojun, tapi kini harus dipisahkan dan duduk di sebelah kanan maminya Xiaojun.
Kenapa berubah posisi duduknya? Karena dua anak yang menjalin kasih itu sedang diberi pelajaranoleh maminya Xiaojun. Tepatnya, Hendery yang diberi pelajaran oleh sang calon mertua.
Tadi setelah mereka bertiga berpapasan di pintu utama unit penthouse, maminya Xiaojun langsung membawa masuk anaknya dengan penuh rasa
haru tapi emosinya segera muncul begitu mendengar Hendery mengatakan:
"Akujuga minta izin keMami buat terus ikutXiaojun di sini, boleh?"
Hendery ingin ikut Xiaojun katanya?
Kalau begitu, anak itu harus diberi wejangan.
Dan, terlaksanalah kelas sex education dadakan oleh maminya Xiaojun terhadap anak manisnya sendiri dan Hendery. Mami Tiffany memberi pengertian pada anak naifnya itu bahwa menunjukkan rasa cinta tidak hanya melalui seks saja, dan menggembleng Hendery bahwa desakan hasrat yang dirinya rasakan terhadap Xiaojun adalah nafsu dan bukannya cinta.
Bagaimanapun juga, nafsu itutidak sama dengan cinta.
Kelas sex ed dadakan tadi dihiasi dengan sedikit omelan di sana-sini dari mami Tiffany, juga perdebatan kecil antara mami Tiffany dan Hendery yang memperebutkan Xiaojun. Bahkan mami Tiffany nyaris kelepasan menyebut Xiaojun sebagai kesalahan dengan mengatakan;
"Kamu tuh udah ngerebut anak mami, dan waktu mami gak suka kamungeseks sama Xiaojun, kamu malah uring-uringan pas giliran tinggal dipenthouse. Kurang ajar ya, kamu!"
"Kalo dulu mami sama papinya Xiaojun gak ngelakuin ke–" maminyaXiaojun segera meralat ucapannya, "kalo dulu mami sama papinya Xiaojungak saling cinta, detik ini gak bakalan kamu ketemu Xiaojun!"
Untung saja Xiaojun tidak menyadari ucapan maminya yang itu karena terlalu panik untuk berusaha menenangkan amukan maminya pada Hendery.
Tapi kalimat terakhir itu mampu membuat Hendery bungkam dan kembali memikirkan seluruh wejangan maminya Xiaojun hari ini.
Begitulah luapan amarah mami Tiffany yang akhirnya tersampaikan pada Hendery.
Merasa sedikit lega walau juga merasa tidak enak karena mengomeliHendery, akhirnya mami Tiffany membuatkan steak untuk makan siang mereka bertiga walau masih memberi Hendery pelajarandengan memisahkan posisi duduknya dengan Xiaojun.
"MasihmendinggakmamibawaXiaojunbalikkeSanFrancisco.Latihan gak nempel-nempel, biar separation anxiety disorder kamu gakkambuh kalo di kampus."
Akhirnya kalimat itu Hendery terima dari maminya Xiaojun setelah kesekian kalinya mengeluhkan duduk berjauhan dari Xiaojun tadi saat makan.
Dengan gontai Hendery mengarahkan kakinya ke kamar Xiaojun, setelah makan siang pun Hendery masih ditahan untuk bicara empat mata dengan maminya Xiaojun, sedangkan pacar manisnya disuruh menunggu di kamar saja.
Senyum Hendery akhirnya terlihat lagi saat matanya bertemu pemandangan Xiaojun yang sedang asik membaca e-book di atas kasurnya, sambil bersandar di boneka besar pemberian Hendery.
Lama Hendery berdiri di ambang pintu kamar Xiaojun sambil menatap pacar manisnya itu, kemudian seperti ada magnet yang saling tarik-menarik di antara keduanya, Xiaojun akhirnya menyadari kehadiran Hendery di ambang pintu.
Lalu anak manis itu tersenyum, kedua lengannya lalu terulur sambil membuat gestur agar Hendery mendekat padanya. Melihat itu, membuat Hendery tertawa kecil juga bergegas menghampiri Xiaojun tanpa perlu pikir lama.
"Boneka kok senderan ke boneka," ujar Hendery yang langsung
menjatuhkan diridi atas tubuh ramping Xiaojun.
"Kenapa lama?" tanya Xiaojun sambil mengusap lembut kepala Hendery, tubuh tinggi pacarnya itu malah berbaring di atasnya, memanfaatkan spasi kecil di antara kedua kakinya yang terbuka.
"Biasalah, urusan orang gede," jawab Hendery asal kemudian menyamankan kepalanya di atas perut Xiaojun.
Dan Xiaojun hanya tertawa kecil sebagai responsnya.
Hendery menghembuskan napasnya sambil mengeratkan pelukannya pada pinggang Xiaojun lalu memejamkan matanya. Berada di satu ruangan bersama Xiaojun tapi tidak bisa menempel seperti di meja makan tadi, membuat Hendery merasa sumber energinya terkuras habis. Tidak bisa menempeldengan Xiaojun membuat Hendery gelisah yang akhirnya membuatnya lelah.
Kini, setelah akhirnya wejangan-wejangan dari maminya Xiaojun usai, Hendery merasa lega karena bisa menempel lagi dengan kekasih manisnya. Hendery langsung terlelap begitu dirinya menempeliXiaojun.
Dan Hendery tidak tahu berapa lama dirinya sudah terlelap di dekapan Xiaojun, tapi saat dirasa kantuknya sudah mulai menghilang, Hendery mengangkat sedikit badannya dan matanya langsung disambut
pemandangan Xiaojun yang memperhatikannya sambil tersenyum begitu manisnya.
Diberi senyuman, Hendery tentu wajib membalas senyuman manis Xiaojun itu.
"Doll," begitu membuka mata dan langsung melihat Xiaojun, Hendery mengambil kesempatan itu dengan memajukan tubuhnya untuk mendekatkan wajahnya dan mencium bibir ranum Xiaojun.
Bergerak maju tanpa pikir ini-itu, Hendery langsung memagut bibir Xiaojun, tapi sayangnya tangan ramping Xiaojun malah menahan tubuh Hendery untuk bergerak lebih dekat lagi.
"Aku mau cium," rengek Hendery yang tetap tak gentar untuk meraih bibir Xiaojun.
"Tapi–"
Ehm...
Xiaojun mencoba lagi mendorong tubuh tegap Hendery menjauh darinya. "Hend–" kalau Hendery sangat ingin mencium Xiaojun, ya ciuman itu
tetap harus terjadi.
Cup.
"Oh, jadi gini kalo lagi berduaan?"
Kedua tangan ramping Xiaojun yang tadi sibuk mendorong pundak Hendery pun terdiam tanpa ada dorongan berarti, dan kedua mata Hendery yang terpejam untuk menikmati ciumannya dengan Xiaojun mendadak terbuka lebar begitu mendengar suara yang sudah sangat melekat di ingatannya.
Perlahan, Hendery akhirnya menjauhkan wajahnya dari wajah Xiaojun, menatap mata cantik Xiaojun seolah bertanya dalam situasi apa mereka sebenarnya sekarang, sedangkan yang ditatap membalas dengan kerutan di alisnya seolah mengatakan, 'sudah dibilang, keras kepala sih!'.
"Mami..." cicit Hendery akhirnya, sambil perlahan menolehkan wajahnya ke arah maminya Xiaojun yang ternyata juga ada di kasur Xiaojun, duduk santai sambil memangku laptop tidak jauh dari Xiaojun.
Mami Tiffany memandangi Hendery dengan alis terangkat, pandangan penuh penghakiman.
Hendery pun bergegas bangun dari tubuh Xiaojun, namun karena posisi Xiaojun yang memang ada di pinggir kasur, juga kondisi Hendery yang masih ling-lung baru bangun tidur membuat Hendery sedikit salah
perhitungan dengan langkahnya dan akhirnya Hendery jatuh terjerembab ke lantai.
"Hendery!"
Ting!
Pekikan kaget Xiaojun terdengar bersamaan dengan bunyi intercom yang terletak tidak terlalu jauh dari kamar Xiaojun.
"Aku gak apa-apa," sahut Hendery dan segera berdiri sambil menyengir kuda, "itu ada..." tanya Hendery sambil menunjuk ke arah luar kamar Xiaojun.
Mami Tiffany pun beranjak dari kasur Xiaojun, bergegas mengecek siapa yang ada di balik pintu unit penthouse-nya.
"Mami pesen sesuatu?" tanya Xiaojun yang mengekori maminya.
Hendery pun turut mengikuti Xiaojun dan maminya, lalu mendadak berhenti saat badan ramping Xiaojun juga berhenti mengikuti maminya, dilihatlah ekspresi wajah maminya yang terlihat berbeda.
"Harabeojikamu, dia di luar."
Suasana di penthouse-nya mami Tiffany langsung berubah jadi menegangkan dan tidak menyenangkan semenjak kedatangan ayahnya – kakeknya Xiaojun. Definisi sesungguhnya dari 'tamu tak diundang'.
Seorang kakek yang masih bertubuh tegap, dengan perawakan tinggi, dan berwajah sangat mirip dengan mami Tiffany dan shushuSeok-hyun – tampan.
Hendery sempat berkenalan dan sedikit berbasa-basi dengan harabeoji- nya Xiaojun, pun Hendery juga mendapat pujian; 'pacar Xiaojun yang tampan' dari sang kakek.
Mengerti situasinya, Hendery pun menawarkan diri untuk meninggalkan kakek-anak-cucu tersebut agar memiliki privasi untuk mengobrol.
"Aku ke kamar dulu ya," bisik Hendery pada Xiaojun setelah sebelumnya berpamitan dulu dengan mami dan kakeknya Xiaojun.
"Ung..." Xiaojun seperti tidak rela jika Hendery menjauh kali ini.
Hendery tersenyum dan membawa Xiaojun menjauh sebentar dari mami dan kakeknya untuk bicara.
"Aku juga penginnya nempel kamu mulu hari ini, tapi kakek kamu kan gak tiap hari ketemu kamu, oke? Nanti kalo udah selesai ngobrolnya, kan kita bisa berduaan lagi," jelas Hendery sambil mengusap kepala Xiaojun, "udah, sana," Hendery mendorong pinggang Xiaojun dengan pelan – dan
dengan sengaja mengusap bokong Xiaojun agar anak manis itu mau mendekati mami dan kakeknya yang sudah duduk menunggunya di ruang meetingmilik maminya.
Hendery kembali lagi ke kamar Xiaojun, menghebuskan napas beratnya entah untuk keberapa kalinya hari ini. Memang benar, saat harus tinggal di penthouse, kesempatan Hendery untuk berduaan dengan Xiaojun jadi tidak sebebas saat di rumah dinas papanya.
Tidak tahu harus melakukan apa untuk menunggu Xiaojun kembali, Hendery membuka ranselnya dan mencari buku materi perkuliahannya. Mencoba untuk mencicil tugas kuliahnya, agar waktu untuk berduaan dengan Xiaojun tidak perlu terganggulagi oleh hal lain.
Bahkan sampai tugas kuliah Hendery sudah rampung (yang biasanya butuh waktu berhari-hari bagi Hendery untuk merampungkannya), Xiaojun masih belum kembali ke kamar.
Kesal? Tentu saja Hendery kesal dengan situasi ini, niatnya membawa Xiaojun pulang ke maminya adalah untuk meminta maaf atas perbuatan mereka sudah melewati batas, untuk itu pun Hendery sudah diberi wejangan.
Belum lagi saat tadi Hendery dipergoki sedang menuntut ciuman pada Xiaojun setelah terbangun dari ketiduran, itu pun membuat Hendery merasa kesal, kalau yang ini, kesal pada dirinya sendiri, bisa-bisanya dirinya tidak memperhatikan bahwa ada sosok lain di antara dirinya dan pacar manisnya itu, padahal sudah tahu kamar Xiaojun masih tidak berpintu, yang mana sangat memungkinkan bila siapa pun bisa masuk.
Mengerjakan tugas? Sudah. Main game? Itu juga sudah. Akhirnya Hendery memutuskan untuk tiduran saja, toh jika sampai ketiduran lagi kemudian terjadi sesuatu atau dirinya dibutuhkan, dia pasti akan dibangunkan, kan?
Tapi sebelumnya, Hendery ingin mengabari mamanya sesuatu dan dengan malas Hendery beranjak dari kasur dan kembali ke meja belajar untuk mengambil ponselnya di sana.
"Eoh?"
Tidakada,ponsel Hendery tidak ada di meja belajar.
Sedikit tidak tenang, Hendery mencari ponsel utamanya yang berwarna ungu tersebut, Hendery merogoh saku-saku yang ada di celana jinsnya, tapi nihil. Hendery buka lagi ranselnya, juga tidak ada.
Yang Hendery temukan hanyalah ponselnya yang berwarna merah, dan di ponsel itu tidak ada kontak siapa pun.
Kesialan apa lagi yang menimpa Hendery kali ini?
Apa tertinggal di ruang makan? Tertinggal di ruang TV?
Baru saja Hendery melangkah ke luar kamar Xiaojun, tiba-tiba sesuatu mengetuk ingatannya dan membuatnya urung untuk keluar dari kamar Xiaojun.
Mata Hendery kini beralih ke AirPods-nya yang tergeletak di atas meja belajar.
Anggap saja Hendery licik, kali ini dia setuju jika dicap jelek. Karena tadi sebelum benar-benar meninggalkan Xiaojun dengan mami dan kakeknya, Hendery menyempatkan diri untuk menyusupkan ponselnya yang berwarna ungu di saku belakang celana yang dipakai Xiaojun.
Ponselnya yang sudah diaktifkan fitur Live Hearing – fitur di mana dirinya memungkinkan untuk mengupingdan merekam pembicaraan di dekat ponselnya itu terletak.
Dan Hendery memang sengaja melakukan itu, itu sebabnya tadi dirinya mengusap bokong Xiaojun. Tentu ada tujuannya. Saku belakang celana Xiaojun lah tujuan Hendery.
Walau sempat lupa, karena kini Hendery sudah ingat, dia segera memasang AirPods di telinganya dan didapatlah apa tujuan kotornya tadi.
Hendery bisa mendengar dengan jelas percakapan Xiaojun dengan mami dan kakeknya.
"Wajahkamukecil,wajahinidianggapmenawanbagiorangKorea."
Hendery tersenyum mendengar pujian sang kakek pada pacar manisnya itu.
Namun, senyum Hendery tidak bertahan begitu lama di wajah tampannya.
"Kenapa kamu gak mau belajar bahasa Korea? Mami kamu tuh orangKorea–"
"Papa!"
"Dan, kenapa kamu malah pacaran sama orang China? Jangan memutusketurunankeluarga Koreakita dikamu dong."
"Papa, cukup!"
Hendery memejamkan matanya saat mendengar itu.
AirPods yang terpasang di telinganya masih menghantarkan suara kakek dan maminya Xiaojun di ruangan lain, tapi Hendery sudah tidak sanggup
lagi mendengarnya.
Dan sebelum Hendery benar-benar melepas AirPods-nya, Hendery menangkap dengar kakeknya Xiaojun menyebutkan beberapa nama. Nama- nama orang Korea yang direkomendasikannyauntuk menjadi pasangan Xiaojun.
Jantungnya terasa seperti diremas, napasnya menjadi tercekat setelah mendengar sesuatu yang memang mungkin seharusnya tak didengarnya.
AirPods tak berdosa itu pun langsung dibanting Hendery, membuat gadget mahal itu jatuh, terselip jauh ke kolong meja belajar dan Hendery tidak peduli.
Hendery membawa kaki jenjangnya ke kamar mandi, mencoba membasuh wajahnya dan berharap basuhan air bisa meredam rasa kecewanya.
"Hendery?"
Tangan Hendery baru saja menyentuh keran air, tapi dirinya merasa ada yang memanggilnya.
"Hendery!" panggilan itu terdengar menuntut.
Hendery bergegas keluar kamar mandi dan mendapati ada mami Tiffany dan Xiaojun.
Wajah Hendery langsung menunjukkan raut khawatir saat melihat Xiaojun.
"Temenin Xiaojun dulu," begitu mengatakan itu, mami Tiffany langsung keluar kamar lagi.
Hendery segera meraih Xiaojun untuk dipeluknya, tapi anak manis itu tidak membalas pelukannya dan tubuhnya terasa begitu dingin di pelukan Hendery.
"Doll? Sayang..." Hendery mengusap punggung Xiaojun, kemudian terdengar isakan kecil dari Xiaojun.
"Xiaojun!" pekik Hendery begitu merasakan tubuh Xiaojun di pelukannya itu terasa kian berat.
Xiaojun tidak sadarkan diri.
Bersambung...
23"Xiaojun..." Hendery langsung menghampiri anak manis itu dan mendekap tubuh rampingnya dalam pelukan protektif.
"Xiaojun..." lirih Hendery sambil mendekap tubuh kekasihnya yang terasa dingin, perlahan Hendery mengarahkan dirinya dan pacar manisnya itu untuk mendekat ke kasur agar pacar manisnya itu bisa duduk.
Tapi, belum sempat Hendery membawa Xiaojun duduk di kasur, anak manis itu sudah kehilangan kesadarannya.
Bergegas Hendery membawa tubuh yang lemas dan dingin itu ke kasur, menyelimutinya agar tubuh Xiaojun bisa menghangat.
Diusapnya kepala Xiaojun dengan lembut, "kamu bakal baik-baik aja," kemudian Hendery meraih tangan Xiaojun, digenggamnya erat.
"Kamu bakal baik-baik aja," Hendery terus saja mengucapkan kalimat itu bagaikan mantera.
"Kamu–" ucapan Hendery terputus saat samar-samar dirinya mendengar pertengkaran mami dan kakeknya Xiaojun di luar sana.
Entah mereka bertengkar di mana, tapi suara pertengkaran itu bisa terdengar oleh Hendery yang ada di dalam kamar Xiaojun yang tak berpintu itu.
"Kamu... Kita bakal baik-baik aja," ujar Hendery lagi, lalu mencium lembut punggung tangan Xiaojun yang masih saja terasa dingin.
Hendery terus saja mengucapkan kalimat-kalimat positif sambil menunggu Xiaojun bangun, juga sambil menunggu mami Tiffany menghampiri mereka di kamar.
Lama, Hendery telah menunggu mami Tiffany untuk menghampirinya entah sudah berapa lama dirinya telah hilang hitungan waktu.
Namun, saat mami Tiffany akhirnya masuk ke kamar Xiaojun... "Xiaojun?" panggilnya pelan.
Mami Tiffany melihat anaknya yang sedang berbaring itu, sang ibu muda langsung tahu apa yang terjadi pada anak manisnya. Kemudian maminya Xiaojun bergegas keluar dari kamar Xiaojun.
Dan muncullah sesosok lain yang ikut masuk ke kamar Xiaojun.
Dokter Suh, Johnny Suh.
Benar, Hendery nyaris lupa bahwa dr. Suh dan Xiaojun itu memang kerabat.
Dengan panik, tanpa mengindahkan keberadaan Hendery, mami Tiffany membawa dr. Suh untuk memeriksa Xiaojun.
Tidak ingin menghalangi dr. Suh untuk memeriksakan Xiaojun, Hendery akhirnya beranjak dari tempatnya yang sejak tadi sudah dengan sangat setia menemani Xiaojun yang tengah tak sadarkan diri di samping kasur.
Terabaikan, Hendery berjalan mundur dari posisinya yang sejak tadi ada di samping Xiaojun sambil menggenggam tangannya, tergantikan oleh dr. Suh yang langsung memeriksa denyut nadi Xiaojun.
Dr. Suh menekan nadi Xiaojun yang ada di pergelangan tangannya, sambil memperhatikan jam tangan – entah memeriksa detak jantung atau apa, Hendery tidak paham.
"Tensinya terlalu tinggi," ujar dr. Suh setelah memeriksa denyut nadi Xiaojun.
"Hah? Anakku gak pernah ada riwayat darah tinggi, John..."
Mendengar itu, baik mami Tiffany atau Hendery otomatis merasa sangat khawatir, tapi malangnya bagi Hendery, kepanikan mami Tiffany membuat dirinya lagi-lagi terabaikan.
"Pindahin Xiaojun ke kamarku, kamu obatin dia di sana, kamar ini gak ada pintunya."
Dengan kalimat final perintah dari sang ibu muda, dr. Suh bergegas membopong Xiaojun menuju kamar maminya.
Dan Hendery?
Hendery masih terdiam terpaku di posisinya sejak dr. Suh masuk ke kamar Xiaojun. Kini dirinya terlalu kaget dengan sikap maminya Xiaojun. Hatinya begitu terluka menyaksikan tragedi yang baru saja terjadi di depan matanya sendiri.
Alih-alih meminta Hendery, kenapa mami Tiffany malah meminta dr.
Suh yang membopong Xiaojun?
Hendery itu pacarnya Xiaojun. Dan yang diminta untuk memindahkan Xiaojun malah dr. Suh? Yang benar saja.
Sejak tadi Hendery ada di sana, tapi mami Tiffany seolah-olah tidak melihat keberadaannya sama sekali.
Dalam keadaan segenting ini, tak bisakah maminya Xiaojun melihat
kehadiran Hendery yang bahkan sejak tadi telah menemani Xiaojun saat
anak manis itu tak sadarkan diri?
Lagi, jantung Hendery terasa seperti diremas erat. Sesak – Hendery merasa begitu sesak saat matanya menyaksikan Xiaojun yang menghilang dari pandangannya untuk dibawa dr. Suh ke kamar mami Tiffany.
Anggaplah Hendery cengeng, sebab lelehan air mata pun tak kuasa Hendery tahan.
Terabaikan tak pernah terasa begitu menyakitkan bagi Hendery.
Namun, apakah ini hukuman dari sikapnya yang sudah melampaui batas terhadap Xiaojun? Inikah hukumannya setelah bercinta dengan Xiaojun, tanpa mengindahkan bahwa anak manis itu masih berstatus minor?
Menghela napas kasar, Hendery melanjutkan niatnya untuk ke kamar mandi yang tadi sempat tertunda sejak mami Tiffany dengan paniknya membawa Xiaojun ke kamar dalam keadaan syok.
Hendery sendiri pun harus bisa menenangkan diri, karena dalam keadaan seperti ini, menghadapi semuanya dengan kepala dingin adalah solusinya.
Tidak mau terlalu lama terlarut dalam rasa sakitnya diabaikan, Hendery bergegas keluar kamarnya dan menghampiri kamar mami Tiffany untuk memperbaiki keadaan.
"Xiaojun mau pulang."Deg.
Hendery terdiam terpaku saat kalimat lirih itu terdengar sayup dari dalam kamar mami Tiffany.
Detik berikutnya, pintu terbuka dan memperlihatkan dr. Suh yang sepertinya hendak keluar.
"Hendery," sapa dr. Suh.
Hendery hanya tersenyum kikuk.
"Masuk, Nak," dr. Suh menepuk pelan pundak Hendery kemudian berlalu melewatinya.
Mendapat izin walau bukan dari sang pemilik kamar, Hendery tetap melangkah masuk ke kamar mami Tiffany.
Pemandangan pertama yang menyapa Hendery ketika melangkah masuk ke kamar mami Tiffany adalah luas, kamar utama penthouse ini begitu luas hingga yang terlihat pertama kali di mata Hendery itu seperti workshop pribadi khas desainer pakaian.
Hendery mengalihkan pandangannya ke arah kiri, ada sebuah partisi yang berbentuk seperti rak-rak berisikan buku dan pajangan, dan dari balik
sanalah Hendery bisa melihat Xiaojun yang masih terbaring lemah dan ada ibunya yang sedang mendekapnya.
Suara lirih Xiaojun yang tadi Hendery dengar dari depan pintu, kini terdengar lebih jelas dan lebih memilukan hati.
"Xiaojun mau pulang, Mami..."
"Iya sayang, Xiaojun pulang, tapi selesein dulu sekolahnya ya? Sebulanlagi kan udah kenaikan kelas, nanti kalo Xiaojun udah naik ke kelas senior,kita pulang ya?"
Pulang.
Ke mana anak manis itu akan pulang? Sedangkan rumah-nya saja kini sedang merasa terabaikan.
Semudah itukah mami Tiffany menuruti permintaan Xiaojun untuk kembali ke Amerika? Lupakah dia pada Hendery yang bahkan sampai mengalami separation anxiety disorder saat berpisah dari Xiaojun sebentar saja?
Dan dengan kembali ke Amerika, itu artinya Xiaojun akan dipisahkan dari Hendery dengan jarak yang bahkan beribu-ribu kali lipat dari hanya sekadar 1 kilometer. Tidak bisa Hendery terima.
Hendery melangkahkan kakinya untuk melayangkan protes pada Xiaojun dan maminya, setega itu mereka melupakan kehadirannya dan ingin pergi begitu saja tanpa pikir panjang? Pergi tanpa memikirkan bahwa ada hati yang harus ikut dipertimbangkan?
Tapi satu kalimat lirih dari Xiaojun berhasil membuat Hendery mengurungkan niatnya.
"TapimamimintaHenderyikutXiaojun,ya?HenderyharusikutXiaojun..."
Hendery tersenyum mendengar itu, walau air mata tetap saja tak bisa ditahannya.
Hendery.
Ya, sang ibu muda akhirnya teringat sesuatu yang sepertinya terasa begitu samar dalam benaknya beberapa saat tadi. Hendery. Orang yang awalnya hanya mami Tiffany ketahui sebagai penghuni rumah yang sangat ingin ditempati Xiaojun dulu, kini telah mengubah hidupnya dan hidup anak manisnya. Bagaimanapun juga, Hendery tetap harus dipertimbangkan.
KenapaHenderybelummasukkesini, batin mami Tiffany.
Setelah memberi beberapa kalimat menenangkan untuk anak manisnya, mami Tiffany segera beranjak untuk membawa Hendery agar segera
menemui Xiaojun. "Mami..."
Mami Tiffany sedikit terhentak saat melihat Hendery ternyata sudah ada di dalam kamarnya, hanya saja tetap diam di dekat pintu masuk.
Melihat ada satu anaklagi yang menangis, mami Tiffany segera mendekat pada Hendery.
"Anakku..." mami Tiffany langsung membuka lebar kedua tangannya untuk menerima Hendery yang sepertinya ingin mendekap padanya, sedikit terhuyung ke belakang karena badan Hendery yang jelas lebih tinggi darinya, dan anak itu malah menumpukan seluruh bobotnya pada ibu muda yang mungil itu.
Mami Tiffany mengusap-usap sayang kepala Hendery, mencoba menenangkan dan juga mencoba meminta maaf, karena dalam keadaan panik tadi telah membuatnya tanpa sengaja mengabaikanHendery.
Gestur penuh kasih sayang itu semakin membuat Hendery menangis. "Mami, jangan pisahin aku dari Xiaojun..."
Hendery menghirup aroma lavender, clary sage dan peppermint dari lilin yang baru saja dibakarnya. Mata besarnya mengedar di sekeliling tempatnya berdiri, kini dia berada di ruang keluarga yang terlihat begitu asing, namun Hendery tersenyum, seolah merasa ada kelegaan dalam hatinya.
Merasa suasana hatinya sedang baik, Hendery membuka aplikasi streaming musik dan memilih lagu Dusk Till Dawn milik Zayn Malik. Intro lagu pun akhirnya mulai mengisi ruang keluarga yang hanya diisi oleh kehadiran Hendery itu.
Cklek.
Suara pintu utama yang terbuka akhirnya membuyarkan lamunan Hendery, pria itu segera mengarahkan pandangannya ke arah pintu yang terbuka dan dihadapkan dengan kedatangan cinta pertamanya.
Hendery tersenyum lembut, lalu mengulurkan tangannya untuk menyambut kehadiran pujaan hatinya.
"Xiaojun..." sapa Hendery.
Xiaojun balas tersenyum pada Hendery dan melepaskan gandengan tangan shushu-nya untuk berjalan mendekati kekasihnya.
Pelukan protektif nan hangat langsung melingkupi tubuh ramping Xiaojun saat dirinya mendekati Hendery.
"Kamu pulang," ujar Hendery sambil mengusap-usap punggung Xiaojun dalam pelukannya.
Xiaojun tidak menyahut, tapi merespon dengan semakin menyandarkan kepalanya di pundak lebar Hendery.
Setelahnya, baik Hendery dan Xiaojun tidak ada yang bicara, hanya menikmati alunan lagu yang dipasang Hendery yang menghapus kesunyian dari rumah baru mereka.
Ya, rumah baru dalam artian rumah yang baru saja disewa oleh Hendery yang terletak di jalan Apgujeong-ro di kawasan Sinsa-dong, rumah yang jaraknya bahkan tidak mencapai 100 meter dari sekolah Xiaojun.
Kedatangan kakeknya Xiaojun tempo hari memanglah bencana. Mulai dari dirinya yang dengan begitu lancangnya mau mengajukan hak asuh atas Xiaojun – karena kakeknya itu merasa masih ada hubungan darah dan merasa harus bertanggung jawab atas cucu satu-satunya itu, sampai pada dirinya yang menyebutkan beberapa nama orang Korea untuk nantinya disandingkan dengan Xiaojun.
Itu semua berujung pada keinginan Xiaojun untuk pulang ke San Francisco demi menghindari kakeknya, terlebih saat mami Tiffany akhirnya mengetahui bahwa ayahnya tersebut menyewa unit apartemen tepat di lantai bawah unit penthouse-nya.
Hendery yang menyaksikan kejadian kacautersebut dan tidak ingin dipisahkan dengan Xiaojun, akhirnya angkat bicara dengan mengajukan pada mami Tiffany bahwa dia akan membawa Xiaojun tinggal bersama di rumah yang selama ini sudah diincarnya.
Rumah yang awalnya terpasang spanduk besar bertuliskan "Dijual" itu selalu merenggut perhatian Hendery setiap dirinya mengantar dan menjemput Xiaojun ke sekolah.
Rumah yang selalu Hendery bayangkan akan ditempatinya hanya berdua dengan Xiaojun karena begitu dekat dengan sekolah anak manis itu, juga akan memperpanjang waktunya untuk bersama Xiaojun pada pagi hari sebelum mereka berpisah tempat menimba ilmu.
Rumah yang akhirnya juga membuat mami Tiffany berminat untuk membelinya.
Tapi sayangnya, baik mami Tiffany maupun Hendery bukanlah warga negara Korea Selatan, mereka berdua tak akan bisa dengan mudahnya membeli sebuah rumah plus tanah yang ada di wilayah negara domisili mereka saat ini.
Akhirnya rumah itu bisa disewakan, setelah rentetan negosiasi panjang antara mami Tiffany, Hendery, agen properti dan sang pemilik rumah itu.
Belum berhenti sampai situ, mami Tiffany dan Hendery pun sama-sama bersikeras untuk menjadi penyewa resmi dari rumah itu. Penyewa resmi dalam artian; orang yang membayar dan juga yang bertanggung jawab penuh atas rumah tersebut.
Mamiyangorangtuadisini,jadiharusmamiyangbayarbiayasewanya, begitulah penjelasan mami Tiffany.
Sedangkan Hendery...
Hendery yang akan menjadi penghuni rumah itu merasa bertanggung jawab karena, ayolah, ini idenya untuk memindahkan Xiaojun ke rumah itu. Lagi pula, Hendery ingin menunjukkan pada mami Tiffany bahwa dirinya juga akan bertanggung jawab atas kebahagiaan Xiaojun.
Dan dari mana Hendery bisa membayar uang sewa sebuah rumah yang bahkan harganya tidak main-main itu? Tentu saja, terlahir menjadi cucu dari pasangan pengusaha kaya raya asal Beijing memiliki privilege tersendiri, bukan?
Akhirnya, status penyewa resmi dari rumah itu jatuh pada Hendery. Dirinya dan Xiaojun pun otomatis akan menempati kamar utama yang ada di rumah itu, tak seperti di penthouse mami Tiffany, juga tak seperti di rumah dinas papa Wong.
Hendery pun sama sekali tak keberatan bila mami Tiffany atau bahkan shushu Seok-hyun untuk ikut menjadi penguhuni di rumahnya, walau mami Tiffany juga tidak akan membiarkan penthouse-nya di Cheongdam-dong terabaikan.
Itulah alasan sore ini hati Hendery merasa begitu lega, dirinya sudah mempersiapkan rumahnya untuk siap dihuni, dan menyambut Xiaojun yang baru datang dari rumah dinas papa Wong, diantar oleh shushuSeok-hyun.
Pindahnya Xiaojun ke rumah Hendery ini adalah salah satu solusi paling mudah daripada anak manis itu harus kembali ke San Francisco demi menghindari kakeknya. Karena bagaimanapun juga, urusan mami Tiffany di Korea belum selesai, sama halnya dengan sekolah Xiaojun.
Dan di atas dua hal penting itu, ada Hendery yang tentu saja tidak rela untuk berpisah atau menjalani hubungan jarak jauh dari Xiaojun. Bisa saja, Hendery keluar dari universitasnya dan mendaftar universitas yang ada di San Francisco, namun pengorbanannyaakan jauh lebih besar daripada
hanya sekadar mengeluarkan belasan juta won per bulan untuk menyewa rumah di Sinsa-dong.
Hendery dan Xiaojun akhirnya tinggal bersama di rumah mereka sendiri, walau mami Tiffany dan mama Wong akan terus mengawasi. Apa lagi shushuSeok-hyun, yang sebenarnya masih cukup kemusuhandengan Hendery, namun mami Tiffany bisa membujuknya dengan mengatakan bahwa Hendery memang berniat memiliki hubungan serius dengan Xiaojun.
Mata Xiaojun terpaku ke arah taman yang bisa terlihat dari jendela kamarnya dan kamar Hendery, sungguh rumah sempurna yang selalu diinginkan Xiaojun saat dirinya pertama kali menginjakkan kaki di Korea Selatan bertahun-tahun lalu.
Keinginan tersebut akhirnya diwujudkan oleh Hendery, walau harus melalui kekacauan yang kakeknya buat. Dan Xiaojun sangat bersyukur atas kehadiran Hendery dalam hidupnya.
Untuk saat ini Xiaojun memang masih syok dengan kedatangan kakeknya dalam hidupnya setelah 16 tahun tidak mengakui kelahirannya, tapi yang pasti Xiaojun sangat berterima kasih karena Hendery memang selalu ada untuknya, meski dengan egois Xiaojun sempat terbesit untuk pulang ke Amerika saja, tanpa memikirkan nasib Hendery jika ditinggalkannya.
Dengan keadaan syok, Xiaojun tentu masih banyak diam dan tidak terlalu bisa menginterpretasikan dengan jelas rasa syukurnya terhadap pacar tampannya. Sampai disediakan rumah bagus untuk pelarian dari kakeknya Xiaojun, tentu ini bukan langkah main-main yang Hendery ambil.
Tapi Xiaojun jadi merasa sedih, karena masih tidak sanggup untuk memperlihatkan pada Hendery betapa dirinya sungguh berterima kasih atas rumah ini.
"Doll," sebuah panggilan lembut dari Hendery akhirnya membuyarkan lamunan Xiaojun.
Xiaojun tersenyum melihat wajah tampan Hendery.
Hendery menghampiri Xiaojun di kasur sambil membawa satu tube Baskin-Robbins berukuran 414 ml.
"Dimakan yuk, es krim bikin hati tenang," ujar Hendery yang langsung membukakan tutup tube es krim tersebut.
Masih seperti Xiaojun yang biasanya, makanan manis tentu bisa cepat menghibur perasaannya, es krim berwarna hijau dengan taburan choco chips menyapa penglihatan Xiaojun.
Setelah satu suap es krim masuk ke mulut Xiaojun, si anak manis itu malah menangis, dan tentu saja itu membuat Hendery panik.
"Xiaojun, kenapa, sayang?" Hendery langsung mengambil alih tube es krim yang masih dalam genggaman Xiaojun dan diletakkannya di nakas, membawa tubuh ramping itu untuk masuk dalam pelukan hangatnya.
Xiaojun masih menangis, perasaannya bercampur aduk, karena ada sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Ini bukan matcha," ujar Xiaojun pelan. "Eoh?" seru Hendery bingung.
Xiaojun melepaskan pelukan hangat Hendery untuk melihat wajah tampan pacarnya itu, lalu tersenyum bodoh, "es krimnya bukan rasa matcha."
Hendery langsung melihat label di tutup tube es krim yang tadi dibelinya, kemudian memekik karena kesalahan yang dia perbuat.
Warna hijau yang ada pada label di tube es krim yang dibelinya membuatnya berasumsi bahwa es krim itu rasa matcha dan bukan...
"Mintchoc?" ujar Hendery membaca nama rasa es krim yang dibelinya.
Aduh,rasanyapastisepertipastagigi,pantassajaXiaojunsampaimenangis, batin Hendery.
"Tapi enak kok, Hendery," Xiaojun mengambil kembali tube es krim di tangan Hendery, "makasih ya," dan satu kecupan kecil mendarat di pipi Hendery dari Xiaojun.
Oh, untuk kecupan itu, tentu saja membuat Hendery langsung terbang tinggi ke langit.
"Beneran enak?" tanya Hendery sangsi, "aku coba dong," Hendery takut Xiaojun mengatakan rasa es krim itu enak karena merasa bersalah.
Eww.
Benar saja, rasanya seperti memakan pasta gigi.
"Gak enak, doll. Udah sini, aku pesenin yang matcha, yang ini jangan dimakan," Hendery mengambil tube es krim di tangan Xiaojun, tapi anak manis itu menepisnya.
"Ini enak juga, Xiaojun suka," Xiaojun tetap memakan es krim itu sambil bersandar di pundak Hendery, matanya menikmati pemandangan taman rumah baru mereka dari kamar.
Hendery merangkul pundak sempit Xiaojun dan sesekali memberi kecupan di puncak kepala anak manis itu.
You'llneverbealone
Kamu tak akan pernah sendirian
I'll be with you from dusk till dawn
Aku akan bersamamu dari senja hingga fajar
Baby,I'mrighthere
Sayang, aku di sini
I'll hold you when things go wrong
Aku akan mendekapmu saat segalanya kacau
I'll be with you from dusk till dawn
Aku akan bersamamu dari senja hingga fajar
Baby,I'mrighthere
Sayang, aku di sini
Suasananya masih sendu, tak peduli betapa pun usaha Hendery untuk membuat Xiaojun kembali tertawa lepas. Lelucon yang biasa Hendery ceritakan pada Xiaojun hanya bisa membuat anak manis itu tersenyum, di tambah rasa es krim yang salah, membuat Hendery kepalang bingung harus bagaimana lagi memberi penghiburan pada Xiaojun.
Tapi, dengan dekapan hangat yang saat ini Hendery berikan pada Xiaojun, Hendery berharap bahwa Xiaojun bisa merasakan bahwa Hendery sangat mencintai Xiaojun, bahwa Hendery akan melakukan apa pun untuk memberi kebahagiaan pada pacar manisnya itu – tanpa syarat.
Tentu saja, Xiaojun jelas bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar dari Hendery. Hendery sampai rela menyewa sebuah rumah yang begitu dekat dengan sekolah Xiaojun agar bisa menjauh dari jangkauan kakeknya di Cheongdam-dong, tindakan sebesar itu tentu bisa Xiaojun rasakan sebagai cinta Hendery terhadapnya, karena Xiaojun tidak bodoh.
Xiaojun bisa merasakan usaha dan pengorbanan Hendery untuk selalu ada dan selalu siap memberinya apa pun yang dia butuhkan; cinta dan kasih sayang, bahkan sampai sebuah rumah yang nyaman.
Hanya saja, rasa es krim yang salah memang begitu membuatnya cengeng. Karena tentu saja Xiaojun berekspektasi Hendery akan memberinya rasa matcha, seperti yang sudah Hendery hafal tentang kesukaannya, tapi ternyata ada kesalahan kecil, dan Xiaojun pun bisa memaklumi. Toh, rupanya rasa mintchoc lumayan juga.
Dan untuk rasa es krim yang keliru, Xiaojun jadi merasa bersalah pada Hendery dengan bereaksi begitu. Sungguh, Xiaojun sama sekali tidak berniat untuk menangis. Keterlaluan memang, alih-alih berterima kasih, Xiaojun malah menangis. Pun menangis kecewa, bukan menangis terharu.
Apa yang harus Xiaojun lakukan agar pacar tampannya percaya bahwa Xiaojun sangat bersyukur bisa dicintai Hendery?
Tanpa disadari pun, isi tube es krim dalam genggaman Xiaojun sudah habis hampir separuhnya, dan dengan posisinya yang masih bersandar nyaman di pelukan Hendery.
Apa Hendery tidak kesemutan?Batin Xiaojun.
Jadi, diletakkannya tube es krim tersebut di nakas, lalu Xiaojun memandangi wajah teduh yang ditampilkan Hendery.
Hendery tersenyum, lalu tangannya bergerak untuk mengusap pipi lembut Xiaojun.
"Kenapa, doll?" tanya Hendery lembut.
Xiaojun tidak menjawab, tapi langsung beranjak untuk duduk di pangkuan Hendery, tangan Hendery pun otomatis memeluk pinggang ramping Xiaojun.
Tangan lembut Xiaojun langsung menangkup kedua sisi wajah Hendery, dan perlahan mendekat untuk memberi pacar tampannya sebuah ciuman panjang di bibir.
Kaget adalah reaksi yang sangat tepat untuk menggambarkan isi hati Hendery, walau tetap senang juga saat Xiaojun berinisiatif untuk mencium bibirnya.
Ciumannya innocent, karena Xiaojun hanya menempelkan belah bibir mereka, dan Hendery juga tidak bergerak seenaknya untuk melumat bibir pacar manisnya. Kini Hendery membiarkan Xiaojun untuk memimpin ciuman manis ini.
Namun, lagi-lagi Xiaojun menangis, dan itu membuat ciuman mereka harus berhenti.
"Doll?" panggil Hendery khawatir saat turut merasakan air mata Xiaojun dalam ciuman mereka.
"Xiaojun..." anak manis itu berusaha bicara di tengah-tengah tangisannya.
Hendery hanya mengusap-usap punggung Xiaojun, mencoba memberikan ketenangan.
"Xiaojun harus gimana- Terima kasih," ujar Xiaojun terbata-bata.
Hendery mengerutkan alisnya, mencoba memahami apa yang ingin Xiaojun sampaikan padanya.
"Hmm?"
"Xiaojun harus gimana biar Hendery tau kalo Xiaojun berterima kasih buat ini semua?" jelas Xiaojun dengan suara lirih.
Dan Hendery otomatis mencelos mendengar kalimat panjang itu dari Xiaojun, dibawalah lagi Xiaojun dalam pelukan erat.
"Ssst..." Hendery menenangkan Xiaojun yang kali ini malah menangis sesenggukan.
"Aku tau kamu berterima kasih. Aku tau, sayang," ujar Hendery, juga sambil menahan tangisnya.
Hendery tak butuh apa pun dari Xiaojun, kecuali kebahagiaan anak manis itu.
Bersambung...
24"Hendery,sinidulu,Nak,"ujarmamiTiffanyyangmengajakHenderyuntukdudukdi kursi area kerjanya.
Hendery pun menurut, sambil menghapus sisa-sisa air mata di pipinya.
Mami Tiffany tersenyum pada Hendery, kemudian memberikan sesuatuyang membuat Hendery terkejut.
"Inipunyakamu,kan?"mamiTiffanymenyodorkansebuahponselberwarna ungu.
"I- iya, mami..." jawab Hendery kaku.
MamiTiffanykembalitersenyum,"nih,ambil."
Hendery pun menerima ponselnya yang sejak tadi dicarinya.
"Kamu pasang mode Live Hearing, kan?" tanya mami Tiffany to thepoint.
Hendery hanya bisa mengangguk.
MamiTiffanytersenyum,"yaudah,cobakamudengerinapaisinya."
HenderypunlangsungmenatapmamiTiffany,mengiradirinyaakanditegur karena merekam percakapan yang sekiranya terlalu privasi itu,namun lagi-lagi dirinya kembali dikejutkan oleh ibunya Xiaojun.
Mami Tiffany mengulurkan tangan rampingnya untuk menyentuh pundaklebarpacardarianaksatu-satunyaitu,lalutersenyumlembut,"Hendery."
"Sebelum kamu sama Xiaojun terlalu jauh..."
MendengarsatukalimatitusajasudahmembuatHenderymenahannapas, takut dengan kalimat selanjutnya.
"Kamuharustauasal-usulorangyangselamainijadipacarkamu,setelahkamudengerinrekamanitu,kamubolehmemutuskanapakamumau lanjut sama Xiaojun, atau kamu-"
"Nggak,akumauterussamaXiaojun,"HenderysegeramemotongucapanmamiTiffany,Henderytidakpedulijikasergahannyabarusansangatlahtidaksopan,tapi,berpisahdariXiaojunsamasekalibukanpilihanyang ada dalamkamus hidup Hendery.
Mami Tiffany hanya bisa tersenyum, "tapi kamu tetep harus dengerindulurekaman ini."
"Kamudenger,dankamuakanngertigimanabobroknyakeluargakami."Barukaliini,Henderymemegangponselnyadengantanganyangbergetar.Bateraiponselnyatinggal10%,tapimelihatmamiTiffanyagak
mendesaknya untuk mendengarkan rekaman itu, membuat Hendery patuh.Tombolplayditekan,suarakakeknyaXiaojunlangsungmendominasi.
BaikHenderydanmamiTiffanysama-samakonsentrasimenyimakrekaman itu. Dan Hendery mendengarkan rekaman itu benar-benar dariawal,sejakXiaojunbergabungsetelahberpamitandenganHenderydipintu,sejakponselHenderysudahsiapsiagadisakubelakangcelanaXiaojun.
PercakapannyadimulaidarikakeknyaXiaojunyangmemintamaaf.
Meminta maaf atas tindakannya yang cukup menorehkan trauma padacucumanisnya,memintamaafataskejadiandirinyayangmendorongXiaojun saat berusaha memeluk kakinya ketika anak manis itu baru berusia4 tahun.
Lalu kakeknya Xiaojun kembali membuka luka dengan membahas lagiproseslahirnyaXiaojunkedunia.BahwakakeknyaXiaojunmenyesalmenyebutcucunyasebagai'anakharam',namunperbuatanmamidanpapinya Xiaojun lah yang memang melenceng dari norma.
Setelahnya,kakeknyaXiaojunmembahastentangkeberlanjutangenerasinya sebagai orang Korea. Memprotes cara didik anaknya terhadapcucunyayang samasekali tidak mengajarkanbudaya Korea.
KakeknyaXiaojunbahkanmembahasbetapakecewanyadiasaatmengetahui cucunya berpacaran dengan orang China.
"KakeknyaXiaojun,diamunafikya?"tanyamamiTiffanyakhirnya.
Hendery segera mem-pause rekamannya, hanya untuk memberi mamiTifffanysenyumankecilsebagairesponsataspertanyaantadi.
"Sebelumnya, dia bilang kamu ganteng, kan? Tapi di belakang kamu,omongannyabener-bener nyakitin."
Sejujurnya,Henderytidaktahuharusmeresponssepertiapalagi,hatinya kewalahan untuk menerima semua informasi itu. Tapi yang pasti,rasa cintanya pada Xiaojun sama sekali tak berubah.
Setelahnya,masihbanyaklagikalimat-kalimatmelukaihatiyangdilontarkan Kakek Hwang, dan di rekaman itu, suara Xiaojun nyaris tidakterdengar.
'Wajahkamukecil,wajahinidianggapmenawanbagiorangKorea.'
Ah, kalimat itu terdengar lagi dan membuat Hendery tersenyum lagikemudianmenatap mamiTiffany.
MamiTiffanyhanyamembalasdengansenyumkecil.
Lalu, disebutlah nama-nama orang Korea yang dikenal Kakek Hwanguntuk dikenalkan pada Xiaojun, nama-nama yang digadang-gadang akanbisamembuatketurunankeluargaHwangbisaterusadamelaluiXiaojun.
Satu per satu nama disebutkan, mami Tiffany bahkan sampai mengusapwajahnya frustrasi.
"Bisa-bisanyapaktuaitunyebutnamaJohnny,"ujarmamiTiffanypelan.
Rasa sakit hati Hendery memang beralasan, terutama saat mami Tiffanymengabaikannya dan malah menyuruh dr. Suh membopong Xiaojun untukpindahkamar.
Mungkin akan berbeda jadinya jika saat itu Hendery belum mencuridengarsoalnama-namaorangKoreayangdisebutkankakeknyaXiaojun.
Bayangkan, dr. Suh turut disebutkan. Dokter dari sekolah Xiaojun, priayang usianya bahkan sepantaran dengan mami Tiffany. Kakek Hwang ingincucunya bersanding dengan pria yang seumuran dengan putrinya sendiri?
Kakek Hwang menyebut dr. Suh karena dokter itu telah mapan di usiamudadan yangjelas – beretnisKorea.
MamiTiffanyberulangkalimemintamaafpadaHenderysetelahmendengarkan nama-nama dari rekaman itu, dan Hendery masih belummampuuntukmemberikanresponsapapun.Tapiyangpasti,rasanyamenyakitkan.
"SiapaLeeDonghyuck?SiapaanakingusanyangdisuruhkakeknyaXiaojunbuatngawasincucunyaitu?" tanyamamiTiffanyakhirnya.
"Itu Haechan, Mami..." jawab Hendery pelan.
Rasanyasepertiadasatukepinganpuzzleyangawalnyahilang,kinitelah melengkapi serangkaian puzzle yang rumit.
Inikah sebabnya Haechan tidak pernah menyampaikan apa pun padaXiaojun mengenai Hendery yang selalu menanyakannya?
"Haechan?"tanyamamiTiffanyseolahtidakpercaya.
Henderymengangguk,"temensekelasnyaXiaojun,temennyaXiaojunyang-"
"AnakyangkatanyasukasamaXiaojun,kan?"potongmamiTiffany.Hendery mengangguk lagi.
Mami Tiffany memijat pelipisnya, merasa sangat dikhianati oleh bocahyangselamainidiakirabertemandengananakmanisnyakarena
ketulusan, tapi ternyata menyimpan alasan yang begitu tidak disangka-sangka. Pasti Haechan juga yang membeberkan soal penthouse ini padakakeknya Xiaojun.
"Mami harus pindahin Xiaojun ke kelas lain," ujar mami Tiffany lalumengambil ponselnya, mengetik sesuatu.
"Mami,bawaYangyangjuga,"Henderyakhirnyabersuaralagi."Hmm?"
"Biar Yangyang jagain Xiaojun di kelas barunya nanti," ujar Henderymenyampaikan alasannya.
Mami Tiffany segera menjentikkan jarinya, seolah sangat setuju dengansaranHenderyyangsatuini.LaluibumudaitusegerameneleponseseorangyangHenderytebaksebagaisalahseorangdewansekolah,meminta – bahkan mendesak satu orang itu untuk memisahkan Xiaojun danYangyang dari murid bernama Lee Donghyuck. Tidak memedulikan faktabahwa ini sudah malam.
Setelah itu, baik Hendery atau mami Tiffany tidak ada yang bersuara.Sesekali Hendery mengarahkan pandangannya melampaui partisi yang dibaliknya ada Xiaojun yang masih terbaring.
"Tadi Xiaojun dikasih obat penenang dari Johnny," ujar mami TiffanymemecahkesunyiankarenamelihatHenderyyangmemandangianakmanisnya.
"Tekanandarahnyataditerlalutinggi?Gimanabisa,Mi?"tanyaHendery akhirnya.
Mami Tiffany menghembuskan napas panjang, "pas lagi ngobrol samakakeknya tadi, Xiaojun sempet kena serangan panik, serangan panik yangbikin kerja jantungnya lebih berat, dan dari situ tekanan darahnya jaditinggi, gak pernah setinggi itu seumur hidupnya, bikin Xiaojun langsungambruk."
Lidah Hendery otomatis kelu mendengar penjelasan itu, turut merasahancur saat mendengar kondisi tubuh Xiaojun saat ini. Tubuh ramping itupasti terasa sangat tidak nyaman dengan itu semua.
"Hendery,"panggilmamiTiffanypelan.
Hendery pun mengaihkan pandangannya kembali pada mami Tiffany,"kenapa, Mi?"
"Kamu yakin masih mau lanjut sama Xiaojun?"Deg.
Pertanyaan itu...
"Mami..."
"KeluarganyaXiaojunterlaluberantakan,Hendery.Mamigaktausetelah ini harus gimana lagi buat ngelindungin Xiaojun dari kakeknya,"mamiTiffany kembali memijatpelipisnya.
"Apa tetep aman ya Xiaojun sekolah di situ?"
Dan Hendery tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan mami Tiffanybarusan.
"Apa mungkin Haechan akan tetep ngelapor ke kakeknya Xiaojun, Mi?"Hendery malah mengajukan pertanyaan.
"OrangtuanyaanakitubawahankakeknyaXiaojun,jadiselamaayahnya Haechan tetap setia sama kariernya, ya artinya..."
"HaechanakanterusngawasinXiaojun,"ujarHenderymeneruskankalimatmami Tiffany.
"Ya,"mamiTiffanymengangguk,"kakeknyaXiaojunjugaternyatanyewaapartemen di bawah unit ini."
Oh, kejutan apa lagi ini, batin Hendery dalam hati.
"Di sekolah ada Haechan, dan di gedung apartemen ini, ada kakeknyatepatdibawahpenthousemami,"jelasmamiTiffanyseolahmenjawabpertanyaanhati Hendery.
"Gak tau deh, apa ada unit apartemen yang bisa secepetnya disewa, apalagi mami cuma tau daerah Cheongdam di distrik Gangnam ini," keluhmami Tiffany, karena 'menampung' anak manisnya di rumah Hendery pastiakantetapbisadijangkaukakeknyadankeluargaHenderybisasajaterseretmasalah ini.
Ah, kalau begitu...
"Mami, boleh aku bawa Xiaojun ke rumah yang selama ini mau aku beli?
Lokasinyadeketsekolah,"tawarHendery.
Mami Tiffany langsung memandangi Hendery, "bisa besok pagi tunjukinke mami? Biar mami yang beli rumah itu."
"Nggak, Mami. Biar aku aja-"
"Hendery,kamugakperluberkorbansampesegitunyacumakarenakakeknya Xiaoj-"
"Tapi Mami, biar aku tunjukin ke Mami kalo aku gak akan mundur dariXiaojunwalauMamibilangkeluargainiberantakan.Akuakanterusperjuangin Xiaojun..."
MamiTiffanymenggeleng,"Hendery..."
Hendery pun segera beranjak dari duduknya dan menghampiri mamiTiffany, lalu bersimpuh di hadapan seorang ibu dari orang yang sangatdicintainya.
"Izinin aku buat buktiin ke Mami kalo aku serius sama Xiaojun, aku mauXiaojun ngerasa nyaman, setidaknya untuk tempat tinggal, aku bisa pastiinke Mami kalo aku mampu. Tapi untuk sekolahnya Xiaojun, aku bener-benergak tau harus gimana."
Mami Tiffany hanya terdiam mendengar penjelasan Hendery, dan harusdiakui,dirinyamerasaterharubahwaadasesosokorang'asing'yangbegitu menyayangi putranya.
"KalauMamimaupindahinXiaojundarisekolahitu,mungkinajakakeknya malah bisa semakin parah, tapi setidaknya kalo Xiaojun ada dirumah baru, selain bisa ngejauhin dari kakeknya, Xiaojun bisa tenang disuasana baru," jelas Hendery lagi.
"Oke, besok kamu tunjukin rumah yang kamu maksud. Kalo mami udahliat, biar mami putusin apa mami bisa izinin kamu beli atau sewa rumah itudemi Xiaojun."
Hendery mengangguk antusias.
"Dengan rumah itu, mami cuma gak mau Xiaojun sampe punya utangbudisama kamu, Hendery..."
Hendery pun menggeleng ribut.
"Mami, please jangan anggep sikapku ini terlalu licik begitu," Henderysemakinbersimpuhdi hadapanmamiTiffany.
"AkungelakuininimurnikarenaakusayangbangetsamaXiaojun,Mi...Sama kaya Mami, aku juga mau ngelakuin apa yang terbaik buat Xiaojun."
Mami Tiffany tersenyum lembut, "makasih ya Hendery, makasih udahsebegitu sayangnya sama anak manisnya mami..."
"Kalomemungkinkan,akumaubangetMi,nikahinXiaojundetikinijuga," ujar Hendery spontan.
UjaranitupunmengundanggelaktawamamiTiffany,"benerjuga,pernikahan beda negara itu lumayan ribet loh, Hendery. Kamu mau repot-repotngurus itu semua demi ni-"
"Mau,Mami!"sahutHenderycepat,"akubisangurusdokumen-dokumennya mulai besok."
"TungguumurXiaojunlegalduluya,barukamutanya,diamaulangsungnikahataugimana,"mamiTiffanylangsungmengusakrambut
Henderydanmenggeleng,sedikit'terhibur'dengansikapspontancalonmantunya.
"Besokpagikitaurusrumahyangkamubilangtadi,"danmamiTiffanytetap bersikeras dalam hatinya agar dirinya saja yang membeli rumah itu.
"Iya, Mami."
Sebulan lebih sudah berlalu sejak kejadian Kakek Hwang yang tiba-tiba datang dari Amerika, datang membawa kekacauan pada anak dan cucu satu-satunya yang sedang tinggal di Korea Selatan.
Xiaojun masih belum sepenuhnya sembuh dari kekacauan itu, namun yang pasti, rumah baru yang disediakan Hendery hanya untuknya, membuat Xiaojun merasa lebih aman.
Musim dingin akan tiba sebentar lagi, musim dingin yang terlalu dingin jika di Korea Selatan, dan itu ada dalam daftar alasan Xiaojun tidak suka tinggal di Korea. Tapi, kini dia melalui itu bersama Hendery, jadi tidak ada alasan bagi Xiaojun merasa terdesak untuk angkat kaki dari Korea.
Hendery.
Xiaojun merasa sangat tidak enak hati pada pria yang begitu mencintainya itu. Tidak hentinya Hendery berusaha memberikan penghiburan padanya, tapi Xiaojun tetap merasa galau. Xiaojun harus segera menghentikan kesedihannya, karena Xiaojun tahu bahwa Hendery selalu ada untuknya. Kurang apa lagi, kan?
Xiaojun meletakkan Amazon Kindle-nya di samping tubuh rampingnya, kini dirinya sedang asik tiduran setelah membaca novel online kesukaannya, sambil menunggu Hendery selesai mandi.
Ini Jumat malam, hari di mana Hendery memiliki jadwal kuliah yang lebih padat daripada hari-hari sebelumnya. Malam ini mereka tidak makan malam bersama, Hendery sudah harus puas mengganjal perutnya dengan roti isi di kantin kampusnya, sedangkan Xiaojun sudah makan lebih dulu bersama mami Tiffany dan mama Wong.
Tak lama setelahnya, pintu kamar mandi terbuka dan semerbaklah aroma wangi sabun mandi yang dipakai Hendery dan Xiaojun.
Hendery tersenyum tampan, walau mata besarnya menyiratkan bahwa pria itu sangat kelelahan.
"Sini," ujar Xiaojun pelan sambil merentangkan kedua tangannya, ingin menyambut prianya ke dalam pelukannya.
Oh, tanpa disuruh dua kali, Hendery segera mendekatkan diri pada pacar manisnya.
Bugh.
Bukan suara pukulan, tapi suara tubuh Hendery yang menjatuhkan diri ke pelukan hangat Xiaojun.
Baik Hendery maupun Xiaojun langsung tertawa kecil. Kali ini, biarlah Hendery menumpukan kepalanya yang penuh pikiran itu di pundak sempit Xiaojun. Walau sempit begitu, pundak Xiaojun tetap enak untuk dijadikan sandaran, kok.
Posisinya adalah; Xiaojun yang tidak berbaring sepenuhnya, dan pundak kanannya dijadikan sandaran kepala Hendery. Tangan kekar Hendery pun melingkari perut Xiaojun untuk dipeluknya erat.
Posisi kepala Hendery pun membuatnya dengan leluasa bisa menghirup aroma tubuh alami Xiaojun dari leher mulusnya. Ah, surga dunia.
"Aku ngantuk banget, tapi bangunin aku setidaknya 10 menitan lagi ya kalo kamu ngerasa kesepian," ujar Hendery yang napasnya langsung menyentuh leher Xiaojun.
"Hum," hanya itu respons Xiaojun, tak lupa menambahkan elusan sayang pada kepala Hendery.
10 menit lebih sudah berlalu. Kesepian? Tentu Xiaojun merasa kesepian ditinggal tidur Hendery saat mereka sedang bersama. Tapi, apalah arti dari sedikit rasa kesepian ini, jika dibandingkan dengan perlakuan Hendery yang terlalu baik terhadapnya.
Setidaknya, bahu sempit Xiaojun bisa sedikit membalas kebaikan yang telah Hendery lakukan padanya.
Dan jangan lupa, tentu saja pundak Xiaojun merasa kesemutan! Pundak kanan pula, bagaimana kalau Xiaojun jadi tidak bisa menulis karena kebas akibat disandari Hendery?
Kokbisasih,Henderybetahberlama-lamajikadisandari, Xiaojun membatin.
Apa yang Xiaojun tahu pasti, Hendery pun sama-sama merasakan pegal jika dirinya bersandar terlalu lama di tubuh pacar tampannya.
Oh, itukah yang dinamakan cinta? Rela merasakan pegal, kesemutan,bahkan encok, demi membuat pacarmu nyaman?
Xiaojun mengangguk, mulai paham dengan pemikirannya sendiri yang berkelana.
Jadi, untuk menunjukkan cintanya pada Hendery, lagi-lagi Xiaojun harus memberikan tubuhnya, bukan untuk disetubuhi, tentu saja. Tapi untuk dijadikan sandaran saat prianya yang kuat itu merasa lelah, seperti sekarang ini.
Namun, bosan tetaplah bosan dan kesemutan berubah jadi mati rasa. "Uuh..."
Hiks.
Satu rengekan pun lolos dari bibir manis Xiaojun.
Dan itu membuat Hendery terbangun. Entah bagaimana, tapi Hendery seolah mengaktifkan radarsuara di kepalanya saat berdekatan dengan Xiaojun. Bahkan saat tidur dalam keadaan kelelahan seperti sekarang pun, satu rengekan pelan Xiaojun mampu membangunkannya.
Xiaojun segera mengulum bibirnya, merutuki dirinya yang begitu lemah sampai harus merengek begitu.
"Doll?" Hendery mengangkat kepalanya untuk melihat wajah manis Xiaojun.
"Kok bangun?" dan Xiaojun pun panik.
"Ooh, kebas ya, sayang?" Hendery pun begitu peka dengan keadaan, diangkatlah tubuhnya menjauh dari tubuh ramping Xiaojun.
"Maaf," tangan Hendery langsung memijat pundak Xiaojun yang tadi dijadikan sandarannya tidur, "pegel ya?"
"Sini, sini, aku pij- hmmp!"
Ucapan Hendery pun terputus saat dengan tidak elitnya Xiaojun mendekap kepala Hendery untuk bersandar di dadanya.
"Udah, Hendery lanjut bobok aja, Xiaojun gak pegel kok," dan Xiaojun masih mendekap erat kepala Hendery di dadanya, menyuruh pacar tampannya untuk melanjutkan tidur.
"Ayo ganti posisi, sini, giliran kamu senderan ke aku, ayo," Hendery berusaha melepaskan kepalanya dari dekapan Xiaojun.
"Nggak, Hendery lanjut bobok aja!" Xiaojun kekeuh mendekap kepala Hendery untuk tetap bersandar di tubuhnya.
Perdebatan kecil di antara Hendery dan Xiaojun pun masih terus berlanjut. Hendery bersikeras untuk mengubah posisi tidur, dan Xiaojun juga bersikeras untuk tetap mendekap Hendery.
Sampai akhirnya perut Xiaojun bunyi, menandakan bahwa pemilik tubuh ramping itu kelaparan.
Dan suara tawa pun pecah di antara Hendery dan Xiaojun.
"Yuk, makan lagi," ajak Hendery akhirnya. Xiaojun pun menurut.
Bersambung...
