"My love, my dear. I might not be religious but I'll pray to every God out there to keep you safe and sound. May you always be healthy, may you always be happy. May you always have an umbrella with you whenever it rains, may you always be content."

"How about us instead?"

Mulut itu tertutup kembali secepat ia membukanya. Ragu. Sugawara butuh barang semenit dua menit untuk berpikir. 'Kita' belum familiar di kamus hidupnya. Ia mencari-cari aspek yang sekiranya dapat ia doakan tidak peduli apakah nantinya akan terkabulkan. Lelaki di depannya menunggu. Tidak masalah. Toh konsep 'kita' memang tidak pernah direncanakan. 'Kita' terjadi terlampau tiba2, terlalu cepat, sampai-sampai terasa komikal. Tentu saja tidak pernah terlintas bagaimana Sugawara akan mendoakan 'kita', terlebih, Sugawara memang jarang berdoa.

Sekali lagi mulutnya terbuka. Matanya ragu-ragu. Tangannya terkepal. "Aku," Sugawara mencoba memulai. "Aku berdoa supaya kita tetap bahagia-"

"Itu saja?" Ada suara dentingan halus terdengar seiringan dengan gelas yang diangkat.

"-bagaimanapun akhirnya nanti."

Hening.

"No matter how hard the world could be. No matter how harsh the fate could be."

Oikawa menghabiskan airnya. Netra menatap netra. Terkadang Oikawa suka berpikir apa maksudnya ketika seseorang berkata 'ia sedang ditertawakan nasib'. Sekarang ia tau, sekarang ia paham.


Tiga bulan lalu Sugawara mengirimi pesan singkat pada Oikawa yang menanyakan apakah sekiranya dia bisa titip untuk online akun game yang mereka mainkan bersama-sama sejak tahun lalu. Alasannya: "Aku hari ini mau pulang ke Sendai."

Oikawa membalas 17 menit kemudian selepas rapat mingguan. "Ada apa ya tiba-tiba?"

"Titip online," Sugawa membalas segera. "Aku pulang ke Sendai."

Kalendernya dibuka, tidak ada perayaan apapun dekat-dekat ini. "Kenapa?"

"Mau ke Arahama. Aku rindu adik laki-laki ku."

Kalau dari pusat kota Sendai, butuh setengah jam berkendara untuk sampai ke Arahama. Pantai itu belum dibuka untuk umum, hanya dapat ditemui beberapa lansia yang berjalan kaki di pinggiran tanggul. Pada waktu tertentu lainnya akan terliat beberapa orang bersimpuh di depan buket bunga. Rapalan doa mereka mengalun halus, lirih, rendah, dan terbawa bersamaan dengan gulungan ombak pagi. 5 tahun setelah tragedi tsunami besar itu pemerintah kota Sendai mengeluarkan booklet berisi dokumentasi restorasi yang berjudul 'Bergerak Maju Sebagai Satu -Sendai'. Meskipun begitu, beberapa hati akan tetap stagnan, tenggelam bersamaan dengan puing-puing ke dasar laut.

Sugawara dulu suka pantai dan segala hal yang bersangkutan dengan itu. Ia suka berdiri diatas pasir. Halus. Butirannya bergelung lembut kala tersapu ombak dan Sugawara kerap berpikir tentang betapa lucunya berdiri di permukaan yang tidak stabil memberi ketenangan yang jauh lebih besar, ketimbang ketika ia harus berdiri diatas tanah padat yang kokoh. Sugawara menikmati saat-saat dirinya sedikit tergeser dengan lembut, tanpa paksaan, ketika pasir di bawahnya terikut arus ombak. Tapi semenjak adik laki-laki hilang bersamaan dengan dua ribu orang lainnya akibat terjangan tsunami, Sugawara menemukan dirinya sedikit demi sedikit kehilangan minatnya pada pantai.

Tapi hari ini Sugawa memberitahu bahwa ia akan pergi. Pada akhir bulan Agustus saat angin dingin sudah mulai berhembus. Kombinasi dua itu sudah cukup untuk membuat Oikawa mengernyit.

"Kau jangan macam-macam."

"Tidak~" Ada banyak emoji yang disertakan dalam jawaban Sugawara. "Aku tidak ingin mati, setidaknya tidak hari ini. Aku cuma sedang pusing karena sebentar lagi ujian akhir dan aku masih belum paham GIS planning. Jadi aku rasanya ingin menyetir yang jauh. Lalu tadi aku ketika aku cek kalender, ternyata ulang tahun adikku sudah dekat. Jadi ya aku ke Arahama saja."

"Sampai aku terima kabar kalau pagi besok mereka cuma dapat menemukan mobilmu tapi tidak dengan badanmu, aku yang akan turun langsung nanti ke neraka untuk menamparmu."

"Ahahaha tidak kok. Sudah ya aku berangkat dulu, jangan lupa login akunku. Aku tidak mau turun dari peringkat 2 level."

Tidak ada kabar sampai besok pagi. Oikawa sebenarnya tidak begitu ingat kemana Sugawara pergi karena ia juga tertidur sesampainya di rumah dan melewatkan titipan Sugawara. Ia tertidur begitu lelap sampai melewatkan belasan pesan masuk singkat dari teman satu game onlinenya yang marah-marah karena dua anggota mereka hilang tanpa pemberitahuan awal. Ia melewatkan pesan masuk dari kliennya tentang masukan penggunaan material yang mereka diskusikan tadi siang. Begitu pula dengan satu pesan masuk jam 2 pagi dari Sugawara yang bersumpah serapah begitu tau kalau Oikawa tidak menjalankan titipannya. Dan satu pesan masuk pada 6 pagi, dari Sugawara sekali lagi, yang mengatakan ia sudah dekat dengan apartemen Oikawa.

Oikawa baru bangun beberapa menit setelah pesan tersebut masuk dan interkomnya terdengar ketika ia sedang membaca pesan masuknya satu persatu. Sugawara bau asin laut ketika Oikawa membuka pintu. Mukanya lelah setelah 4 setengah jam berkendara.

"Kau mau mati ya?" Sugawara menendang kaki kiri Oikawa pelan. "Kau tau tidak berapa banyak exp yang aku lewatkan semalam karena kau tidur? Kau itu tidur atau latihan mati sih?"

Oikawa meringis. "Aku ini lelah tau. Ada rancangan yang aku kejar untuk jumat ini. Bagaimana Arahama?"

Sugawara diam. Oikawa membungkuk sedikit setiap kali tetangganya lewat. Mereka berdua berdiri bertatap-tatapan didepan pintu masuk apartemen Oikawa.

"Aku kesini cuma ingin supaya kau tau langsung," Sugawara akhirnya berbicara. Oikawa menguap sambil menggaruk perutnya. "Bahwa aku ini peduli denganmu."

"Ya?"

"Aku peduli denganmu. Aku sampai Arahama sore kemarin dan aku ingat adikku. Lalu aku ingat kau. Lalu aku berpikir 'oh aku tidak mau kehilangan dirimu seperti aku kehilangan adikku.' Maka dari itu aku ingin kau tau kalau aku peduli denganmu. Aku ingin kau tau kalau kau bisa percaya denganku. Aku ingin kau hidup. Aku ingin kau tau kalau aku bersyukur kalau kau hidup."

Oikawa butuh waktu lama untuk mencerna perkataan Sugawara barusan. Ada perasaan hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan ia tidak yakin apakah itu dari sinar matahari yang perlahan makin tinggi atau dari kata-kata Sugawara yang diucapkan dengan mantap. Jadi ia menatap Sugawara. Mata mereka sama-sama lelah.

Yang pertama terdengar adalah kekehan pelan. Oikawa berkata sambil tetap menatap mata Sugawara lekat-lekat; "Kau mau kucium tidak?"

"Mau."

Jawaban itu terlampau cepat jadi baik Oikawa dan Sugawara sama-sama terkejut, lalu tertawa, dan berakhir dengan tarikan pelan untuk mendekat.

Badan terdekap. Dua bibir tertaut.

Pintu tertutup, begitu pula dengan jarak.


An: aaaaaaand imma end everything with an anti climax! Terima kasih untuk semua yang baca karya saya dari 2015! This will be the last fic I write here bcs i'm getting v busy with life. Fun Fact i didn't write anymore angst bcs i'm in a healthy relationship right now! Hampir semua percakapan disini ditulis dari perbincangan saya dan partner saya. Fun fact lainnya adalah pekerjaan Oikawa dan mata kuliah yang Sugawara ambil disini menyesuaikan dengan pekerjaan partner dan program master saya hehe.

Saya senang dengan keadaan saya sekarang. Saya tidak lagi menulis angst karena saya sudah tidak berada di dalam hubungan yang tidak sehat lagi. Woohoo! Karena itu saya berdoa semua yang membaca juga mendapat kebahagiaan pada akhirnya!

Sehat-sehat dan bahagia selalu!

Melio.

Ps: meliorsm is an idea that belief that the world can be made better by human effort.