Tidak pernah terpikirkan sebelumnya …
"Jadi, kurang lebih seperti itu."
… bahwa akan tiba hari di mana ada seorang laki-laki …
"Aku sudah membicarakan ini dengan Aniki, dan aku juga sudah merencanakan pertemuan kita."
… yang memintaku untuk menikah dengannya …
"Rook, aku ingin kau menikah denganku."
… bukan karena dia mencintaiku …
"Hanya untuk sementara, kau tidak perlu khawatir."
… tapi karena alasan kontrak dan perjanjian, atau apa pun kau menyebutnya.
.
.
.
Namun anehnya …
"Ya, aku terima."
… aku tidak—mau—menolak.
.
.
.
Entah apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Aku tidak pernah kepikiran apa yang akan aku hadapi ke depannya. Namun, karena ini hanya sementara, bahkan tidak sampai setahun, aku rasa aku bisa.
Selama aku bisa menahan perasaanku agar tidak semakin dalam, aku rasa aku bisa.
Aku harap aku bisa.
.
.
.
"Love Knot"
By Lampu Merah
.
.
.
Di saat dirinya mengira akan merasa teramat bahagia ketika harinya tiba, rupanya Rook Hunt justru menghabiskan sebagian besar waktu pesta kelulusannya dengan duduk di pojok ballroom bersama para makanan dan minuman yang tertata apik di atas meja. Beberapa temannya sudah mengajaknya untuk berdansa atau sekadar bersenda gurau, tetapi Rook menolak semua ajakan itu dengan senyuman. Sayangnya, senyuman itu bukan senyuman tulus yang biasanya selalu ia berikan pada semua orang.
"Serius? Vil Schoenheit yang mantan ketua asrama Pomefiore itu, kan?"
Entah sudah yang ke berapa kalinya untuk hari ini—bahkan dari berbulan-bulan sebelum pesta kelulusan. Nama Vil Schoenheit, si mantan ketua asrama Pomefiore, salah seorang murid teladan Night Raven College, seorang model dan aktris ternama, serta salah satu teman baiknya, disebut oleh banyak orang. Tidak, mereka tidak membicarakan tentang segala pencapaian yang gadis muda itu miliki.
Mereka membicarakan tentang rumor pertunangannya.
Ya, pertunangan. Kalian juga tidak salah dengar, termasuk Rook juga yakin tidak salah dengar ketika Vil mengatakan rencananya itu padanya pertama kali sebelum semua rumor ini menyebar ke segala penjuru.
Jika berdasar pada cerita yang didengar Rook—yang tentu saja lebih terpercaya daripada semua rumor di luar sana, orang yang melamarnya adalah seorang kenalan ayahnya yang kebetulan juga sering menjadi lawan main di film-film yang pernah dibintangi Vil. Rook sudah tahu siapa orangnya karena sudah pernah diperkenalkan satu sama lain ketika ia berkunjung ke rumah keluarga Schoenheit.
Menurutnya, pria itu bukan orang macam-macam. Ia baik dan sudah jelas sangat cocok untuk Vil. Rasanya Rook tidak perlu khawatir akan keadaan teman baiknya itu bahkan hingga setelah menikah nanti.
Cinta yang terbalas sangat indah, adalah hal yang selalu dipikirkan oleh Rook. Hanya dilihat dari ekspresi keduanya saat menceritakan saat-saat awal merasakan cinta saja Rook sudah yakin kalau keduanya tengah dimabuk asmara. Seorang Vil Schoenheit bisa sampai dibuat tersipu setiap kali berbicara dengan seorang laki-laki? Itu sudah lebih dari cukup bagi Rook untuk tahu kalau cinta keduanya saling berbalas.
Sungguh indah, dan sayangnya hanya berlaku pada beberapa orang. Sedangkan beberapa orang lainnya harus mencoba rela dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan, seperti yang ia alami, misalnya.
Meskipun pikirannya terbawa ke segala arah setelah perbincangan para gadis yang tidak sengaja ia dengar tadi, fokus Rook akan tetap bekerja dengan baik begitu ia melihat seseorang yang ia kenal. Apalagi kalau orang itu adalah si "cinta yang bertepuk sebelah tangan."
"Leona Kingscholar! Akhirnya si pangeran tiba juga!"
Pangeran. Ya, pangeran. Orang-orang tentunya akan langsung mengerubung si pangeran yang disebut itu. Dua jam setelah pesta dibuka, salah satu murid yang meraih nilai tertinggi se-NRC itu akhirnya tiba. Entah apa yang dilakukannya sebelum ini, tapi Rook bersyukur akhirnya ia bisa melihat wajah itu lagi.
Yah, tidak bisa dikatakan bersyukur juga karena dada kirinya sekarang terasa sesak. Cintanya bertepuk sebelah tangan dengan orang itu. Ia juga tidak pernah berniat untuk mengungkapkannya karena ia merasa melihat dari jauh saja cukup. Namun sebenarnya bukan itu alasan utamanya.
"Mentang-mentang pangeran dan mantan ketua asrama, kau sengaja terlambat?"
"Hah! Cerewet seperti biasanya, eh, Nona Vil?"
"Jangan mengejekku, Tuan Muda. Aku paling tidak suka mendengar nada bicaramu yang seperti itu."
"Eeeh? Begitu, kah? Maaf kalau begitu."
Alasan utamanya adalah karena Rook Hunt tahu kalau Leona Kingscholar menaruh mata pada Vil Schoenheit. Tidak, ini bukan tebakannya. Ia tahu karena Leona sendiri yang mengatakannya.
"… Rook, kau tahu Vil suka apa?"
Rook masih bisa mengingat dengan amat jelas bagaimana suara Leona saat menanyakan itu. Kedengaran agak serak—mungkin karena baru bangun tidur—dan matanya tidak berhenti memperhatikan lorong, seolah mencari sesuatu.
Rook, yang sebelumnya sudah mulai menebak apa yang Leona rasakan, kala itu menjawab, "Tidak ada yang penting atau spesifik, tapi dia suka makeup."
"Kalau itu, sih, aku tahu." Nada suara tinggi yang seperti biasanya, dan itu entah kenapa hanya ditujukan pada orang lain, terutama Rook.
"Kenapa tidak coba tanya orangnya langsung?" Sekalipun tidak ingin mengatakannya, Rook tetap harus netral dengan sekelilingnya. Ia harus menjaga agar Leona tidak tahu perasaannya yang sebenarnya. "Vil tidak terlalu suka kejutan dan agak picky. Menurutku akan lebih baik jika kau menanyakan langsung apa yang dia inginkan. Apalagi ini untuk hadiah ulang tahun."
"Dari mana kau tahu ini untuk ulang tahunnya?!"
"Kau pikir aku tidak tahu kapan ulang tahunnya?"
Masih bisa Rook ingat jelas juga bagaimana Leona menghela nafasnya saat itu. Kedengaran lelah, dan itu karena ia berbicara dengan Rook.
"Jadi … aku harus tanya langsung apa yang dia inginkan dan membelikannya, begitu maksudmu?"
"Yep." Rook menegakkan tubuhnya, melakukan beberapa perenggangan. Kelas kimia kala itu begitu menyakitkan karena mereka sudah kelas tiga. "Tenang saja. Vil bukan tipe yang akan menolak segala pemberian, dari orang yang dianggap rival sepertimu sekalipun. Dia pasti masih menerimanya."
"…" Diamnya Leona sempat membuat nafas Rook tercekat. Seolah tahu apa yang akan Leona katakan setelahnya, Rook mencoba menutup matanya, dengan bodohnya sedikit berharap itu bisa membantunya untuk tidak mendengar apa pun yang keluar dari mulut Leona.
"… Sejujurnya, aku berharap dia tidak lagi menganggapku sebagai rival setelah ini."
Sayangnya, itu sama sekali tidak bekerja. Ia tetap mendengarnya dan realita kembali memaksa Rook untuk menerima segalanya.
Tidak ada sedikit pun kesempatan. Celah sebesar lubang semut pun tak ada.
Meski begitu, Rook tetap mencintai Leona yang mencintai Vil. Sekalipun Leona tahu kalau Vil telah memilih orang lain, hanya dengan melihatnya begini, Rook tahu kalau Leona masih memiliki harapan untuk memenangkan hati gadis impiannya.
Tidak pernah ia melihat belakang, sekadar mengecek; adakah orang lain yang tengah menunggunya?
Apakah ada gadis lain yang mengharapkan dirinya?
Tidak tahukah dia kalau Rook Hunt sedang menunggunya untuk menyadari sesuatu?
Hanya saja Rook mencoba mengabaikannya. Fakta kalau ia mencintai Leona dan tidak pernah berniat mengungkapkan perasaannya tak boleh diabaikan. Ini yang ia pilih dan ini konsekuensinya. Rook akan menerimanya, walau rasanya—tak perlu diragukan lagi—sakit.
"Rook."
Namun, kenapa tiba-tiba ia merasa kalau aka nada sesuatu yang berubah dari semua yang ia rasakan dan pikirkan? Dan kenapa itu semua harus berawal dari Leona yang memanggil namanya—untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
.
.
.
"Maaf kalau aku mengganggu waktumu."
"Tidak sama sekali."
Rook menghentikan langkahnya ketika Leona melakukannya lebih dulu. Setelah "meminta izin" pada beberapa teman yang menangkap mereka berjalan keluar gedung bersama-sama, akhirnya mereka tiba di tempat yang lebih sepi.
Suasananya tidak terlalu gelap, jadi Rook tahu mereka ada di dekat gedung kelas tiga. Lebih tepatnya, setelah lorong tempat mereka berdiri bersebalahan ini dilalui, akan ada ruang kelas 3-A, tempat mereka menempuh satu tahun bersama sebagai teman sekelas dahulu.
"… Kau selalu mengikuti perkembangan berita Sunset Savanna, kan?"
Berita ….
Oh, tentu saja Rook mengikuti, bahkan sampai berita tentang sang pangeran kedua yang diharapkan segera menemukan pasangan. Di usia yang masih sangat muda sekalipun, hal yang dianggap sebagai "permintaan terakhir" dari Ratu sebelumnya—ibunya—tidak bisa dielakkan.
Tercatat ada satu dari sekian wasiat yang ditinggalkan Ratu yang mengatakan kalau pangeran kedua mereka, Leona Kingscholar, diharapkan menikah pada usia 20 tahun. Terdengar seperti pemaksaan, tapi sebenarnya Ratu tidak pernah memaksa putranya untuk menikah di luar dari waktu yang diinginkan diri sang putra itu sendiri. Namun, berhubung Ratu adalah sosok yang begitu dihormati, termasuk oleh kedua putra semata wayangnya, maka disepakati kalau Leona akan mencari pasangan sesegera mungkin.
Berita ini tentunya sudah beredar sejak Leona menginjak usia 20 sekitar dua tahun lalu. Hanya saja, karena Leona masih harus menyelesaikan pendidikannya di NRC, mau tidak mau persyaratan itu agak diperpanjang. Dari yang "tepat di usia dua puluh" menjadi "selama usia dua puluh." Setidaknya itu bisa memberi Leona sedikit angin segar.
Namun Leona tidak merasa itu sebagai angin segar sedikit pun. Tentu saja itu karena perasaannya terhadap Vil.
Ia mencintai Vil. Ia berencana untuk mengungkapkan perasaannya dan mengajaknya serius. Permintaan terkahir ibunya tercapai, dirinya pun bahagia bersama orang yang dicintai. Sayangnya, Vil justru menerima pinangan orang lain. Leona memang terlihat belum menyerah, tapi ia tidak bisa mengajak Vil untuk menikah begitu saja di saat dirinya bahagia dengan laki-laki yang memilih dan juga dipilihnya.
Terjebak di antara menunggu kesempatan perempuan yang dicintai mampu didapatkan dan permintaan ibu yang harus dibayar lunas, memaksa Leona membanting setir ke rencana B.
"Rook, aku tahu ini tiba-tiba, tapi … maukah kau menikah denganku?"
.
.
.
Next: Chapter 2
