The King and Hime
.
.
.
.
.
Naruto milik Masashi Kishimoto
.
.
.
.
Chapter 14
Sepasang onyx itu terpejam, dia bersandar di sofa dan menikmati kesendiriannya. 'Aku bosan'.
Sepasang permata hitam itu kembali terbuka; sibuk menatap langit-langit apartemen dengan tatapan kosong; dia melamun. 'Waktu itu seandainya aku menolaknya, apa yang akan terjadi?'
Mereka adalah sepasang kekasih yang memilih kabur dan tinggal di Amerika. Ini bukan karena pertentangan keluarga atau alasan lainnya.
"Sasuke-kun, jika aku mengajak mu untuk kabur dari sini. Apakah kau akan mengikutiku?"
"Ayo kita pergi, Sakura." Tangan hangat nya mengenggam gadis yang terlihat begitu hancur karena penolakan dari seseorang yang sudah di cintainya belasan tahun.
Benar, ini hanya karena permintaan egois gadis itu.
Dengan berbekal dokumen-dokumen jati diri dan uang tunai yang sekiranya hanya cukup untuk membeli rumah kecil dan makan sehari-hari, keduanya berangkat tanpa sepengetahuan keluarga masing-masing.
Untunglah keduanya memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mencari pekerjaan. Sakura sebagai dokter di salah satu rumah sakit tidak terkenal sedangkan Sasuke bekerja sebagai karyawan sebuah kafe.
Walau hanya mendapatkan uang pas-pas an, mereka bahagia. Sakura bisa terlepas dari tuntutan keluarganya sedangkan laki-laki itu tetap bisa bersama dengan gadis yang dicintainya.
Flashback
"Sasuke-kun" Laki-laki dikejutkan dengan gelayutan manja dari seorang gadis di hadapannya. "Kau mau pulang?"
Dia bukanlah lagi laki-laki kaya dan terkenal. Akan tetapi, hanya dengan wajah tampan nya saja, kafe yang hampir bangkrut pun dapat bertahan bahkan kembali maju dengan sukses dengan dirinya sebagai karyawa. Kafe ini berada tepat di depan perusahaan berita terkenal di US.
"Ya" Sasuke menepis kasar tangan tersebut. Dia adalah Karin Uzumaki, gadis cantik yang selalu menghiasai layar kaca telivisi sebagai pembawa acara di sebuah acara berita. Gadis ini mengetahui tentang dirinya walau dia menyembunyikan nama keluarganya. Ya, karena dia berasal dari klan Uzumaki.
"Sa-sasuke.." "Hati-hati di jalan, Sasuke"
Beberapa gadis bule ikut menyapa nya, mereka adalah pelanggan tetap kafe. Menyebalkan, ini membuat kepala semakin sakit saja.
"Lagi-lagi gadis itu...-" "Benar kan? Uzumaki Karin?" "Kenapa dia selalu menggoda Sasuke". "Stay away from our Sasuke."
Karin melirik sinis para perempuan yang menatap ke arah mereka. "Huh.." Dia kembali berbalik dan mengejar Sasuke yang sudah jauh dari sana.
"Sasuke-kun" Laki-laki itu terkejut dengan dorongan kuat dari Karin saat dirinya sudah hampir memasuki taksi.
"Apa yang kau lakukan?" Gadis berambut merah itu ikut duduk disampingnya. Dia mengedipkan ke arah nya sebentar dan menoleh ke arah supir
"Please go to the Pink Hotel, sir" ucapnya singkat.
"A-apa?! Hei, Karin?!"
"Tenanglah, Sasuke-kun. Ada yang ingin kusampaikan tentang sepupu ku itu"
"Naruto? Kenapa dia tidak menyampaikan langsung padaku"
"Pokoknya ini sangat rahasia. Ikut saja, Sasuke-kun"
Dan dari jauh, gadis itu melihat segalanya. Suami nya pergi bersama perempuan lain, entah menuju ke mana.
"Sasuke-kun" Gumamnya. Sepasang emerald itu beralih ke jalanan. "Taxi" panggilnya.
"Where do you want to go, miss?"
"For now, please follow that taxi, sir."
Flashback end
Lagi-lagi dirinya mengingat kejadian sialan yang penyebab retaknya rumah tangganya. Padahal semua berjalan dengan baik selama 2 tahun lebih, tetapi mereka malah berpisah.
"Aku merindukannya"
.
.
.
Suara bising membangunkan tuan muda Uchiha tersebut. Gedoran pintu dan bel yang begitu nyaring memaksa nya untuk membuka kembali mata dan memutuskan mimpi indah yang baru mulai.
"Si dobe itu. Aku kan tidak mengganti pass nya" Dia bangun dengan malas, mulut nya tak berhenti mengutuk teman pirang yang satu-satu nya bisa menjadi pelaku penggangu tidurnya.
"Naru.. naruto-kun"
Langkah kaki nya berhenti sempurna. Dari balik layar, dia bisa melihat siapa sebenarnya orang yang berteriak tidak waras di hadapan pintu.
Sudut mulut laki-laki itu tertarik keatas, dia masih melihat tingkah laku menggemaskan seseorang yang menjadi alasan terbesar dia kembali ke Jepang.
"Kau masih tetap menggemaskan, Sakura Uchiha"
Klek! Tangan laki-laki itu menarik cepat dirinya dan membawa tubuh gadis itu lebih dekat kepadanya.
.
.
.
.
.
Sakura menepis tangan yang sebelumnya masih setia memegang dagunya. Walau terhuyung, dia sempat-sempat nya saja memberikan tatapan dingin kepada seseorang yang tidak pernah diharapkan kedatangannya. "Dimana hik Naruto-kun?"
"Dia tidak akan datang."
"Kalau begitu aku akan pulang" Sakura berbalik dan kembali berjalan ke arah pintu.
"Kau ingin lari lagi? Seperti sebelumnya?" Sasuke mengertakkan giginya, "Tanpa mendengarkan penjelasan ku?" Untuk kalima terakhir, laki-laki menurunkan suaranya; nyaris terdengar hanya sebagai gumam an kecil.
"Apa kau sekarang mengataiku pengecut, Uchiha?"
"Kalau begitu apa ada hal yang lebih menjelaskan tindakan yang sedang kau lakukan ini?"
Sakura kesal, dia berbalik marah. "Pengecut?! Berani-beraninya tukang selingkuh berkata seperti itu pada ku."
"Aku tidak pernah mengkhianatimu" Dia kembali menyentuh dagu gadis itu dan memaksanya untuk mendongak; menatap ke arahnya.
Sepasang onyx itu berkilat tajam, dia tidak sedetikpun memalingkan dari Emerald yang menatapnya. Jika tidak bisa lewat kata-kata, dia mengatakannya melalui matanya. Uchiha selalu membanggakan mata mereka; jangan pernah memalingkan wajahmu kepada siapapun. Itulah prinsip yang di ajarkan oleh ayahnya.
Sasuke berharap bahwa perasaan nya bisa tersalurkan melalui tatapan nya, dia ingin gadis itu tahu bahwa betapa menderitanya dirinya setelah kepergian gadis itu.
'Aku tidak ingin merasakan perasaan itu lagi' batinnya.
"Lepaskan aku sialan!" Sakura mendorong tubuh Sasuke, dia berbalik pergi; menatap sepasang onyx hanya membuat perasaan semakin tidak karuan.
"Tidak!" Sasuke menarik tangan gadis itu lagi; dengan sekali hentakan, dia kembali membawa tubuh gadis itu kedalam dekapannya.
"O-oi!" Bruk! Mereka berdua kehilangan keseimbangan, 'ittai' Sasuke meringis pelan. Walau begitu dia menyukai posisi sekarang; entah kenapa membuat rasa sakitnya lenyap entah kemana. Keduanya terbaring di lantai dengan posisi Sasuke yang mendekap erat tubuh Sakura.
"Hei, kau baik-baik saja?" Sakura bangun, dia memeriksa kepala laki-laki itu.
Walaupun menolak keras pun, Sakura tidak bisa melihat orang luka disekitarnya. Naluri sebagai dokter sudah mendarah daging padanya. Ya walaupun gadis itu masih belum mendapat lisensi nya.
"Sakit?"
Sasuke tersenyum tipis, dia mengangguk.
Lihatlah wajah paniknya, "Dimana.. disebelah mana? Coba duduk, aku tidak bisa melihatnya dari posisi ini"
"Tidak perlu..-" Kedua tangan laki-laki itu meraih kepala Sakura untuk kembali kedekapannya. Dia membaringkan gadis itu di atas tubuhnya. "Ini akan segera sembuh"
"Sasuke?"
"Sebentar saja. Aku ingin memelukmu seperti ini sebentar saja" Laki-laki itu menggeser badanya, dan menurunkan tubuh Sakura agar lebih nyaman untuk di peluk. Di tengah apartemen, mereka berbaring; saling memeluk.
XOX
Semilir angin menyapa wajah gadis itu; menenangkan dirinya untuk sesaat. Dia menikmati rasa dingin dan juga luar biasa saat air laut mengenai kakinya. 'Aku senang bisa kesini.'
"Halooo.. Nona Hinata? Hime-sama?"
Ah, kecuali satu hal..
Glek!
"Maafkan aku!" Laki-laki itu kembali membungkuk hormat ke arah Hinata. "Ah tidak?!" Naruto kembali berdiri tegap, "aku tidak sedang meminta maaf atas apa yang aku lakukan barusan. Aku melakukan dengan kesadaran tinggi; jadi..-"
Sepasang amethyst menyipit; memberikan tatapan ketidak sukaannya kepada Naruto yang sudah berkeringat dingin.
Dia menghindarinya; saphire blue itu menatap ke arah lain, "Maksudku ciuman itu bukanlah kesalahan. A..a..a-aku melakukannya karena aku ingin." Dia mengatakan kalimat keren nya dengan gugup; tidak seperti kepercayaan diri nya yang biasa.
"Baka" Hinata berbalik dan kembali berjalan meninggalkan Naruto yang mematung tidak percaya mendengar kata bodoh dari Hinata.
Naruto kehilangan semangatnya, "Ah.. bodoh ya.. benar, itu lebih baik dipanggil bocah kecil"
Hinata yang mendengar gumam an ketidak berdayaan dari Naruto itu hanya menghela napas lelah, "Apakah segitu tidak sukanya dia dipanggil bocah kecil"
Gadis itu menyentuh bibirnya, seulas senyum tipis terpatri saat dia mengingat kejadian luar biasa yang baru saja dialaminya. 'Sadarlah Hinata'
Angin laut semakin deras menerpa wajah gadis itu; udara juga berubah semakin dingin. Walau begitu, Hinata menyukainya. Dia menikmati semuanya dengan mata terpejam. 'Ini menyenangkan, hehe'
"Kau tidak kedinginan?" Naruto memasangkan pakaian luar nya ke Hinata yang hanya mengenakan dress tipis. "Hm.. terima kasih." Ucapnya pelan.
Naruto tersenyum canggung, dia berjalan mendahului gadis itu dan berdiri di hadapannya. Kedua tangan nya memegang lembut kedua bahu Hinata, "Aku minta maaf karena memaksamu datang, maaf karena mendapat perlakuan kasar dari yuta sialan itu, maaf karena menjadi perhatian para wartawan, maaf karena harus membuatmu memakai pakaian tipis di cuaca dingin seperti ini"
Kepala pirang itu tertunduk, dia menyadari bahwa telah menimbulkan banyak masalah untuk gadis ini. Padahal dia adalah orang yang terencana, semua ucapan hingga perbuatan nya telah direncanakan dengan matang.
Tetapi kenapa dan sejak kapan dia seperti ini. Naruto ragu dengan semua keputusannya bahkan sampai pada tahap mempertanyakan semua hal yang dia telah lakukan.
Walau begitu, dia yakin akan satu hal. Apapun itu, Naruto tidak ingin membuat gadis ini menjauhi nya. Dia tidak suka, ah tidak! Dia membencinya?!
Dia adalah Uzumaki Naruto, laki-laki 19 tahun yang sudah dikenal bahkan ke berbagai dunia. Seseorang yang dapat membalikkan perekonomian Jepang jika dia mau. Dia genius, pekerja keras dan mampu membungkam semua orang yang meremehkannnya.
Naruto itu keras kepala, dia membenci kekalahan dan juga kata menyerah. Dia akan mengejar apapun yang dia inginkan.
Akan tetapi kenapa, baru 30 menit yang lalu dia mengatakan tidak akan mengaku hingga mendapat lampu hijau dari gadis itu dan sekarang semua itu terjadi.
Hinata sedikit simpati, Laki-laki dihadapannya ini terlihat sangat merasa bersalah."Naru-"
"Tetapi aku tidak akan meminta maaf soal itu!" Teriakan Naruto membuat Hinata terkejut. "O-oke. Hm.. ya ya" Gadis itu mengangguk cepat.
Sapphire blue itu kembali mengalihkan pandangannya, malu. "Aku benar-benar tidak bisa meminta maaf soal itu."
Image
Ini adalah hal langka untuk melihat Naruto malu-malu seperti sekarang. "Kenapa?" Sudut bibir gadis itu terangkat, "Apa kau menganggapnya sebuah kesalahan?"
"T-tidak!" Naruto mencengkram bahu gadis itu tanpa sadar hingga membuat nya meringis. "Ah maaf." Suara laki-laki itu kembali menurun.
"Itu sebaliknya- aku melakukan itu karena aku menginginkannya." Gumamnya.
Naruto mendongak, dia menatap lurus ke arah sepasang amethyst yang akhirnya terbawa suasana. "Hinata hyuuga, dengarkan aku. Ini adalah pertama kali nya. Benar-benar pertama kalinya tanpa merencanakan apapun. Aku melakukannya karena spontan."
"Karena spontanitas?"
Naruto mengangguk, "Terlebih, Itu karena kamu." Kali ini suara laki-laki itu kembali mengecil.
"Apa?"
"A-aku melakukannya karena itu dirimu."
Blush!
"A-apa yang..-" Hinata menepis sepasang tangan yang menyentuh bahu nya. Dia berjalan melewat Naruto. "Ayo pulang."
"Kenapa tidak menjawabnya?"
Tuk! Kaki Hinata berhenti. Dia tidak menengok; dia tidak ingin melihat ekspresi seperti Naruto sekarang, "A-apa yang harus kujawab?"
"Jangan berlagak tidak tahu." Laki-laki itu kembali mengenggam pergelangan tangan gadis itu,
"Hinata Hyuuga, aku ini sedang menyatakan perasaan ku padamu"
Gadis itu akhirnya menoleh, menemukan sepasang sapphire blue yang menatapnya lekat.
Hinata tidak mau mempercayai nya, laki-laki yang baru beberapa hari ini mengguncang dunia; seseorang yang dia pikir berada jauh dalam jangkauan nya bisa berekspresi seperti itu di hadapannya.
'Jawablah, agar aku bisa pergi dengan tenang.'
.
.
.
Sepasang kaki melangkah berat, ini adalah pertama kalinya semenjak hari itu dia bertemu dengan seseorang yang akhirnya dia lawan untuk seorang gadis.
Laki-laki itu menenangkan dirinya, dia mencoba mengetuk pintu dihadapannya.
"Masuklah" Suara berat berwibawa terdengar dari dalam ruangan. Glek! Laki-laki itu menelan salivanya gugup; Dia bukanlah orang yang penakut seperti ini, tetapi berhadapan dengan orang yang akan dia temui sebentar lagi memang selalu membuatnya ketakutan.
"Selamat malam, ayah"
Tatapan nya begitu dingin, seolah yang dipandangnya adalah orang asing. "Aku tidak tahu kau masih punya nyali datang kembali, Toneri"
Laki-laki itu membeku sesaat. Walau begitu dia tidak mengalihkan pandangan nya. Dia menatap langsung kedua mata ayahnya.
"Oh.. itu adalah tatapan yang bagus sekali, nak" Lelaki paruh baya itu menyeringai. "Apa mengirim mu keluar akhirnya menyingkirkan tatapan pengec...-"
"Ayah"
Toneri maju mendekat ke meja kerja ayahnya itu. "Apa kau mengenal Uzumaki Naruto?"
Pupil orang tua itu melebar, terkejut. Dia tidak tahu ada urusan apa anak bodoh ini dengan Uzumaki Naruto. Tetapi yang pasti, itu bukanlah tatapan persahabatan.
"Hahahaha.. Bagaimana bisa batu kerikil mengincar berlian. Kau baru saja kembali dan ingin menargetkan bocah mengerikan itu."
Toneri tidak bergeming mendengar kalimat itu. Tatapannya tetap tertuju lurus pada ayahnya yang malah menyeringai senang. "Tapi sejelek apapun sebuah batu, kalau dipoles dengan baik akan menjadi sebuah permata berharga."
.
.
"Kau baik-baik saja, tuan?" Seseorang membantu laki-laki yang terhuyung di hadapannya. Entah apa yang terjadi pada seseorang yang dipastikan salah satu dari tamu dari tuan mereka.
"Gadis sialan. Aku tidak menduga dipukul hingga pingsan seperti ini" Yuta memegang kepalanya yang masih berdenyut. "Aku tidak akan membiarkan ini, Haruno Sakura. Akan kupastikan menghancurkan dirimu"
"Jangan sentuh aku, sialan!" Yuta menghardik bodyguad yang ingin membantu dirinya berdiri. Laki-laki itu berjalan pergi meninggalkan pesta yang masih berlangsung. Lagipula dipastikan pemeran utama sudah pulang, jadi tidak ada alasan untuk dirinya tetap berada disana.
Waktu kian malam, Naruto tidak bisa menahan lagi gadis itu dan memaksanya untuk menjawab pertanyaan nya. Dia harus menghadiri pesta berikutnya bersama pamannya dan setelah itu dia...
Pegangan Naruto pada kemudi mobil semakin erat, dia tidak bisa meninggalkan gadis itu dengan keadaan seperti ini. Apakah dia mempunyai pilihan?
"Aku akan kembali menyerahkan proposal kami kepada mu, Naruto" Suara pelan namun tegas itu memecah keheningan antara mereka berdua.
"Aku akan menunggu itu." Naruto tahu dia sudah terburu-buru. Gadis ini bukanlah seseorang yang bisa diperlakukan secara tergesa-gesa seperti ini.
Tetapi, dia juga tidak bergerak lambat dan membiarkan rival nya maju lebih dahulu. Satu kecerobohan sudah cukup menyadarkan Naruto untuk segera mengklaim miliknya. Jangan sampai tuan muda Otsutsuki kembali berulah dan berkeliaran di sekitar Hinata.
'Berpikir! Gunakan otakmu, Naruto. Apa yang harus kau katakan dalam situasi ini.'
Berbeda dengan Naruto, Hinata terlihat gelisah. Dia terus memainkan kedua jarinya dan sesekali melirik laki-laki di sampingnya itu tanpa sepengetahuannya.
"A-aku benar-benar berterima kasih soal pameran itu, Naruto"
'Itu dia!'
"Besok datanglah ke perusahaan ku" Ucapan tiba-tiba laki-laki itu membuat kepala Hinata berpaling terkejut.
"U-untuk apa?"
Naruto tersenyum misterius, "Kau akan melaporkan sesuatu kan?"
"A-ah iya..-" Hinata menunduk kembali. "K-kalau begitu besok aku ke Uzumaki Corp."
'Yosh.. Baiklah, Hinata. Akan ku buat kau tidak ada pilihan selain menerima ku,' Naruto tertawa di dalam hati. Dia tidak sabar menunggu besok.
■•••••••••■
"Anda disini rupanya, Uzumaki-sama"
'Tidak di pesta sebelumnya atau sekarang. Para lalat ini selalu mengubrungi kami'
Nagato menyambut para petinggi perusahaan lain yang segera menyambut kedatangan mereka. Sepasang sapphire blue itu menjelajah pesta yang ternyata dihadiri oleh beberapa orang penting Negara Jepang.
'Tentu saja, ini adalah perayaan penting untuk mendoakan rencana pembangunan besar-besaran yang menghebohkan seluruh kalangan beberapa hari yang lalu' Naruto kembali memainkan peran nya sebagai tuan muda Uzumaki dan calon CEO berikutnya. Dia tentu harus menjaga ekspresinya.
'Dan beberapa hari lagi, aku harus pergi untuk mengurus berbagai hal. Aku pasti akan disibukkan'
Naruto melakukan nya lagi; bertindak tanpa berpikir. Ini membuat kepalanya semakin sakit, dia menyatakan perasaan pada gadis yang terlihat tidak akan membalasnya dan dia harus pergi beberapa hari untuk mengurus pekerjaan.
Nagato mendekati keponakannya yang sedari tadi sudah memisahkan diri dari mereka."Kau terlihat tidak baik?" Laki-laki paruh baya itu meneguk minumannya.
Naruto tersenyum tipis, "Hanya memikikan beberapa hal" Memang, hanya paman nya ini yang bisa mengetahui perasaan nya yang sebenarnya.
CEO Uzumaki itu melirik keponakannya, "Hm.." Dia tersenyum licik "Ini tentang Hinata-san ya?"
Glek! Naruto hampir tersedak. Paman nya bahkan bisa menebak orang nya dengan benar. Apa-apa'an, apakah kemampuan dia menyembunyikan perasaan melemah sejauh ini. "Uhuk.. ya. Ehem.." Oke, Laki-laki itu menutup mulutnya dengan punggung tangan; menyembunyikan rona merah.
"Kau di tolak?"
Benar sekali lagi? "Y-ya- ah! Maksudku belum. Dia belum menjawabnya"
Nagato tidak bisa menyembunyikan kekehan nya, dia kembali meminum minuman nya. "Aku tidak tahu bahwa kau juga bisa berekspresi seperti itu."
"Ya?" Naruto terkejut sebentar. Senyum laki-laki itu terbit saat menyadari maksud ucapan pamannya, "Ya, karena aku juga seorang manusia biasa dan lagipula..-" Sepasang sapphire blue itu beralih pada gerlap-gerlip pesta, banyak para petinggi perusahaan yang mungkin dapat menguntungkan perusahaan nya; Walau begitu, dia tidak tertarik sama sekali sekarang. Gadis itu sudah mengambil penuh pikiran dan akal sehatnya.
"Ini adalah pertama kalinya" Naruto tersenyum, kali ini bukanlah senyum palsu seperti biasanya. Benar, hanya sebuah senyuman normal dari Uzumaki Naruto yang biasa.
Nagato terlihat berpikir mendengar kalimat romantis dari keponakannya itu. "Aku rasa ini bukan yang pertama kali. Gadis itu? Bagaimana dengan gadis yang kau temui 15 tahun yang lalu? Saat kau berumur 8 tahun?"
Naruto teringat, "Ah gadis itu.."
"Ya, bukankah kau pernah merenggek kepada orang tua mu untuk menemukan gadis itu?"
Benar, ada juga masa-masa seperti itu. Uzumaki Naruto yang lemah; yang hanya bisa merenggek seperti anak kecil. Tanpa kekuataan dan kekuasaan. Dan kematian orang tuanya adalah pemicu terbesar yang membuatnya menjadi seperti dirinya yang sekarang.
"Dia bukanlah pertama kalinya bagiku. Gadis itu hanyalah orang aneh yang tidak sesuai dengan usia nya. Dia ceria dan banyak tersenyum seperti orang bodoh" Naruto tersenyum mengingat kenangan lama itu. "Bagaimana bisa dia berbakat sekali menghibur seseorang. Bagiku, dia yang dulu hanyalah seorang kakak baik hati yang ingin sekali ku berikan rasa terima kasih"
'Lagipula, aku juga sudah menemukannya.'
Ini adalah pertama kalinya sejak kejadian itu, ponakan kesayangannya ini akhirnya berbicara banyak hal padanya; bukan perkerjaan tetapi perasaan di hatinya. Laki-laki yang di tuntut untuk bersikap dewasa lebih awal yang tidak sesuai dengan umurnya.
"Terima kasih."
Nagato menoleh, "Kenapa berterima kasih?"
Naruto menggaruk pipi kanannya, pupilnya bergerak menghindar; Dia malu. "Aku hanya merasa harus mengatakan itu." Sepasang sapphire blue itu melirik pamannya dari ekor matanya, "Terima kasih karena sudah berada disisiku, paman"
Deg! Benar, ini sama dengan perasaan saat itu. Saat menatap sepasang mata biru yang ikut menatap nya dengan wajah lugunya. Keponakannya yang masih belum mengenal dunia kejam ini. Dia yang masihlah bocah kecil dan selalu tersenyum bahagia saat dirinya berkunjung untuk mengajak bermain.
Naruto kecil yang selalu menanyakan pertanyaan yang tidak sesuai umurnya, memang nya bocah genius selalu terlihat bahkan sejak dia kecil.
Oke, Nagato dibuat emosional sekarang. Padahal mereka sedang berada di tengah pesta penting. Mengenang sesuatu bukanlah gaya nya, dia harus kembali sadar.
"Ngomong-ngomong, apa kau sudah bersiap?"
Sepasang sapphire blue itu berkilat tajam, amarah tiba-tiba menguasai nya. Tentu saja itu membuat Nagato bingung, bagaimana emosi keponakannya ini bisa berubah cepat begitu.
"Ada beberapa masalah. Mungkin akan sedikit menyinggung Uzumaki Corp."
Nagato tersenyum, dia kembali meminum minumannya. "Kau bisa mengatasi nya?"
Laki-laki pirang itu menyeringai, "Itu hal yang mudah."
Di lain sisi, para gadis-gadis; yang mengikuti ayah mereka. Berkumpul dan saling membicarakan sesuatu. Tatapan mereka tidak pernah lepas dari seseorang yang keberadaan nya saja hampir menyita perhatian seluruh orang di tempat ini.
"Naruto-sama.. bahkan hanya dengan berdiri diam seperti itu, dia terlihat tampan"
Tidak berlebihan jika mengatakan kepopuleran Naruto bahkan melebihi para idol yang unggul dalam hal wajah dan keterampilan.
Dia memang bukan penyanyi ataupun aktor yang di puja semua orang. Walau begitu, bisa dipastikan kau bisa hidup enak dengan penampilan dan kekayaan nya. Itulah kenapa, dia berada dalam posisi pertama laki-laki yang ingin dijadikan calon suami.
"Dia dan perusahaan nya bahkan bisa memutar balikkan dunia ini dengan mudah."
"Bagaimana bisa?"
"Kau lupa? Perusahaan nya itu fokus pada bidang teknologi masa depan. Zaman sekarang, kecerdasan buatan adalah segala-galanya."
"Aaah.. hebat sekali."
Sekali lagi, tanpa berbuat apapun. Laki-laki itu membuat para gadis jatuh cinta padanya berkali-kali.
Walaupun begitu, di samping mereka seorang gadis berdecak kesal dengan suara kekaguman dari teman-teman nya itu. "Kalian bodoh?"
Mereka serempak menoleh, "Shion?"
"Aku mendengar rumor saat kembali kemarin."
"Ah tentang Naruto-sama yang memiliki kekasih?" Salah satu temannya menyahut. "Tetapi bukankah itu sudah biasa? Naruto-sama kan selalu dikelilingi gosip seperti itu kan?"
"Kali ini berbeda." Shion memberikan hp nya, di layar ponsel itu terlihat banyak berita yang tidak disebarkan bersamaan dengan berita sebelumnya. Dan itu berarti, semua informasi ini masihlah baru.
"Wah gila, Naruto-sama memegang tangan gadis itu di sekolahnya."
"Tunggu, bukankah ini baru 15 menit yang lalu. Naruto-sama membawa gadis ini ke pesta temannya."
"I-ini wajah gadis itu?" Mereka semua menyipitkan mata, mengenali dekat wajah gadis yang di ambil dari jarak jauh.
Mereka melirik sebentar Shion yang sedang terpesona dengan Naruto; tidak memperdulikan mereka. "Dia cantik". "Hm.. gadis ini cantik.". "Ya, lebih dari Shion". Mereka semua berbisik kecil. Sangat berbahaya untuk menyinggung putri perdana menteri.
Sasuke meletakkan tubuh Sakura di kasurnya, dia menghela napas dan tersenyum kecil. "Berapa banyak yang diminumnya hingga seperti ini."
Tangan nya merapikan poni gadis itu, 'Sudah berapa lama kita bisa sedekat ini'. Sasuke merindukkan untuk memeluk tubuh kecil ini, dia terasa sangat nyaman dipelukan nya.
"Bagaimana bisa kepala kecil ini memiliki begitu banyak pemikiran" Sasuke sudah mendengar tentang kelakuan gadis itu dari teman kuningnya. Bisa dibayangkan bagaimana buruknya itu hingga Naruto menceritakan dengan penuh kekesalan.
"Aku tidak akan membiarkan nya kali ini, Sakura. Apapun yang terjadi, aku akan membawamu kembali" Bibir nya menyentuh pelan kening gadis itu; memberinya ucapan selamat malam sebelum mematikan lampu dan pergi dari sana.
Dalam remang-remang, sepasang emerald itu terbuka. Dia membalikkan posisinya dan kembali memejamkan matanya. "Apanya yang mabuk, aku sudah tersadar sepenuhnya saat melihat wajah sialan mu itu".
Diluar, Sasuke kembali merebahkan badannya di sofa. Pikirannya kembali pada kejadian memuakkan yang sudah membuat dirinya menggeram kesal. Dia tidak habis pikir, padahal dirinya buka lagi tuan muda Uchiha yang dilimpahi kekayaan tetapi kenapa para hama itu masih berkeliaran di sekitarnya dan membuat istrinya salah paham.
Drrt~
"Naruto?"
"Ada yang ingin kubicarakan."
Sasuke merasakan firasat buruk, "Apa yang terjadi?"
"Ini tentang Sakura."
"Jika ini tentang dia menghilang dari pesta dan pulang dalam keadaan mabuk. Aku sudah tahu."
"Hah? Mabuk? T-tunggu pulang kemana? Apa dia di apartemen?"
"Jadi bukan tentang itu ya?"
"Oi oi.. sepertinya aku mendengar sesuatu yang mengerikan deh. Kalian baik-baik saja?"
Sasuke terkekeh, "Ya, dia masih kuat walau sudah mab..-."
"Sasuke, istrimu kehilangan ketenangan nya dan membeberkan segalanya kepada semua orang"
Sasuke bisa merasakan keresahan teman nya itu dari suaranya. Dia bisa memaklumi karena tanggung jawab Naruto lebih besar darinya. "Aku akan membereskannya"
Terdengar helaan nafas, seperti nya teman kuningnya itu mencoba tenang. "Baiklah, Aku akan mengurus wartawan sialan itu"
Laki-laki itu tersenyum tipis, "Terima kasih, Naruto" Tatapan laki-laki berkilat tajam, dia mengepalkan tangan kirinya kuat. 'Sepertinya aku harus berkunjung ke keluarga Uchiha'
Di lain sisi, Naruto melonggarkan dasi nya dengan kesal. Kenapa permasalahan disekitarnya semakin membesar dan menyebalkan saja.
Seharusnya dari awal dia tidak usah terlibat pada urusan sahabat nya itu. Kepalanya semakin sakit, terlalu banyak yang harus dipikirkan nya.
"Dan juga..-" Naruto meremas kuat kemudinya. 'Kenapa gadis itu tidak menghubungiku sama sekali!'
"Bikin kesal sajaaaa!"
Tbc
.
.
.
