Naruto milik Masashi-sensei
Highschool DxD milik Ishibumi-sensei
Mempersembahkan
The Journey of Chakra
Summary :
Ini pasti ada sebuah kesalahan. Aku seharusnya mati dan ke akhirat berkumbul dengan teman dan keluargaku, bukan bereinkarnasi menjadi bajingan kaya berengsek yang sifatnya berbanding terbalik denganku.
Yah, aku rasa aku akan mencari cara untuk mati
.
Namikaze Uzumaki Naruto, atau aku lebih suka dipanggil Uzumaki Naruto, jangan tersinggung Ayah. Anak dari Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina, Jinchuriki Kyuubi, Ninja penuh kejutan, Pertapa katak dari Myoubokuzan, Pahlawan perang dunia shinobi keempat, Hokage ketujuh, Rikudou Sennin kedua (oke, aku tidak menyuruh orang untuk memanggilku dengan sebutan itu).
Jika aku menyebutkan semua gelarku, aku takutnya aku keburu mati, karena aku memang sedang menunggu ajalku di ranjang rumah sakit Konoha, dengan para cucu yang mengelilingi ranjangku.
Jadi ini yang mereka bilang kilasan kehidupan saat kematian, padahal aku merasa baru kemarin aku dan Sasuke menyegel Kaguya, walau pada kenyataannya peristiwa itu sudah sekitar 184 tahun yang lalu.
184 tahun. Ya, waktu yang lama untuk hidup, persetan kalian para Uzumaki dan umur panjang kalian.
Banyak hal yang terjadi selama 100 tahun terakhir. Pernikahanku dengan Hinata, yang melahirkan anak-anak kami, Boruto dan Himawari. Pelantikanku sebagai Hokage ketujuh. Kemenanganku melawan beberapa Ootsutsuki yang datang ke bumi untuk mencari diriku.
Fakta lucu, manusia yang bisa membunuh Ootsutsuki akan diangkat menjadi Ootsutsuki baru, dan rupanya mereka bisa saling merasakan satu sama lain, yang membuat mereka tahu aku telah membunuh Kaguya menggunakan mini rasenshuriken saat aku dan Sasuke menyentuhnya.
Singkat cerita, mereka ingin aku ikut dengan Ootsutsuki dan 'kembali' ke luar angkasa, aku menolak, kami bertarung, aku menang, tamat.
Jika ingatanku benar, Ootsutsuki terakhir yang kukalahkan adalah saat aku berumur 60 tahun dan menjadikanku Ootsutsuki terakhir di jagat raya. Dengan perasaan lega dan tenang, aku turun dari jabatanku dan melantik Sarada sebagai Hokage kedelapan (Konohamaru tidak mau bicara padaku selama beberapa minggu saat itu).
Selama pensiun aku berusaha memperdalam hubunganku dengan keluargaku, ah Hinata istriku tetap cantik di mataku entah mau berapa banyak umurnya bertambah.
Saat diumurku yang ke-120 tahunlah aku menyadari ada yang berbeda denganku. Benar, aku tetap menua seperti yang lainnya, tapi penuaanku lebih lambat dari yang lainnya.
Saat Sasuke mati, aku masih terlihat seperti Kakek segar pada umumnya. Lalu Sakura, Hinata, Shikamaru, Ino, hingga akhirnya akulah yang tersisa dari generasiku.
Bahkan saat anak-anakku mati dan meninggalkan anak mereka, cucuku, aku masih hidup.
Izayoi, putra Boruto dan Sarada, menggantikan posisi Ibunya sebagai Hokage kesembilan dengan May, putri Himawari dan Denki, sebagai penasihatnya. Disaat itulah tubuhku mulai melemah.
Saat ini aku sudah merasa waktuku tidak lama lagi, kulihat cucu-cucuku yang berada di samping ranjangku.
Izayoi, walau dia terlihat sepertiku dan Boruto, sifat pendiam Uchiha tampaknya lebih condong dalam dirinya, sialan kau Sasuke. Izayoi lebih menggunakan kekuatan fisiknya dalam bertarung, seperti neneknya.
May, walau gadis ini bertubuh kecil, aku rasa dia memiliki kekuatan tubuh Uzumaki murni. Kulihat jangkar besar yang biasa dia gunakan, dia letakkan di ujung ruangan. Jika tubuhku masih kuat, aku mungkin akan menampar siapapun itu yang mengajarkan May untuk bertarung menggunakan jangkar besar itu.
Oh, pandanganku mulai merasa berat.
"Izayoi. Ingatlah, kekuatanmu seorang bukanlah satu-satunya penentu kemenangan, biarkan temanmu untuk membantu, percayalah pada mereka"
Izayoi mengangguk. Bisa kulihat matanya berair. Kualihkan pandanganku pada May.
"Menguasai satu senjata memang bagus, tapi janganlah takut untuk mencoba hal baru. Gunakanlah semua potensimu, dan kau akan sadar itu sangat berguna kelak"
May menganggukkan kepalanya dengan air mata yang berlinang di sepanjang pipinya.
Saat kurasa saatnya, kututup mataku. Kudengar tangisan dan teriakan cucuku semakin jauh dari pendengaranku, sampai akhirnya aku tidak mendengar apapun.
Tidak melihat apapun.
Tidak merasakan apapun.
Dengan yakin aku, Uzumaki Naruto, telah mati.
Itulah yang seharusnya terjadi, sampai aku merasakan kakiku berdiri pada suatu bidang. Lalu perlahan semua inderaku kembali. Aku mendengar suara, kubuka mataku.
Aku tengah berdiri di atas sebuah atap dan di hadapanku adalah seorang gadis berambut merah panjang yang melihatku penuh amarah dengan iris biru kehijauannya.
"JANGAN MEREMEHKANKU, RAISER!"
Rai- siapa?
Oke aku tau, sudah jarang update, malah rilis fic baru, tidak hanya itu, aku juga menghapus fic lamaku.Aku minta maaf untuk pembaca fic lamaku, dengan terpaksa aku harus menghapusnya karena file simpanan untuk chapter kedepannya sudah hilang entah kemana.
Jadi sebagai permintaan maaf, aku berusaha membuat fic baru dengan ide yang cukup mainstream.
Tujuan Naruto di fic ini adalah mati, dan sebelum kalian bilang "ya udah tinggal bundir aja apa susahnya", akan ada penjelasan di chapter depan kenapa Naruto tidak bisa seenak pantatnya bundir
tambahan :v
jangan berharap aku update cepat atau konsisten, jarak update tiap chapter mungkin akan berbeda jadi...
Ciao
