Operation Alborz Mountain dan Rating Games

-0-

2 Desember 2042, basis sementara NATO, wilayah selatan (bekas negara) Austria.

Setelah pertempuran singkat dengan makhluk itu, unit Marinir dibawah kesatuan 175 dan 176 Mechanized Infantry Regiment, mulai membentuk basis sementara dimana mereka akan melakukan instalasi jalur komunikasi dengan basis NATO di perbatasan.

Letnan Dua Sasuke Raymond Uchiha, 27 tahun, ia mulai melakukan inspeksi ke tenda yang telah di dirikan oleh para marinir, hujan yang tak kunjung reda ini membuatnya sedikit kedinginan terlebih lagi seharusnya ini sudah memasuki musim dingin dimana salju seharusnya turun.

'Ini akan memakan waktu yang cukup lama'

Pikirnya saat melihat tenda medis telah berdiri, total marinir terluka akibat serangan itu setidaknya 2 orang, mereka cukup beruntung karena memiliki aset udara yang telah mengudara di angkasa, dari apa yang ia tahu, semakin mereka maju ke wilayah musuh, maka semakin kecil kemungkinan adanya dukungan udara ke wilayah itu.

Sasuke memilih untuk tidak memikirkan hal itu dan kembali melanjutkan inspeksi ke tiap-tiap kendaraan lapis baja yang ada, tak jauh dari posisinya regu 4th Marine Combat Engineer Platoon, mulai melakukan perawatan mesin Tank setelah di paksa melewati lumpur dan banjir di sekitar kawasan, mereka juga tak luput memeriksa track tank yang ada memastikan tidak ada korosi yang terjadi.

'Satu Bradley mati total, tipe kerusakan: mesin mengalami kegagalan, penyebab pasti belum di ketahui'

Catat seorang Combat Engineer yang melihat ke M2 Bradley yang terlihat ada bekas gosong terbakar akibat serangan makhluk itu.

Mereka mulai mendirikan tenda semi permanen untuk para marinir dan Infanteri Mekanis NATO yang ada disini sesaat setelah tenda untuk unit medis selesai dibangun.

Untuk sementara mereka bisa bernafas lega karena jalur logistik masih terbilang cukup aman untuk kendaraan kargo bisa mencapai ke wilayah ini, karena cuaca hujan badai yang di prediksi oleh AWACS akan berlangsung sampai empat jam kedepan, mereka hanya bisa berharap ke kendaraan darat lapis baja yang akan membawa munisi, sparepart, makanan, hingga bahan bakar untuk kendaraan tempur karena untuk unit udara mereka tidak bisa mengudara sampai cuaca mulai mendukung untuk terbang ke wilayah ini.

'Kami benar-benar beruntung'

Pikir Sasuke, jika saja badai datang satu jam sebelum mereka berhadapan dengan makhluk itu, ia yakin mereka akan di bantai habis oleh makhluk itu.

Siapa yang sangka pesawat berumur 60 tahun seperti A-10A Thunderbolt II itu sanggup untuk terbang melawan cuaca seburuk tadi.

Ia hanya bisa sedikit kagum dan mendesah lega karena ia untuk sementara mereka bisa beristirahat disini untuk beberapa hari sebelum melanjutkan maju ke garis terdepan.

Sementara itu, Markas USMC US NAVY GUAM, 2nd Battalion, 2nd Marines 74th USFJ Air Base Camp Rock.

"..."

Saat melihat laporan korban jiwa yang semakin bertambah seiring berjalannya operasi pembebasan Tokyo yang telah memasuki hari ke 6, Letnan Jenderal Riser Phenex, dibuat terdiam dengan daftar korban jiwa yang terus bertambah.

'...'

'Mereka adalah orang-orang yang berani'

Pikirnya saat melihat daftar korban yang bertambah menjadi 76 orang meninggal dan 27 orang luka-luka.

Saat melihat salah satu korban yang tewas adalah marinir yang tinggal tak jauh dari markas ini, ia mulai melihat latar belakang siapa saja keluarganya disini.

'Ini akan...'

Ia mulai berdiri dan memperbaiki pakaiannya, topi perwiranya yang tergantung di gantungan pun ia ambil, ia mulai pergi keluar meninggalkan kantornya.

Dimana di dokumen itu terdapat sebuah informasi dimana, Kopral satu Jonathan(25 tahun) adalah seorang yatim-piatu namun ia memiliki seorang istri yang sedang hamil 6 bulan.

'...'

Ia berjalan melewati beberapa perwira yang langsung memberikannya menyingkir dari jalannya sambil memberikan hormat militer kearahnya.

'Letnan Jenderal?'

Rossweisse yang kebetulan di ruangan utama, ketika melihat ekspresi wajah muram Letnan Jenderal mulai menaikkan alis matanya.

"Oh, apa yang anda lakukan, Nona Rossweisse?"

Seorang sersan mayor dengan pakaian formal lengkap dengan atribut Marinir tampak akan pergi ke suatu tempat.

"Tidak, saya cuma penasaran, apa Letnan Jenderal mau ke suatu tempat?" Tanya Rossweisse sambil menatap ke Riser yang baru saja mengeluarkan mobilnya.

"Apa Anda tahu urusan apa yang dimiliki Letnan Jenderal, Sersan?"

"Hm, seingat saya dia tak punya jadwal pertemuan apapun hari ini"

Keduanya saling tukar pandangan ketika mulai penasaran apa yang akan di lakukan Letnan Jenderal.

"Kalau begitu, anda sendiri mau kemana, Sersan mayor?" Sambil menunjukkan jari telunjuknya ke Sersan Mayor yang mengenakan pakaian militer formal.

"Mengenakan pakaian ini maksudnya? yah, saya mau ke rumah salah satu keluarga marinir yang tewas saat operasi"

"Kalau begitu, bisa saya ikut dengan anda?"

"Tentu"

Keduanya kemudian mulai menuju ke rumah keluarga marinir itu dengan mobil sersan mayor.

Kebetulan untuk mereka saat mereka melihat sebuah mobil milik letnan Jenderal yang terparkir di depan sebuah rumah.

"Itukan, Letnan Jenderal?"

Ucap Sersan Mayor ketika melihat Letnan Jenderal berjalan menuju kedepan rumah.

'Dia...'

Rossweisse langsung tahu apa yang Letnan Jenderal akan lakukan begitu juga dengan Sersan Mayor yang kebetulan ikut melihat kearah Letnan Jenderal setelah memarkirkan mobilnya.

Letnan Jenderal Riser Phenex, sesaat setelah menekan bel rumah, sebuah suara manis terdengar dari dalam rumah.

"Iya, tunggu sebentar ~"

"Dear selamat da..."

Tepat saat wanita itu akan menyambut suaminya, justru yang ia lihat adalah seorang pria dengan pakaian militer dengan pangkat jenderal di depan rumahnya.

"Uhm... S..siapa anda?"

Tanya wanita itu pada Riser, Riser tak perlu mengatakan apapun ketika melihat wajah takut dan tubuh gemetaran sesaat setelah melihat dirinya.

Bukan karena wanita ini takut kepadanya, melainkan apa yang akan ia katakan berikutnya adalah sesuatu yang sangat ia takutkan dalam hidupnya.

"Nona Aoi, saya sangat menyesal..."

"Tunggu! S...s...sa...saya yakin anda... pas...pasti lelah... co..coba masuk dulu b..biar saya b..buatkan minum..."

Nada wanita itu bergetar seakan menahan tangis yang ingin meledak darinya, wanita itu berjalan gemetaran masuk kembali kedalam rumah namun sebelum ia sepenuhnya masuk kedalam Riser kembali melanjutkan perkataannya.

"..suami anda meninggal dunia, saya turut berduka"

"..."

Wanita itu langsung terduduk di lantai rumahnya dengan tubuh masih bergetar, ia mulai menoleh kearah Riser yang masih berdiri di depan rumahnya dengan ekspresi wajah yang tak bisa di jelaskan dengan kata-kata.

"D...duh... a..anda bicara apa... d..dia..."

"Suami anda meninggal kemarin, ia sudah di konfirmasi dan kami akan melakukan pemakaman untuknya, nona Aoi, saya sangat berduka cita atas kehilangan suami anda"

Riser hanya bisa berharap jika wanita ini akan mengerti namun ia sangat naif sekali jika semua masalah akan bisa di selesaikan dengan perkataan semata.

"Hick ..hick... "

Wanita itu menangis terisak ketika semua perkataan Riser telah selesai ia sampaikan, wanita itu terus menangis dan saat ia menatap ke Riser, ia langsung menduga kalau wanita itu akan mengutuknya dan mencerca dirinya.

Dan tepat sekali yang ia duga pun kenyataan.

"Kau!... Kenapa kau biarkan dia mati!! Dia...Dia... Dia itu!"

Wanita itu terus membentaknya, Riser berusaha menahan diri untuk tidak berkata lebih jauh lagi.

"... Pergi! Pergi kau! Kalian! Kalian semua yang membuatnya mati! Pergi kalian!"

Teriak wanita itu padanya, Riser berusaha menelan ludahnya sendiri ketika melihat wanita itu yang menangis keras, berteriak, mengutuk, dan mencacinya, itulah yang Riser dengar dari wanita itu.

"Maafkan saya"

"Gr... Sudah pergi kau sana! Aku tak akan memaafkan kalian!!"

Riser mulai berbalik badan dan berjalan menjauh dari rumah itu, namun ia tahu kalau hal ini akan merubah hidup wanita itu secara drastis, dan satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah meminta maaf.

'Ironis sekali, sekarang aku tahu bagaimana perasaan mereka yang di tugaskan dibagian ini'

Riser tak bisa melakukan apapun selain simpatik kepada wanita itu yang masih menangis keras di rumahnya.

Di dalam mobil Riser pun masih tidak bisa menghilangkan pikirannya tentang hal yang ia lakukan hari ini, yang normalnya selalu di tugaskan kepada mereka yang berpangkat Sersan Mayor.

Di kejauhan Rossweisse yang melihat itu hanya bisa terdiam tak bersuara, tak ia duga kalau Riser akan melakukan pekerjaan ini secara sukarela dan jelas melanggar protokol serta kode etik militer, namun melihat ekspresi wajah Letnan Jenderal Riser yang sering di kenal sebagai Jenderal paling cerdas di era kehancuran, justru membuatnya kembali menyadari kalau, mereka masih manusia biasa.

"Man, siapa sangka Jenderal akan begitu" Ucap Sersan Mayor yang menyaksikan apa yang Riser lakukan yang normalnya itu adalah pekerjaannya.

Hari itu, opini Rossweisse sedikit berubah mengenai Letnan Jenderal Riser Phenex atau setidaknya ia kembali menyadari apa yang ia sempat lupakan saat perang ini dimulai, yaitu sisi kemanusiaan mereka.

Riser pasti pernah menjadi prajurit dan pasti pernah mengalami pertempuran yang menyebabkan salah satu teman yang sangat ia pedulikan menjadi korban, untuk Rossweisse yang sejak lulus dari akademi militer tak pernah menjadi prajurit biasa, hanya bisa terdiam merenung serta merinding dalam takut jika suatu saat hal itu akan terjadi padanya.

'Jika... Jika saja aku di posisi wanita itu... Apa yang akan ku lakukan?'

Diam Rossweisse sambil memegang liontin yang ia kalungi, ia hanya bisa merinding takut jika hal itu akan terjadi padanya.

Karen sangat jelas baginya.

'Tak mungkin aku bisa sanggup hidup tanpanya'

-0-

Samudra Atlantik, Carrier Strike Group 7.

USS Jonathan's, Aerleigh Burke Class Destroyer DDG-448

"Pak, kami sudah mengkonfirmasi tetang pergerakan di sekitaran lepas pantai Perancis"

Ucap Perwira di anjungan kapal yang melaporkan situasi yang di laporkan dari perwira weapon fire control system.

Kapten Hans, 39 tahun, Perwira yang mengkomandoi kapal ini mulai menatap ke lautan yang di hantam badai.

"Apa ada laporan dari kapal induk?"

"Untuk saat ini USS Meksiko masih belum ada, transmisi terakhir kita di siagakan untuk meluncurkan rudal Tomahawk"

'...'

'Ada yang aneh dengan lautan'

Pikirnya saat melihat suasana yang berkabut ini.

"Pak, laporan dari stasiun radar, visibilitas radar mulai menurun"

Lapor perwira ke kapten Hans, melihat suasana yang sedikit mencekam di lautan ia hanya bisa berasumsi kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Johanes, siagakan status ke *General Quarter*"

Tak lama alarm siaga pun menyala di kapal Aegis, para kru langsung ke stasiun tempur bersiaga akan kemungkinan serangan.

Sesuatu yang yang ia prediksikan pun kenyataan.

("Incoming-Incoming!")

Beep-Beep-Beep.

("Incoming-Incoming!")

Alarm di Phalax CIWS/C-RAM pun berbunyi.

"Bersiap serangan!"

Teriak kapten ketika sebuah artileri datang ke kapal, sistem pertahanan jarak dekat CRAM pun menembakkan rentetan peluru ke artileri yang datang ke kapal Aerleigh Burke.

Namun saat mereka bersiap benturan, justru keheningan di lautan adalah hal yang menyambut mereka.

"Officer, laporkan status!"

"Pak! Kota kehilangan kontak dengan kapal induk!"

"Pak! Sistem penargetan mati total"

'Sialan, apa yang sebenarnya terjadi?'

Pikirnya ketika tiba-tiba suasana lautan menjadi hening dan situasi pun berkabut dengan cukup tebal.

-0-

Operasi: Iron Fist, 5 Desember 2042

Lokasi: 110 kilometer dari basis NATO, wilayah pegunungan salju Austria.

Koalisi pasukan NATO USMC, 114 Mechanized Division NATO Army, 178 Artillery Brigade, 145 Mechanized Infantry Regiment Marine Corps 146 Mechanized Infantry Regiment Marine Corps.

Di kaki pegunungan yang bersalju, pasukan darat Marinir dan pasukan NATO mulai berhenti dan membuat kamp sementara dimana mereka akan melanjutkan operasi melewati pegunungan yang telah di laporkan oleh AWACS sebagai basis pasukan iblis itu.

Letnan Dua Sasuke Raymond Uchiha, bersama dengan 8 Marinir di bawah kepemimpinannya dimana 5 diantaranya adalah combat medic, 2 Combat Engineer dan satu orang JTAC, mulai berkumpul sesaat setelah turun dari Bradley.

Ia mulai menatap ke arah puncak gunung yang bersalju itu dengan tatapan cukup tajam, pertempuran di area ini akan sangat sulit karena medan disekitarnya tidak memungkinkan untuk adanya dukungan udara, dengan kata lain mereka saat ini sangat terekspos tanpa aset apapun selain artileri jarak dekat yang ikut bersama dengan tim.

Aset yang mereka miliki saat ini tak lebih dari 15 Tank Abrams, 2 M777 Hotwizer, 10 M2 Bradley serta 7 LAV-25 yang masing-masing membawa 6 marinir siap tempur gabungan dari 145 dan 146 Mechanized Infantry Regiment Marine Corps.

"Perhatian semuanya"

Para NCO Marinir dan NCO pasukan darat infanteri NATO mulai berbaris sesaat setelah pimpinan pasukan telah datang.

"Tuan-tuan, kita telah sampai sejauh ini. Seperti yang anda semua ketahui, pertempuran kali ini akan sangat berbahaya untuk kita, besar kemungkinan kita akan kalah dan di pukul mundur darisini, tapi aku sangat percaya pada kemampuan kalian semua untuk memimpin setiap regu kalian, untuk itu, ku minta pada kalian untuk tetap waspada, baiklah, bubar!"

Setelah briefing singkat, Sasuke kembali ke tim dimana ia akan menginstruksikan bagaimana situasi kali ini.

'Satu-satunya ancaman kami hanyalah iblis kategori C, karena kami tak punya superioritas di angkasa, kami hanya bisa mengandalkan MANPADS'

Pikir Sasuke ketika mengingat kembali situasi ini, belum lagi jalur suplai logistik yang terbilang cukup sulit karena mereka saat ini berada di ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan tanah serta angin yang cukup kuat di tengah hujan salju yang turun di sekitar pegunungan membuat aset seperti helikopter sangat tidak memungkinkan.

Dengan kata lain

'Tak ada rencana untuk evakuasi korban jika situasi memburuk'

"Baiklah, ayo bergerak!"

Perintah Sasuke ke tim, mereka mulai berjalan melewati pepohonan, pasukan koalisi NATO pun mulai sibuk membentuk perimiter di sekitar kamp sementara dimana mereka membuat instalasi artileri dan mortar untuk dukungan ke pasukan darat.

Sasuke bersama dengan tim berjalan sedikit perlahan sambil mengawasi sekitarnya, di belakang mereka LAV-25 berjarak sekitar 50 meter dari skuad, siap memberikan dukungan tembakan supresif ke posisi musuh jika mereka terpojok.

"Brr... dingin sekali disini"

Keluh salah satu marinir yang bertugas sebagai combat medic, memang benar suhu disini sangatlah dingin untuk manusia seperti mereka, Sasuke bahkan harus menahan diri dari keinginan untuk duduk dan minum sesuatu yang hangat

Sesaat setelah mereka melewati pepohonan, pemandangan puncak gunung yang di tutupi salju dan danau yang sepenuhnya membeku adalah hal pertama yang mereka lihat.

"Letnan, apakah menurutmu mereka tahu kita disini?"

Ucap JTAC padanya ketika melihat situasi yang terbilang, terlalu sunyi, tak ada suara apapun selain hembusan angin yang menyambut mereka.

"Kurasa, ada yang aneh disini"

Ucap Marinir Combat Engineer ketika merasakan sensasi yang aneh.

Sasuke sekali lagi memandang ke sekitarnya memastikan tidak ada yang mencurigakan disekitarnya.

"Tunggu... dimana satu lagi?"

Saat ia mendengar ucapan combat medic ketika melihat ke tim yang hilang satu orang, Sasuke langsung berteriak kearah tim.

"Semuanya waspada!"

Mereka langsung membentuk formasi dimana mereka saling membelakangi satu sama lain.

"hufh...hufh..."

'Ini terlalu hening'

Pikirnya saat ritme nafasnya adalah hal yang ia dengar.

"Hyaaah!!!!!!"

"Ambush!!"

Bentak Sasuke ketika salah satu tim di tarik oleh sesuatu.

"Tunggu bajingan!!"

"Letnan!!"

Sasuke mengejar benda aneh yang menarik timnya ke dalam pepohonan, suara tembakan pun terdengar dimana skuad menembak ke sekitar mereka dimana mereka yakin kalau saat ini mereka di kepung.

LAV-25 mulai mengubah mode optik ke thermal dimana ia mulai menyisir pepohonan itu.

"Hyaaah!! tolong aku!"

Teriak marinir itu yang masih di tarik oleh makhluk aneh itu, Sasuke yang masih mengejarnya berusaha sebisa mungkin menangkap dan menyelamatkan nyawanya hingga

(clash)

"Aarghhh!!!!!!"

Teriakan menggema, Sasuke melebarkan matanya ketika melihat darah yang berserakan di depannya.

"Hmm... terima kasih untuk makanannya~"

Sosok itu yang baru saja mengunyah kepala manusia bagaikan permen mulai tersenyum gelap saat ia melihat kearahnya.

"Bajingan"

"Ara?" ia mulai terkikik kecil sambil menunjukkan sayapnya kearah Sasuke.

"Makanan lagi? Baiklah kalau begitu~"

Di posisi Marinir, mereka yang di kepung dari segala arah mulai melepaskan tembakan beruntun ketika makhluk itu muncul dari tanah.

"Semuanya jangan berpencar!!"

Teriak JTAC ke tim yang mulai agak panik ketika mereka semakin mendekat kearah tim.

"Hyaaah!!!!!"

Salah satu marinir di tarik ke pepohonan oleh sesuatu.

"Martinez!!!"

"Bajingan!!"

Bentak JTAC sambil menembaki para iblis itu.

"Hotel 2-5, disini Actual 11, kami di sergap! butuh bantuan artileri 1-7-6 kode beacon 245, segera!!"

Bentak JTAC ke radionya sambil melanjutkan tembakan ke makhluk itu yang terus muncul dari balik pepohonan, mereka seperti mayat hidup yang muncul tiba-tiba dan tak kenal mati.

Di posisi Sasuke, ia berusaha mati-matian mengelak dari serangan iblis itu yang berusaha menangkapnya dengan lidahnya

Lidahnya yang menjulur seperti ular itu membuat Sasuke semakin kesal.

"Mati kau bajingan!"

Bentaknya sekali lagi sambil menghindari serangan dan menembak di waktu yang sama.

"Ahahaha!!!!! Lihatlah dirimu!!"

Teriak dalam tawa ketika melihat Sasuke yang kewalahan dibuat iblis ini.

"Sluurp... kamu pasti jadi makanan yang enak untukku"

Iblis itu mulai berpindah tempat lagi kearah mayat rekannya yang tak mampu ia selamatkan.

"... hehe... apa kau lihat ini?"

Ia mulai menunjukkan giginya dan mulai mengunyah bagian tubuh rekannya yang telah terbunuh itu.

'Bajingan kau' Sasuke mengambil kesempatan itu dengan mengisi ulang senjatanya dan saat itu juga ia teringat akan sesuatu.

"Makan ini!"

Ia melemparkan botol kaca berisi cairan kearah iblis itu.

"Ha? Apa kau kira itu akan berpengaruh padaku?"

Ejek iblis itu ketika botol kaca itu pecah di depannya namun tak ia duga kalau botol itu berisikan sesuatu yang berbahaya untuk iblis sepertinya.

Sesaat setelah botol itu pecah, sebuah asap muncul

"hn?"

Saat itu juga ia merasakan aneh, di sekujur tubuhnya.

Tak menunggu basa-basi, Sasuke langsung menembakinya dengan cepat, iblis itu yang terkecoh dengan botol kaca itu langsung menghindari tembakan, namun efek dari asap itu baru mulai terasa di tubuhnya.

"Eh!? Apa yang kau lakukan, manusia!"

Bentaknya ketika kulitnya meleleh.

"Mati kau bajingan!"

Sasuke menembakinya lagi sesaat setelah iblis itu tak bisa bergerak karena kulitnya tiba-tiba meleleh bagaikan lilin.

"Argh!"

9 peluru terkena langsung ke tubuhnya, ia pun terkapar dengan luka yang menyakitkan terlihat di sekujur tubuhnya.

"Mati kau!"

Sasuke melepaskan tembakan penghabisan ke kepalanya dan spontan itu membunuhnya saat itu juga.

"..."

Ia berjalan kearah rekannya yang telah tewas itu, sedikit menyesal menyelimuti dirinya, ia mulai mengambil kalung dogtag milik rekannya dan kembali berjalan sesaat setelah senjata dan peluru dari tubuh rekannya ia ambil.

Di posisi Marinir yang masih terpojok akibat kumpulan mayat hidup yang terus berdatangan tanpa henti, tiba-tiba ledakan pun meratakan pepohonan di depan mereka.

Ledakan dari mortar terus menghujani wilayah itu hingga dua menit berikutnya

Sesaat setelah tembakan mortar terhenti, situasi mulai tenang, tumpukan mayat seperti zombie itu pun sepenuhnya terhenti.

"Hah, akhirnya"

Ucap Sasuke sambil mendesah berat saat melihat situasi ini.

"Pak, kita setidaknya kehilangan 2 Marinir"

Lapor JTAC ke Sasuke dengan nada sedikit muram.

"Iya, apa kau sudah mendapatkan identitas yang di tarik makhluk itu?"

"... sayangnya saya tidak bisa pak"

"..."

Sasuke hanya terdiam tak berani berkomentar apapun, ia mulai melirik kearah puncak gunung dimana ia yakin ada yang mengawasi mereka.

Di puncak gunung, puluhan hingga ratusan iblis kelas A hingga kelas D tampak menatap kearah para marinir dengan tatapan tajam.

"Sirchzes-sama, apa anda yakin tidak ingin menyerbu mereka"

Ucap salah satu iblis kelas C ke Sirchzes yang masih menatap kearah para marinir.

"Tidak"

"Kenapa! Mereka hanya diam disitu! Ini saatnya kita lepaskan Cerberus kearah mereka biar manusia itu tahu apa akibatnya berurusan dengan kita!"

Sirchzes hanya diam sekali lagi ia melirik kearah ribuan iblis yang menetap di tenda.

"Sebaiknya kau perhatikan bahasamu! Jangan berani lancang ke Sirchzes-sama!"

"Sudah tenang kalian semua"

Perintahnya pada para iblis yang mulai bertikai satu sama lain.

"Untuk saat ini, kita harus bertahan disini, jika mereka berani kemari, kita hanya bisa menyerang balik sebagai bela diri"

"Baiklah, Sirchzes-sama"

Para iblis mulai kembali ke pos mereka masing-masing, dan untuk sirchzes sendiri ia hanya diam menatap ke manusia yang memiliki senjata aneh yang mampu menghancurkan kaumnya.

'Mereka tampak lemah, tapi setelah kekuatan yang mereka tunjukkan di dunia bawah, aku ragu mereka tetap bisa di sebut sebagai ras terlemah di alam kami'

Di kejauhan, Sirchzes mulai tukar tatap ke sesuatu di kejauhan yang ia sangat tahu manusia itu bisa tahu jika ia ada disini, di kaki gunung Letnan Kolonel Joseph, yang telah melihat kearah iblis rambut merah itu mulai menatap kearah petanya.

'Seharusnya kami bisa mengenai mereka dengan artileri'

Pikirnya saat melihat koordinat yang telah di konfirmasi dari Drone yang baru saja mereka terbangkan.

Dari visual sementara, setidaknya ada seribu lebih iblis di puncak gunung itu. Jika mereka menembakkan artileri, seharusnya itu cukup untuk meratakan mereka namun resiko kalau iblis itu akan turun dari gunung secara bersamaan menyergap mereka akan menjadi resiko yang tak bisa ia pertaruhkan.

'Kami belum ada satu hari disini, sudah tiga korban jiwa'

Pikir Joseph sambil melihat moral setiap NCO yang ada disini.

'Kalau kami tidak memikirkan sesuatu untuk mempertahankan posisi ini, besar kemungkinannya kami tak akan bisa keluar darisini hidup-hidup'

Di angkasa awan salju mulai terlihat semakin menebal setiap menitnya, suhu udara pun mulai jatuh ke titik 4 derajat membuat setiap regu yang ada disini harus menahan diri dari dinginnya tempat ini.

Beruntung untuk mereka, dua jam setelah mereka membentuk perimiter, 15 truk logistik di kawal 2 Abrams, 2 LAV-25, serta satu LAV-25 AD/Air defense mulai datang memberikan tambahan munisi serta pasukan tambahan untuk kamp sementara ini.

Sasuke sendiri ketika melihat tiga rekannya yang terbunuh dengan kondisi yang sangat mengenaskan hanya bisa terdiam mengepal tangannya berusaha menahan kemarahan dan kekecewaan akan situasi yang menimpa mereka.

"Letnan?"

JTAC itu mulai menepuk bahunya.

"Itu bukan salahmu, pak, kita hanya bisa terus bergerak maju"

"... kau benar"

Jarak dengan target utama: 165 kilometer dari pasukan koalisi NATO dan Marinir.

-0-

Hari itu Issei dan rekan-rekan Rias Greymory mulai membincangkan mengenai taktik dan bagaimana caranya mengalahkan para pion Riser.

Untuk Issei sendiri, ia merasa kalau sistem struktural iblis di dunia ini cukup aneh, bagaimana mereka bisa membentuk susunan kepemimpinan berdasarkan pawan catur?

Memilih untuk tidak menghabiskan waktu dengan memikirkan hal itu, Issei hari ini setelah sekolah di tugaskan Rias untuk latihan fisik.

'Kebetulan, aku penasaran seperti apa latihan yang mereka berikan pada kami'

Pikir Issei sambil mengharapkan kalau anak-anak remaja ini akan menunjukkan sesuatu yang bisa membuatnya terkesan.

"Pertama kita latihan lari keliling lapangan!"

Ucap Rias dengan nada penuh semangat, terkadang ia lebih terkesan dengan sikapnya yang sering berubah-ubah itu. Untuk sekarang ia lebih terlihat seperti natural airhead ketimbang sosok pemimpin ras iblis ini.

"Hei, Hyoudo, apa kamu masih mau melamun?"

Koneko Tojo, sosok gadis kecil yang sering ia sangka sebagai murid SD, itu mulai mengeluarkan nada terbilang cukup lantang ke orang sepertinya.

"Maaf"

Issei mulai mengikuti mereka yang berlari keliling lapangan, dan cukup mengesankan untuk mereka bisa menyelesaikan 23 kali keliling lapangan ini dan cukup wajar untuk mereka yang langsung...

"Ahhh... lelahnya!"

"Ya... lelah"

Rias dan Akeno langsung terbaring di lapangan dengan keringat membasahi baju olahraga mereka.

"Uhm" Koneko hanya bergumam singkat sambil duduk di lapangan dengan keringat mulai tampak membasahi wajahnya.

"Anda nampaknya tidak kelelahan sama sekali, Hyoudo-san"

Kiba mulai mengajaknya bicara sesaat setelah membeli minuman energi ke mereka semua.

"Kau juga nampaknya tidak terlalu kelelahan, cukup bagus untuk orang sepertimu ya"

"He... he... begitulah" Tawa kering atau bisa di bilang tertawa dengan garing Kiba setelah mendapat sarkasme darinya.

Issei sendiri hanya bisa terdiam membiarkan Kiba duduk di sebelahnya.

"Hyoudo-san, menurutmu apa Rias-san bisa mengalahkan Riser di pertandingan nanti?"

"Dan untuk apa kau bertanya seperti itu?"

"Hm... bukan begitu, saya hanya penasaran tentang pertandingan nanti, itu saja"

Setelah mendengar hal itu, Issei hanya bisa diam sebentar sambil menatap kearah Rias, Akeno dan Koneko yang saling tukar cerita sambil tertawa riang.

"Jujur ku katakan, aku sangat ragu kalian bisa menang, tapi yah, bukan artinya aku mau melihat kalian kalah. Yah, semuanya bergantung pada usaha kalian dan, ehm... keberuntungan?"

"Heh... Tak saya duga anda bisa berkata begitu"

Issei memilih mengabaikan hal itu, ia hanya bisa berharap kalau situasi ini bisa selesai secepatnya dan menemukan jawaban mutlak yang menggangu pikirannya sejak saat ia menerima informasi dari Akeno tentang dunia bawah atau haruskah ia katakan sebagai Neraka.

'Jika pertandingan di lakukan di neraka, maka ini adalah kesempatan emas untuk menemukan jawaban untuk semuanya'

Mereka pun terus berlatih di dengan keras selama dua minggu berturut-turut dimana mereka mayoritas berlatih untuk menambah daya fisik dan khusus untuk Kiba, ia berlatih di klub Kendo dimana kemampuannya sebagai satu-satunya yang mahir menggunakan pedang sangatlah penting untuk kemenangan tim ini.

Beruntung untuk Issei selama 14 hari itu, ia tidak mendapatkan masalah apapun selama latihan, untuk permasalahan Asia, entah kenapa Asia dan kedua orangtuanya mulai sangat dekat, sangking dekatnya kedua orangtuanya mengijinkan Asia tinggal di rumahnya selama beberapa hari.

Issei sendiri tak mempermasalahkan hal itu, namun sikap Asia yang makin hari semakin menempel kearahnya itu membuat Issei harus menahan diri dari memukul kepala Asia karena sikapnya yang terlalu tak peduli tentang batasan antar lawan gender.

Raynare juga sesekali memberikannya laporan tentang apa yang ia temukan di sekitaran para malaikat jatuh, Issei tak lupa mengingatkan ke Raynare tentang apa yang akan terjadi jika sampai rahasianya terbongkar.

Raynare yang sepertinya masih takut dengan Issei hanya menjawab seperti biasanya dan kembali pergi mengintai para malaikat jatuh.

Namun hari ini berbeda dengan hari sebelumnya.

Malam itu di kamar Issei Hyoudo, Raynare muncul dari balik lingkaran sihir yang terbentuk di kamarnya, dan mulai memberikan laporan rutin kepada Issei.

"Itu saja yang saya ingin laporkan, Issei-sama"

'Serius, apa dia ini mengerti apa yang ku katakan padanya untuk berhenti menyebutku begitu?'

Issei memegang dahinya yang terasa sakit karena sikap Raynare yang menurutnya agak sulit untuk ia tebak apa yang dia pikirkan.

"Sudahlah, aku sudah mengerti"

"Baik, kalau begitu..."

"Tunggu sebentar"

"Kyu?"

Raynare mulai menatapnya dengan bingung sambil memiringkan kepalanya sedikit, entah kenapa ekspresi Raynare yang begini membuatnya sedikit memerah.

"Y...yah, ini ambil"

"?"

Raynare yang menerima sebuah kotak berukuran seperti ponsel biasa hanya menatap kearah Issei dengan bingung.

"Dengar, benda itu adalah senjata api. Begini caramu menggunakannya"

Issei langsung menunjukkan pada Raynare bagaimana cara membuat benda berukuran ponsel itu menjadi pistol, benda itu terdapat sebuah mekanisme dimana sebuah tombol jika di tekan maka kau bisa mulai melipat bongkar benda itu menjadi sebuah pistol, mirip seperti teknik origami.

"Benda ini memiliki 7 peluru uranium yang mampu membunuh kaum iblis maupun malaikat jatuh, jadi gunakan ini hanya dalam keadaan genting saja"

"Eh!? K..kenapa a..anda memberikan ini.."

"Hah... kau dengar, aku bukan tipe yang suka membuat seseorang bekerja untukku tanpa sebuah alat pelindung untuk mereka, intinya, sebaiknya kau lebih berhati-hati dan jika datang situasi dimana kau terpojok, gunakan itu"

Ini pertama kalinya ia melihat Issei yang nampak seakan sangat mengkhawatirkan keselamatan dirinya, itu langsung membuatnya terdiam dengan kedua mata terbuka lebar melihat sikap Issei itu.

'...'

"Baik, kalau begitu, saya permisi"

Seperginya Raynare, Issei dibuat mendesah dalam kesal akan hal yang seharusnya tak perlu ia khawatirkan namun justru menjadi sebuah beban pikiran tersendiri untuknya.

Untuk Raynare sendiri, selama seminggu sejak ia menerima tugas ini dari Issei Hyoudo, entah kenapa ia selalu merasakan kalau Issei semakin menunjukkan sikap peduli kepadanya.

Dan hal seperti "Jangan terlalu gegabah"

"Perhatikan sekitarmu, dan jangan sampai kau terpojok jika terbongkar"

dan banyak hal lain yang selalu Issei katakan padanya, membuatnya sedikit aneh.

'Kenapa dia sangat baik untuk makhluk seperti ku?'

Pikirnya sambil menatap kotak yang diberikan Issei itu.

Ia tak berhenti bertanya-tanya apa alasan Issei melakukan itu dan banyak lagi hal yang tak ia ketahui namun akan terjawab dengan sendirinya kenapa Issei sangat mengkhawatirkan keselamatannya.

Hari pertandingan Rating Games: 1