Chapter 23 : The Start of Something New
.
.
.
.
.
Keheningan yang canggung meliputi ruang perawatan VVIP yang dihuni dua orang yang duduk diam tanpa sepatah kata pun. Kejadian penyerangan brutal oleh Karin membuat heboh satu rumah sakit. Orang tua Sakura yang mengetahui kejadian itu langsung bergegas ke rumah sakit dari bandara. Seperti yang sudah diduga, mereka murka.
Sakura dipindah ke ruang VVIP dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi karena Nyonya Haruno sangat khawatir. Sekarang, Tuan dan Nyonya Haruno sedang berada di kantor polisi untuk mengurus perkara Uzumaki Karin. Mereka ingin memastikan bahwa gadis itu tidak akan bisa lolos dari jerat hukum.
"Jadi… kenapa kau bisa ada disana?" Tanya Sakura untuk memecah keheningan.
Ino tampak ragu, "Tenten bilang kau dirawat di rumah sakit karena anemia."
"Kau berniat menjengukku?" Sakura kembali bertanya dengan wajah tidak percaya.
"Ya."
Keheningan kembali menyelimuti ruangan luas tersebut.
"Oke, sebenanrnya bukan itu alasannya." Kata Ino tiba-tiba.
"Ya, tentu saja." Kata Sakura sambil menyunggingkan senyum tipis. Sungguh, Sakura tidak bodoh.
Ino yang duduk tepat di samping ranjang Sakura mengepalkan tangannya dan menunduk. Rasanya sangat berat untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi sejak awal ia sudah membulatkan tekadnya untuk menyatakan semua ini pada Sakura.
"Sejak kejadian itu aku selalu dihantui rasa bersalah. Berbagai pertanyaan muncul dan aku selalu merasa tertuduh. Aku tahu aku salah, tapi bukan hanya itu. Seperti katamu, aku pengecut." Ino mengambil nafas dalam-dalam. "Tentu saja aku marah saat kau bilang aku pengecut. Tapi, setelah kupikir-pikir kau benar juga. Aku bukan hanya marah padamu, tapi juga pada diriku sendiri. Aku sangat payah, aku seorang pengecut tapi aku tidak mau mengakuinya."
Sakura hanya bisa terdiam. Ia tidak menyangka Ino akan terlihat serapuh ini di hadapannya.
"Kau tahu? Kurasa karena aku sangat pengecut, aku tidak berani mengakui kesalahanku, maka kulimpahkan semuanya padamu. Aku hanya mencari-cari sasaran untuk disalahkan dan kau adalah sasaran yang paling masuk akal." Lanjut Ino, suaranya mulai bergetar.
"Sejak saat itu, aku selalu ingin menghindar darimu. Keberadaanmu membuatku sangat terintimidasi. Keberadaanmu selalu mengingatkanku pada fakta bahwa aku adalah seorang pengecut dan aku sudah menyakitimu. Aku merasa kotor dan jahat. Semuanya salahku dan kau pasti benar-benar membenciku."
"Tapi, seseorang mengajarkanku bahwa untuk bisa berjalan dan melanjutkan hidup, aku harus berdamai dengan masa laluku. Aku harus berdamai denganmu. Sai meyakinkanku untuk menyelesaikan semua permasalahan denganmu." Ino memberanikan diri mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke arah Sakura yang terlihat terkejut.
"Aku tidak berharap kau akan memaafkanku, tapi, Sakura maafkan aku. Aku tahu aku salah. Dan… terima kasih untuk tidak menyebarkan berita tentang kejadian itu." Bibir Ino masih terlihat bergetar, tapi Sakura bisa merasakan ketulusan dari tiap perkataan gadis di hadapannya itu.
"Kau hampir membunuhku kau tahu? Kalau orang itu tidak datang dan menyelamatkanku, mungkin aku bisa mati karena sesak nafas." Kata Sakura pelan, hal itu langsung membuat Ino kembali tertunduk.
"Tapi, Kami-sama ingin aku melanjutkan hidup. Kurasa Ia juga ingin kau melanjutkan hidupmu, Ino. Tentu saja sulit untuk memaafkanmu. Tapi kurasa aku harus menghentikan lingkaran kebencian ini." Sakura tersenyum tipis, ia menepuk pelan bahu Ino.
"Ino, aku akan memaafkanmu jika kau berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Jangan pernah membandingkan dirimu denganku atau dengan siapapun lagi. Satu-satunya yang layak untuk menjadi pembanding adalah dirimu di masa lalu. Kau yang hari ini harus lebih baik dari kau yang kemarin, dan begitu seterusnya. Lanjutkan hidupmu dan berhenti menjadi pengecut, Ino." Sakura sebenarnya tidak berniat berbicara sepanjang itu, tapi ia sudah muak dengan lingkaran kebencian yang terus berputar. Ia ingin mengakhirinya.
Gadis berambut pirang itu memegang tangan Sakura yang masih ada di bahunya, setetes air mata jatuh, "So, it's a fresh start, isn't it?"
Sakura tersenyum, "Yeah, a fresh start."
Sakura membuat permulaan yang baru dengan Ino, akankah ia bisa melakukannya dengan Sasuke?
.
.
.
.
.
KNOCK KNOCK
SRETTT…
"Oh! Sasuke-kun!" Seru Haruno Mebuki begitu pintu ruang perawatan VVIP itu dibuka.
"Selamat siang…" Sapa Sasuke canggung. Ia masih membawa tiang infus bersamanya.
"Sasuke-kun bagaimana keadaanmu? Mau bertemu Sakura ya?" Kata ibu tiga anak itu ramah.
"Aku sudah jauh lebih baik. Ya, Sakura tidak tidur kan?" kata Sasuke sambil berusaha mengintip ke arah ranjang.
"Tentu saja tidak. Baiklah, aku akan memberikan kalian waktu berdua fufufu. Yachiru, ayo kita turun beli cemilan!" Dan seketika itu Nyonya Haruno keluar kamar sambil membawa Yachiru yang tadinya sedang bermain dengan Sakura.
Ini pertama kalinya Sasuke bertemu Sakura sejak insiden di atap itu. Rasanya sangat canggung, apalagi setelah mengetahui insiden penyerangan oleh Karin kemarin. Kenapa rasanya bencana tidak ada habisnya?
"Ehm… Maaf dan terima kasih." ujar Sasuke sambil duduk di samping ranjang perawatan Sakura.
Gadis itu terdiam lalu memiringkan kepalanya, "untuk apa?"
"Maaf, karena aku Karin jadi menyerangmu. Dan terima kasih sudah datang waktu itu. Jika kau tidak datang mungkin aku…" Sasuke tidak menyelesaikan kalimatnya.
Sakura bergidik ngeri mendengar perkataan Sasuke, ia bahkan tidak mau membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi.
"Bodoh, semuanya sudah terjadi, mau bagaimana lagi. Ingat apa yang kukatakan waktu itu, jangan pernah berpikiran untuk mengulanginya lagi." kata gadis berambut merah muda itu sambil berusaha terlihat kuat.
Sasuke tersenyum kecil, "Omong-omong waktu itu…" Sasuke memberi jeda, ia tampak ragu, "waktu itu kau bilang bagaimana bisa melanjutkan hidup kalau tidak ada aku. Apa itu artinya… Kau ingin aku terus… bersamamu?" Lanjutnya dengan terbata-bata wajah yang memerah.
Siapa sangka seorang Uchiha Sasuke mampu mengatakan hal yang sangat cheesy begitu? Tapi rupanya si bungsu ini sudah memikirkannya matang-matang. Rentetan kejadian gila yang akhir-akhir ini terjadi dalam hidupnya membuat pemuda itu semakin yakin pada perasaannya. Tentu saja dibutuhkan kekuatan besar untuk membuang egonya, dan ia sudah melakukan itu. Ia membuang egonya untuk mengakui bahwa ia benar-benar menyukai gadis dihadapannya ini.
Sakura terkejut dengan pertanyaan yang tidak pernah ia sangka akan keluar dari mulut Sasuke. Sejak kejadian malam itu, sebuah perasaan yang asing muncul dalam hatinya. Ia tidak bodoh, tapi ia juga bisa merasakan bahwa perasaan ini berbeda dengan rasa sukanya pada Sasori dulu.
Ini bukan perasaan suka seorang gadis SMA kepada senpai nya yang tampan dan keren. Ia sudah mengenal Sasuke bertahun-tahun lamanya. Ia paham sedikit banyak tentang pria itu, mulai dari kelemahan hingga kelebihannya. Bahkan mereka sudah saling berbagi kesedihan dan penderitaan masing-masing. Sehingga, entah kenapa akhir-akhir ini terasa sangat nyaman berada di dekatnya. Bahkan tiap kali ia melihat atau memikirkan Sasuke, muncul dorongan kuat untuk melindungi pria itu.
Sakura tahu, perasaannya tidak sedangkal itu.
Ini lebih dalam dari perasaannya terhadap Sasori.
"Sasuke, sejak kapan kau jadi banyak bicara begini?" Godanya.
Sasuke tersenyum kecil, "cepat jawab, monster penghancur."
"Ya, laki-laki celana legging."
.
.
.
.
.
Hari ini, ruang keluarga Uchiha yang megah terlihat sedikit berbeda. Sudah sangat lama sejak terakhir kali Fugaku, Mikoto, dan anak bungsu mereka duduk bersama di ruang keluarga untuk mendiskuskan sesuatu dengan tenang. Tentu saja tanpa berakhir dengan si bungsu atau Fugaku mengamuk.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Sasuke memecah keheningan. Ia duduk tepat di seberang sofa megah tempat kedua orangtuanya duduk.
"Untuk masalah Uzumaki Karin, tidak perlu khawatir. Seperti permintaanmu, keluarga kita akan membantu Haruno Kizashi agar Karin mendapat hukuman yang setimpal. Yamanaka Inoichi juga ikut membantu karena putrinya ada di TKP dan ikut terluka." Kata Fugaku dengan tegas.
"Tapi update terakhir dari Kizashi anak itu tidak akan dipenjara." Lanjutnya.
"Apa?! Bagaimana mungkin?" Protes Sasuke.
"Anak itu memiliki gangguan kejiwaan. Polisi tidak bisa memenjarakannya. Tapi, ia akan berada di rumah sakit jiwa dibawah pengawasan penuh kepolisian hingga keadaannya dianggap membaik. Kurasa itu adalah keputusan final pihak pengadilan." Jelas Fugaku yang membuat Sasuke sedikit khawatir. Meskipun ia sangat ingin Karin dipenjara karena perbuatannya yang mengerikan, tapi di satu sisi ia merasa kasihan terhadap gadis itu.
"Tenang Sasuke, keluarga Karin tidak akan bisa meloloskannya semudah dulu. Ingat, keluarga Haruno, Uchiha, dan Yamanaka sudah bersatu untuk mengawal kasus ini. Kau tidak perlu khawatir." Ujar Mikoto dengan suara yang menenangkan. Ia bisa melihat raut kekhawatiran dari putra bungsunya.
"Ehm… Baiklah, kurasa masalah itu sudah rampung. Kita akan berpindah ke permasalahan selanjutnya." Fugaku menarik nafas panjang sebelum ia melanjutkan perkataannya. Meski lidahnya terasa kelu dan bibirnya terasa sulit untuk dibuka, Fugaku meyakinkan dirinya.
"Sasuke, maafkan Ayah." kata Fugaku yang sontak membuat Sasuke terkejut bukan main. Seumur hidupnya, Sasuke tidak pernah mendengar Fugaku meminta maaf.
"Memaksamu untuk hidup sesuai dengan keinginanku adalah hal yang salah. Meskipun tentu saja aku hanya ingin yang terbaik untuk anak-anakku, tapi itu membuatmu kesulitan. Maaf sudah orang tua yang egois." Suara Fugaku terdengar sedikit bergetar, sangat sedikit, namun Sasuke menyadari itu.
"Mulai sekarang, aku tidak akan mengatur jalan hidupmu lagi. Lakukan apa yang kau ingini. Kau bisa kuliah kedokteran. Pendaftarannya sudah ditutup, tapi aku bisa membantumu masuk lewat kenalanku. Dan aku juga akan berbicara pada Kizashi untuk membatalkan perjodohanmu dengan putrinya."
"Tidak. Aku akan mengambil gap year dan masuk ke universitas dengan usahaku sendiri." Kata Sasuke tegas. Ia tidak peduli meskipun ia harus kehilangan setahun yang berharga, tapi ia ingin masuk universitas dengan kekuatannya sendiri.
"Tapi… bagaimana dengan perusahaan keluarga Uchiha?" Sasuke sebenarnya agak takut menanyakan hal ini. Tapi, jika semuanya dilimpahkan ke Itachi, ia tidak akan tega.
"Shisui akan membantu Itachi."
"Tapi Shisui-nii bukan dari keluarga utama kan? Dia dari keluarga cabang." Tanya Sasuke. Selama beberapa generasi, pewaris utama haruslah berasal dari keluarga utama dan tidak boleh dari keluarga cabang. Apakah ayahnya serius akan hal ini?
"Ya, aku tahu. Tapi hanya Shisui yang mampu mengimbangi kinerja kakakmu. Dia orang yang hebat. Jadi kurasa tidak ada salahnya membiarkan Shishui mendampingi Itachi sebagai pewaris utama nanti. Kau tidak perlu khawatir, Sasuke."
Sasuke merasa lega. Sebuah beban yang sangat berat sudah diangkat dari pundaknya. Rasanya ia benar-benar bisa bernafas setelah bertahun-tahun merasa sesak.
"Oh ya, Ayah tidak perlu repot-repot membatalkan perjodohan. Kami ingin melanjutkannya, tanpa paksaan."
.
.
.
.
.
Kaki jejang Sasuke berlari menyusuri ruangan luas itu dengan cepat. Nafasnya memburu dan ia bahkan tidak mempedulikan orang-orang yang tanpa sengaja ia tabrak. Suara bising khas bandara tidak dihiraukan sama sekali, ia terus berlari menuju terminal keberangkatan.
"Kuso." Umpatnya di sela-sela nafas yang terengah-engah.
Matanya tidak berhenti menyisir sekitarnya, berusaha menemukan sosok familiar yang akan sangat ia rindukan untuk beberapa tahun ke depan.
"Sakura!" Panggilnya dari kejauhan. Akhirnya, ia menemukan Sakura dengan mudah diantara kerumunan manusia. Terima kasih kepada rambut nyentrik itu.
Wajah Sakura berubah menjadi cerah seketika. Sebuah senyum merekah di wajah cantiknya.
"Kukira kau lupa." Kata Sakura sambil menarik sebuah koper besar yang ia pegang.
"Mana mungkin." Jawab Sasuke sambil tersenyum. Ia memandangi wajah tunangannya lekat-lekat sebelum gadis itu pergi ke Amerika. Ia akan belajar Chemical and Physical Biology di Departemen Chemistry and Biology Universitas Harvard. Meninggalkan Sasuke yang baru saja memulai kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo.
"Sasuke…" Sakura balas menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan lembut. Ia sudah menghabiskan setahun terakhir berstatus sebagai tunangan Uchiha Sasuke dan itu adalah satu tahun terbaik dalam hidupnya.
"Setelah 4 tahun kita akan lulus kuliah, dan waktu akan perlahan mengubah kita. Entah menjadi lebih baik atau sebaliknya, kita mungkin akan menjadi orang yang berbeda. Tapi…" Gadis dengan mata emerald indah itu menarik nafas panjang, "tapi aku akan tetap menyukaimu, sekarang, 4 tahun lagi, atau 100 tahun lagi. Perasaanku tidak akan berubah." Lanjutnya.
Mendengar perkataan itu dari mulut Sakura rasanya sangat aneh. Meski mereka sudah bertunangan dan saling mencintai, gadis itu bukan tipe yang akan bicara panjang lebar.
Sasuke menyentuh wajah tunangannya dengan lembut. Ia membelai halus bekas luka panjang yang ada di pipi hingga ke rahang Sakura. Ya, bekas kejadian itu.
"Sejak kapan kau jadi banyak bicara?" Goda Sasuke sambil tersenyum tipis.
"You dare to use my own spell against me, Uchiha?"
Dengan lembut, Sasuke menarik tubuh kecil gadis itu mendekat. Perlahan, ia mendekatkan wajahnyanya ke wajah Sakura lalu mencium bibirnya dengan lembut. Bukan, ini bukan ciuman yang dikuasai hormon dan menggebu-gebu. Ini adalah kecupan lembut seorang ksatria yang mencitai putrinya dengan tulus.
Larut dalam suasana yang menenangkan hati itu, Sakura berpikir,
'Siapa sangka aku akan jatuh cinta pada Uchiha Sasuke?
Uchiha Sasuke yang kumaki-maki saat kami pertama kali bertemu dan bertabrakan,
Uchiha Sasuke yang kubenci sepenuh hati saat tahu akan menjadi tunangannya,
Uchiha Sasuke yang membuatku naik darah tiap kali melihat wajahnya,
Ternyata adalah Uchiha Sasuke yang sama dengan yang kucintai dengan tulus
Jika seseorang bertanya padaku, apakah perasaan benci bisa berubah?
Maka aku akan menjawabnya, tentu saja.
Bahkan rasa benci itu bisa berubah menjadi sebuah perasaan cinta yang tulus dan murni.'
.
.
.
.
.
THE END
or not.
.
.
A/N : Finally! Setelah 10 tahun (2012-2022) akhirnya fanfic ini selesai! Aku seneng banget berkesempatan bisa nulis dan selesain ini meskipun dalam waktu yang sangat panjang. Ini adalah cerita yang sangat berkesan buat aku karena beberapa scene berasal dari pengalaman pribadi waktu aku masih sekolah dulu wkwk.
Terima kasih banyak untuk semua yang udah baca, apalagi yang baca sejak awal. Kalian sabar banget! Maaf kalau cerita ini masih banyak kekurangannya, aku akan terus belajar untuk nulis cerita yang lebih baik.
Ditunggu 'Chapter 24 : Epilogue' yang akan update dalam minggu depan atau 2 minggu lagi.
Akhir kata, terima kasih banyak semuanya! ^^
