Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Date A Live: Koushi Tachibana

.

.

.

Pairing: Naruto x Kurumi

Genre: fantasy, supranatural, romance, scifi

Rating: M

Setting: Alternate Universe (AU)

.

.

.

Phenogram

By Hikayasa Hikari

.

.

.

Chapter 3. Serangan lagi

.

.

.

Kurenai menghidangkan dua cangkir teh hangat di atas meja berkaki rendah. Dia duduk bersimpuh di atas bantal. Menghadap Kurumi dengan ekspresi serius.

"Ayo, minum dulu, Rumi-chan!" pinta Kurumi melembutkan mata.

"Ya," balas Kurumi mengangguk, mengambil minuman dan meminum cairan merah manis itu seteguk demi seteguk.

Kurumi merasakan ketenangan setelah meminum teh. Senyum menyerupai garis lengkung terpatri di wajahnya. Kemudian meletakkan cangkir ke meja.

"Oh ya, ceritakan apa yang terjadi denganmu di sekolah tadi," pinta Kurenai lagi. Alisnya menukik.

"Anak baru yang kuceritakan itu, Uzumaki Naruto, mengetahui identitasku yang sebenarnya, Oka-san. Dia juga tahu ada orang dari kelompok Exorcist yang memburuku," jelas Kurumi bermuka kusut, "kemudian Uzumaki-san melindungiku dari gadis Exorcist itu. Dia juga memiliki pedang cahaya dan berhasil mengelabui gadis Exorcist sehingga kami bisa selamat dari gadis Exorcist itu."

"Uzumaki itu memiliki pedang cahaya?"

"Ya."

"Setahuku, hanya organisasi Ratatorsk yang memiliki pedang cahaya itu. Apa lagi semua anggota organisasi itu perempuan. Mustahil ada laki-laki yang masuk ke organisasi itu."

"Oka-san tahu juga tentang organisasi itu."

"Aku hanya mengetahuinya dari kenalanku dulu."

Kurenai meminum tehnya. Menikmati rasa manis cairan merah yang menyegarkan tenggorokannya. Kurumi memperhatikannya, merasa Kurenai menyembunyikan sesuatu darinya.

"Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang, Oka-san? Apa lagi orang-orang Exorcist itu masih ada di luar sana," ujar Kurumi meredupkan mata.

"Kau harus melawan mereka," balas Kurenai menukikkan alis lagi, "kau sudah memiliki keahlian beladiri yang kuajarkan. Gunakan itu untuk melawan mereka."

"Tapi ... beladiri saja tidak cukup. Mereka memiliki pedang cahaya yang bisa saja mengenaiku. Cahaya adalah kelemahan iblis, 'kan?"

"Kau bukan iblis, tetapi manusia. Hanya mata kirimu yang merupakan mata iblis."

Kurenai tetap menukikkan alis. Menekankan Kurumi agar tidak menunjukkan kelemahan. Kurumi memaklumi apa yang dikatakan Kurenai, mengangguk pelan.

"Manusia setengah iblis. Itu yang benar, Oka-san," ungkap Kurumi sedikit menunduk, "aku ancaman terbesar bagi dunia ini. Karena itu, organisasi Ratatorsk itu datang untuk mencariku dan memusnahkanku."

"Kau itu bukan ancaman, Rumi-chan. Kau hanya korban!"

"Korban? Apa maksud, Oka-san?"

"I ... itu..."

Kurenai tergagap. Membelalakkan mata. Membuat hati Kurumi semakin tidak menentu. Perasaan penasaran menyelimuti jiwanya. Namun, obrolan serius di antara mereka, harus terhenti karena ketukan pintu berulang kali dari luar rumah.

"Ada yang datang. Aku akan membuka pintunya. Kau tunggu di sini, Rumi-chan," ucap Kurenai berdiri, berjalan keluar dari ruang keluarga. Menggeser pintu kayu dari samping.

Kurenai berjalan menyusuri lorong pendek untuk mencapai ruang tamu. Seseorang yang ada di luar rumah, tetap mengetuk pintu berulang kali. Menimbulkan suara yang cukup keras.

Kurenai membuka pintu dari samping. Menemukan sosok laki-laki berambut pirang yang berseragam sekolah dan menyandang tas di punggung. Kurenai terpaku menatapnya sebentar.

"Maaf, mengganggu anda, Oba-san," kata laki-laki berambut pirang tersenyum, "aku Uzumaki Naruto, teman Kurumi."

"Hah? Kau Uzumaki Naruto itu?" tanya Kurenai tercengang.

"Ya, benar. Mengapa Oba-san bisa tahu namaku?"

"Itu karena Rumi-chan yang menceritakannya padaku."

"Oh."

Kurumi keluar dari ruang keluarga karena mengenal suara Naruto. Dia berhenti beberapa meter dari Kurenai dan Naruto. Langsung membulatkan mata sempurna.

"Kau?" Kurumi seolah membatu.

"Halo, Rumi-chan." Naruto memiringkan badannya ke kanan agar bisa melihat Kurumi karena terhalang tubuh Kurenai. Sempat melambaikan tangan.

"Kau mengikutiku lagi!"

"Maaf, itu karena aku mengkhawatirkanmu."

"Aku tidak perlu dicemaskan atau dilindungi. Aku bisa menjaga diriku sendiri."

"Apa benar begitu? Aku tidak yakin."

Naruto menyipitkan mata. Wajahnya serius. Kurenai menatapnya dan Kurumi bergiliran. Senyum menghiasi wajahnya yang berseri-seri.

"Sudah. Uzumaki-san, masuklah. Ayo, minum teh bersama kami!" ajak Kurenai mundur beberapa langkah.

"Baiklah, permisi. Aku masuk," balas Naruto tersenyum, melepaskan sepatu dan meletakkannya di dekat sepatu Kurumi.

Naruto menaiki lantai yang lebih tinggi. Dia melihat Kurenai sudah pergi meninggalkannya. Kurumi juga menatapnya tajam.

"Hei, kau tidak suka aku datang ke rumahmu?" tanya Naruto berhenti di sisi kanan Kurumi.

"Berhentilah menguntitku," jawab Kurumi menukikkan alis.

"Aku tidak akan berhenti menguntitmu."

"Apa alasanmu melakukan itu?"

"Karena ingin melindungimu dari orang-orang Ratatorsk itu."

Giliran Naruto yang menukikkan alis. Menunjukkan pancaran sinar mata peduli tingkat tinggi. Kurumi bungkam karena menangkap pancaran mata Naruto.

"Tapi, mengapa kau tahu tentangku dan Ratatorsk itu? Jelaskan padaku!" seru Kurumi meraih tangan kanan Naruto.

Naruto melirik tangannya dipegang Kurumi. "Itu rahasia. Maaf, aku tidak bisa memberitahunya sekarang."

"Mengapa?"

Kurumi menukikkan alis lagi. Wajahnya sangat serius. Tapi, Naruto mengabaikannya. Kemudian Naruto menepis tangan Kurumi dari tangannya. Bergegas berjalan memasuki lorong.

"Hei, tunggu! Jawab pertanyaanku dulu!" teriak Kurumi berlari pelan mendekati Naruto.

Naruto seolah tahu tempat biasa Kurumi dan Kurenai bersantai. Dia duduk bersila di ruang keluarga, di dekat Kurumi duduk tadi. Kurumi berhasil menjangkaunya, bertepatan Kurenai masuk dan meletakkan gelas teh hangat di samping gelas milik Kurumi.

"Kau sudah masuk saja di sini, Uzumaki-san," kata Kurenai membelalakkan mata.

"Ya," sahut Naruto mengangguk, langsung meminum teh sebanyak dua teguk, "teh ini enak sekali. Anda pandai sekali membuatnya, Oba-san."

"Wah, terima kasih karena kau bilang begitu."

Naruto meminum teh sampai habis. Senyum puas tercetak di mukanya yang berseri-seri. Kurumi yang duduk di sampingnya, terus memperhatikannya.

"Uzumaki-san, kau tinggal di mana?" tanya Kurenai duduk bersimpuh menghadap Naruto dan Kurumi.

"Aku tinggal di kuil yang tak jauh dari sini," jawab Naruto meletakkan gelas ke atas meja.

"Hah? Kuil yang tak jauh dari sini? Itu kuil yang tidak berpenghuni lagi, 'kan, Oka-san?" tanya Kurumi ternganga.

"Ya, Rumi-chan. Tapi, mengapa kau malah tinggal di sana, Uzumaki-san?"

"Karena aku tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Untuk bersekolah saja, aku harus bekerja keras untuk mengumpulkan biayanya. Ya, ada seseorang yang berbaik hati memberikan aku upah besar jika aku mau tinggal di kuil itu dan sekalian membersihkan kuil itu."

Naruto tersenyum. Tidak ada kesedihan yang tercermin di mata biru seindah langit itu. Tapi, karena ucapan Naruto tadi, cukup menyentuh hati Kurenai dan Kurumi.

"Apa itu berarti kau yatim piatu?" tanya Kurenai meredupkan mata.

"Ya. Aku hidup sebatang kara di dunia ini," jawab Naruto tetap tersenyum.

"Jika kau mau, kau bisa tinggal di sini, Uzumaki-san. Jadi saudara Kurumi, bagaimana?"

"Hah?" Naruto dan Kurumi tercengang. Mata mereka membesar.

Sunyi sebentar. Naruto dan Kurumi saling melirik. Kemudian suara Kurumi yang memecahkan keheningan itu.

"Tapi, Oka-san, jangan cepat beri penawaran seperti itu pada orang yang baru kita kenal. Kita tidak tahu apa dia baik atau jahat," timpal Kurumi mendelik Naruto.

"Rumi-chan, jangan bilang begitu!" protes Kurenai menukikkan alis.

"Terima kasih atas penawaran anda, Oba-san. Tapi, aku lebih suka tinggal di kuil saja," tukas Naruto tetap tersenyum, "lagi pula Tokisaki-san masih belum bisa menerima kehadiranku yang berusaha melindunginya dari para Exorcist."

"Aku memang tidak mau dilindungi! Itu terkesan aku itu lemah! Jadi, jangan ikuti aku dan melindungi aku lagi!" sanggah Kurumi. Emosinya naik ke ubun-ubun.

Tiba-tiba, terjadi ledakan besar yang menghancurkan pintu rumah. Mengakibatkan guncangan yang sangat kuat dan beberapa bagian rumah runtuh. Menyebabkan Naruto, Kurumi, dan Kurenai panik. Untung mereka tidak tertimpa papan-papan kayu yang jatuh dari langit-langit.

"Apa yang terjadi?" tanya Kurumi membelalakkan mata. Dirinya dipeluk oleh Naruto.

"Apa mereka lagi?" Kurenai juga bertanya. Matanya melebar.

Langkah kaki berat terdengar memasuki lorong. Menggetarkan jiwa Kurumi yang kembali didera sangat takut. Terlebih Naruto dan Kurenai, yang berusaha menyembunyikan Kurumi di belakang mereka.

Sosok gadis berambut putih pendek dan berpakaian serba putih, berhenti di ambang pintu ruang keluarga. Helm dan beberapa persenjataan canggih terpasang di badannya. Menandai target berbentuk lingkaran merah di layar helm-nya yang berfungsi sebagai komputer.

"Target sudah ditemukan!" kata AI -- Artificial Intelligence -- yang bersuara seperti mesin. Terdengar dari helm itu, bertepatan gadis berambut putih menodongkan moncong senjata canggih berbentuk meriam di tangan kanannya.

"Gawat!" seru Naruto membelalakkan mata, "Oba-san, Kurumi, tiarap!"

Gadis berambut putih melepaskan energi pilar cahaya putih dari moncong senjata. Pilar itu sangat besar, meluncur ganas ke arah Naruto. Laki-laki berambut pirang itu tidak sempat menghindar, hingga ledakan besar menghujam tubuhnya.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Chapter 3 up. Terima kasih.

Tertanda, Hikayasa Hikari

Jumat, 18 November 2022