Quest: 90 Days

[Sub-Quest: Divert]


Naruko mengernyit menatap layar ponselnya. Tiba-tiba saja ada panggilan video masuk dari ibunya. Ada apakah gerangan?

Tak mau diamuk Nyonya Uzumaki tersebut, Naruko segera menerima dan menyapa sang bunda. Sayang seribu sayang, senyum manisnya tidak dianggap. Sang Bunda malah memberi wajah masam. "Minggir sedikit, Naru! Bunda mau lihat calon mantu Bunda yang ganteng tiada tara!" ujarnya. Benar-benar ibunda panutan.

Kakashi di sebelahnya tergelak pendek, langsung merapatkan diri agar sebagian wajahnya tertangkap kamera ponsel Naruko. Pria itu melambaikan tangan singkat pada wanita di layar. "Ada apa, Tante? Kalau ada perlu padaku kenapa tidak menelepon nomorku saja?"

Benar apa kata pria itu, kan? Kalau memang ingin berbincang dengan calon menantunya, kenapa Kushina malah mengganggu Naruko? Padahal Naruko sedang asyik bermain gim petualangan!

"Memastikan agar dia tidak sibuk main game dan mengabaikanmu, Kashi," tutur yang bersangkutan.

Naruko membersut. Merasa sebal, tak usah ditanya. "Aku tidak mengabaikan Kakashi! Kami sedang bermain game bersama!"

"Itu lebih parah! Kalian setiap bertemu bermain game terus!"

Omelan Kushina membuat Naruko dan Kakashi bertukar pandangan. Keduanya sama-sama heran, kenapa oh mengapa Kushina menganggap kegiatan ini "lebih parah"? Baik Naruto dan Kakashi sama-sama menikmatinya. Mereka juga lebih santai berbincang pedekate jika dilengkapi bermain gim.

"Kenapa memangnya kalau main game, Bun? Ada yang salah?" tanya Naruko.

"Tentu saja salah! Kalau kalian main game terus, kapan Bunda bisa punya cucu!? Sana berduaan di hotel! Gelap-gelapan! Lalu—"

Naruko memutus panggilan secara sepihak. Wajahnya merona, mendadak malu berat. Sial sekali, begini nasib punya ibu kebelet momong cucu. SESAT SEKALI SURUHANNYA!

"Maaf soal Bunda, Mbah." Menatap sang tunangan yang duduk di sebelahnya, Naruko salah tingkah. Tawa geli dan senyum di wajah pria itu sangat berbahaya untuk defense kokoro-nya.

Naruko bukan termasuk manusia yang menilai orang dari fisik mereka. Tetapi, Naruko tidak bisa menampik. Pria ini memang ganteng tenan. Perempuan mana yang tidak akan meleyot melihat senyumnya?

Kenapa pula kau ada di sana wahai tahi lalat manis? Bikin salah fokus banget!

Serasa tertimpuk durian runtuh. Duh, Naruko jadi khawatir. Dia dapat calon kualitas epik begini … tidak akan mendapat kesialan grade SSR di masa mendatang, kan?

"Santai saja, santai! Bundamu memang agak-agak …." Kakashi mengangkat bahu.

Naruko sama sekali tidak tersinggung mendengar tanggapan itu. Sudah biasa juga. Bunda memang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Naruko bisa tumbuh dewasa dengan kewarasan utuh saja sudah merupakan sebuah anugerah.

"Mbah kenal bundaku lebih lama, kan?" Jujur saja, Naruko jadi penasaran. "Dulu gitu juga?"

"Kurang lebih sama." Kakashi mengekeh ringan. "Kenapa?"

"Serius mau jadi mantu makhluk macam begitu?" sosor Naruko tanpa basa-basi.

Ini pertanyaan penting, oke? Kalau di masa depan mereka bertengkar gara-gara ulah Bunda, tidak lucu! Bunda memang … begitu. Tapi, dia tetap bundanya Naruko. Kalau ada yang berani mempermasalahkan … baku hantam sini!

"Waktu kecil saja aku kuat dititipkan pada bundamu, toh?" Kakashi menyeringai. "Sekarang bisa kabur alasan kerjaan atau apalah. Aku akan baik-baik saja."

Naruko manggut-manggut. Syukurlah, kelihatannya perkara kepribadian mejikuhibiniu sang bunda tak akan jadi masalah.

"Kau sendiri … tak keberatan dengan ayahku?"

Pertanyaan yang Kakashi lempar balik pada Naruko membuat gadis itu cengengesan. Sedikit miris juga ketika teringat sekaligus membandingkan kelakuan pria yang dimaksud dengan bundanya. "Memangnya Om Sakumo kenapa? Kulihat-lihat, normal aja tuh?"

"Itu kalau sendiri. Kalau sudah bertemu ayahmu, lain lagi." Kakashi mendengkus. "Kau lupa perjodohan ini gara-gara apa? Siapa? Padahal bertemu pun tidak mabuk atau apa, tapi hasilnya tiba-tiba bilang kita punya 90 hari pedekate sebelum hari pernikahan. Kau sebut itu normal?"

Naruko menganga. "Orang tua kita tidak ada yang normal."

"Baru sadar?"

Naruko mendesah. Benar juga. Orang tua yang normal tak akan melakukan itu. Setidaknya meski berniat menjodohkan, kedua anak yang terlibat akan dipertemukan dulu. Ya, kan?

Lalu, obrolan soal tanggal dan segala macam dilakukan jika pihak yang mau dijodohkan sudah jelas cocok. Tak mungkin—bertemu saja belum, tahu-tahu diberi tanggal pernikahan—seperti ini.

Ah, sudahlah! Untuk apa terlalu dipikirkan? Naruko tak mungkin meminta tukar tambah orang tua. Memangnya bisa? Dijalankan saja. Toh, tunangannya tidak buruk juga.

Renungan Naruko terputus oleh sebuah jari yang tiba-tiba mencolok pipinya. Melirik ke samping, Kakashi menatapnya dengan sebelah alis terangkat. "Lanjut main gak nih?" tanyanya.

Sama sekali tidak buruk. Uhuk.

"Gas!"

Baru juga beberapa menit fokus farming dungeon bersama, penghuni kursi belakang tiba-tiba merampas ponsel mereka. Pelakunya langsung mengomel, "Pantas saja ibunya Ku—maksudku, Naruko—sampai bicara seperti itu!"

Dih. Ada yang menguping, rupanya!

"Kalau kelakuan kalian begini, aku tak heran jika malam hari pernikahan nanti kalian malah streaming duel moba atau Ninja Shadow lagi."

"Ide yang bagus, Obito." Kakashi mencolok pipi Naruko lagi. Kali ini dilakukan dengan repetisi. "Kau bilang; Semesta tak henti menanyakan kapan Pakkun akan muncul di streaming lagi, kan?"

Naruko menepis tangan Kakashi sambil tertawa. Boleh juga usulannya. "Ingatkan aku untuk menyiapkan perlengkapannya nanti. Agar bisa langsung kita pakai begitu sampai."

"Aku tahu umurmu lebih muda dari kami, tapi … kau tidak sepolos itu kan, Kurama? Di channel-mu—"

Naruko memelototi Obito. Hanya sebentar, dia menatap ke depan lagi. Sebenarnya gadis itu merasa malu. "Haruskah dibahas? Kalaupun sudah sah nanti, kami baru kenal berapa lama?" gerutunya. Mana kepikiran soal … you know!

"Jangan meremehkan Kakashi, Naruko." Obito memberi peringatan.

Tentu saja, Kakashi yang tidak terima langsung mendesis. "Aku tak suka implikasimu, Obito."

"Ingat-ingat lagi koleksi novelmu, Bakashi! Kau harus hati-hati padanya jika sudah serumah nanti, Kurama. Dia ini—"

Naruko tertawa hambar. Ternyata dia dan Kakashi punya satu kesamaan lain. Sama-sama punya teman superkampret.

Aih, Naruko jadi rindu kawan-kawan Jinchuuriki. Kapan, ya, mereka bisa berkumpul komplet lagi?

.

Satu hal menggema di dalam benak Kakashi: teman macam Obito ini, enaknya diapakan?

Ponsel miliknya dan milik Naruko sudah dikembalikan, tetapi tak ada yang berani memulai cengkerama. Naruko langsung menyibukkan diri, berinteraksi dengan penggemar dan pengikutnya di sosial media. Kakashi hanya sesekali melirik, selebihnya menatap keluar jendela. Canggung, rasanya.

Satu lagi ceklis topik obrolan yang harus mereka bicarakan serius. Di lokasi dan situasi yang lebih privasi, tentu saja. Terlalu banyak telinga orang-orang tak berkepentingan di bus ini.

Mereka sudah menyinggung soal anak, tapi belum soal … you know. Kakashi berniat menyerahkan semuanya pada Naruko. Bukan hanya menghormati batasan kenyamanan dan persetujuan Naruko; tetapi, jika dibandingkan, anak itu yang lebih berpengalaman dengan hubungan lebih dari teman. Referensi yang Kakashi punya berupa novel romansa saja. Sama sekali tidak jelas kebenarannya.

Dan, Kakashi tak yakin jika dia bisa mengawali. Diberi kecupan singkat di pipi saja sudah salah tingkah luar biasa, seperti remaja baru kasmaran.

Fuck you, Obito! Dan implikasi sialanmu!

"Eh, Mas Kashi, ini Ayah ada kirim aku pilihan menu. Minta kita pilih dari paket yang dikirim. Lihat sini bentar!"

Kakashi mengerjap. Matanya menatap layar ponsel Naruko sesuai permintaan gadis itu, tetapi kepalanya terfokus pada hal lain.

"Tadi kau panggil aku apa?"

"Er, Mas? Aneh kah?" Naruko tergagap. "Y-yah, kalau 'Kak' rasanya … tidak pas. Kau bukan kakakku."

Bukan aneh. Sejak awal, anak ini memanggilnya "Mbah" kan? Kakashi hanya … tidak terbiasa.

"Coba sekali lagi?"

" … Mas Kakashi?"

Kalian dengar itu? Ada suara jantung bertalu-talu.

Iya, jantungnya Kakashi.

Amboi, damage-nya!

"Aku vote paket C seperti Om Minato." Kakashi berdehem. "Naru bagaimana?"

"Samain deh. Biar satu suara. Cuma beda menu dessert sama bumbu untuk menu utamanya aja, kan?"

"Iya."

Kakashi memperhatikan bagaimana jari-jari Naruko mengetik jawaban. Senyum simpul dilakukan, saat membaca balasan penuh canda antara gadis itu dengan ayahnya. Saat Naruko lanjut menggulir aplikasi sosial media dengan satu tangan, Kakashi menggenggam tangannya yang lain.

Spontan saja Naruko menatapnya, jelas terlihat kebingungan. "Kenapa tiba-tiba … ?"

"Ingin saja." Kakashi berdehem, sedikit merasa gugup. Dia sendiri tidak paham impuls ingin menggenggam tangan ini muncul dari mana. Yang Kakashi tahu, dia enggan melepas begitu saja. "Boleh?"

"Boleh." Naruko tersenyum.

Tak seperti yang Kakashi duga, gadis itu mengantongi ponselnya. Tak menatap Kakashi, tetapi tetap memberikan atensi. Terbukti dari tangannya yang asyik sendiri membolak-balik tangan Kakashi.

Kakashi hanya bisa mengumpat di dalam hati. Tangan yang dipegang, jiwanya yang melayang-layang.

"Kulitmu agak pucat, ya, dipikir-pikir. Kaya vampir," celetuk Naruko. "Jangan-jangan ada turunan?"

Kakashi menahan tawa. Random sekali! "Entahlah. Mau coba tanyakan pada ayahku?"

"Enggak, deh." Naruko menyengir. "Kalau betul vampir, lebih baik aku tidak tahu apa-apa."

"Kenapa?"

"Gak tega bayangin kalau aku mati duluan. Nanti Mas gimana?"

"Jadi duda ganteng, pastinya." Lisan menjawab santai, penuh percaya diri. Padahal kokoro sudah ketar-ketir dihantam implikasi lain-lain dari lawan bicara.

Jika ditinggal melepas nyawa? Hati ini akan selalu mencintaimu, Adinda. Uhuk!

Kakashi benar-benar harus berhenti mengiyakan permintaan Rin untuk menemani wanita beranak satu itu menonton drama terbaru.

"Berapa lama tuh?" Naruko cekikikan. "Sebentar gak sih? Kalau dudanya kaya gini pasti banyak yang ngantri!"

"Percuma kalau bukan kau yang ngantri."

Badan Naruko membeku dengan posisi wajah menghadap Kakashi. Matanya membola bersama pipi yang merona. Beberapa detik pertama, Kakashi merasa gemas. Detik-detik selanjutnya dihabiskan dengan mengumpati diri.

Kakashi memang termasuk golongan manusia yang blak-blakan. Itulah salah satu penyebab "pertanyaan serius" yang ia lontarkan pada Naruko di depan Semesta. Tapi … ke mana filter diri saat ia dibutuhkan? Kakashi malu, sialan!

Duh, jadi merasa serba salah. Tadi itu dia tidak terdengar seperti pakboi yang suka ngegombal, kan? Dia tidak terdengar … agresif, kan? Atau, seperti … predator, misalnya?

Kakashi menghela napas. Otak dan hatinya jadi maju-mundur. Takut salah langkah, rasanya. Kakashi sama sekali tidak punya referensi nyata soal kisah cinta, seperti yang berulang kali ia sebutkan. Dia juga masih tetap terbayang perbedaan umurnya dengan Naruko.

Bagaimana kalau Kakashi jadi terlihat seperti om-om genit di mata Naruko?

Gelak tawa dari Naruko memutus renungan penuh nestapa Kakashi. Tawanya amat lepas, tanpa tata krama. Jika diperhatikan lebih seksama, kalian bisa melihat butiran ludah muncrat-muncrat saking hebohnya. Sama sekali tidak anggun. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan crush Kakashi yang lalu.

Namun, Kakashi mendapati dirinya tertenung dan tak bisa mengalihkan perhatian. Batinnya berbisik lirih: tawa ini yang akan mengganggu hari-harimu, Kakashi. Sampaikan selamat tinggal pada waktu membacamu yang damai.

Tetapi, bisikan itu tak datang bersama rasa kesal. Anehnya, Kakashi tidak merasa keberatan. Sama sekali.

"Kau sih bukan om-om genit, tapi mbah-mbah genit!" goda Naruko sebelum melanjutkan tawanya lagi, kali ini lebih kalem.

Kakashi mengesampingkan fakta bahwa dia tak sengaja menyuarakan keresahannya. Memilih fokus pada respons Naruko. Candaan itu adalah sebuah tanda bahwa si bontot Jinchuuriki tidak keberatan.

Eh, apa iya?

Tak mau diterkam keraguan, Kakashi langsung bertanya, "Kau tidak keberatan, kan … ?"

Naruko menggeleng. Tawanya lenyap digantikan senyum.

"Lakukan lagi saja." Kakashi meneguk ludah. Hanya perasaannya ataukah Naruko memang terlihat malu-malu? "Sepertinya aku tak akan keberatan jika itu kau, Mas."

Panggilannya, tolong.

"Aku berubah pikiran. Sebaiknya kau jangan memanggilku 'Mas'."

" … kenapa, Mas?"

"Serasa dipanggil istri."

"Tapi kan emang calon?"

" … "

"Jangan salting gitu! Aku jadi ikutan malu!"


Bersambung


(A/N)

Semoga masih ada yang menunggu lanjutan ini wkwk.

PadmaDev. WKWKWKWK syukurlah kalau kau baperrr. Jadi aku tidak baper sendirian nulisnya xD

AhegaoDoublePeace. Moga yg ini masih lucu dan seru juga. MAKASIH SEMANGATNYAAAAA

Kamizukyz. Terima kasih kembaliiii : semoga lanjutan yang ini juga bisa menghiburrr

Kuraublackpearl. Secepat cahaya /g

Hankaci. WKWKWKWK SANGAT RELATEEEEE. Memang, datang kondangan tuh serasa bertempur di medan perang banget. Semoga kita dapat pasangan dan kisah yang semulus duo anaknya Bapak Minato dan Sakumo ini wkwk

RealLuckycard. WKWKWK TENTU SAJA BAKAL KULANJUUUT. Walau belum bisa janjiin up terjadwal, maap :'')

Madyaraga. Mungkin kamu tersesat di jalan yang bernama kehidupan wkwkwk. Love me too xD Moga ga eneg nunggu update-nya yaaaa

Sampai berjumpa di update selanjutnya~

Sekian terimagaji.

Salam Petok,

Chic White