NEPENTHE POTION

"Jadi, kau siap sekarang?" Dumbledore menginginkan ketegasan.

Aku mengangguk. "Siap, sir" kataku menegaskan.

Dumbledore menepuk bahuku. Dan beberapa lainnya dari Orde.

"Aku akan bersiap-siap sekarang," kataku sambil berdiri, dan berjalan. Dumbledore mengangguk.

Molly juga berdiri. "Severus, apapun yang terjadi, kami mengharapkan kau kembali," isaknya pelan. Aku mengangguk, dan berjalan cepat keluar dari dapur Grimmauld. Aku paling tidak suka dengan acara tangis-menangis seperti itu.

Aku memasuki salah satu kamar yang telah disiapkan sedari dulu jika aku ingin beristirahat, atau apapun, tetapi tak pernah kupakai. Jangankan beristirahat atau menginap di sini, makan bersama pun aku tak pernah. Tetapi, saat ini aku akan berganti pakaian di sini. Jubah Pelahap Maut-ku, topengku, …

Sebuah ketukan di pintu. "Masuk," kataku tanpa melihat siapa. Siapa pula yang ingin mengganggu saat-saat terakhirku?

"Profesor," katanya pelan. Harry Potter? Aku membalikkan badan cepat.

"Ada apa?"

Potter nampak susah membuka mulutnya. Ia menelan ludah, dan membuka mulut, pelan. "Saya ingin … minta maaf," katanya lirih.

Aku menaikkan sebelah alisku seperti biasa.

"Saya ingin minta maaf," katanya lagi lebih keras, "atas semuanya. Saya … sudah melihat Pensieve tanpa ijin. Dan saya .. melihat ayah saya yang … sebenarnya," dia menunduk.

Aku mendengus.

"Dan seharusnya saya menyelesaikan pelajaran saya. Dengan demikian ..," Potter menahan napas, "Sirius tidak akan .. tidak akan .." ucapannya makin lemah.

Hening.

Potter nampak berusaha untuk berbicara lagi. "Dan saya seharusnya berterimakasih pada Anda yang sudah .. menyampaikan pada anggota Orde .. " Potter mengusap hidungnya. "Saya mungkin tidak akan berhasil dalam pertempuran ini, jadi .. mungkin tidak ada waktu lagi untuk saya untuk … meminta maaf. Dan sekaligus mengucapkan terima kasih," ucapnya lirih.

Aku tahu, Potter. Aku sudah tahu. Aku berjalan ke arah lemariku, melihat sekilas dari atas dan berhenti di rak kedua. Aku mengambil dua botol kecil dari sana. Aku menyimpan satu botol di hadapan Potter, dan membuka sumbat botol yang satu lagi.

"Nepenthe Potion, Potter. Ini yang biasanya aku pakai untuk mengusir semua kesedihanku. Apalagi di saat seperti ini," aku mengisyaratkan botol di meja itu untuknya.

Di saat seperti ini. Saat-saat aku dan Potter akan menghadapi Pangeran Kegelapan. Mungkin saatku yang terakhir.

Aku menenggak larutan itu.

Potter ragu, namun ia mengambil juga botol itu. Dan menghabiskan isinya.

Aku tersenyum.

FIN