1

BAB 1

Harry terjaga dari tidurnya dengan terengah-engah dan mandi keringat. Sudah seminggu ini ia terus menerus diganggu mimpi aneh. Mimpi yang sama, walaupun berbeda-beda.

Ia terjatuh di jurang, Professor Snape menolongnya. Ia berhadapan dengan Voldemort yang memberinya kutukan Cruciatus, Professor Snape mengucapkan jampi-jampi penangkalnya. Ia terjatuh dari sapunya saat menangkap Golden Snitch, Professor Snape menantinya di bawah, memperlambat laju jatuhnya hingga ia bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

Mimpi yang sama walaupun berbeda-beda. Dan saat ia selamat, ia begitu terpana hingga lupa mengucapkan terimakasih. Saat ia hendak mengucapkannya, Professor Snape menghilang begitu saja, bersamaan dengan itu ia terjaga.

Harry mengusap keringatnya, bangkit mengambil air minum di meja sebelah tempat tidurnya, dan melihat keluar jendela. Hedwig sedang melayang kembali ke jendela, berarti sudah menjelang fajar. Merasa tidak akan sanggup tidur kembali, Harry membuka jendela, membiarkan Hedwig masuk, dan duduk di ambang jendela, mengusap-usap bulunya.

"Hedwig, tahukah kau, pertanda apakah ini ?" tanyanya tanpa mengharap jawaban. Hedwig hanya mematuk-matuk jarinya pelan, membiarkan bulunya diusap-usap.

Dua minggu sudah Harry berada kembali di rumah keluarga Dursley. Kali ini mereka cukup banyak keluar rumah, tanpa mengajak Harry tentunya. Tetapi Harry sendiri cukup lega bahwa mereka tampaknya mulai percaya ia tidak akan menghancurkan rumah, sehingga bersedia meninggalkannya sendiri tanpa menitipkannya pada Mrs Figg.

Surat Ron datang kemarin mengajaknya menghabiskan libur musim panas di rumahnya, seperti biasa, dan Harry agak heran ketika Paman Vernon hanya mengiyakan saja permintaan itu, tanpa banyak bertanya. Harry mengira itu mungkin akibat efek "permen lidah liar" yang dimakan Dudley tahun lalu. Paman Vernon memang memberi alasan, bahwa mereka akan berlibur ke Hawaii musim panas ini. Sehingga kepergiannya ke rumah Weasley dirasakan sebagai pemecahan masalah.

Pagi hari akhirnya datang juga. Sinar matahari yang cerah membuat Harry bisa melupakan mimpinya sesaat. Hari ini Mr Weasley akan menjemputnya pukul 10.00, dan Harry begitu bersemangat hingga pada pukul 08.00 segalanya sudah siap. Harry bertanya-tanya, dengan cara apa Mr Weasley kali ini akan menjemputnya. Ia terus terang agak geli juga melihat Paman Vernon berkali-kali memandangi pemanas ruangan listriknya dengan curiga.

Pukul 10 kurang 5 menit Harry mendengar suara mobil mendekat perlahan dan kemudian berhenti tepat di depan pagar. Sebuah Bentley hitam mengkilat keluaran terbaru ! Mana mungkin Mr Weasley, pikir Harry, dan pikiran itu berubah sedetik kemudian ketika ia melihat sosok jangkung agak botak, dengan setelan jas abu-abu keluar dari mobil, beserta seorang anak jangkung berambut merah. Harry langsung menghambur ke halaman.

"Mr Weasley, Ron ! Tapi .. tapi .. bagaimana kalian, .. darimana …?" Harry bertanya kebingungan. Ron nyengir melihatnya.

"Kau tidak akan mempersilakan kami masuk ?" tanya Mr Weasley geli melihat kebingungan Harry.

"Oh, eh, .. maaf , silakan masuk Mr Weasley. Paman Vernon, mereka sudah datang," Harry memberitahu pamannya yang sementara itu juga keluar ke halaman penasaran dengan mobil yang begitu mewah. Dari jendela terlihat Dudley, setengah takut setengah penasaran melihat siapa yang datang.

"Kami tidak akan lama, ada urusan lain yang harus aku kerjakan," gumam Mr Weasley ketika menjabat tangan Paman Vernon, yang tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, "Harry, cepatlah, kau sudah siap ?"

"Siap Mr Weasley," Harry terengah menyeret kopernya. Sigap Ron membantunya, memasukkannya ke bagasi, dan memasukkan sangkar Hedwig ke dalam mobil.

"Selamat menikmati Hawaii, Paman," kata Harry riang, "sampai jumpa musim panas tahun depan,"

Kali ini Paman Vernon nampaknya sudah mengumpulkan cukup kesadarannya, sebab dia menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "terimakasih, selamat jalan,"

Mereka memasuki mobil, dan berangkat. Harry melihat dari kaca spion bahwa Paman Vernon terus ternganga melihat mobil itu. Harry kemudian sudah sibuk bercakap-cakap dengan Ron, dan tidak memperhatikan bahwa Paman Vernon terjatuh dan pingsan begitu melihat di perempatan, mobil itu --alih-alih membelok, malah mengeluarkan suara pop, dan menghilang.

The Burrow. Harry menghela nafas lega. Di tempat inilah, selain Hogwarts, dia bisa merasa berada di rumah sendiri. Mobil mereka membelok dan berhenti tepat di pintu. Mr. Weasley turun, disusul Ron dan Harry menenteng sangkar Hedwig. Segera setelah Mr Weasley menurunkan koper Harry, ia mengeluarkan tongkatnya, dan .. pop, mobil itu mengecil menjadi mobil mainan.

Harry mengerti kini. Ia melontarkan pandangan kagum pada Mr. Weasley, yang mukanya menjadi kemerahan seperti warna rambut anak-anaknya. Tetapi Harry tidak bisa berlama-lama mengagumi Mr Weasley, karena kini, giliran Mrs Weasley berteriak dari pintu dapur,

"Arthur, kaukah itu ? Harry bersamamu ? Cepat kita makan, Harry tentu sudah lapar," sia-sia Harry berusaha menjelaskan bahwa kali ini keluarga Dursley tidak membuatnya kelaparan, tetapi Mrs Weasley tetap saja bersikeras menyeretnya ke meja makan.

"Biarkan saja koper itu, ayo, nak, makan dulu,"

Tidak enak hati, Harry akhirnya menurut, dan ia tahu ia tidak akan pernah menyesal menuruti ajakan makan dari Mrs Weasley, karena makanannya memang semua enak-enak.

Dengan perut kekenyangan, dan kaki yang berat menyangga tubuhnya, akhirnya Harry naik bersama Ron ke kamar mereka. Koper Harry telah menunggu begitu pula Hedwig, memandang dengan paruh dikerucutkan kepada Pigwedgeon, yang melompat-lompat kegirangan melihat Harry.

"Lebih baik kita di rumah saja hari ini," usul Ron memandang awan mendung di luar jendela, "besok mungkin kita bisa berlatih Quidditch di bukit,"

"Setuju,'" ujar Harry sambil menguap lebar-lebar, "ngomong-ngomong, kemana semua saudaramu Ron, rasanya sepi kali ini,"

Ron nyengir, "Ginny ada di kamarnya, entah sedang apa dia, Percy lembur terus beberapa hari belakangan ini, Fred dan George sedang ke Diagon Alley,"

"Diagon Alley ? Bukankah surat dari sekolah belum tiba ? Kita belum tahu buku-buku apa saja yang akan dipergunakan nanti ?

"Oh, tidak, mereka tidak sedang membeli buku," wajah Ron tiba-tiba menjadi sangat misterius, "mereka ingin tahu bagaimana membuka usaha di sana. Seperti berapa sewa toko, surat-surat apa saja yang harus diurus untuk mulai berusaha. Hal-hal seperti itulah," Ron tidak berusaha menghapus kepenasaranan dari wajahnya, "Aku tidak tahu dari mana mereka mendapat modal untuk berusaha, sewa toko di Diagon Alley kan mahal …,"

Harry nyengir, merasa bersalah. Tahun lalu, hadiah seribu Galleon dari Turnamen Triwizard diberikannya pada si kembar, dan rupanya mereka menepati janji untuk tidak menceritakannya pada siapa-siapa.

Mereka mengobrol beberapa hal ringan, hingga akhirnya terlelap. Harry baru terbangun setelah mendengar suara-suara ribut. Rupanya si kembar telah kembali, dan seperti biasa beberapa benda ciptaan mereka rupanya sedikit memancing kemarahan dari Mrs Weasley.

Ron-pun terbangun. Sambil nyengir, keduanya mengangguk, lalu bersamaan bangkit, keluar kamar, dan turun ke ruang makan.

"Hi, Harry, " sapa Fred begitu kepala Harry muncul di ruang makan, "senang melihatmu lagi," Fred mengulurkan tangan mengajak bersalaman. Harry sebenarnya curiga, tidak pernah Fred se-formal ini. Ron sudah akan memperingatkan, tapi terlambat, Harry telah menyambut tangan Fred, dan seketika itu juga ia melepaskannya. Terasa seperti ada aliran listrik menyengatnya. Tawa Fred dan George meledak.

"Ap .. apa itu tadi, " Harry belum hilang rasa terkejutnya.

"Sebenarnya ini tidak orisinil. Kami menirunya dari tipuan Muggle, hanya saja versi Sihir Sakti Weasley ini tidak perlu baterai, dan tahan seumur hidup," promosi George, "murah, kok. Cuma 10 knut,"

"Kalian benar-benar sudah akan memulai usaha ini? " Harry kagum.

"Belum, sih. Baru penjajakan saja. Tahun ini mungkin kami baru akan menitipkannya di Zonko. Toh, kami masih satu tahun lagi di Hogwarts. Dan Hogsmeade rasanya tepat untuk memulai, letaknya cukup dekat dengan Hogwarts. Jadi kami bisa memantau penjualan, sambil sekolah," George menjelaskan.

"Bila merk Sihir Sakti Weasley sudah terkenal, dan modal sudah mencukupi," Harry memperhatikan bahwa 'modal sudah mencukupi' terutama ditujukan untuk Ron, "baru kami membuka toko sendiri di Diagon Alley," sambung Fred.

"Satu tahun kami rasa cukup untuk mulai membangun jaringan pelanggan. Mulainya dari teman sekolah, kemudian keluarga mereka, nanti sanak-saudara mereka. Rasanya cukup untuk meluaskan pemasaran," papar George lagi, "Jadi saat kami lulus nanti, mungkin kami sudah bisa membuka toko di Diagon Alley,"

Harry benar-benar harus mengakui bakat bisnis kedua Weasley ini mendengar pemaparan mereka. Membuka toko lelucon memang rasanya hal yang paling pas bagi masa depan mereka. Harry tidak bisa membayangkan kalau mereka, misalnya, menjadi guru di Hogwarts … Atau menjadi Auror …

"Yah, harus aku akui rencana kalian cukup rasional," Harry lupa bahwa dari tadi Mrs Weasley turut mendengarkan. Nampaknya Mrs Weasley sudah pasrah, melupakan keinginan agar anak kembarnya ini bekerja di Kementrian, "selama kalian merencanakannya dengan baik, aku tidak akan mencela lagi. Hanya .."

"Hanya apa, Mum ?"

"Aku tidak ingin seisi rumah ini dijadikan percobaan untuk karya-karya kalian,"

"OK, Mum, jangan khawatir,"

"Dan aku ingin agar kalian lulus NEWT dengan baik,"

"Kami berjanji, Mum, dan terima kasih atas pengertiannya. Memang Mum adalah Mum yang paliiiiiiiiiing baik sedunia," Mrs Weasley kewalahan dicium pipinya bertubi-tubi dari kiri dan kanan oleh kedua kembarnya.

"Stop, stop, stop," Mrs Weasley pura-pura marah, namun semua juga maklum karena wajahnya memerah, "sekarang pergilah kalian ke kamar, bermain apa kek, mumpung di luar hujan, sehingga aku tidak usah menyuruh kalian membersihkan kebun dari jembalang," dengan kalimat usiran seperti itu ketiga Weasley beserta Harry naik ke kamar si kembar.

Segera saja Harry dan Ron sudah menjadi korban dari beberapa tipuan lagi.

Malam itu kekenyangan hidangan makan malam Mrs Weasley yang selalu berlimpah ruah --Mrs Weasley selalu memaksanya tambah-- dan kelelahan tertawa atas semua tipuan Fred dan George, Harry tidur lelap tanpa mimpi. Pagi hari ia bangun dengan segar, bersamaan dengan Ron. Dengan semangat bahwa mereka akan menghabiskan hari yang sama baiknya seperti kemarin mereka bergegas bangkit dan berpakaian.

Turun ke ruang makan Mrs Weasley nampak sibuk menyiapkan sarapan. Belum lagi mereka sempat menyapa, sesosok bayangan dengan cepat lewat, mencium Mrs Weasley, menggumam "pagi, Mum," meraih sepotong roti panggang, dan melesat lagi ke pintu, "pergi dulu, Mum, bye,"

"Percy," gumam Harry, "mengapa harus terburu-buru seperti itu ?"

"Sudah aku bilang, dia sibuk sekali. Lembur, kata ayah juga dia datang paling pagi di kantor, dan pulang paling larut," Harry baru ingat bahwa tadi malam mereka makan tanpa Percy,

"Sibuk mengumpulkan uang, ia tidak sabar ingin cepat-cepat menikah," lanjut Ron, kali ini sambil berbisik, jelas nampak geli.

"Menikah ?" Harry ngeri mendengar pemikiran itu, "tapi .. tapi.. ia masih sangat muda. Bill serta Charlie saja …"

"Belum berpikiran akan menikah, kau benar, nak," Harry tersipu, Mrs Weasley rupanya mendengar obrolan mereka, "sebenarnya aku juga agak keberatan dengan rencana ini. Tidak .. tidak, aku suka dengan anak itu, Penelope Clearwater, dia anaknya baik, tetapi kukira sebaiknya mereka tidak akan menikah secepat ini," keluh Mrs Weasley,

"Mereka tidak tahu tanggungjawab seperti apa yang menanti dalam sebuah pernikahan," wajah Mrs Weasley berubah serius.

Pembicaraan mereka terputus dengan datangnya dua ekor burung hantu. Hedwig melayang masuk dengan membawa surat dari .. Hermione, dan seekor burung hantu sekolah membawa setumpuk surat seperti biasa.

"Rupanya semalam ia menjemput surat Hermione," ujar Harry merobek amplop dan membuka suratnya. Ada satu lagi amplop terjatuh, tapi tidak dihiraukannya.

Ron dan Harry

Kalian baik-baik saja ?

Apakah ia menceritakan tentang Krum ? desak Ron

Bagaimana liburan kalian ? Aku berlibur di rumah saja, membaca-baca dan melakukan riset. Viktor mengundangku berlibur ke rumahnya, tetapi Mum tidak mengijinkanku. Katanya aku masih di bawah umur untuk bepergian sendirian ke luar negeri, ke rumah seorang cowok lagi,

Nah ! seru Ron nampak puas, aku bilang juga apa

Ada kabar gembira ! Dua malah …

Pertama, aku Prefek ! Suratnya baru saja datang dengan lencananya. Kira-kira siapa ya, Prefek Laki-Laki Gryffindor angkatan kita ? Apakah kau, Harry ? Atau mungkin Dean, tapi aku kira tidak mungkin Neville

Harry dan Ron tertawa membayangkan Neville menjadi Prefek.

Yang kedua, Mum dan Dad akhir bulan ini akan pergi ke Belgia. Ada Konperensi Dokter Gigi se-Dunia. Mereka tidak ingin mengajakku, tetapi juga tidak mau meninggalkanku sendiri di rumah. Mereka mengajak kalian berlibur di rumah kami, paling tidak selama akhir pekan. Bukankah ini sangat menyenangkan ? Kita tidak sendiri memang, orangtuaku bilang harus ada orang dewasa yang mengawasi. Jadi akan ada saudaraku yang datang, Mum bilang adik sepupunya. Tapi aku sendiri belum pernah bertemu dengannya, ia terus di luar negeri kukira. Mum bilang kita pasti akan sangat senang bertemu dengannya.

Oya, Mum juga menulis surat minta ijin pada ibumu, Ron, dan tadinya ia juga akan menulis pada bibimu, Harry, tapi aku bilang tidak perlu.

Harry mengerucutkan bibirnya membayangkan bibi Petunia membaca surat minta ijin untuk menginap dari Mrs Granger.

Jadi, sampai jumpa di Heathrow, kalian semua.

(Kalau aku bilang kalian semua, itu berarti termasuk Fred, George, dan Ginny !)

Salam sayang,

Hermione

Harry melihat surat yang tadi terjatuh. Ada tulisan 'Mrs Weasley' di amplopnya. Rupanya itu surat dari Mrs Granger. Diserahkannya pada Mrs Weasley, dan mereka lalu melihat surat-surat dari burung hantu sekolah, surat awal tahun ajaran seperti biasa tentunya.

"Frederick Weasley, Harry Potter, George Weasley, Ronald Weasley --ini untukku, Virginia Weasley, dan .." Ron tercekat sambil menyortir ulang surat-surat itu.

"Ada apa ?" Harry penasaran.

"Ada dua surat untukku," bolak-balik Ron menyortir surat-surat, tetapi tetap saja tidak berubah.

"Bukalah, " Harry malah tambah penasaran.

Ron membuka surat pertama. Surat awal tahun ajaran seperti biasa, dengan daftar buku-buku yang diperlukan. Ia membuka surat kedua dengan tergesa-gesa dan sesuatu --sepertinya dari logam-- terjatuh. Sebuah lencana. Harry meraihnya, dan ..

"Ron, ini lencana Prefek," serunya menunjukkan huruf 'P" besar yang terukir, "kau Prefek Laki-laki Gryffindor !" Harry menepuk-nepuk punggung Ron keras sekali hingga ia terbatuk-batuk.

"Mana mungkin," sahutnya lirih sambil membaca suratnya. Harry mengintip dari balik bahunya, agak susah tentunya karena Ron lebih tinggi darinya, tetapi ia berhasil juga.

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Mr Ronald Weasley,

Dengan gembira kami mengabarkan kepada anda bahwa kami telah memutuskan mengangkat anda sebagai Prefek Laki-laki Kelas Lima Asrama Gryffindor tahun ini. Kewajiban-kewajiban dan hak-hak istimewa anda sebagai Prefek terlampir, begitu pula lencana anda.

Kami mengharapkan anda dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kepala Sekolah

Albus Dumbledore

Ron hanya bisa terdiam memandang surat itu, hingga suara Mrs Weasley menyadarkannya.

"Bagus sekali, nak, suatu prestasi yang bagus sekali," suaranya lirih sekali hingga Harry curiga ia akan segera menangis jika diteruskan.

Suara riuh kaki-kaki menuruni tangga membuat Ron seperti otomatis hendak menyembunyikan suratnya.

"Ada apa Mum, aah, surat dari Hogwarts. Surat kami yang terakhir tentunya," George meraih surat yang bertuliskan namanya dan nama Fred di amplopnya, "Ada apa Ron, kelihatannya kau takut surat itu menggigitmu ?"

Bersamaan dengan itu Mr Weasley juga memasuki ruang makan, "Pagi semuanya … Molly, ada apa ini .." katanya melihat tampang Ron.

"Arthur, ia terpilih menjadi Prefek … satu lagi Prefek di keluarga kita .." kali ini tak tertahankan Mrs Weasley memeluk Ron sambil berurai air mata, "Oh, Ron kecilku, Ronnie kecilku sekarang sudah besar dan memikul tanggungjawab sebagai Prefek. Aku sangat bangga padamu, nak," Ron nampak berusaha membebaskan diri.

"Molly, sudahlah. Ia kan hanya akan menjadi Prefek," Mr Weasley menarik istrinya dengan hati-hati, "aku juga sangat bangga padamu nak," Mr Weasley memandang anaknya dengan senyum.

"Oooh, tidak," keluh Fred, "satu lagi Prefek di keluarga kita. Sungguh memalukan .." sahutnya dengan mimik lucu, "sebentar lagi tentu akan ada Ketua Murid Ketiga Weasley .."

"Diam kau, Fred," Ron gusar, "tapi bagaimana mereka bisa memilihku ? Maksudku, aku kan bukan Murid Tanpa Catatan Kesalahan, atau yang seperti itu," Harry nyengir. Berkali-kali Ron melanggar peraturan sekolah, dipotong nilainya atau mendapat detensi, dan itu semua dilakukannya bersamanya.

"Mungkin sekolah memerlukan Prefek yang pernah melanggar peraturan, agar Prefek tersebut tahu gelagat murid-murid lain bila ingin melanggar peraturan, dan bisa mencegahnya sebelum mereka melakukannya," guraunya yang segera disambut dengan lemparan sendok oleh Ron.

Pagi itu selama sarapan, nyaris hanya itu pokok pembicaraan mereka. Sebelum akhirnya Mrs Weasley mengeluarkan surat dari Mrs Granger.

"Arthur," katanya sambil membuka surat itu dan menyerahkannya pada suaminya, "ibunya Hermione mengundang anak-anak untuk berlibur di rumah mereka akhir pekan depan,"

Anak-anak memandang dengan penuh harap. Mr Weasley membaca surat itu sambil menggumam 'hmm .. hmm ' beberapa kali.

"Tentu saja boleh," sahutnya, disambut dengan sorakan anak-anak, "dengan syarat tentunya," anak-anak terdiam.

"Kalian berjanji akan berlaku sopan ?"

"Tentu saja," nyaris paduan suara.

"Dan tidak akan ada Sihir Sakti Weasley di sana ?" kali ini pandangan Mr Weasley tertuju pada si kembar.

"Mana mungkin, Dad, kami sangat menyukai Hermione, percayalah tidak akan ada keributan,"

"Baiklah, aku percaya," Mr Weasley menghela napasnya, "di sini disebutkan Mrs Granger akan menyiapkan perapian untuk kita. Rupanya Hermione sudah menjelaskan tentang bubuk Floo. Yah, mungkin aku akan mengantar kalian, dan berbincang sedikit dengan Mr Granger," Harry melihat kilatan mata Mr Weasley, dan tahu ia pasti tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini, berkunjung ke rumah Muggle, dokter gigi lagi. Harry nyengir sendiri, tidak berani membayangkan seperti apa kunjungan mereka nantinya.

"Yah, baiklah, jadi sudah diputuskan," sahut Mrs Weasley sambil mulai membereskan piring, "kukira kita sebaiknya berbelanja ke Diagon Alley besok atau lusa, dan aku juga akan menyiapkan beberapa hal. Mungkin kue pie, atau pastel ?" tanyanya pada Ginny, yang memandang lagi ibunya tidak mengerti, "aku harus mengirim sesuatu untuk Mrs Granger bukan ? Atas kebaikannya mengundang kalian berakhir pekan ?"

Ginny mengangguk, "Pie mungkin cocok, Mum, asal yang rasanya asin," Mrs Weasley memandang bertanya, "mereka kan dokter gigi, jadi tidak suka segala sesuatu yang mungkin akan merusak gigi,"

"Oh, iya, betul juga," Mrs Weasley setuju, "jadi pie daging cincang, mungkin,"

Mereka meninggalkan meja makan dengan gembira. Harry tahu ini adalah salah satu dari hari-hari indah dalam hidupnya, berkumpul dengan keluarga yang begitu penuh cinta, Ron terpilih jadi Prefek --sesuatu yang berarti mestinya--, dan akhir pekan depan mereka akan berlibur ke rumah Hermione. Harry begitu saja lupa akan mimpi-mimpinya seminggu belakangan ini.