B A B 4
King's Cross. 1 September. Seperti biasa, mereka menembus palang rintang antara peron 9 dan 10. 'Perjalanan terakhir kami dengan Hogwarts Express' keluh Fred dan George. Ron nampak sedikit lebih ceria dari hari-hari sejak ia mulai menggosok lencana Prefeknya.
"Hermione mana ?" Ron mencari-cari berkeliling. Sebagai Prefek mereka akan menaiki gerbong terpisah.
"Belum lihat," ujar Harry, "mungkin masih mengucapkan selamat tinggal pada orangtuanya,"
"Kau tahu tidak, Lyra itu amat mirip dengan Hermione," Ron masih memanjangkan lehernya, "cuma saja Lyra jauh lebih 'membumi' daripada Herm, lebih periang dan cuek,"
"Hmm," Harry mengangguk setuju, lalu seolah sepakat keduanya memasang wajah seperti dua orang guru yang sedang membicarakan muridnya, "menurutku Hermione sudah jauh lebih membumi sekarang ini jika dibandingkan dulu ia masuk," komentar Harry.
"Betul. Ia sudah banyak kemajuan. Dan, menurutku itu terjadi berkat pergaulannya dengan kita berdua," keduanya meledak dalam tawa.
"Ada sesuatu yang lucu di sini ?"
"Hermione !" Harry dan Ron serempak berseru menyambut, seolah sudah bertahun-tahun tidak bertemu.
"Herm, kereta belum lagi berangkat tapi keningmu sudah berkerut begitu, memangnya kau memikirkan apa ?"
"Lyra. Tadi sewaktu mengantarku ke King's Cross, ia berkata 'See you at Hogwarts'," Hermione masih juga mengerutkan keningnya, "seolah-olah ia juga akan pergi ke sana,"
"Hermione," Ron memasang wajah curiga, "jangan-jangan dia guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam kita yang baru .."
"Atau lebih parah lagi," Harry menimpali, "Snape memperoleh jabatan itu, dan posisi guru Ramuan yang kosong dilimpahkan padanya. Lyra kan ahli Ramuan, Herm,"
"Ha ! Mana bisa kubayangkan Lyra di ruangan bawah tanah itu, dan memotong nilai dari kita semua," celetuk Ron.
Hermione tertawa. Tetapi ketiganya tidak bisa mengobrol lebih lama karena kereta akan segera berangkat. Mereka berpamitan pada Mrs Weasley, lalu berjalan ke arah gerbong yang berlainan.
"Kita berpisah sementara Harry," lambai Hermione, bersama dengan Ron menaiki gerbong terdepan. Harry menaiki gerbong yang biasa, satu kompartemen dengan Fred, George, dan Ginny. Harry merasa seperti ada yang kurang dengan ketidakhadiran kedua sahabat dekatnya itu…
Kereta baru mulai berjalan ketika pintu kompartemen mereka diketuk. Seamus Finnigan dengan seorang gadis berambut coklat persis sama dengan rambutnya.
"Adikku, Kyle," Seamus memperkenalkan, "Dia masuk tahun ini. Dia ngotot ingin bertemu denganmu, Harry," gadis itu tersipu malu.
"Duduk di sini saja," tawar Ginny, "aku tidak punya teman bicara jika duduk satu kompartemen dengan anak laki-laki melulu,"
"Memangnya kami tidak bisa diajak bicara," Fred memasang tampang terhina.
"Kalian sudah lihat Dean belum ?" Harry bertanya.
"Aku dengar namaku disebut," pemuda berkulit hitam itu tahu-tahu sudah muncul di pintu kompartemen, disambut dengan gembira oleh semua.
"Haaaii …" Seamus kegirangan, "ini dia bintang sepakbola kita,"
"Memangnya kau nonton ?"
"Jangan menghina. Irlandia tidak begitu terpencil hingga tidak terjangkau siaran langsung FA Premier. Tapi, sebetulnya kalau aku tahu kau akan main, mungkin aku nekat nonton langsung ke Tottenham. Kau sih, enggak bilang-bilang kalau mau main .." protes Seamus.
"Jangankan kalian, aku sendiri juga tidak menduga akan dipasang. Biasanya kiper kedua setelah David adalah Sven Andersson. Entah kenapa pelatih malah langsung menunjukku,"
"Dan nyatanya kau bermain dengan gemilang," ujar Harry berseri.
"Kau sama sekali tidak menggunakan sihir, kan ?" Seamus khawatir.
"Jangan bodoh. Aku tidak cukup nekat untuk melanggar peraturan itu," Dean merengut.
Pembicaraan kemudian belangsung seputar sepakbola dan Quidditch. Harry mengemukakan idenya, bahwa Slytherin mungkin hanya akan bermain dengan satu orang tersisa saja jika peraturan kartu merah-kartu kuning diberlakukan seperti dalam sepakbola. Ide ini disambut dengan tawa meriah, bahkan Ginny dan Kyle-pun setuju.
Pembicaraan terputus ketika pintu mendadak terbuka, dan munculah komplotan yang paling tidak diharapkan Harry, Malfoy dan kroninya.
"Aaah," Malfoy kelihatan puas, "nampaknya pahlawan kita hari ini berada jauh dari kedua pengikutnya, hmm ?" Crabbe dan Goyle tertawa tolol mengiyakan, "sungguh perpisahan yang menyedihkan bukan ? Darah-Lumpur-Granger itu berada jauh dari jangkauanmu. Jika terjadi sesuatu dengannya, ia hanya berada dengan si Weasel-miskin itu. Betapa menyedihkan,"
Mengherankan bahwa justru Ginny yang membuka suara, "Kukira justru yang lebih menyedihkan adalah bahwa seseorang dengan kekuasaan dan kekayaan ayahnya yang begitu dibanggakan, tidak mampu bahkan untuk sekedar menjadi seorang Prefek," sahutnya tenang dan dingin.
Malfoy benar-benar terpukul. Wajah pucatnya mendadak merah seperti kepiting dicelup ke air mendidih. Ia sudah membuka mulut akan mengatakan sesuatu, ketika wanita penyihir dengan troli makanan lewat.
"Tidak sedang bertengkar, kan, anak-anak ? Karena kupikir sekarang sudah waktunya makan siang," wanita itu memandang tajam pada Malfoy dan konconya.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, hanya mendengus marah, Malfoy membalik dan pergi.
"Ginny, itu tadi benar-benar brilian," puji Fred setengah heran, "Kukira Malfoy memang sangat menginginkan posisi Prefek. Ia tentu berusaha mengandalkan pengaruh ayahnya, tapi yang kulihat Dewan Sekolah kali ini sama sekali tidak terpengaruh,"
"Ada yang mau kalian beli ?" Wanita tadi masih menunggu dengan tak sabar.
"Banyak," seru mereka semua serempak, dan kegiatanpun beralih pada mengisi perut.
"Kira-kira guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam kita tahun ini siapa ya ?" George membuka percakapan lagi setelah hening beberapa saat menikmati makan siang.
"Kalau aku sih, ingin Profesor Lupin kembali," ujar Ginny masih menjilat-jilat jarinya.
"Setuju," gumam Harry, "tapi kalau tidak, kira-kira siapa ya ?"
"Apakah mungkin Moody yang asli ?" Seamus menebak-nebak.
"Kurasa dia sudah cukup trauma dengan kejadian itu,"
"Kalau guru baru, kira-kira siapa ya ? Eh, kalian sadar tidak, kalau kelas ini belum pernah dipegang oleh guru wanita ?" Fred merenung, "atau karena memang berbahaya ?"
"Siapa bilang wanita tidak bisa mengatasi bahaya ?" Ginny meradang.
"Iya deh, .. Gin, kira-kira siapa dong .."
Nama-nama disebut, ada beberapa Auror yang dikenal kedua kembar via cerita ayah mereka, atau beberapa penyihir terkenal yang pernah masuk Daily Prophet, tetapi semuanya berakhir dengan kesimpulan, alangkah senangnya jika Profesor Lupin yang kembali mengajar.
"Memangnya ada apa dengan Profesor Lupin ?" sebuah suara terdengar dari pintu. Ron dan Hermione !
"Lagi ngapain kalian ?" George heran.
"Yah, katakan saja patroli keliling kereta," ujar Hermione santai, "kami sudah ketinggalan apa saja, nih ?"
Pembicaraan tentang siapa guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam -pun kembali berlangsung dengan seru. Hingga Hermione melirik jam tangannya, "Kukira sudah waktunya kita kembali ke gerbong Prefek, Ron," lalu melihat pada teman-temannya, "dan kalian, kukira sebaiknya segera mengenakan jubah kalian," sahutnya memasang tampang seperti McGonagall sedang menginspeksi kelas.
"Baik, Ma'am," serentak semua menggoda Hermione. Ia pun tersenyum dan bersama Ron meninggalkan gerbong itu.
"Tidak bisa kupercaya kalau Ron bisa menjadi Prefek," Dean masih terbengong-bengong, "kalian tidak bilang waktu kita ketemu di stadion saat itu,"
"Ron sendiri tidak bisa mempercayainya," ujar Fred nyengir, "dan ia berusaha menghindari topik pembicaraan itu selama liburan kemarin,"
Laju kereta mulai melambat dan akhirnya berhenti sama sekali. Stasiun Hogsmeade. Hogwarts akhirnya. Suara berat Hagrid yang sudah mereka kenal dengan baik terdengar memanggil-manggil anak-anak kelas satu. Seamus mengangguk pada adiknya, menyuruhnya mendekati Hagrid.
"Jangan takut padanya. Badannya besar, tapi hatinya baik, kok," Seamus setengah mendorongnya, "Sampai ketemu di Aula Besar,"
Hagrid, menjulang di antara kepala-kepala anak kelas satu, nampak mencari-cari Ron dengan pandangannya. Ketika ia melihatnya, diacungkannya kedua jempolnya yang besar, sambil tersenyum lebar. Ron balas tersenyum, melambai, lalu melangkah menuju kereta-kereta mereka.
Anak-anak kelas yang lebih tinggi naik kereta dengan kuda yang tidak nampak. Segera saja mereka telah tiba di kastil.
"Akhirnya …," Fred dan George menarik nafas, "kami benar-benar harus menikmati tahun terakhir ini. Biarpun ada ancaman Kau-Tahu-Siapa, kita tetap harus bisa menikmati tahun ini, ya kan George ?" George mengangguk.
Aula Besar langsung ramai dengan kedatangan mereka. Harry tidak bisa tidak tersenyum melihat Ron dengan agak kikuk berusaha menjalankan tugasnya sebagai Prefek dengan mengatur anak-anak yang lebih rendah. Sebaliknya dengan Hermione, yakin dan percaya diri.
Harry melihat sejenak ke jajaran guru-guru yang duduk di Meja Tinggi. Hanya ada satu kursi kosong, di sebelah Dumbledore. Tentu itu milik McGonagall. Jadi, siapa guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam tahun ini ? Matanya menyapu mereka yang duduk di atas, Madame Hooch, Sprout, Flitwick, Sinistra, Dumbledore, dan di sebelah kursi kosong McGonagall Harry melihat orang yang selama ini sangat membencinya, Snape.
Ia sedang memandangi meja Slytherin ketika tiba-tiba pandangannya sejenak beralih pada Harry. Namun itu hanya berlangsung dalam hitungan detik karena secepat itu pula ia mengalihkannya lagi pada anak-anak Slytherin.
Ada yang lain pada mata hitam yang dingin itu, Harry membatin. Sorot kebencian yang biasanya ada seakan hilang. Harry seolah bisa melihat mata itu memancarkan kelelahan, keletihan yang sangat. Bukan letih jasmani, tetapi .. Harry mencoba menepiskan pikiran itu dan mengalihkan perhatian pada yang lain.
Ruangan menjadi lebih riuh ketika anak-anak kelas satu berbaris memasuki Aula dipimpin McGonagall di depan mereka. Seamus menangkap kekhawatiran di mata adiknya, dan ia tersenyum menenangkannya.
Segera setelah nyanyiannya, Topi Seleksi mulai beraksi. Austin, Richard masuk Ravenclaw, sementara Bearclaw, Hugh masuk Slytherin.
"Cocok dengan perawakannya," Ron berbisik. Harry mengangguk. Hatinya senang bisa duduk bersama mereka lagi.
Ketika Finnigan, Kyle dipanggil, gadis itu duduk dengan gemetar. Baru sedetik topi menyentuh kepalanya ia sudah berseru GRYFFINDOR ! dan Seamus menarik napas lega, mengingat lamanya dulu ia harus menggunakan topi itu.
Kyle berlari ke meja mereka disambut dengan gembira oleh rekan-rekan sekompartemen tadi. Mereka berebut menyalaminya.
Ketika anak terakhir telah selesai diseleksi, topi disimpan, Kepala Sekolah mereka berdiri meminta perhatian.
"Selamat datang, bagi para siswa kelas satu. Aku harus mengingatkan, juga pada mereka yang duduk di kelas yang lebih tinggi," matanya menyapu si kembar Weasley berikut Harry dan Ron, "bahwa hutan di sekeliling halaman terlarang untuk dimasuki,"
"Selain itu, mengingat situasi sekarang ini," aura menyeramkan mulai terasa ketika Dumbledore mengatakannya, "kami, para guru, meminta semua siswa untuk selalu waspada. Tidak perlu ketakutan berlebihan, kalian aman di sini," Harry memperhatikan penekanan kata aman ini. Tidak perlu djelaskan aman dari siapa, semua sudah mengerti, "Tetapi jika kalian menemukan kejanggalan sekecil apapun, aku harap kalian sesegera mungkin melaporkannya pada para guru, atau pada para Prefek dan Ketua-Ketua Murid," airmuka Ron menjadi amat serius.
"Selain itu ada sedikit pengumuman lagi. Matron rumahsakit kita, Madam Pomfrey, dengan sangat menyesal tidak bisa mendampingi kalian tahun ajaran ini, karena harus merawat ibunya yang sedang sakit keras. Sebagai gantinya, aku perkenalkan pada kalian Matron baru, yang aku yakin sama trampilnya dengan beliau, Miss Lyra Fern,"
Harry tersentak kaget, dan ia melihat bahwa Hermione pun sama tersentaknya.
"Jadi itu sebabnya ia mengatakan 'see you at Hogwarts'," seru Hermione tidak percaya saat Lyra keluar dari pintu di samping Meja Tinggi, maju untuk diperkenalkan, sementara mereka mulai bertepuktangan. Terutama tentu saja para Weasley, Harry dan Hermione, "awas ia nanti, ya. Beraninya ia tidak bilang ini padaku,"
Ketika tepuk tangan mulai berhenti, Dumbledore mulai lagi, "Selain itu, tidak ada guru yang baru. Semua adalah mereka yang sudah kalian kenal,"
"Jadi siapa guru …" bisikan Fred terhenti ketika Dumbledore melanjutkan,
"Pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam akan dirangkap oleh guru Ramuan kalian," kalimat ini segera disambut oleh sorakan meja Slytherin, dan gerutuan dari meja-meja yang lain.
"Aku tidak percaya," geram Fred, "aku tidak percaya. Ia akan merusak tahun terakhir kami. Bisa kau bayangkan, tahun terakhir kami yang seharusnya menjadi tahun yang paling indah ? Kini kami harus menghadapi dua kelas Snape sekaligus. Benar-benar sangat menyenangkan .." gerutunya.
Ia dan George, dan tidak sedikit anak-anak lain, masih tetap menggerutu, bahkan ketika makanan sudah mengisi piring-piring mereka. Harry memperhatikan dengan seksama musuh besarnya itu. Ya, kini ia yakin, mata itu menyimpan kelelahan yang sangat. Bahkan ketika mereka bertatapan lagi sesaat.
"Kuali berasap," Ron di depan memimpin anak-anak kelas satu menuju asrama mereka.
"Oh, kini kau Prefek, anak muda," sahut Nyonya Gemuk dengan genit, lukisannya kemudian membuka memberi jalan. Mereka masuk, Ron menunjukkan mana kamar anak laki-laki dan mana kamar anak perempuan pada mereka, lalu ia sendiri masuk ke kamarnya.
"Kau tidak minta kamar sendiri, Ron," tanya Dean, berusaha menempelkan poster Westham yang kini ada gambar dirinya, ke dinding.
"Kau bergurau. Aku bisa mati kesepian," sungut Ron. Sebagai Prefek Ron bisa memiliki kamar tidur sendiri, dan hak itu digunakan oleh Hermione. Tapi Ron tidak, ia ingin tetap bersama dengan kawan-kawannya.
"Kukira kedua kakakmu benar," Harry pura-pura serius.
"Apa yang dikatakan Fred dan George, Harry ?" tanya Neville, susah payah menata isi kopernya yang berantakan ke dalam lemari.
"Ron terpilih menjadi Prefek karena ia hafal benar bagaimana melanggar peraturan. Jadi ia bisa dengan mudah mengenali anak mana yang punya gelagat untuk melanggar peraturan. Bahkan tidurnya pun tidak ingin terpisah, agar ia dapat dengan mudah menangkap kita jika ingin menyelinap keluar," gurauan Harry ini segera disambut dengan lemparan bantal.
Setelah barang bawaan dibereskan, mereka turun ke Ruang Rekreasi. Fred dan George sudah ada di sana begitu pula Hermione.
"Aah, kelas lima," ujar Fred dengan gaya seperti seorang guru sedang menyambut murid-muridnya yang datang terlambat, "kalian tahun ini akan menempuh ujian OWL. Ordinary Wizarding Level," sementara Fred berkata-kata demikian, George menirukan dengan gerak bibirnya, tanpa bersuara, kata demi kata dengan persis. "Kalian harus mempersiapkan diri dengan serius mulai sekarang. Lebih banyak tugas, lebih banyak latihan, dan …"
"Ooh sudahlah, Fred," tukas Angelina, "kau sudah mengulang-ulang pidato itu entah berapa ratus kali,"
"Biar mereka tahu," Fred membela diri, "karena mereka sudah duduk di kelas lima, pada hari pertama guru-guru memasuki kelas, mereka akan disambut dengan pidato semacam itu. Biar mereka siap,"
"Dan kau sendiri, apakah kau sudah siap dengan NEWT-mu ? Kau akan ikut NEWT kan ?"
"Yah, sebenarnya kami tidak begitu antusias dengan NEWT. Kami mendaftar mengikuti NEWT untuk memuaskan Mum saja, " aku Fred agak tidak bergairah.
"Heran para guru ini. Bisa-bisanya mereka menemukan cara untuk menyiksa murid. Ujian akhir semester-lah, OWL-lah, NEWT-lah. Apa mereka sendiri tidak pernah menjadi murid ?" George menggerutu.
"Aku ingin tahu bagaimana mereka dulu sewaktu masih jadi murid, apakah mereka juga takut ujian seperti kita ?"
Fred terkekeh sendiri, "Apakah bisa kau bayangkan Snape belajar keras karena takut tidak lulus ujian Ramuan ?"
Harry melanjutkan, "dan apakah ia pernah mendapat detensi ?". Mau tak mau bahkan Hermione pun tertawa membayangkan Snape mendapat detensi.
"Hmmh ..," Ron mengeluh, "seperti apa ya kelas-kelas kita mendatang ? Dengan satu kelas Snape saja sudah cukup menyebalkan, kini dua ..,"
"Yah, kita lihat saja nanti," Harry berusaha untuk tidak memikirkan itu. Tetapi bagaimanapun juga tetap terpikirkan olehnya. Mimpi-mimpinya di awal libur musim panas lalu. Apakah ada hubugannya dengan sekarang ini ? Satu-satunya kemungkinan yang terbayangkan adalah, dengan adanya dua kelas Snape yang harus dihadapinya, maka dobel pula-lah kemungkinannya menghadapi pengurangan nilai.
