B A B 7
Lyra baru akan membereskan mejanya ketika tiga kepala muncul dari balik pintu. Harry, Ron, dan Hermione tentu saja.
"Hai, sedang sibuk ?"
"Tidak, hanya beres-beres. Kalian ngapain, bukankah waktunya kelas pagi ?"
"Herbologi," Ron nyengir, "masih ada waktu, kami mampir untuk menemuimu,"
"Kau curang, tidak bilang-bilang kalau mau menggantikan Matron di sini," protes Hermione.
Lyra hanya tersenyum.
Harry melihat kedua cangkir yang masih di atas meja.
"Ada tamu sepagi ini ?"
"Oh, itu. Profesor Snape,"
"Snape ?"
"Iya, memangnya kenapa ?"
"Bersosialisasi nampaknya tidak seperti Snape," Ron curiga.
"Apa ada yang aneh jika seorang guru Ramuan mengecek Matron sekolahnya yang baru ? Kalau-kalau dia kurang trampil membuat ramuan tertentu,"
"Dan ?"
"Dan apa ? Dia tidak bilang apa-apa, tidak mengkritik apa-apa. Paling tidak sampai saat ini,"
"Paling tidak, sebagai Matron, dia tidak bisa memotong poin asramamu," gurau Ron.
Lyra tersenyum jahil, "dan sebagai matron, aku ingin memperkenalkan beberapa macam obatku yang baru," sahutnya sambil mengambil sebuah botol besar berisi cairan yang nampaknya mengerikan, "mau mencicipi ?"
Ketiganya langsung berlari keluar sambil tertawa-tawa.
Dear Sirius
Kemarin Snape menemuiku. Ingin bicara padaku. Tingkahnya aneh sekali. Ia berbicara tentang lebih serius dalam pelajaran. Katanya ia tidak ingin membuang energi untuk memotong poin dan memberi detensi. Ia menyuruhku untuk lebih mempersiapkan diri. Dan Neville juga, bayangkan ! Ia bahkan memberi Neville pelajaran tambahan dalam Ramuan.
Snape juga menceritakan padaku malam setelah Turnamen itu. Malam ia menemui Voldemort. Katanya ia melihat Wormtail di sisi Voldemort. Dan Snape mengatakan padaku kalau ia percaya kau tidak bersalah.
Bagaimana menurutmu ?
Kabari kami segera.
Harry
Di bawahnya Ron memaksa menambah beberapa baris lagi:
Apakah kau yakin tidak menyerang Snape, dan meminum ramuan Polijus untuk menyamar menjadi dia ? Harry dan Hermione mengatakan ini mustahil, tetapi melihat sikap Snape yang aneh-aneh, aku curiga itu kau.
Ron
Kali ini Pigwedgeon yang akan mengantarnya. Hedwig belum kembali tentu saja.
"Bawa padanya, ya, Pig," Ron mengusap bulu di lehernya. Pig mematuk pelan jari Ron, lalu melesat pergi.
Pelajaran sore ini adalah Pemeliharaan Satwa Gaib. Mereka melihat di halaman ada sebuah kubah kawat yang besar. Ketika didekati terdapat beberapa, dua paling tidak yang bisa terlihat Harry, makhluk bulat berbulu halus berparuh panjang runcing, melesat-lesat dari satu sisi ke sisi lain.
"Snidget, anak-anak," Hagrid terlihat berseri-seri, "Golden Snidget. Dulu, inilah yang digunakan untuk permainan Quidditch. Hingga binatang ini menjelang kepunahannya. Aku mendapat ijin khusus untuk memperlihatkannya pada kalian,"
Ia menyentuhkan payungnya pada kerangkeng kawat itu dan gerakan Snidget di dalamnya menjadi lambat, cukup bisa tertangkap mata biasa, "itu," Hagrid mengacu pada tindakan pelambatannya, "juga sudah mendapat ijin, anak-anak," ujarnya seolah menangkap kekhawatiran anak-anak akan tindakannya melakukan sihir.
Pelajaran itu berlangsung dengan memuaskan, paling tidak kali ini tidak ada insiden apa-apa. Harry bertiga tinggal setelah pelajaran, membantu Hagrid memasukkan Snidget itu ke dalam kerangkeng kecilnya, untuk dikirim kembali ke cagar alam.
"Nah, selesai. Jadi, Harry," mata kumbang hitam Hagrid berkilat gembira ketika mengatakan ini, "kau kini dikawal dua Prefek, eh ?"
Harry tertawa. Ron pun kini tersenyum. Betul, Ron perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan posisinya kini, tetapi paling tidak ia bisa.
"Paling tidak, kau bisa memotong nilai asrama, sedang Malfoy tidak," Hagrid menyatakan hal yang baru saja disadari Ron.
"Betul juga," Hermione juga seakan baru sadar.
"Apanya ?"
"Malfoy. Kenapa dia belakangan ini mendadak jadi pendiam ?" Hermione memandang Hagrid, "Tidak biasanya dia melewatkan pelajaranmu tanpa upaya untuk membuat kekacauan seperti tadi, Hagrid. Bahkan tanpa komentar sepatahpun,"
Tetapi Hagrid terlalu gembira untuk bisa menyadari hal itu, "Biarkan saja," sahutnya, "bagus jika semua pelajaranku bisa berlangsung seperti tadi, bukan ?"
Hermione tidak sependapat. Harry tahu, dari kilatan matanya, ia masih berpikir.
"Ada apa Hermione ?"
"Pertama Snape, kini Malfoy. Kenapa Harry ?"
"Ah, Profesor Snape," Hagrid berkomentar, "akhirnya ia mendapatkan juga posisi yang sangat diidamkannya dari dulu. Kau tahu kan, dia satu-satunya yang pernah berpengalaman menggunakan Ilmu Hitam di sini. Kukira pantas saja kalau ia yang mengajarkan Pertahanan-nya,"
Harry tercengang. Hagrid berkomentar seperti itu ?
Hagrid melihat keheranan di matanya, "Harry, bukankah sudah sering kukatakan padamu bahwa Profesor Snape itu tidak jahat ? Ia membencimu, mungkin benar, tetapi, ia tidak jahat,"
Melihat Harry masih ragu, apalagi wajah Ron juga memperlihatkan hal yang sama, Hagrid melanjutkan, "ayolah. Kalian juga tahu, dia satu-satunya Slytherin yang tidak pernah menghinaku, mengusik-usik, apalagi mengupayakan agar aku dikeluarkan .. ,"
Ron terpaksa harus mengakui itu, "betul juga," akunya, "waktu Kamar Rahasia dibuka, dulu, dan Lockhart menuduhmu, Snape juga membelamu," ia mengingatkan Harry saat mereka bersembunyi di lemari di ruang guru.
Hagrid tersenyum, "Karena itu, jangan terlalu keras padanya. Ya ?"
Ketiganya mengangguk tak yakin. Dan berpamitan.
Latihan Quidditch pertama malam ini. Setelah setahun kemarin tidak ada pertandingan. Angelina Johnson, cewek jangkung itu terpilih menjadi kapten. Latihan kali ini ramai sekali. Rupanya Angelina menyebar formulir ke kelas yang lebih rendah, mencari nominasi untuk pemain tim cadangan.
"Harus ada regenerasi," ujarnya tanpa ditanya, "sehingga kita tidak tergantung pada satu pemain inti saja. Selain itu, kita bisa menghemat tenaga, bila ada tim back-up,"
"Ya, dan mereka bisa untuk lawan latih-tanding," komentar Katie.
"Ya .. ya .. tapi ngomong-ngomong, untuk posisi Keeper, kita belum punya, jangankan pemain cadangan, pemain utama saja belum ada," Fred mengingatkan sambil memutar-mutar pemukul Bludger-nya.
"Hei," Harry tiba-tiba teringat, "bagaimana kalau kita coba Dean ?"
"Usul bagus," George mendukung, "Anggie, kami melihat dia bermain sebagai kiper olahraga Muggle, libur kemarin. Mungkin bisa kita coba,"
"Entahlah," Angelina ragu, "Keeper Quidditch kan beda dengan kiper sepakbola. Tapi … bolehlah,"
Harry bagai melesat kembali ke asrama untuk memanggil Dean. Secepat itu pula mereka sudah kembali.
"Wah, apa benar aku dipanggil, nih ?" Dean nampak gugup sekaligus senang, "tapi sapuku biasa-biasa saja, Komet 260,"
"Keeper tidak perlu sapu yang luarbiasa," George memberi semangat, "mereka toh tidak perlu terbang jauh-jauh,"
Jadilah mereka berlatih dengan mencoba Dean sebagai Keeper. Mula-mula ia nampak gugup, namun setelah latihan berjalan beberapa menit, bakat Dean mulai kelihatan. Sekali waktu Angelina memutuskan untuk menduplikat Quaffle-nya menjadi beberapa buah, lalu memberondongkannya ke arah gawang, dan ternyata Dean berhasil menepis kesemuanya.
Angelina nampak puas. Harry senang, "apa aku bilang. Dia Keeper berbakat, apapun olahraganya,"
"Kenapa kita tidak menemukannya sejak dulu ya ?" keluh Angelina.
"Yah, kalau kita waktu itu tidak kebetulan nonton sepakbola, mana tahu kalau dia berbakat seperti ini ?" tukas Fred.
"Bahkan Oliver-pun pasti iri melihatnya," gumam Katie.
"Nah, jadi kita putuskan, Keeper tim utama, Dean Thomas. Ayo, kalian bantu aku menyusun tim cadangan," Angelina melambai-lambaikan perkamen catatan hasil penilaian dari penampilan anak-anak kelas yang lebih rendah, "kurasa anak perempuan berambut coklat tadi, Kyle, siapa gitu .. cocok untuk jadi Seeker cadangan,"
"Kyle Finnigan, " Harry bertambah senang, "Seamus pasti senang mendengarnya,"
Selama beberapa saat mereka mendiskusikan nama-nama anak-anak kelas yang lebih rendah untuk tim cadangan.
Selesai latihan Harry masih berlama-lama di ruang penyimpanan sapu. Fireboltnya selalu mendapat perlakuan khusus, dan ia merawatnya dengan sayang, 'melebihi merawat diri sendiri' begitu kata Hermione suatu hari. "Coba hitung berapa lama waktu yang kau gunakan untuk memoles sapu-mu, bandingkan dengan berapa lama waktu mandi-mu" Harry hanya nyengir, dan mengangguk-angguk saja, waktu Ron membela dengan berkata bahwa anak laki-laki waktu mandinya tentu saja jauh lebih singkat dari anak perempuan karena mereka tidak perlu mengoleskan lotion ini atau krim itu.
Usai merawat sapunya, Harry berniat pergi ke kandang burung hantu. Hedwig dan Pig belum kembali. Mungkin besok, pikir Harry menenangkan diri. Harry kembali ke asrama, setengah melamun setengah mengantuk.
Kembali ke asramanya melewati jajaran kelas kosong, Harry tersentak. Rasanya ia mendengar suara-suara dari salah satu kelas. Mata Harry menyapu pintu-pintu dan menemukan pintu kelas yang sedikit terbuka, dengan bayangan cahaya lilin dari dalam. Perlahan ia mendekati celah cahaya itu, menajamkan matanya, dan hampir-hampir tidak bisa mempercayai penglihatannya.
Snape.
Sepertinya ia tengah berlatih suatu mantra tertentu. Berkonsentrasi, mengangkat tongkatnya, menggumamkan sesuatu yang tak tertangkap telinga Harry, lalu tongkatnya mengeluarkan asap putih tipis yang langsung buyar. Snape menggeram marah, nyaris putus asa. Harry teringat saat ia berlatih patronus, maupun melatih mantra panggil bersama Hermione.
Tetapi ini Snape. Untuk apa ia mati-matian melatih suatu mantra ? Dan mantra apa ? Jika penyihir selevel Snape harus berlatih sedemikian rupa, dan nampak gagal, tentulah mantra yang luarbiasa sulitnya.
Atau …
Atau mungkin Ron benar, pikir Harry muram. Dia bukan Snape yang sesungguhnya. Diingat-ingatnya ucapan Sirius tentang Snape "waktu baru datang, Snape sudah tahu lebih banyak kutukan daripada separo murid kelas tujuh,"
Diam-diam, diusahakannya hampir tak bersuara, ia meninggalkan kelas itu. Ron dan Hermione perlu tahu secepat mungkin.
"Apa ?" Ron dan Hermione hampir bersamaan.
"Sst, jangan keras-keras, nanti yang lain curiga," Harry mengingatkan.
Ia baru saja menceritakan apa yang dilihatnya di kelas kosong tadi.
"Kenapa ia harus berlatih sedemikian keras ?"
"Dan mantra apa yang sedemikian sulitnya, hingga bahkan Snape pun tak bisa menguasainya ?"
"Persis. Itu juga yang kupikirkan,"
"Satu lagi," Hermione mengingatkan, "dia kan bisa berlatih di ruang bawah tanahnya. Kenapa harus di kelas kosong ?"
"Kukira mungkin Ron benar. Dia bukan Snape," gumam Harry, "Hermione, ayolah kita cari ramuan Anti-Polijus,"
"Yah," Hermione ogah-ogahan, "tetapi aku masih tetap bingung. Kalau dia memang bukan Snape, dan kalau dia memang minum Polijus, kapan dia meminumnya ? Kita semua memperhatikan, Snape bisa dibilang hampir tak pernah terlihat makan atau minum, kecuali saat makan bersama di Aula Besar. Dan kita semua tahu daya tahan Polijus hanya satu jam,"
"Mungkin telah ditemukan Polijus dengan daya tahan lebih lama," Ron mencoba berteori.
"Mungkin," Hermione tentulah sudah tak sanggup berpikir lagi kali ini hingga menerima saja teori Ron, "besok kita cari di perpustakaan,"
Kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Harry masuk kelas ini dengan membawa beribu pertanyaan. Apakah benar-benar tidak akan ada pemotongan nilai dan detensi ? Akan seperti apa kelas Snape, jika memang demikian ? Siapakah sebenarnya Snape ? Jika Snape benar-benar adalah dirinya yang asli, apa kira-kira penyebab ia bertingkah laku seperti belakangan ini ?
Anak-anak masuk dengan diam. Snape sudah menunggu mereka, diam dan dingin seperti biasa. Jam pelajaran sesungguhnya belum dimulai, tetapi kehadiran Snape membuat mereka merasa sudah terlambat. Tanpa suara mereka duduk.
"Kali ini aku ingin kalian benar-benar mempersiapkan diri," Snape memulai, "selain tahun ini kalian akan menempuh ujian OWL," Harry memperhatikan bahwa baik Ron maupun yang lain tidak ada yang tersenyum, "juga kalian selaku siswa dari kelas yang cukup tinggi, harus sadar akan situasi yang tengah berlangsung saat ini. Dan kalian harus siap,"
Harry tidak tahu, apa yang bisa diperbuat seorang anak kelas lima untuk berhadapan dengan 'situasi yang tengah berlangsung saat ini'. Namun ia terus mendengarkan.
"Kali ini aku ingin agar kalian mempelajari tentang Sihir Nurani," airmuka Snape menjadi lebih serius saat mengucapkan ini, "ada yang tahu apa itu ?"
Tangan Hermione seperti biasa melambai-lambai di udara, tetapi Snape mengabaikannya, "ya, Longbottom ?"
Semua serentak menoleh. Neville-pun tengah mengacungkan tangannya, gemetar.
"Sihir Nurani adalah sekumpulan bentuk mantra dan benda-benda sihir yang diciptakan oleh Penyihir Besar Merlin, untuk menyeleksi dan melindungi para ksatria pendukung Raja Arthur, Sir" aneh rasanya mendengar suara Neville begitu mantap, di kelas Snape lagi.
"Lima poin untuk Gryffindor," Snape melangkah mendekati anak-anak, "tetapi pada masa kini sihir itu jarang, bahkan bisa dikatakan tidak pernah digunakan lagi. Kalian tahu kenapa ?" Lalu tanpa menunggu reaksi anak-anak ia menjawabnya sendiri, "karena efek dari sihir ini menjadi begitu berbahaya," ia menatap anak-anak dengan bersungguh-sungguh.
"Kalian bisa bayangkan, seorang Merlin menyeleksi para ksatria pendukung Raja Arthur. Dengan sihir yang begitu ampuh ini, hanya mereka yang punya nurani tulus mendukung Raja, bisa lolos. Yang hanya berpura-pura, atau bahkan yang punya niat jahat, tidak akan bisa melewatinya,"
Harry teringat Veritaserum. Mungkinkah … ?
"Tetapi," lanjut Snape, "mereka yang telah lolos, sebagian menjadi angkuh. Merasa diri sebagai pendukung sejati Raja, melecehkan mereka yang tidak lolos. Merlin merasa sihir ini akan terlalu berbahaya untuk diteruskan, karena akan menumbuhkan perpecahan. Karena itu ia memusnahkannya,'
"Dan kalau sihir itu memang telah musnah, mengapa kita harus mempelajarinya ?"
Kali ini bahkan Hermione pun tidak mengacungkan tangannya.
"Karena aku, kami, --aku dan kepala sekolah-- telah melihat adanya tanda-tanda sihir ini bangkit kembali. Digunakan oleh pihak yang salah … ," Harry merasakan kengerian tersebar bersamaan dengan Snape mengucapkan kalimat terakhir ini.
"Kalian akan mempelajari apa itu Sihir Nurani, apa saja unsur-unsurnya. Namun kita tidak akan mempelajari cara menggunakannya, terlalu tinggi bagi kalian," Snape membagikan hand out gulungan perkamen yang telah berisi tulisan pada anak-anak, "hanya kalian harus tahu ciri-ciri Sihir Nurani yang telah dimodifikasi itu, sehingga kalian bisa waspada,"
