B A B 9
Awal Oktober. Pertandingan Quidditch akan dimulai Sabtu pertama. Angelina, yakin akan kekuatan timnya, sangat antusias menyambut pertandingan ini. Dan ingin agar seluruh anggota timnya sama antusias dengannya.
"Dia sudah seperti Oliver," keluh Fred. George menyeringai di belakangnya. "itu kutukan yang menempel pada jabatan Kapten. Barang siapa yang menjabat kapten tim, akan berkelakuan seperti itu," seringainya bertambah lebar.
"Kalau begitu, aku tidak ingin jadi Kapten," Harry memutuskan.
"Oh, sudahlah," Angelina menukas, "mari kita mulai saja latihan terakhir kita. Ini tahun terakhirku, dan aku ingin agar berlalu dengan memuaskan,"
"Hei, ini juga tahun terakhir kami, ingat ?" ujar Fred sambil menaiki sapunya, "Aku, George, kau sendiri, Alicia, dan Katie, kita semua akan keluar tahun depan. Tinggal kau Harry," Fred memasang wajah menyeramkan, "beserta seluruh tim cadangan yang masih harus dilatih mati-matian. Kurasa, mau tak mau tahun depan kau harus jadi Kapten,"
"Ya," angguk George setuju, "kecuali kalau kau mau Neville yang memimpin,"
Harry cuma bisa nyengir pasrah.
Hari pertandingan. Gryffindor akan melawan Ravenclaw. Gugup Harry mencari-cari di antara tim Ravenclaw, Seeker mereka, Cho Chang. Rupanya kini ia Kapten mereka. Airmukanya biasa-biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Harry berdebar. Apakah ia masih bersedih .. karena Cedric ? Apakah ia menyalahkannya ? Sulit untuk menebak dari raut wajahnya.
"Seluruh anggota tim berjabat tangan," instruksi Madam Hooch.
"Kau baik-baik saja ?" tanya Harry saat mereka berjabat tangan. Cho mengangguk. "Aku .. minta maaf .. maksudku Cedric, ….," Harry tidak bisa melanjutkan,
"Tidak apa-apa. Bukan salahmu," Cho memotong, "kita lupakan saja, dan bermain sebaik mungkin, OK ?" ia tersenyum.
Jantung Harry seakan berhenti. Tetapi sekian detik kemudian ia tersadar, di mana ia kini. Ia mencoba membalas senyumnya, lalu bergabung dengan anggota tim lain di tengah lapangan.
Gryffindor menang telak 180 - 0. Dean menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Angelina begitu gembira sehingga ia memeluk Dean erat-erat,
"Hei .. hei aku tak bisa bernapas nih …" Dean tersengal-sengal.
"Begus sekali, Thomas" cepat seluruh anggota tim menengok pada suara yang rasanya mereka kenal. Oliver Wood !
"Oliver ! Sedang apa kau di sini ?" Angelina berseru gembira.
"Menonton penerus-penerusku main, tentu saja," ujarnya berseri-seri, "rupanya kau sudah menemukan penggantiku, ya. Heran, di mana saja kau selama ini ? Bagaimana bisa aku tidak menemukan bakatmu ?" Oliver rupanya sungguh bangga pada Dean.
"Yeah, selama ini dia bersembunyi di balik bayang-bayang kebesaranmu tentu saja, Oliver," Fred menggodanya, dan pura-pura mengaduh ketika Oliver meninjunya main-main.
"Pesta ..," seru George, "ayolah Oliver, kau ikut kami juga, aku yakin McGonagall tidak akan berkeberatan,"
Dengan sorak sorai riuh dari pendukungnya, tim Gryffindor kembali ke asrama.
Sementara teman-temannya bersukaria di Ruang Rekreasi, Neville sedang bersimbah peluh mengaduk isi sebuah kuali menggelegak.
"Kau bisa tambahkan bubuk jamur darah itu sekarang," Snape memeriksa isi kuali. "Jangan lupa setelahnya kau harus menjaga agar tidak mendidih,"
Hati-hati Neville menambahkan bubuk yang telah ditimbangnya tadi. Berbeda dengan ramuan-ramuan biasa yang dipraktekkannya di kelas, ramuan ini sama sekali tidak mentolerir kesalahan. Tidak ada yang bisa diulang dengan Initial Reparo ataupun mantra pengulang lainnya. Satu-satunya hal yang dibutuhkan di sini adalah konsentrasi, dan biasanya disitulah kekurangan Neville. Tetapi anak dengan muka bulat itu telah bertekad, tidak ada apapun yang bisa menghalanginya untuk menyembuhkan orangtuanya.
Neville mengecilkan apinya dengan Reducio lalu mulai mengaduk perlahan searah jarum jam. Lima belas menit pengadukan, ia melirik catatannya, dan sama sekali tidak boleh mendidih. Jika benar, maka cairan kental dalam kuali itu akan berubah menjadi ….
"Merah keunguan, Longbottom, bagus," Snape tampak puas. Segera setelah berubah warna, api dimatikan, dan kuali ditutup rapat, sama sekali tidak boleh ada uap keluar. Cairan dibiarkan selama 7 x 24 jam, baru kemudian ditambah bahan-bahan lainnya. Neville membaca catatannya lagi.
"Kau boleh kembali ke asrama sekarang, Longbottom. Kembalilah kemari minggu depan, tepat pada jam yang sama," Neville mengangguk.
Ia mulai membereskan sisa bahan, memasukkannya dalam stoples yang telah diberi label, menyusunnya kembali di rak dengan urutan yang sama persis seperti sebelumnya. Mengumpulkan tabung dan botol-botol bekas wadah, membawanya ke tempat cuci, mengeringkannya, dan menyusunnya kembali di rak. Hermione tak pernah lupa mengingatkan hal ini di kelas, dan ia sangat berterimakasih, karena nampaknya Snape memandangnya dengan senang.
Mendadak Snape seperti tersentak, tangan kanannya sigap memegangi lengan kirinya. Airmukanya langsung berubah, susah dikatakan apakah itu kengerian, kecemasan, atau kemarahan.
"Sir, ada apa, apakah anda baik-baik saja ?"
"Tidak apa-apa," Snape berusaha menguasai diri, "jangan lupa minggu depan, Longbottom,"
"Baik, Sir. Selamat malam, Sir,"
"Malam,"
Anak-anak di Ruang Rekreasi masih menyisakan makanan untuknya, dan ia terlalu lelah untuk bertanya siapa yang memenangkan pertandingan. Tetapi sambil memindahkan isi piringnya ke perut, Neville sudah dapat melihat sendiri sisa-sisa pesta tadi.
"Berapa skor-nya ?"
"180 - 0, Neville, kau rugi tidak ikut nonton. Dean sungguh sangat cemerlang, bahkan Oliver iri padanya," celetuk Lee Jordan.
"Oliver Wood juga datang ?"
"Baru saja pulang, Ia bahkan ikut pesta tadi,"
"Ya, Neville, kemana saja kau, bisa-bisanya kau melewatkan hal sepenting ini," sahut seorang anak kelas 4.
"Pelajaran tambahan Ramuan," ujar Neville dengan mulut masih penuh.
"Apa ?" anak tadi nampak kaget, "kau rela tidak nonton Quidditch demi kelas tambahan Snape ?"
"Yah, mau bilang apa lagi, bukan aku yang menentukan jam-nya," Neville tidak berbohong. Bahkan bukan Snape yang menentukan hari apa, atau pada jam berapa ia harus hadir. Formula ramuan itu yang mengharuskannya datang pada jam-jam tertentu.
"Bagaimana rasanya harus mengaduk ramuan di ruangannya, sementara kau tahu anak-anak yang lain sedang bergembira di sini, Neville ?" Fred penasaran.
"Yah, paling tidak, tidak ada pemotongan nilai, dan nampaknya ia puas dengan kemajuanku," Neville menghabiskan potongan terakhir pie di piring, lalu meneguk jus labu kuning-nya. "Aku mau tidur sekarang. Lelah sekali, rasanya seluruh badanku sakit-sakit," Memang. Rupanya pekerjaan tadi menguras seluruh energinya.
Hermione memandang kawannya yang satu ini. Ron-lah yang kemudian membisikkan pikirannya, "Harry, Hermione, kau lihat tidak wajahnya ?"
Keduanya mengangguk. Neville memang kelihatan luarbiasa lelah, namun ia nampak senang. Seolah menikmati kegiatannya tadi.
"Neville," Hermione mendekat membawa bukunya, berpura-pura, "bagaimana dengan teknik mengaduk yang aku bilang padamu kemarin ?"
"Oya, Hermione, terimakasih. Berguna sekali, kau tahu. Snape tidak bisa menemukan kesalahan apa-apa. Aku senang sekali,"
"Senang ?" Ron nampak ngeri, "dalam kelas Snape ?"
Neville mengangguk. Ia melap mulutnya yang kini sudah kosong.
Hermione melihat kiri kanan sebelum bertanya dengan suara pelan, "Neville, sebenarnya kau ini sedang disuruh membuat ramuan apa sih ?"
Neville nampak salah tingkah.
"Rahasia ya ? Iya deh, kalau gitu kami tidak akan mengganggu lagi," Hermione sudah akan bangkit, ketika Neville menariknya.
"Tapi jangan bilang-bilang yang lain dulu,"
"Dulu ? Jadi nanti boleh ?"
Neville menelan ludah, "sebenarnya ini bukan rahasianya. Ini rahasiaku," ia memandang pada ketiga sahabatnya. Harry tercekat. Mungkinkah ini menyangkut orangtua Neville ? Yang dulu pernah dipesankan Dumbledore agar tidak dibocorkan pada siapapun, kecuali Neville sendiri yang membicarakannya ?
"Ini menyangkut kedua orangtuaku," Neville menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "mereka belum meninggal. Mereka masih hidup. Ayahku dulu Auror. Para pengikut Kau-Tahu-Siapa menyiksanya .. dengan Cruciatus sedemikian rupa, sehingga ia gila .. juga ibuku. Mereka ada di St Mungo. Tiap saat aku selalu menengok mereka, bersama nenek. Tetapi mereka tidak mengenaliku,"
Hermione dan Ron melongo mendengar ini. Harry, demi kebaikan, berpura-pura heran juga.
"Lalu ?" Hermione penasaran, "apa hubungannya dengan .."
"Profesor Snape menemukan Ramuan Anti-Efek-Cruciatus. Tetapi ramuan itu harus dibuat sendiri oleh orang yang mempunyai hubungan darah dengan korban .. kalau tidak salah nanti akan ada beberapa tetes darah yang harus dicampurkan," Neville merendahkan suaranya.
"Jadi, pelajaran tambahan ini .."
".. sebenarnya agar aku dapat membuat Ramuan itu .." Neville membenarkan.
Hening. Hermione menggigit bibirnya, berpikir.
"Hermione .. apakah kau pikir .."
"Ya, kupikir ini aneh."
"Kenapa .. " Neville menyela, tetapi Hermione memberi isyarat agar diam.
"Neville, kau katakan ramuan ini hanya efektif jika yang membuatnya punya hubungan darah dengan korban ?"
Neville mengangguk, tak tahu ke arah mana pertanyaan Hermione.
"Kalaau memang tujuan Snape adalah semata menolong kedua orangtuamu, kenapa ia tidak mengirimkan saja formulanya pada keluargamu, Neville ? Toh, nenekmu, atau paman-paman dan bibi-bibimu punya hubungan darah dengan ayah atau ibumu. Dan aku yakin ada di antara mereka yang piawai dalam membuat ramuan ..,"
"Ya, paman Alex adik ayahku, dan bibi Emile adik ibuku, mereka pintar membuat ramuan,"
"Aneh bukan, mengapa Snape mau bersusah payah, maksudku, kau biasanya .."
"Ya, aku mengerti. Biasanya aku pasti membuat kesalahan dalam kelasnya. Aku selalu lupa sesuatu, atau kikuk dalam melakukan suatu tindakan,"
"Neville, sori, bukan maksudku .."
Tetapi Neville sama sekali tidak nampak tersinggung, "Aku tahu maksudmu Hermione. Mengapa Snape bersusah payah mengajari aku membuat ramuan ini, selagi ia bisa dengan mudah tinggal mengirimkan saja formula ini pada keluargaku ?" Neville mengulang pokok pikiran Hermione, "dia pasti punya tujuan tertentu ..'
Keempatnya terdiam. Akhirnya Neville yang membuka suara.
"Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu kalau dia punya maksud apapun. Yang aku tahu sekarang, aku tidak takut lagi padanya. Dia boleh memotong nilai dan memberiku detensi sebanyak dia suka. Dia boleh membentak dan memaki aku seperti apapun juga. Selama dia masih bersedia membimbingku membuat ramuan itu, aku tidak keberatan .. Malah," Neville menambahkan "aku yakin, aku samasekali tidak membencinya, sekarang," Neville berdiri dan melangkah menuju kamar, "aku ngantuk, kurasa aku ingin tidur sekarang. Kalian ?"
Ron dan Harry menggeleng, "kau saja duluan, kami masih ada PR yang belum selesai," Harry berbohong. Neville mungkin tak percaya, tetapi ia mengangguk dan masuk kamar.
Hermione memandanginya. "Betul kan yang aku duga ?"
Harry dan Ron memandang minta penjelasan.
"Pernah kalian lihat Neville begitu percaya diri seperti itu ?"
Keduanya menggeleng.
Lambat-lambat Hermione menerangkan, seolah untuk dirinya sendiri. "Pertama, Dumbledore mempercayai Snape untuk merangkap Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Kedua, ia bersikap yah .. bolehlah dibilang … lebih baik padamu, Harry. Ketiga, ia bersusah payah membimbing Neville membuat ramuan itu. Jangan lupa, ia sudah beberapa kali memberi poin untuk asrama kita, dan belum sekalipun memotong poin,"
Harry dan Ron tetap belum mengerti.
"Kita tahu bahwa dia bekerja sebagai mata-mata untuk Dumbledore. Berpura-pura masih sebagai Pelahap Maut. Mungkinkah ini semua memang disengaja ?" Hermione seolah berbicara pada meja di depannya.
"Hermione, langsung sajalah, kami malah makin bingung," Ron tak sabar.
"Oh, Ron, tidakkah kau mengerti ? Sewaktu Snape kembali ke pihak Dumbledore, ia tentu sudah punya rencana untuk melawan Kau-Tahu-Siapa. Meskipun saat itu Kau-Tahu-Siapa jatuh," Hermione melirik Harry, " ia sadar cepat atau lambat Kau-Tahu-Siapa akan bangkit lagi."
"Kau ingat kata Sirius ? Bahwa sebagian besar anak Slytherin geng-nya Snape kemudian menjadi Pelahap Maut ? Tentunya generasi Slytherin sekarang juga, besar kemungkinannya menjadi Pelahap Maut,"
"Yang jelas tentunya Malfoy. Lalu ada Crabbe, Goyle, dan Nott, "ujar Harry.
"Betul," tukas Hermione bersemangat, senang Harry m ulai menangkap maksudnya, "tidkkah semua tindakannya memanjakan anak-anak Slytherin itu memang disengaja ? Kau tahu, mengacuhkan semua kesalahan mereka, memberi poin berlebihan, dan yang semacamnya. Untuk membuat mereka malas, bodoh, ceroboh, lalai ? Bayangkan, Pelahap Maut yang tidak kompeten, bodoh, ceroboh," Harry nyengir membayangkan Crabbe junior menjadi Pelahap Maut seperti ayahnya.
"Sedangkan tindakannya yang kejam terhadap anak-anak ketiga asrama yang lain," Ron mulai mengerti kini, "juga disengaja ? Untuk membuat kita bekerja lebih keras, tidak mudah menyerah, memberi yang terbaik ? Untuk menempa kita ? Membuat kita berdisiplin, waspada, lebih pintar dan trampil ?"
Hermione mengangguk, "kalian mengerti kini, kan ?" serunya lirih, antusias, "semuanya dilakukan untuk melemahkan generasi penerus pendukung Kau-Tahu-Siapa. Dan memperkuat barisan mereka yang menentangnya,"
"Tetapi mengapa sekarang …"
"… sekarang dia menjadi lebih lunak terhadap kita ? Aku rasa ia sadar, dengan bangkitnya Kau-Tahu-Siapa beberapa bulan lalu, ia kini berpacu dengan waktu. Sudah tidak ada waktu lagi untuk membina kekuatan dan melemahkan Slytherin secara perlahan lagi. Kali ini ia mesti bertindak cepat,"
"Kukira itu sebabnya maka ia berbicara padamu tempo hari, Harry. Dan itu pula sebabnya ia melatih Neville,"
"Dan latihannya di ruang kosong ?"
"Mungkin juga … ,"
Harry perlahan-lahan bisa menyadari mengapa mata yang biasanya dingin dan penuh kebencian itu kini menyorotkan kelelahan.
"Kedengarannya aneh dan tak masuk di akal," Harry masih agak ragu.
"Memang. Aku sendiripun tak yakin. Tidak bisa benar-benar yakin, kecuali kalau kita mendengar sendiri pengakuannya. Yang kurasa tak mungkin," Hermione mengeluh.
Sementara itu sepeninggal Neville, Snape bergegas menyiapkan jubah hitam bertudung dan topengnya.
Seperti biasa.
Seperti semestinya.
