B A B 11

Ginny bergegas menyusuri koridor menjelang ruang bawah tanah. Tadi malam ia mengerjakan tugas Ramuan-nya hingga larut malam, dan tadi nyaris saja ia terlambat bangun. Tetapi ia sudah ditinggal teman-temannya sekelas --tepatnya ia menyuruh teman-temannya agar jangan menunggunya--. Memang pelajaran Ramuan masih lima menit lagi, tetapi siapa tahu …

Ia berbelok untuk menuruni tangga. Berjalan terlalu cepat ia tidak melihat ada yang sedang berlari menaiki tangga, dan …. Buuumm, keduanya bertabrakan. Buku-buku dan botol-botol kecil wadah bahan ramuanya berhamburan … juga milik … "Malfoy," serunya tertahan, jengkel, kesal, dan takut terlambat bercampur aduk.

"Weasel, sedang apa kau di sini ?" Draco memunguti barang-barangnya.

"Kelas Ramuan, kau sendiri mau apa, kelasmu kan baru nanti sore ?" Ginny memasukkan barang-barangnya sembarangan ke dalam tasnya.

"Ooh, tak kusangka, kau hapal jadwalku," Draco tersenyum sinis.

"Kelasmu bareng dengan Ron, bego," Ginny berdiri, lalu melangkah pergi, berharap bahwa kelasnya benar-benar belum dimulai.

Draco memandangi gadis berambut merah itu menjauh. Lalu ia tersenyum lagi. Di tangannya ada seboah botol kecil dengan label 'Darah Naga - GW'. Ia tahu persis bahwa botol kecil serupa miliknya telah berpindah tempat ke tas Ginny.

Ginny bergegas memasuki kelasnya. Untunglah, belum dimulai. Snape baru keluar dari kantornya, memasuki kelas, ketika Ginny terengah-engah menghempaskan diri di bangkunya.

Mereka mengerjakan Ramuan Pemulih Ingatan, yang cukup sulit. Ginny tidak berani membayangkan apa yang terjadi tahun lalu sewaktu Neville mendapat pelajaran ini. Setelah cairan di kualinya mulai mengental, dan menjadi kehijauan, bahan terakhir yang dimasukkan adalah setetes --hanya setetes-- darah naga.

Hati-hati Ginny memasukkan pipet ke dalam botol kecil darah naga-nya. Sejenak ia melirik rekan di sampingnya. Punya Colin sudah hampir selesai, dan begitu ditetesi darah naga, muncul asap tipis kehijauan. Colin tersenyum puas. Ginny kemudian meneteskan pipetnya ke kualinya.

Namun alih-alih asap tipis kehijauan seperti punya Colin, kualinya malah mengeluarkan asap pekat kehitaman membubung lurus ke atas langit-langit. Tak sempat kebingungan atas apa yang terjadi, Ginny terkulai pingsan.

Kelas langsung heboh. Anak-anak yang berada di dekat kuali Ginny dan terimbas sedikit asap hitam itu batuk-batuk hebat.

Snape menggeram marah, dan setengah melompat ia menuju ke tempat Ginny, menunjukkan tongkatnya dan kuali beserta asap itu membeku. Cepat ia memeriksa nadi Ginny, masih berdetak.

"Kalian yang sempat menghirup asap tadi, cepat ke rumahsakit. Miss Pfaltzgraff, bisa kau tolong bawa Miss Weasley ke rumahsakit bersamamu ? Kelas dibubarkan, dan tidak ada yang boleh menyentuh barang-barang Miss Weasley," instruksi Snape segera.

Begitu anak-anak mengosongkan kelas, Snape langsung memeriksa kuali celaka itu. Dengan celupan tongkatnya ia langsung mengetahui. Darah Unicorn. Darimana Weasley satu ini memperolehnya ? Tidakkah ia tahu itu ilegal ? Dan mengapa ia begitu tolol memasukkan darah unicorn ke dalam ramuan ?

Dengan satu sapuan mata Snape menemukan botol berlabel 'Darah Naga-DM'. Botol itu sudah nyaris kosong, jatuh terguling-guling tentu sewaktu terjadi keributan. Dari pengamatan tekstur sisa cairan di dalamnya, serta penciumannya, Snape langsung tahu bahwa botol inilah sumbernya. Tapi untuk apa Malfoy muda itu membawa-bawa darah unicorn segala ..? Dan kenapa botol miliknya bisa ada di tangan gadis Weasley ini ..?

Ceroboh. Sabotase.

Tapi itu bisa menunggu nanti. Sekarang ia harus melihat kondisi korban dulu.

Pemuda berambut pirang itu berdiri menunduk di depannya kini.

"Apakah ini milikmu ?" diangsurkannya botol temuannya tadi. Pemuda itu mengangguk, diam.

"Aku ingin tahu mengapa bisa ada di tangan Miss Weasley," dingin dan tajam. Tidak biasanya Snape berbicara seperti itu pada Draco.

"Emm, saya sempat bertabrakan dengannya di tangga, Sir. Mungkin tidak sengaja tertukar sewaktu kami mengumpulkan barang-barang yang terjatuh," ia tidak berani memandang wajah kepala asramanya, karena akan terlihat bahwa ia tidak bicara jujur tentang 'tidak sengaja'-nya.

"Masalahnya bukan tertukarnya, Mr Malfoy," ujar Snape tidak sabar, "kalau memang isinya sama-sama darah naga, tidak akan jadi soal milik siapa," Snape mendekat dan mengangsurkan botol itu lebih dekat ke depan wajah Draco, "isinya darah Unicorn, Mr Malfoy,"

Draco bagaikan disambar petir, mulutnya membuka lalu menutup, tak tahu hendak mengatakan apa.

"Untung bagi Miss Weasley, darah unicorn dalam botol ini rupanya telah diencerkan terlebih dahulu. Kau tahu apa akibat campuran darah unicorn murni dalam Ramuan Pemulih Ingatan, anak muda ?" tajam menusuk.

Draco menggeleng.

"Ramuan Pemulih Ingatan bekerja pada otak, kukira kau masih ingat, baru setahun lalu kau mengerjakan ramuan ini. Campuran darah unicorn murni berakibat … berhentinya fungsi otak," Snape menekankan kata-kata terakhir.

Draco semakin tak bisa berbicara. Berhentinya … fungsi … otak ? Itu berarti …

"Ya, Mr Malfoy, itu artinya kematian," Snape menjawabkan untuknya, "dan karena kau yang memilikinya, maka kau bisa dituntut sebagai penyebab kematian. Plus tuntutan lain sebagai pemilik barang ilegal,"

"Itu, berarti," Snape memandang lekat-lekat murid kesayangannya --atau setidaknya yang mengklaim diri sebagai murid kesayangannya-- "dikeluarkan dari sekolah; pengadilan, dan … Azkaban,"

"Tidak .. ," suara yang keluar tercekat.

"Beruntung bahwa darah unicorn ini encer. Mungkin tidak akan sampai pada kematian. Tetapi aku tidak tahu berapa kadar keencerannya. Jika masih cukup kental hingga ia tidak sadar selewat 7 x 24 jam, maka akibatnya sama dengan darah unicorn murni," airmuka Snape menunjukan kekecewaan yang dalam.

"Sir," Draco menelan ludah, berusaha berbicara.

Snape diam menunggu.

"Saya … sungguh tidak tahu kalau isinya darah unicorn. Saya memang mengeluarkan sebagian isinya dan mengencerkannya,"

"Tujuannya ?" Snape menyelidik.

"Tadinya saya hanya iseng. Bila kadar kepekatan darah naga ini berkurang, ramuan yang dikerjakan Miss Weasley tidak akan efektif. Saya hanya ingin membuatnya gagal dalam mengerjakan tugas, dan .. "

" … dan kau mengharapkan ia kena pemotongan poin dariku ? Kau memang sengaja menukarkannya ?"

Draco mengangguk. Wajahnya yang pucat terlihat semakin pucat saja.

Snape terdiam sesaat. Draco tidak berani berbicara lagi.

"Aku sungguh kecewa padamu, Mr Malfoy,"

"Saya sangat menyesal, Sir. Saya tidak tahu bahwa …" jika saja Harry atau Ron mendengar Draco mengucapkan kata 'menyesal' seperti ini.

"Detensi, Malfoy, dan bersyukurlah kau tidak kuusulkan untuk dikeluarkan. Semata-mata karena aku percaya kau tidak tahu bahwa isinya bukan darah naga,"

"Baik, Sir. Terimakasih, Sir,"

"Dan detensinya adalah ..," Snape terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "kalimat pertama yang harus terdengar oleh Miss Weasley bila ia sadar nanti, adalah permintaan maafmu,"

"Baik, Sir," Draco tidak berdaya. Meminta maaf padanya ? Dan kalimat pertama ? Itu berarti ia harus menungguinya hingga sadar ?

"Sementara itu aku juga ingin kau memikirkan siapa saja yang memiliki akses untuk mengganti isi botol darah naga-mu ini. Beritahukan padaku secepatnya,"

"Er …," Draco ragu.

"Kau tidak boleh menyembunyikannya. Karena nampaknya orang ini tidak mengetahui niat jahilmu terhadap Miss Weasley. Ia justru mengharapkan kaulah yang menjadi korban. Pikirkan apa jadinya jika kau tidak menjahili Miss Weasley, dan sebaliknya menggunakan sendiri bahan itu dalam Ramuan Pengendali Pikiran minggu depan,"

Draco kelihatan lebih terpukul lagi. Menginginkan kematiannya ?

"Ya, siapa kira-kira yang memusuhimu, menginginkan kematianmu ?" Snape seolah membaca pikirannya.

"Potter memusuhi saya, Sir, juga kawan-kawannya," Draco putus asa, "tetapi saya rasa mereka tidak sampai mengingnkan kematian saya,"

"Dan kupikir mereka juga tidak akan berbuat serendah ini. Terlebih lagi mereka tidak akan punya akses untuk melakukannya," Snape menambahkan.

"Bahan-bahan semua saya beli sendiri dari Diagon Alley, Sir. Saya sendiri yang mengemasnya dalam botol-botol kecil sesuai ketentuan kelas," Snape mengangguk.

"Tidak ada yang berani masuk ke kamar saya, bahkan peri rumah sekalipun harus dengan ijin," Draco membayangkan, yang berani masuk kamarnya hanya kedua orang tuanya. Mungkinkah … ia sama sekali tidak berani membayangkannya.

"Hmm," Snape nampak berpikir keras, "kita lihat nanti jika kau sudah bisa memikirkan siapa kira-kira pelakunya," sambil menyimpan botol tadi, "sementara ini kusimpan untuk kuselidiki. Kau boleh pergi,"

"Terimakasih, Sir,"

Snape mengangguk.

Ron duduk di sisi pembaringan adiknya di rumahsakit, sambil menatap wajah pucat itu dengan pilu. Ginny, Ginny, keluhnya dalam hati, kenapa kau selalu saja ditimpa musibah ? Tahun pertama kau masuk Hogwarts, kau berurusan dengan si brengsek Riddle itu, dan hampir mati, kalau saja Harry tidak menemukan kamar rahasia itu.

Lyra menghampirinya. Ron menoleh, "Lyra, bagaimana .. keadaannya ?"

"Sejauh ini aku belum berani bilang apa-apa. Profesor Snape sedang meneliti kandungan yang ada dalam ramuan itu. Pengobatan yang sekarang kulakukan, hanya prosedur standar. Aku belum berani memberi apa-apa, tergantung pada temuan Profesor Snape nanti,"

"Apakah .. apakah ia akan ..," Ron tidak berani melanjutkan kalimatnya.

"Kuharap tidak. Denyut nadinya teratur, walau lambat. Segala organ yang lain dalam keadaan baik. Kecuali .. ," Lyra menghela napas.

"Kecuali apa ..?"

"Kecuali fungsi otaknya yang terganggu. Ramuan yang sedang mereka buat adalah Ramuan Pemulih Ingatan, berhubungan dengan kerja otak, kau tahu tentunya. Kesalahan campuran, tentunya akan mempengaruhi fungsi otak,"

Ron tidak berbicara lagi. Lyra memegang bahunya lembut, "aku tahu, Ron, aku juga sedih. Aku akan berusaha sekuatku. Mudah-mudahan Profesor Snape selesai dengan penelitiannya malam ini juga, hingga aku bisa mulai membuat penawarnya. Atau mungkin Profesor Snape sendiri juga akan membuatnya,"

"Dia ?" Ron terheran-heran.

"Kau boleh tidak percaya, Ron, tetapi dia kelihatan cemas sekali dengan peristiwa ini. Sekali-sekali kau jangan menilainya terlalu jahat, kenapa sih," saran Lyra.

"Kalau dia berhasil membuat ramuan yang menyembuhkan Ginny, aku akan melakukan apa saja yang dia minta, aku tidak akan pernah mengeluh lagi akan apa yang dia lakukan," Ron bersungguh-sungguh.

"Nah, sudahlah, jangan terlalu cemas. Kau boleh menunggui di sini atau pergi tidur. Aku akan mengabarimu jika terjadi perubahan. Kurasa sebaiknya kau pergi tidur saja, besok kan tugasmu mengawal anak-anak kelas tiga, yang baru pertama kali ke Hogsmeade ?"

"Aku di sini saja,"

"Terserah, kau bisa tidur di dipan sebelah," Lyra membuka tirai pembatas antara dua tempat tidur, "Jangan terlalu khawatir, ya ?"

Lyra keluar ke kantornya, menemui Harry, Hermione, Fred, dan George yang menunggu di sana.

"Bagaimana ?" desak Hermione.

"Belum ada perubahan. Aku masih menunggu hasil temuan dari Profesor Snape," ulang Lyra.

"Dan Ron ?" Harry bertanya.

"Dia akan baik-baik saja. Memang dia kelihatan terpukul sekali. Tetapi dia akan mengatasinya,"

"Ginny sudah pernah mengalami musibah sekali dulu," ujar Harry, "aku bisa mengerti kalau Ron cemas sekali,"

Lyra mengangguk, "kalian kembali saja. Nanti kalau ada perkembangan akan kuberi tahu,"

Mereka berempat mengangguk. Lalu pergi.

"Darah Unicorn ?" Lyra tak yakin akan pendengarannya. Snape mengangguk.

"Dalam konsentrasi yang ringan, untungnya,"

"Siapa yang .."

"Botolnya milik Malfoy ..,"

"Anak itu .. ,"

"Tidak, bukan dia. Dia sendiri juga tidak tahu kalau ini berisi darah unicorn. Ini adalah wadah darah naga-nya, dan dia mengencerkannya, menukar dengan milik Miss Weasley ..,"

"… supaya Ramuannya tidak efektif, dan Ginny dihukum," Lyra emosi.

"Tetapi, justru karena Malfoy mengencerkannya, maka efeknya tidak begitu parah,"

Lyra terpaksa harus mengakui kebenaran kata-kata Snape.

"Aku sudah membuatkan penawarnya," Snape menyerahkan sejumlah ampul, "satu ampul untuk setiap dua jam,"

"Terima kasih, Profesor. Anda meringankan pekerjaan saya,"

"Aku berhutang budi padamu, Lyra, dan aku selalu membayar hutang-hutangku,"

Lyra menggeleng, "Jangan berkata begitu, Profesor. Saya hanya melaksanakan kewajiban, tidak lebih,"

Snape menggeleng, "tidak seperti itu bagiku,"

"Terserah Anda,"

Snape melangkah ke pintu, "Selamat malam, Lyra,"

"Malam,"

Lyra yakin kini bahwa Snape memang memanggilnya dengan nama kecilnya.

Hogsmeade. Akhir pekan. Kunjungan pertama di tahun ajaran ini. Anak-anak kelas tiga baru pertama kali boleh berkunjung, dan selaku Prefek, Ron dan Hermione punya tugas tambahan kalau berkunjung ke sini. Mengawasi mereka tentu saja.

Hermione sudah menyarankan, kalau-kalau Ron ingin tetap tinggal di rumahsakit menunggui Ginny. Tetapi Ron memutuskan ikut.

"Paling tidak, kau bisa berhenti cemas, sejenak," ujar Harry.

"Ya, enggak juga sih. Aku tetap saja cemas. Tapi, Ginny sudah bercita-cita mau beli coklat Honeydukes yang terbesar dengan uang hadiah ulangtahunnya. Kalau dia tidak bisa ke sini, ya paling tidak, nanti jika sadar, hal pertama yang akan dilihatnya adalah coklat itu,"

"Oh, Ron, manis sekali," Hermione langsung terharu, "tanggal berapa sih ulang tahunnya ?"

"Minggu depan,"

Mereka tiba di Honeydukes. Ron memilih coklat terbesar. Hermione dan Harry pun ikut-ikutan memilih. "Ini dariku," kata Hermione menumpukkan coklatnya di atas punya Ron, "dan ini dariku," sahut Harry.

"Oh, kalian baik sekali,"

"Ron, Ginny kan sudah kuanggap seperti adik sendiri," ujar Hermione. Harry mengangguk membenarkan.

"Ngomong-ngomong, Lyra memberitahumu tidak, kejadian sebenarnya seperti apa ?"

Ron menggeleng, "katanya Snape yang tahu, dia nanti yang akan memberitahu. Tetapi, pada intinya, ramuan yang dibikin Ginny tercemar darah unicorn, atau gimana, gitu,"

"Darah Unicorn ?" Harry tercekat ngeri.

Darah unicorn akan membuatmu tetap hidup bahkan kalau kau sudah tinggal sejengkal dari kematian, tetapi harga yang harus dibayar mengerikan sekali. Kau telah membunuh sesuatu yang murni dan tak berdaya untuk menyelamatkan dirimu dan kau hanya akan setengah hidup, hidup yang dikutuk, begitu darah unicorn menyentuh bibirmu.

"Kenapa, … maksudku kenapa bisa darah unicorn ada di tangan Ginny ? Itu kan ilegal ? Siapa ?"

"Itulah yang sekarang sedang diselidiki. Menurut yang diceritakan Lyra padaku, botolnya sih darah Naga, kau tahu kan Ramuan Pemulih Ingatan ..," Hermione mengangguk atas keterangan Ron ini.

"Ramuan Pemulih Ingatan bekerja pada fungsi otak, oh Ron, mungkinkah …?"

"Lyra bilang ia sudah baikan. Snape membuatkannya ramuan penawar. Kita tinggal tunggu waktu,"

"Snape ?"

"Ya, dan Lyra bilang ia tampak cemas sekali atas peristiwa ini,"

"Aku bilang juga apa," Hermione bicara seolah pada dirinya sendiri, " Snape punya sisi lain yang tidak kita ketahui selama ini,"

"Kukira begitu," Ron terpaksa mengakui.

Keluar dari Honeydukes terjadi keributan. Anak-anak Hogwarts dan penyihir-penyihir lain yang ada di sekitar situ berlari kesana kemari sambil menjerit-jerit. Benda-benda seperti diledakkan, atau menurut pandangan Harry, seperti yang ditembaki. Seperti dalam film Muggle. Seperti Spiderman yang mereka saksikan tempo hari.

"Ada apa ?" Ron kelihatan agak panik, tapi Hermione sudah berhasil melihat penyebabnya. Sesosok penyihir di atas sapunya beterbangan bolak-balik di atas mereka, mengacungkan tongkatnya dan merapalkan mantra-mantra penghancur.

Penyihir itu berjubah hitam bertudung, mengenakan topeng. Hermione belum lagi sempat berpikir lebih jauh, ketika dilihatnya ia mengacungkan tongkatnya lagi dan mengeluarkan sinar kehijauan ke arah mereka, tidak .. tidak.. bukan ditujukan pada Harry, tapi pada seseorang di hadapan mereka … Hanya dalam hitungan sepersekian detik Hermione menarik tangan orang itu hingga terjengkang ke belakang.

Draco Malfoy.

Sejenak semua hanya bisa mematung. Draco hanya bisa gemetar melihat tempatnya tadi berdiri menjadi lubang besar gosong kehitaman dan mengeluarkan asap. Penyihir bertopeng itu rupanya langsung pergi melihat kutukannya tidak mengenai sasaran.

"Avada Kedavra ?" bisik Hermione ngeri. Tapi bisikan itu cukup terdengar beberapa orang disekitar dan mereka turut bergidik.

Sungguh mengeherankan bahwa Ron-lah yang membantu Draco berdiri. "Kau tidak apa-apa ? Apa tidak sebaiknya ke rumahsakit ?"

Draco menggeleng lemah, berusaha keras untuk berbicara. Tetapi yang keluar cuma bisikan lirih, "terima kasih .." ia memandang pada Hermione.

"Apa yang terjadi ?" sebuah suara berat di belakang mereka, "Weasley, kau Prefek kan ? Bisa menjelaskan apa yang terjadi ?"

Dengan singkat Ron berusaha menjelaskan. Snape tercenung.

"Hmm. Tidak biasanya Avada Kedavra meleset seperti ini. Kalau bukan baru pertama kali mempelajari, atau kekuatan sihirnya tidak cukup kuat,"

"Kau bisa mengenali siapa dia ?"

"Tidak, Sir. Dia mengenakan jubah bertudung dan semacam topeng. Kami tidak bisa melihat wajahnya,"

"Pelahap Maut," bisik Snape. Orang-orang berseru ngeri.

"Lucius," kata Draco lirih, membuat Snape, Harry, Ron, dan Hermione tersentak.

"Ayahmu ?"

"Ayahku. Atau tepatnya seseorang yang dulu kukira ayahku,"

Snape segera mengatasi suasana, "para Prefek, atur agar semua siswa segera kembali ke Hogwarts, tanpa kecuali. Segera. Mr Malfoy, ikut aku ke kantorku,"

Draco menurut, membuntuti Snape, sementara Ron dan Hermione beserta Prefek-Prefek lain sibuk menyuruh anak-anak segera kembali ke Hogwarts.

Di ruang rekreasi hanya peristiwa itu yang menjadi bahan pembicaraan. Semua menduga-duga kemungkinan apa yang sedang terjadi. Mereka semua keheranan pada fakta bahwa Lucius Malfoy --kalau itu memang dia-- bukannya berusaha membunuh Harry, tetapi malah anaknya sendiri.

"Mungkin Draco itu bukan anaknya," gosip Parvati.

"Kalaupun memang demikian, mengapa mesti dibunuh ?" Lavender menimpali. "Seganas-ganasnya serigala tidak akan memangsa anaknya sendiri,"

Mendengar kata serigala Harry teringat Lupin, dan otomatis ia juga teringat bahwa ia belum melaporkan kejadian belakangan ini pada Sirius. Harry mengeluarkan alat tulisnya dan mulai menulis, sambil mendengar-dengarkan anak-anak riuh membicarakan peristiwa barusan.

Seorang anak kelas empat mendekati meja mereka, "Ron, Malfoy menunggumu di luar. Ia ingin bicara padamu,"

"Padaku ?" Ron keheranan.

"Mungkin ia ingin berterimakasih," ledek Fred.

"Bukannya Hermione ?" Ron meyakinkan pada anak itu.

"Bukan. Ia bilang Weasley. Sesuatu tentang Ginny mungkin,"

Mendengar itu Ron segera saja melesat membuka lukisan si Nyonya Gemuk.

Draco sudah menunggunya di sana.

"Ada apa ?"

"Ada sesuatu, tentang adikmu," Draco celingak-celinguk seakan tak ingin didengar.

"Di sini," Ron mengajaknya ke ruang kelas kosong terdekat.

"Nah, sekarang, ada apa ?"

Draco menelan ludahnya, berdehem. Ia seperti orang yang sedang dipaksa menelan racun.

"Akulah yang menyebabkan adikmu, emm, pingsan," Draco memulai.

Dalam keadaan biasa Ron sudah barang tentu tidak berpikir panjang lagi untuk menghajar Draco. Tetapi kali ini ia berusaha sekuatnya menahan diri, "ceritakan,' ujarnya.

"Aku sakit hati dengan ucapannya, bahwa dengan kekayaan dan kekuasaan ayahku, aku tetap tidak bisa menjadi Prefek," Draco kelihatan kesulitan memilih kata-kata, "lalu aku merencanakan sesuatu,"

"Hanya karena itu kau meracuninya dengan darah unicorn ?" Ron merasa jijik.

"Tidak. Aku berani sumpah," Draco mulai gelisah, "rencanaku menukar botol darah naga adikmu dengan botolku, yang berisi darah naga yang sudah diencerkan. Dengan demikian, ramuan yang dibuat adikmu nanti menjadi tidak efektif karena konsentrasi darah naga-nya kurang pekat,"

"Dan kau berharap ia dihukum," Draco mengangguk. Lalu melanjutkan.

"Aku sama sekali tidak tahu kalau itu berisi darah unicorn. Profesor Snape memanggilku setelah kejadian. Aku terkejut. Tidak mengira akibatnya bisa begitu fatal …"

Draco memandang Ron sebelum mengeluarkan kalimatnya, "Aku menyesal, Weasley, terlebih setelah kejadian tadi siang … Mengapa kalian repot-repot berusaha menyelamatkanku ?"

"Kami tidak menyelamatkanmu Malfoy. Itu refleks saja kukira,"

"Apapun. Pokoknya aku berterimakasih. Kurasa .. aku juga harus bertemu dengan Granger,"

Ron mengangguk.

"Satu lagi,"

"Apa ?"

"Boleh aku .. menengok adikmu ? Kau tahu, mungkin tidak seharusnya, tapi aku .."

Ron mengangguk, "pergilah. Tanyakan pada Lyra, maksudku Miss Fern, boleh tidaknya kau menjenguknya,"

"Terimakasih,"

Keduanya berpisah.

Selesai makan malam Ron pergi melihat keadaan Ginny. Dilihatnya Draco sedang duduk terpekur di sisi pembaringan. Disentuhnya bahunya. Ia menoleh.

"Weasley, aku .."

"Kau belum makan malam. Pergilah makan dulu,"

"Tetapi, aku …"

"Setelah makan, kalau kau mau kau boleh kembali ke mari,"

Draco mengangguk, lalu pergi.

Lyra menghampiri, membawa sebuah ampul.

"Saatnya pengobatan, kukira,"

"Bagaimana keadaannya ?"

"Makin baik. Ginny bisa sadar setiap saat,"

"Oh, syukurlah,"

"Dan tidak ada kerusakan permanen. Fungsi otaknya kembali seperti sediakala,"

Ron mengangguk. Ia memperhatikan Lyra mengobati Ginny.

"Anak itu, Malfoy, sejak tadi kuijinkan masuk, dia murung terus. Sepertinya dia terpukul sekali,"

"Memang. Dia bilang dia menyesal. Aku juga heran. Tidak biasanya dia begitu,"

"Pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga dia berubah begitu,"

Ron menceritakan kejadian tadi siang di Hogsmeade.

"Hmmm," Lyra berpikir, gayanya persis Hermione, "Mungkin itu sebabnya,"

"Apa ?"

"Seseorang --dia menyebutnya Lucius, ayahnya sendiri-- mencoba membunuhnya dengan Avada Kedavra di Hogsmeade. Lalu, darah unicorn ini, tadinya kan dimaksudkan untuknya. Dia bisa mati kalau menggunakan darah unicorn untuk Ramuan Pengendali Pikiran yang akan kalian buat minggu depan. Snape mengatakannya padaku." Lyra mengigit bibirnya, lalu melanjutkan.

"Kalau memang Lucius … dia punya akses penuh terhadap barang-barang anaknya. Dia bisa mengganti isi botol itu kapan saja tanpa ada yang curiga."

"Berarti Lucius ingin membunuhnya ? Aku tak mengerti kenapa …"

"Aku juga tak mengerti, Ron. Manalah ada ayah ingin membunuh anaknya sendiri,"

"Kecuali kalau Lucius bukan ayahnya,"

"Kau berpikir demikian ?"

"Draco sendiri yang bilang di Hogsmeade tadi siang. Seseorang yang dulu kukira ayahku …"

"Hmm .. Apakah Profesor Snape tahu ini ?"

"Dia mengatakannya di depan Snape,"

"Ron, kau bilang dulu Draco Malfoy sangat membanggakan ayahnya ?"

"Sangat. Dia berlindung di balik nama ayahnya. Petantang-petenteng kian kemari yakin akan kekayaan dan kekuasaan Lucius. Menyombongkan macam-macam. Menghina sana-sini. Ooh, aku tidak tahu dia sudah bicara pada Hermione belum ? Dia selalu menyebut Hermione Darah-Lumpur. Entah apa yang akan dikatakannya kalau mereka bertemu," Ron menerawang.

"Kalau memang Lucius ternyata bukan ayahnya, mungkin itu memang pukulan berat baginya,"

"Benar juga, ya," Ron mulai dapat memahami.

Saat itu terdengar suara dari pembaringan Ginny. Ron cepat menghampiri. Ginny mulai bergerak-gerak. Lyra mendekat, memeriksa nadinya.

"Dia sudah sadar, Ron,"

Detik berikutnya Ginny membuka matanya, "Ron ?" tanyanya heran, celingukan pada situasi di sekelilingnya, "apa … apa yang terjadi ?"

"Tenang dulu, Ginny," Lyra mengangsurkan segelas air, "minumlah dulu. Kau sudah tidak kemasukan apa-apa sejak kemarin,"

"Hari apa ini ?"

"Sabtu malam, hampir masuk Minggu. Istirahat saja dulu, jangan banyak bergerak dan berpikir yang tidak-tidak. Ya ? Aku akan membawakan makan malam-mu," sekejap Lyra sudah menghilang di balik tirai pembatas.

"Ron, apa yang terjadi sih ?"

"Kau salah memasukkan bahan dalam ramuanmu. Dan kau pingsan,"

"Masa' ?" Ginny berusaha mengingat-ingat. "Perasaanku tidak ada yang salah,"

"Memang, kecuali bahwa Malfoy berusaha mensabotase pekerjaanmu dengan menukar botol darah naga,"

Ginny teringat waktu tabrakan di tangga. "Dia ?"

"Ya. Niatnya menukar botol darah naga-mu dengan kepunyaannya yang telah diencerkan. Supaya ramuanmu tidak efektif. Tetapi ternyata seseorang telah menukar isinya dengan darah unicorn. Kau memasukkan darah unicorn ke dalam Ramuan Pemulih Ingatan-mu, dan beginilah hasilnya,"

"Apa Snape tahu ? Dia dihukum tidak ?"

"Dia shock sendiri. Kau tahu, kalau dia tidak iseng menjahilimu, berarti dia sendiri yang akan menggunakan cairan itu, murni. Seseorang menginginkan kematiannya," Ron kemudian menceritakan juga tentang kejadian di Hogsmeade.

Ginny tercenung.

"Dan dia juga menungguimu sesorean ini,"

"Apa ?"

"Dia datang padaku, minta ijin untuk menengokmu. Dan, yah, dia bilang kalau dia menyesal,"

"Dia bilang begitu ?"

Ron mengangguk.

Lyra muncul dari balik tirai pembatas, "Malfoy di sini,"

"Ron, .. ?" Ginny ragu.

"Terserah padamu. Kalau aku bilang sih, nampaknya dia bersungguh-sungguh menyesal,"

Ginny tersenyum. "Kalau kau yang bilang begitu, aku percaya,"

Ron memasang wajah bertanya.

"Biasanya kau paling sulit memaafkan," Ginny menjelaskan, "kalau kau saja sudah bisa memaafkan, apalagi aku, kan ?"

Ron balas tersenyum, "kutinggal dulu ya ? Harry dan Hermione pasti sudah ingin mendengar kabar baik ini. Juga Fred dan George. Mereka sudah sedari kemarin tidak melakukan lelucon apapun,"

"Separah itu ?"

Ron tertawa, mengecup kening adiknya, "dah, adik manis ..,"

Berpapasan dengan Malfoy, Ron berbisik, "awas kalau kau macam-macam, Malfoy,"

Malfoy menggeleng lemah.

Keluar dari rumahsakit Ron berpapasan dengan Snape.

"Profesor,"

"Bagaimana ?"

"Dia sudah sadar," heran Ron melihat kelegaan tersirat di wajah gurunya itu.

Snape mengangguk. "Mr Weasley, aku ingin bicara denganmu. Di kantorku saja kurasa,"

Ron mengangguk, penasaran, tetapi ikut berjalan dengan Snape tanpa suara ke kantornya.