B A B 1 3

Kastil Malfoy. Suffolk. Tempat biasa mereka berkumpul, para Pelahap Maut, dengan atau tanpa Tuan mereka. Sering Malfoy mengundang mereka sekedar untuk bersenang-senang, dan bersenang-senang di sini bukan sekedar makan dan minum --biasanya beralkohol -- tetapi juga tentunya dengan sedikit 'hiburan' --penyiksaan Muggle, atau lebih baik lagi : penyiksaan Auror yang berhasil mereka tangkap.

Mual perut Snape mengingat masa lalunya. Kalaulah ada jampi memori yang cukup kuat untuk memblokir kenangan hitamnya ini. Tetapi, … tidak, pikirnya, kalaupun ada jampi memori yang cukup kuat, dia tidak akan mau. Biarlah dia hidup dalam siksaan mimpi buruk seperti sekarang ini, dalam deraan rasa bersalah yang tak putus-putus, agar dia tetap berada di jalan yang benar. Agar dia membayar semua hutang-hutangnya.

Kali ini Snape berada di sini tidak atas undangan siapa-siapa. Ya, sejak insiden Hogsmeade beberapa hari lalu ia memutuskan untuk menyelidikinya sendiri. Gosip memang datang dan pergi, tapi ia ingin yakin sendiri, apa yang terjadi.

Malfoy muda itu mengatakan bahwa Lucius bukanlah ayahnya. Insiden Hogsmeade, dan peristiwa darah unicorn, membuat Snape menyimpulkan bahwa Lucius menginginkan Draco mati.

Tetapi untuk apa ? Apakah karena ia anak haram sudah menjadi cukup alasan untuk membunuhnya ?

Snape melangkah menuju paviliun di samping halaman. Di paviliun ini mereka biasanya berkumpul. Kali ini kosong. Snape sendiri tidak yakin apa yang ia cari, tetapi mungkin ia akan menemukan sesuatu …

Tanpa suara ia menyelinap ke dalam. Dengan satu Alohomora dibukanya pintu ruang utama. Kosong. Matanya menyapu perabot yang ada. Tetap sama, tidak ada yang mencurigakan, Bisa dibilang ia hafal setiap senti tempat ini.

Bodoh, gerutunya, kalau Lucius hendak menyimpan sesuatu tentu di kamarnya, atau di ruang kerja pribadinya, tidak akan di sini.

Ia keluar melintasi halaman hendak menuju rumah utama ketika dirasanya sesuatu yang basah dan hangat di tangannya. Seekor anjing hitam besar menyentuhkan moncongnya di tangannya. Ia menggeram perlahan, melangkah menjauh, menengok padanya, menggoyangkan kepalanya seolah mengajak "Ayo !" Snape masih diam tak yakin. Anjing itu menggeram lagi seolah tak sabar.

Ragu-ragu Snape mengikuti anjing itu ke balik semak-semak. Ia mengikuti arah pandangnya. Di tempat tadi ia berdiri, dengan suara pop yang cukup keras hingga terdengar ke balik semak, nampak ber-Apparate beberapa sosok dengan jubah bertudung dan topeng. Terlambat beberapa detik ia pasti sudah ketahuan.

Snape mengintai penuh ingin tahu. Untuk apa para Pelahap Maut kemari, dan mengapa ia tidak diundang ?

Sesosok Pelahap Maut yang nampaknya seperti Lucius keluar dari rumah utama mendekati kerumunan Pelahap Maut yang lain.

"Ah, sobat-sobatku, Avery, MacNair, Crabbe, Goyle, Nott, siapa lagi yang belum ada ? Pettigrew tentu akan datang beserta Dia," sambut Lucius merentangkan tangannya.

"Lucius, ada apa sih, kita disuruh berkumpul di sini ?"

"Mana aku tahu ? Kita tunggu saja kedatangan Yang Mulia," lalu lanjutnya lagi dengan suara yang kedengaran sangat sinis bagi Snape, "kukira kita akan membicarakan detil gerakan kita, jika melihat kenyataan bahwa Snape tidak diundang,"

Semua tertawa terbahak-bahak, menusuk hati. Anjing hitam tadi menggeram pelan, mendengus-dengus.

"Sungguh Yang Mulia cerdik, tetap mengundang dia dalam beberapa pertemuan, seolah-olah kita masih mempercayainya,"

"Tetapi untuk memberikan instruksi seperti ini ia melakukannya terpisah,"

"Itu untuk membuat dia tidak curiga, Avery, sobat, kau tahu kan dia akan curiga bahwa Yang Mulia sudah tahu statusnya jika dia sama sekali tidak pernah dipanggil lagi ke dalam Pertemuan,"

"Dengan demikian dia dan juga si Pecinta Darah Lumpur Dumbledore itu tetap percaya bahwa mereka bisa menyusup. Dan kita bisa memberikan informasi yang salah,"

"…jebakan," balas Avery, lalu semua tertawa terbahak-bahak lagi.

"Aku ingin membayangkan bagaimana mukanya jika ia tahu apa yang kita bicarakan," Nott menimpali dengan gayanya yang menyebalkan, Sesungguhnya semua yang di situ bergaya menyebalkan.

"Severus yang malang," Crabbe menirukan suara perempuan centil, "dia tidak tahu kalau pertemuan-pertemuan yang dihadirinya memang dirancang khusus untuk menyiksanya,"

Snape sudah gatal saja hendak keluar dari semak dan menyerang mereka, ketika moncong anjing hitam di sebelahnya mendadak mendengus-dengus ke atas, ke udara. Ia menggeram pelan lagi, lalu mengisyaratkan agar mereka pergi dari situ.

Snape hendak membantah, namun kemudian ingat tadi ia nyaris ketahuan jika tidak menurut. Maka ia melangkah secepat ia bisa tanpa suara.

Setelah dalam jarak yang aman ia berbalik, dan melihat dua sosok lagi ber-Apparate. Voldemort tentu, beserta Pettigrew, karena sosok-sosok Pelahap Maut tadi nampak membungkuk padanya.

Snape menghela napas. Ia rela memberikan apa saja untuk mengetahui apa yang sedang dibicarakan. Ia tidak bisa menggunakan Inaudio di sini, itu sama saja dengan mengumumkan kehadirannya. Voldemort tentu dapat melacak penggunaan sihir di sekitarnya dalam jarak tertentu. Huh, seandainya saja ia dulu lebih memperhatikan dalam pelajaran Transfigurasi tentang bagaimana beranimagi.

Ngomong-gomong tentang animagi, ia teringat anjing hitam tadi. Ia menoleh ke sekitarnya namun anjing itu telah lenyap secepat kedatangannya tadi.

"Black," gumamnya.

Snape melangkah menjauhi tempat itu mencari jarak yang aman baginya untuk ber-Dissapparate.

Snape ber-Apparate di Hogsmeade, lalu berjalan secepat ia bisa ke kastil. Kalau saja ia bisa ber-Apparate langsung ke dalam kastil.

Setelah melalui jarak yang nampaknya tak habis-habis, sampailah ia ke depan patung gargoyle. Coklat Pralin desisnya, dan si gargoyle meloncat ke samping memberi jalan.

Tepat di depan pintu, pintu itu membuka sendiri. Heran, bagaimana ia selalu tahu segala hal, pikirnya, penasaran.

Di dalam sudah ada Sirius Black.

"Masuklah, Severus, kebetulan Sirius juga baru tiba,"

Snape masuk, memandang Sirius dengan pandangan menyelidik. Tapi Sirius cuma mengangguk padanya lalu melaporkan apa yang dilihatnya tadi pada Dumbledore.

Tidak banyak lagi yang belum diketahui Snape, hanya bahwa Sirius sempat maju lebih dekat setelah kedatangan Voldemort. "Aku tetap tidak bisa mendengar banyak, hanya sesuatu tentang ramuan, dan bahwa ramuan itu akan digunakan baik pada Muggle maupun pada penyihir," Sirius melihat pada Snape, kemudian melanjutkan, "tetapi hanya itu, karena jika aku lebih dekat lagi mungkin akan ketahuan. Kukira Voldemort dapat merasakan kehadiran animagi,"

"Mungkin," tukas Dumbledore, "tapi kita tidak akan mengambil resiko untuk membuktikannya bukan ?" Sirius menggeleng.

"Kukira hanya itu yang bisa kulaporkan hari ini. Mungkin beberapa hari lagi," ia kembali memandang Snape penuh arti, "jika bulan telah penuh, aku bisa mencari informasi lagi, bersama Remus,"

Dumbledore mengangguk, "pergilah. Hati-hati,"

Sirius kembali menjadi seekor anjing hitam besar, berjalan menuju pintu, ketika Snape menghentikannya.

"Black,"

Anjing itu tidak jadi menyentuh pegangan pintu,menoleh pada Snape.

"Terima kasih,"

Anjing itu mengangguk, menggonggong pendek, lalu melanjutkan membuka pintu, dan pergi.

"Apa maksudnya ia pergi mencari informasi beserta Lupin saat bulan penuh ?" Snape bertanya seolah pada dirinya sendiri, "apakah saat ia menjadi .."

"Kukira Remus kini sudah lebih dapat mengendalikan pikirannya saat ia menjadi manusia serigala, Severus," Dumbledore mengisyaratkan untuk duduk, lalu melanjutkan.

"Jadi, mereka mengira kau belum tahu kau sudah dicurigai ? " Snape menggeleng.

"Kelihatannya begitu. Kelihatannya mereka mengira, saya masih yakin bahwa Pangeran Kegelapan percaya pada saya,"

"Hmm, " Dumbledore mengusap janggutnya yang panjang keperakan, "kalau mereka ingin kita terjebak, maka kita akan pura-pura masuk dalam jebakan,"

Alis Snape terangkat.

"Kukira kita bisa mengumpulkan informasi lewat Sirius dan Remus,"

"Tetapi akan terlalu berbahaya. Kupikir tidak akan berapa lama juga mereka akan sadar, mengapa tiap kali ada seekor anjing atau serigala mengikuti mereka,"

"Tidak kusangka kau memikirkan nasib teman-temanmu, Severus,"

Snape mendengus. Sejak kapan ia berteman dengan Black dan Lupin ? Tetapi didengarkannya saja ucapan mentornya itu tanpa membantah.

"Severus," Dumbledore memandang bersungguh-sungguh, "kalau memang mereka sudah tahu kau ada di pihak .. ku. Maka kau harus lebih berhati-hati. Bahaya yang kau hadapi lebih besar .."

"Saya siap, Kepala Sekolah, seperti selalu yang saya ucapkan,"

"Aku tak meragukan itu. Tetapi jika keadaan menjadi terlalu berbahaya .."

"Saya harus membayar hutang saya, Kepala Sekolah, segala perbuatan saya dulu .." Dumbledore melambaikan tangannya menyuruhnya diam.

"Ada cara lain untuk membayar hutangmu, Severus, tidak harus dengan nyawamu. Kukira Severus Snape yang hidup dan utuh, lebih berharga daripada Severus Snape yang mati, bukankah demikian ?"

"Lebih banyak yang menginginkan saya .. tidak ada, saya kira,"

"Siapa ? Para siswa ? Sudah biasa, siswa di mana saja, Penyihir maupun Muggle, selalu menginginkan agar guru mereka 'sebaiknya menghilang saja' atau 'alangkah baiknya jika ia disambar petir' atau apapun semacamnya. Aku pernah jadi guru, kau tahu itu, Severus,"

Snape tidak bisa lagi membantah.

"Jika mereka tahu apa yang sedang kau lakukan sekarang, mempertaruhkan nyawamu sendiri, kurasa mereka akan memandang lain. Mereka bisa melihat seorang pahlawan,"

Snape menggeleng.

"Pahlawan, untuk mereka adalah, seorang muda, tampan, dan unggul dalam pertandingan. Pahlawan di mata mereka tidak akan memiliki rambut hitam berminyak, hidung bengkok, dan menghabiskan seluruh waktunya di ruang bawah tanah. Seperti itukah yang kau pikirkan, Severus ?"

Snape tersentak. Bertahun-tahun ia mengenal Kepala Sekolahnya ini, tetapi masih saja ia tersentak tiap kali beliau berhasil membaca pikirannya.

Dumbledore tersenyum, "Aku rasa kau lelah. Pergilah beristirahat,"

Snape mengangguk, berjalan ke arah pintu, membukanya dan keluar.

Tapi ia tidak kembali ke ruang bawah tanahnya.

Kakinya membawanya ke rumah sakit, dan tangannya mulai mengetuk pintu.