B A B 1 4

Lyra membukakan pintunya.

"Ah, Anda rupanya, Profesor. Masuklah,"

"Tidak mengganggu ?"

"Tidak, tidak sama sekali. Malah sebetulnya saya ingin menanyakan sesuatu pada anda, tetapi anda tidak berada di kantor tadi,"

"Oh ? Apakah itu ?"

"Anda tidak berkeberatan ?"

"Mengapa mesti keberatan ?'

Lyra tersenyum, lalu mengambil segulung perkamen yang sedari tadi membuatnya bingung, "Ini, Profesor, .. ,"

Dan keduanya terlibat dalam diskusi yang seru mengenai suatu ramuan.

Udara memang semakin dingin, tetapi suasana bagi anak-anak kelas lima malah terasa semakin panas. Guru-guru menumpuki mereka dengan PR, bacaan tambahan, tugas-tugas latihan, sementara kuis diadakan tiap awal pelajaran. Bila Hermione saja sudah mengeluh, apalagi yang lain ?

Maka perpustakaan selalu penuh, dan ruang rekreasipun tidak begitu ramai oleh canda lagi, tetapi oleh gemerisik helai buku yang dibuka, atau goresan pena bulu di atas perkamen. Paling-paling ditambah dengan gemeretak api di perapian.

Nampaknya ancaman OWL yang nyata-nyata di depan mata lebih menakutkan bagi anak-anak kelas lima dibandingkan kemungkinan bangkitnya kembali Kau-Tahu-Siapa. Setidaknya, hal itu juga belaku bagi Harry, sesaat sebelum melihat Hedwig di jendela.

"Hedwig, Snuffles sudah membalas lagi ? Cepat sekali .."

Harry tidak punya bayangan betapa dekatnya Sirius barusan dengan mereka.

Ia memberi isyarat pada Hermione dan Ron agar mendekat, hati-hati membuka gulungan perkamen itu di balik buku tebal Rune Kuno milik Hermione.

Harry,

Sesuatu mungkin akan terjadi, tetapi aku tidak tahu secara detil, apa atau kapan. Yang pasti, ini akan menyangkut Snape. Bantu awasi dia, Harry. Tidak, .. tidak, maksudku, ia tidak melakukan apapun yang patut dicurigai. Tetapi aku tahu, saat ini ia sudah menemukan bahwa Voldemort tidak lagi mempercayainya. Bahwa Voldemort hanya berpura-pura mempercayainya, untuk menyeret dia dan Dumbledore ke dalam jebakan.

Aku takut ia akan berbuat nekat. Bagaimanapun buruknya hubungan kami, kita semua tahu dia berada di pihak kita. Dan kebetulan saja aku tahu, bahwa karenanya ia nyaris saja kehilangan nyawanya.

Bantu dia, Harry, awasi dia, bila kau menemukan hal-hal yang mencurigakan, atau dia tidak hadir pada jadwal pelajarannya, misalnya, lekas beritahu Dumbledore.

Aku dan Remus akan mengawasi dari luar, dan kami juga akan terus mencari informasi lebih lanjut tentang arah gerakan Voldemort.

Tetap berhati-hati, Harry, juga kalian, Hermione dan Ron

Salam

Sirius

Harry membaca ulang surat itu dengan kebingungan.

"Apa sih maksud Snuffles ?"

Hermione menggeleng, "Aku juga tidak mengerti, bagaimana kita, murid kelas lima bisa membantu mengawasi seorang guru yang kadang kedatangannya saja tidak kita ketahui,"

"Yeah, dan aku juga sudah pernah bilang kan, bahwa Snape seperti bisa membaca pikiran kita ? Sebelum kita bisa mengawasi dia, dia dulu yang akan mengawasi kita," Ron menimpali.

Harry mengangguk setengah merenung.

"Saat aku bertemu Voldemort tahun lalu," Ron masih saja berjengit mendengar nama itu tapi Harry mengabaikannya, "dia mengatakan 'satu kurasa telah meninggalkanku untuk selamanya, dia akan dibunuh tentu saja' .. Kurasa Voldemort tidak bodoh, dia tahu siapa Snape, tahu sebenarnya kesetiaannya pada siapa," Harry menerawang.

"Harry, apakah kau pikir .." Hermione tidak berani meneruskan.

"Snape tahu bahwa Voldemort pasti akan mencurigainya. Namun tetap saja ia kembali ke sana. Meski ia tahu bahwa ia punya kemungkinan besar dibunuh," Harry menyuarakan pemikiran Hermione. Atau tepatnya pemikiran mereka bersama, karena Ron-pun nampak sepaham.

"Dia dalam bahaya besar Harry,"

"Lalu apa daya kita ? Bahkan Sirius-pun belum tahu secara detil rencana gerakan Kau-Tahu-Siapa. Kita bisa apa ?"

Hening.

"Paling tidak, kali ini aku sudah menyelesaikan semua tugas Ramuan dan Pertahanan terhadap Ilmu Hitam-ku, tepat waktu," keluh Ron kusut, "itu kalau bisa dikatakan kita membantu mempersiapkan diri kita sendiri,"

"Ya, dan kau mengerjakannya dengan sukarela, " Hermione menambahkan, "baru kali ini terjadi, kau tidak mengerjakannya dengan asal-asalan, atau meniru punyaku,"

"Kapan aku meniru punyamu ?" kilah Ron dengan pandangan --pura-pura-- terluka. "Lagipula aku harus menepati janjiku, dia sudah menyelamatkan Ginny," kali ini Ron serius.

Tapi Harry masih tenggelam dengan pikirannya sendiri. Hingga detik ini kedua sahabatnya belum diberi tahu soal mimpinya.

Hari sudah gelap ketika Snape dan Lyra menyelesaikan diskusi mereka. Sudah bertumpuk buku dan perkamen referensi digelar, bercangkir teh dihabiskan.

"Profesor," Lyra seakan baru tersadar, "apakah .. apakah tadi Anda datang kemari untuk suatu keperluan ? Ada yang bisa saya bantu ?"

Snape menggeleng, "Tidak ada alasan khusus, kukira,"

"Oh,"

Lyra membereskan buku-buku dan gulungan perkamennya dalam diam.

"Lyra,"

Ia menoleh.

"Boleh aku .. minta bantuanmu ?"

"Tentu saja, semampu saya,"

"Kau tahu suami istri Longbottom ?"

"Auror Frank, dan istrinya, ya. Saya melihat mereka di St Mungo,"

Snape seperti kesulitan menemukan kata-kata.

"Kau tahu apa yang terjadi dengan mereka ?"

"Efek-Cruciatus level Tertinggi, saya kira,"

"Tepat sekali,"

"Profesor ..?"

"Aku menemukan Ramuan Anti-Efek Cruciatus untuk level ini," Snape kelihatan berhati-hati berbicara, "Hanya bisa efektif jika diramu oleh mereka yang punya hubungan darah langsung dengan korban,"

"Maksud Anda, Neville ?"

"Sesungguhnya bukan hanya dia. Bisa saja kakak atau adik, ayah atau ibu Frank maupun Nadya. Tetapi kurasa Neville lebih tepat, karena dia berhubungan darah langsung dengan keduanya,"

"Lalu Anda meminta saya untuk ..?'

"Saat ini ia sedang meramunya. Langsung di bawah pengawasanku. Kau tahu ini masuk Level Konsentrasi Tertinggi," Snape menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Jika terjadi sesuatu denganku, maukah kau melanjutkan pengawasan ? Maksudku, Longbottom ini bukan siswa yang .."

"Dia terkenal ceroboh, kurang konsentrasi, mudah gugup, ya, Profesor, saya telah mendengar reputasinya. Tetapi mengapa saya ? Dan mengapa anda merasa tidak dapat melanjutkan pengawasan ?"

"Kau satu-satunya yang memiliki kemampuan di bidang Ramuan cukup tinggi untuk mengerti,"

"Saya merasa tersanjung," Lyra masih bingung, "tetapi mengapa ?"

Snape diam cukup lama sehingga Lyra merasa khawatir ia tersinggung dan tidak mau menjawab.

Tetapi akhirnya ia membuka mulut juga.

"Kau satu-satunya yang kupercaya. Selain Dumbledore, tentunya. Aku merasa .. Pangeran Kegelapan sudah merasakan apa yang aku lakukan .. pengkhianatan, .. perlawanan .., Tetapi aku tetap harus melaksanakan tugasku,"

Lyra merinding. Ia ingat kejadian dua kali menyembuhkannya dari efek-cruciatus.

"Profesor .. ,"

"Lyra, belum pernah aku merasa khawatir seperti sekarang. Aku takut gagal," Lyra hampir tidak bisa mempercayai ucapan lirih yang keluar dari mulut laki-laki di hadapannya ini, "tidak .. tidak .. aku tidak takut mati. Hanya, aku takut, jika aku gagal, banyak rencana yang tidak dapat berjalan. Maksudku, aku satu-satunya yang pernah .. bergabung dengannya. Aku merasa banyak yang bertumpu padaku. Berharap banyak padaku. Jika aku tidak dapat memenuhi harapan itu .. Dan bila Pangeran Kegelapan sampai berkuasa lagi .., " suaranya seakan berada di alam lain. Hampa. Senyap.

Lyra seakan melihat sisi lain dari seorang yang biasanya ditakuti siswa. Termasuk ia dulu.

"Profesor ..," Lyra mencoba berhati-hati memilih kata, "Kita semua sedang berjuang melawannya. Anda tidak seharusnya menanggung beban berat ini sendiri,"

Snape menatap langsung ke mata Lyra, yang tak berani membalas tatapannya, menunduk.

"Karena itu kau kuminta membantuku mengawasi Longbottom,"

Kali ini Lyra mengangkat kepalanya, "Akan saya coba,"

Snape mengangguk Seulas tipis senyum nampak di bibirnya, "Salinan formulanya akan kuberikan padamu segera. Pelajari, dan mungkin kita, kau, aku, beserta Longbottom, perlu bertemu dulu satu atau dua kali untuk penyelarasan prosedur,"

"Baik, Profesor,"

"Terimakasih, Lyra,"

"Tidak perlu, Profesor, itu sudah kewajiban saya,"

Snape melangkah ke pintu, "dan satu lagi Lyra,"

"Ya ?"

"Kita bukan guru dan murid lagi. Karena aku sudah memanggilmu Lyra, mengapa kau tetap memanggilku: Profesor ?"

Lyra merasa mukanya memerah, "Err, agak aneh rasanya Profes .. ,"

Alis Snape terangkat.

"Ah, ya, baiklah, .. Severus,"

Satu senyum lagi mencapai matanya.

"Selamat malam Lyra,"

"Malam,"

Dia masih belum terbiasa.

Mungkin liburan natal kali ini adalah natal pertama Harry tidak berada di Hogwarts. Surat Mrs Weasley datang, mengabarkan Percy akan menikah setelah Natal. Anak-anak Weasley tentu saja akan pulang semuanya, berikut Harry juga (Kedatangan Harry ke The Burrow rupanya sudah dianggap 'pulang' oleh Mrs Weasley).

Ron jauh-jauh hari sudah mengancam Ginny agar tidak dekat-dekat mempelai pada saat pelemparan buket bunga.

"Kau gila, apa?" sungut Ginny kesal, "memangnya aku mau cepat-cepat menikah seperti Percy ? Biar aku perempuan, tapi aku tidak mau cepat-cepat kawin,"

Hermione mengangguk setuju. Dia dan Lyra, berikut Mr dan Mrs Granger juga diundang. Tapi Hermione akan melewatkan liburan Natal bersama keluarganya dulu, nanti pada hari pernikahan baru akan bergabung dengan mereka. Lyra juga mungkin hanya datang pada saat pernikahan, walaupun Mrs Weasley berkata sudah menyiapkan kamar untuknya jika Lyra juga menghabiskan libur Natal di The Burrow.

'Matron sekolah tidak boleh meninggalkan tugas lama-lama, Mrs Weasley' begitu alasan Lyra dalam surat yang dikirimkannya lewat burung hantu pagi ini untuk membalas undangan Mrs Weasley.

Setelah burung hantu dikirimkan, Lyra membereskan mejanya. Terjemahan Pengobatan Tradisional Cina-nya menyita sebagian besar tempat. Snape menjanjikan salinan formula Anti-Efek Cruciatus hari ini, dan ia ingin mempelajarinya dengan seksama.

Sebuah ketukan di pintu. Tepat waktu, seperti biasa.

"Yang aku janjikan," Snape mengangsurkan gulungan perkamen padanya.

"Terimakasih .."

"Aku yang harus berterimakasih,"

"Sudahlah," Lyra menumpuk seluruh naskah Cina-nya dalam satu tumpukan berikut perkamen-perkamen yang ada. Segulung perkamen terjatuh, terguling tepat dekat kaki Snape.

"Undangan pernikahan ?" Snape melirik tulisan yang tertera sebelum menyerahkannya kembali pada Lyra.

"Percy. Weasley,"

"Hmm,"

Sejenak Lyra merasa tidak enak. Mungkin, kemungkinan besar, Snape tidak diundang.

Tapi kemudian Snape sudah mengajaknya berdiskusi soal salinan formula yang tadi dibawanya.

"Jadi kukira, kita bisa bertemu bertiga sesudah liburan natal ini, agar Longbottom terbiasa juga dengan cara kerjamu. Tetapi kuharap tidak jauh berbeda dengan caraku,"

"Profes .. mm, maksudku, Severus .."

"Ya ?"

"Apakah ini benar-benar perlu ? Maksudku, Anda .. kau .. mempersiapkan seolah-olah .. tidak akan pernah kembali lagi .."

"Tidak akan pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi,"

Lyra tidak membantah.

"Kau pulang natal ini ?"

Lyra mengangguk, "tidak banyak siswa yang tinggal. Bahkan Harry saja tidak. Nampaknya matron tidak begitu diperlukan sat ini. Aku pulang malam Natal, menghabiskan natal dengan ayah-ibuku, lalu esoknya menghadiri pernikahan Percy, di kediaman keluarga Clearwater tentu saja. Sudah. Ada apa ?"

Snape menggeleng.

"Kalau boleh aku tahu, .. pernahkah kau menghabiskan liburan di tempat lain selain di sini ?"

Lyra tahu ia membuat kesalahan lagi dengan menanyakan hal se-sensitif ini.

"Maaf ..,"

"Tidak apa. Aku sudah terbiasa," lanjutnya, lalu suatu pertanyaan yang tak terduga, "Lyra, dengan penampilanmu seperti ini, kepribadianmu seperti yang kukenal dalam waktu yang singkat ini, tidak pernahkah ada seseorang yang mengajakmu menikah ?"

Kali ini Lyra yang terdiam. Luka hati yang lama terkoyak lagi.

"Kami, .. Steve dan aku sudah hampir menikah,"

"Lalu ?"

"Steve meninggal," Pendek. Tapi cukup untuk membuka lagi memori lama yang selama ini tertutup. Ditutupi, diselubungi, dengan rapi. Dengan harap tak akan lagi ada yang akan menyentuh.

"Oh .. Kali ini aku yang harus minta maaf ..,"

Lyra menggeleng, "Sudah lama sekali. Aku sudah bisa menyebut namanya tanpa menangis lagi, kini,"

Lyra mendekati perapian dengan mata menerawang, "kau kira untuk apa aku selama ini berpindah-pindah pekerjaan, mencari negeri-negeri yang jauh ?"

"Kau ingin .. melupakannya ?"

Hening.

"Maaf. Jika kau tak ingin membicarakannya .."

Lyra menoleh, "Tidak apa. Suatu saat akan ada yang bertanya juga kelak. Steve Chan, dia Muggle, ayahnya Cina, ibunya Inggris. Dia murid sekolah pengobatan tradisional itu,"

"Dia tahu kalau kau penyihir ?"

Lyra mengangguk. "Kalau tidak salah, ada leluhurnya yang juga penyihir. Dulu sekali, di jaman kerajaan,"

Snape menghela napas, "Dengar, aku benar-benar minta maaf. Bukan maksudku untuk .."

"Sudahlah. Tidak perlu dipikirkan,"

"Jadi .. selamat berlibur,"

"Anda juga, Prof .. emm, Severus,"

Alis Snape terangkat. Tapi dia tersenyum juga.

Lalu meninggalkan tempat itu tanpa bicara lagi.

Pagi hari Natal Snape terbangun dengan perasaan kosong. Hogwarts sepi kali ini. Biasanya dia paling menyukai saat-saat seperti ini, tanpa anak-anak berkepala kosong yang menyebalkan itu. Entah mengapa ia dulu mau saja menerima tawaran Dumbledore untuk mengajar, jelas-jelas ia bukan tipe pendidik.

Tapi kali ini ia merasa sepi. Seperti kehilangan sesuatu.

Tumpukan hadiah di mejanya dilihatnya sambil lalu. Dumbledore dan McGonagall, tidak pernah absen. Biasanya mereka memberi buku, atau apapun yang berkaitan dengan Ramuan. Snape mengeluh, seolah-olah dirinya sudah diidentikkan dengan Ramuan, Ramuan, dan Ramuan ..

Satu bungkusan yang lain menarik perhatiannya. Dibukanya tanpa antusias. "PENGOBATAN TRADISIONAL CINA, Benarkah Kesemuanya Ini Ramuan Muggle ?"

Cepat dibukanya, mencari pengirimnya, jangan-jangan .. ia berharap ..

Tertulis dengan huruf-huruf kecil yang rapi pada halaman pertama :

Guru adalah mereka yang menjadikan dirinya jembatan

Para murid diundang untuk menyeberanginya

Setelah semua menyeberang,

dengan senang hati mereka mengundurkan diri

Dan mendorong para murid

Untuk menciptakan jembatan sendiri

(Nikos Kazantzakis)

Selamat Natal - LF