B A B 1 6

Lyra terbangun dengan perasaan aneh. Di mana ia berada .. pikirnya, dan disadarinya ia berada di kamarnya sendiri, di tempat tidurnya, di apartemennya. Tapi ia merasa tidak pernah .. Lyra tersentak bangun.

"Hati-hati .."

Snape. Lyra ingat tadi sedang mengeluarkan formula itu ..

"Kau tidak apa-apa ?"

Snape bangkit dari kursinya. Rupanya sedari tadi ia duduk di sisi pembaringan, menungguinya, sambil menelaah arsip rekam-medik mereka tadi.

Lyra menggeleng, "Jam berapa sekarang ?" ia memandang ke arah jam dinding, pandangannya masih nanar. Ia menyipitkan matanya,

"Hampir tengah malam,"

Kali ini Lyra benar-benar bangkit dan turun dari tempat tidurnya, "Kita kembali ke Hogwarts, makin cepat ramuan itu selesai, makin baik,"

"Kau tidak apa-apa ?" Snape mengulang.

"Tidak. Aku baik-baik saja. Maaf merepotkanmu,"

Snape masih mengikutinya dengan pandangan tak percaya saat Lyra membereskan seluruh arsip rekam mediknya, bersiap untuk berangkat.

"Aku yakin. Aku tidak apa-apa," ulang Lyra melihat pandangannya.

"Biar kubawakan," Snape meraih kotak kumpulan sampel darah dari meja, "kalau kau yakin,"

Lyra mengangguk. Tanpa bicara kemudian mereka keluar dari apartemen, Lyra mematikan lampu, menguncinya dengan Alohomora selain dengan kunci Muggle biasa, lalu mereka mencari tempat untuk berDisapparate.

Menyusuri koridor menuju ke ruang bawah tanah, sekali lagi Snape masih menyampaikan keraguannya,

"Apakah kau yakin kau tidak apa-apa ? Bagaimana kalau kau beristirahat saja, biar aku saja yang mengerjakannya ?"

Lyra melambaikan salinan formula dalam tulisan Cina itu, "Kau yakin bisa mengerjakannya sendiri ?"

Snape menyerah.

Di pintu ruang bawah tanahnya sudah menunggu seekor phoenix merah keemasan.

"Fawkes," desis Snape.

"Dia memang tahu segalanya, bukan ?" Snape memandang bertanya pada Lyra atas pertanyaannya ini, "salah satu bahannya adalah air mata phoenix," Lyra menunjuk pada lembaran yang dipegangnya.

Snape membukakan pintu dan Fawkes mendahului masuk, disusul Lyra. Fawkes mulai meneteskan airmatanya di atas sebuah tabung sementara Lyra menerjemahkan karakter demi karakter tulisan yang rumit itu. Snape sementara itu memperhatikan dengan penuh minat, dan mengecek satu persatu bahan dari lemarinya setiap kali Lyra selesai menyalinnya ke dalam bahasa Inggris.

"Kau punya ginseng 1000 tahun ?" Lyra seperti sudah menerka jawabannya karena ia segera melanjutkan, "Kuambil dulu di lemariku," tanpa menunggu jawaban ia segera menghilang di balik pintu.

Kembali ke ruang bawah tanah Lyra melihat Snape masih memandang salinan formula itu dengan kagum.

"Ada apa ?"

"Brilian, sungguh sangat brilian. Begitu sederhana, dengan bahan-bahan yang sangat biasa, tetapi bisa membuatnya menjadi sangat berkhasiat. Aku hampir tidak percaya ini adalah ramuan Muggle,"

"Sederhana memang karakter Guru Besar Ling Zhi. Aku ingat beliau pernah berkata bahwa ramuan favoritnya adalah irisan bawang merah dicampur bubuk bji pala .."

Alis Snape terangkat.

"Karena seorang anak lima tahun sekalipun bisa mempersiapkannya untuk adik bayinya yang sedang demam,"

Snape nyaris tersenyum, menggelengkan kepalanya.

"Karena kesederhanaannya inilah, segala masalah ini berawal," suara Lyra menerawang.

"Saudara seperguruan Guru Ling, Chao The Lou, dari dulu sangat menginginkan jabatan Guru Besar. Karakter mereka jauh berbeda. Chao sangat menyukai membuat ramuan yang hebat-hebat, dari bahan yang langka dan mempunyai khasiat dahsyat. Tak peduli yang dibuatnya itu ramuan racun atau obat. Konon guru mereka dulu sampai harus sering-sering memperingatkan bahwa Chao adalah murid perguruan pengobatan. Tetapi ia tidak peduli. Ia tidak peduli bahwa tujuan perguruan adalah membuat Ramuan Penyembuh, bukan sekedar ramuan yang menakjubkan. Bahwa tujuan mereka adalah menyembuhkan sebanyak mungkin orang, sebanyak mungkin jenis penyakit, bukannya menciptakan penyakit dan kesengsaraan baru,"

Sementara Lyra bercerita mereka mulai menyiapkan bahan-bahan, meracik, dan menimbang. Snape menyentuhkan tongkatnya dan api menyala di bawah kuali.

"Chao tidak mau tahu itu. Ia marah pada mendiang guru mereka, karena memilih Ling Zhi menggantikannya memimpin perguruan. Ia menyatakan diri keluar dari perguruan, dan mengumumkan Tantangan Tabib,"

"Kau tahu apa itu Tantangan Tabib ?" Lyra mulai memasukkan bahan-bahan ke dalam kuali.

"Semacam Duel Penyihir, mungkin ?"

Lyra mengangguk, "Semacamnya. Tabib penantang melukai atau meracuni seseorang, kemudian mengirim orang tersebut pada tabib yang ia tantang. Bila tabib tertantang tidak berhasil menyembuhkan orang itu, maka tantangan dimenangkannya,"

"Chao terus menerus menantang Guru Ling, dan Guru Ling terus menerus pula memenangkannya. Atau tepatnya, perguruan. Karena yang menangani kebanyakan murid-muridnya. Tepatnya ada duabelas tantangan sebelum ini. Steve mulai dipercaya menangani sejak tantangan ketujuh, dan aku sendiri mulai masuk tim sejak tantangan kesepuluh,"

"Tetapi tantangan ketigabelas ini berbeda. Biasanya penantang memilih seorang untuk dilukai atau diracuni. Kali ini Chao mungkin sudah habis kesabarannya, ia meracuni mata air sebuah desa. Dan hasilnya adalah seluruh desa keracunan, persis seperti yang sedang kita hadapi ini."

"Kami bekerja keras siang malam untuk ini. Setelah formula berhasil ditemukan, sedianya akan segera dikirim ke desa, pada tim kami yang menunggu di sana, untuk segera diramu. Tetapi Steve seperti sudah mendapat firasat. Ia membuat salinan formula ini. Menyuruhku mengantarnya ke sana, lewat jalan yang berbeda, sementara ia membawa formula aslinya lewat jalan biasa. Ternyata firasatnya benar. Ia tidak pernah sampai di desa .." lirih suara Lyra.

"Lembaran formula yang berbercak darah itu .." Snape tidak meneruskan pertanyaannya.

"Kecelakaan mobil, menurut yang berwajib. Kami menduga keras itu sabotase. Tetapi sekalipun kepolisian juga menduga sabotase, mereka tidak pernah menemukan bukti. Kami tidak dapat berbuat apa-apa."

"Tetapi adik-adik seperguruanku yang marah atas kematian Steve, seminggu setelah Steve diperabukan menyerang markas Chao, meledakkan dan membakar semuanya. Polisi tidak berbuat apa-apa. Mereka juga kukira sudah curiga atas semua tindakan kejahatan Chao, tetapi tidak berdaya sebab tidak menemukan bukti. Makanya sama sekali tidak ada penahanan, bahkan pertanyaanpun tidak, Polisi hanya mengeluarkan pernyatan bahwa ledakan di perguruan Chao semata-mata karena kecelakaan."

"Guru Ling sendiri yang mengidentifikasi bahwa Chao turut mati terbakar, beserta 20 pengikutnya. Karena itu aku heran, bagaimana ramuan ini bisa sampai keluar lagi, di sini, di Inggris ?"

"Kau tidak melihat sendiri ?"

Lyra menggeleng, suaranya seperti dipaksakan, "Aku tidak tahu. Mereka bilang aku berkali-kali pingsan saat itu. Malam penyerangan itu .. seharusnya adalah malam pernikahan kami. Adik-adik berkata bahwa penyerangan itu adalah kado untuk pernikahan kami,"

Hening. Hanya tangan-tangan yang bergerak, mengiris, menumbuk, menimbang, mengaduk ..

"Maaf, kalau membosankanmu,"

Snape menggeleng, "Tidak, aku yang harus minta maaf. Aku tidak bermaksud mengungkit .."

Hening lagi.

"Seandainya aku mengenal Guru Ling, mungkin tidak akan seperti ini ..,"

Lyra memandang bertanya.

"Kesederhanaan. Kerendahan hati. Kesemuanya itu tidak pernah ada dalam kamusku. Dari dulu aku selalu diharuskan menjadi yang terbaik. Sejak kecil ayah selalu mendorong agar aku mampu melakukan lebih dari anak-anak sebayaku, mempelajari berbagai kutukan, bermacam ramuan. Hanya kata 'terbaik' atau 'nomor satu' yang masuk dalam hitungan. "Cukup baik' tidak cukup untuk ayahku"

"Bahkan Hogwarts memanggilku saat aku baru berusia sepuluh tahun. Setahun lebih muda dari rekan-rekan sekelasku. Menjadi yang termuda tidaklah mudah, meskipun kepandaianku melebihi mereka. Aku terus menerus ingin berusaha membuktikan bahwa aku lebih dari mereka."

"Kau pernah merasa menjadi matahari ?" Snape tidak menunggu jawaban Lyra atas pertanyaannya ini, "kau merasa menjadi pusat segalanya. Semua berputar mengelilingimu. Namun seiring dengan waktu kau akan mengetahui. Bahwa kau ternyata hanya satu dari jutaan bintang pengisi semesta,"

"Hingga aku masuk Hogwarts, kemudian mengenal para Pelahap Maut, aku merasa menjadi seperti matahari. Kukira dengan menjadi Pelahap Maut akan mewujudkan impianku untuk menjadi yang terhebat. Tetapi satu-satunya mimpi yang boleh diwujudkan oleh para Pelahap Maut ternyata hanyalah mimpi Pangeran Kegelapan sendiri saja." Lyra merasa Snape gemetar membicarakan ini.

"Lama kelamaan membuatku muak. Sebetulnya segera setelah lulus Dumbledore sudah menawariku untuk mengajar di sini," Lyra mengangguk, ia telah mendengar desas-desus ini, "tetapi aku menolak. Aku lebih memilih mengejar mimpi. Mimpi yang kosong ternyata."

"Dan mimpi itu berakhir ketika aku melihat tugasku berikutnya. James Potter. Lily Evans. Aku tidak pernah menyukai James. Aku bahkan .. membencinya. Tetapi aku tidak pernah berpikiran untuk membunuhnya. Ia bahkan pernah menyelamatkan hidupku. Dan Lily .. " Snape tidak melanjutkan. Ia menarik napas panjang.

"Aku tidak berpikir panjang lagi, segera menemui Dumbledore, memberitahunya agar memperingatkan mereka,"

"Jadi kaulah informan yang dikatakan orang ?"

Snape mengangguk.

"Dumbledore bertindak, mengatur perlindungan, Mantra Fidelius, kurasa. Aku tahu, biarpun aku tidak melakukannya, mereka tetap tidak akan luput. Pangeran Kegelapan sendiri yang akan melakukannya."

"Aku begitu terpukul ketika tahu bahkan dengan perlindungan yang diatur oleh Dumbledore sekalipun tidak bisa melindungi mereka. Melindungi Lily .."

"Pettigrew ?"

"Darimana kau tahu ?"

"Hermione memberitahuku."

"Ah, ya aku lupa bahwa Miss Granger masih terhitung keponakanmu,"

"Tetapi kau sudah berusaha .."

"Tidak. Semua ini tidak akan terjadi jika aku tidak pernah menempuh jalan itu. Aku sudah gagal. Aku ingin menjadi yang terbaik, tetapi bahkan cukup baik pun aku tak bisa," Lyra memperhatikan sementara tangannya terus mengaduk cairan di kuali.

"Saat aku kembali ke sini, Dumbledore menerimaku. Mendengarkan. Menyimak. Memperhatikan. Memahami. Aku tidak ingin berbuat kesalahan lagi. Tetapi aku tidak bisa menghadapi dunia lagi. Aku tidak ingin mereka mengetahui kesalahanku. Kegagalanku."

"Jadi itu sebabnya kau membenci Harry ? Bukan semata-mata karena kau membenci James ? Bukan semata-mata karena ia adalah anak James ? Tetapi karena ia adalah refleksi kegagalanmu ?" Snape tidak menjawab. Lyra prihatin melihatnya. Bagaimana ada orang bisa membenci diri sendiri seperti ini ?

"Defense Mechanism," Lyra bergumam lirih.

"Apa ?"

"Tidak, tidak apa-apa,"

Snape memandangnya dengan pandangan yang biasanya membuat siswa mengeluarkan barang yang disembunyikan di balik mejanya.

"Defense Mechanism. Pertahanan diri. Suatu bentuk mempertahankan diri dengan menampilkan tingkah laku yang berlawanan dengan kondisi yang sebenarnya. Berusaha menjauhkan diri dari pikiran atau perasaan yang tidak dapat kita terima,"

"Selama ini sikapmu terhadap para siswa, hanyalah bentuk menutupi diri. Mempertahankan diri. Defense Mechanism itu memang cara termudah bagi pengecut untuk menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan,"

"Beraninya kau .." Snape tidak dapat menemukan kata-kata. Mukanya memerah

"Tapi kau akui itu benar bukan ?" Lyra tidak mengetahui darimana ia mendapat keberanian untuk mengatakan ini.

Snape terdiam, berbalik memunggungi. Lyra tidak tahu harus berkata apa.

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya ?"

"Karena aku mengalaminya,"

"Kau ?"

"Bertahun tahun aku mencoba menyangkal bahwa Steve sudah mati. Bahwa aku sedih, bahwa kematiannya mengubur separuh hidupku. Aku mengatakan pada semua orang bahwa aku mampu menerima kenyataan ini. Bahwa aku punya kehidupan untuk kujalani sendiri, walau tanpa Steve."

"Untuk apa kau pikir aku bekerja keras, berpindah-pindah tempat ? Untuk memperlihatkan pada dunia bahwa aku tegar, bahwa hidupku berjalan seperti biasa, tidak ada pengaruh apapun dari kematian Steve."

"Namun kenyataannya ? Baru melihat tulisan terakhirnya yang berbercak darahnya saja, .."

Hening lagi.

"Cairan ini mungkin sudah stabil sekarang," Lyra lega menemukan pengalih perhatian.

Ia menyendoknya ke dalam sebuah piala. Membawanya ke meja. Duduk di sana. Snape mengambil tempat di seberangnya.

Lyra mengambil sebuah botol kecil sampel darah. "Yang ini adalah dari kelompok yang kita asumsikan sebagai Muggle," Darah yang berwarna gelap kehitaman itu diambilnya setetes dengan pipet, hati-hati diteteskan di atas cawan petri. Lalu dengan pipet yang lain ia mengambil setetes ramuan dari piala yang masih mengepulkan asap, dan meneteskannya pada darah itu. Perlahan warna gelap kehitaman itu pudar, berubah menjadi merah semerah darah pada umumnya.

"Berhasil," kata Lyra datar, "pada Muggle. Sudah pernah dicoba, delapan tahun lalu. Sekarang dari kelompok yang kita asumsikan sebagai penyihir, betapapun sedikitnya kadar kepenyihiran dalam dirinya,"

Ia mengambil lagi setetes darah gelap kehitaman dari botol kecil yang dikelompokkan berbeda dengan botol-botol yang tadi. Kelompok kedua ini hanya terdiri dari beberapa botol, dari seratus lebih sampel darah yang ada.

Darah ini diteteskan juga pada cawan petri yang lain. Lalu ia mengulang gerakannya tadi, meneteskan ramuan pada darah. Warna gelap kehitaman itu pudar juga, tetapi Lyra masih menunggu dengan tegang.

Betul saja. Pudarnya warna darah tidak berhenti sampai warna merah. Darah itu terus memudar, terus .. terus .. hingga akhirnya putih susu, tidak, .. tidak, masih terus. Hingga akhirnya .. bening sebening air ..

"Inilah yang aku takutkan," gumam Lyra, "Aku punya dugaan siapapun yang melakukan ini mengira aku akan melakukan kecerobohan. Karena aku pernah menangani kasus ini, maka langsung kubuat ramuan penawarnya, dan langsung kuberikan pada semua,"

"Kalau itu terjadi, maka para Muggle akan pulih kembali, tetapi .. para penyihir akan mati karena kehabisan darah,"

"Mengapa bisa terjadi demikian .. maksudku perbedaan ini," Snape tercenung.

"Ada satu bahan yang ditambahkan pada ramuan asli, bahan yang hanya berpengaruh pada para penyihir. Belum aku ketahui bahan apa itu .. dan bagaimana kita bisa membuat penawarnya," Lyra kelihatan gundah.

"Orang ini, siapapun dia, pasti tahu siapa aku. Berharap aku lengah, tergesa-gesa memberikan penawar yang sama pada semua pasien,"

"Dia pasti tidak mengira kita seteliti ini," Snape mencoba menghibur.

"Kau yang menemukannya," Lyra memandangnya tidak percaya.

"Mm. Jadi .. bagaimana tindakan kita sekarang ?"

"Ramuan itu masih perlu dididihkan dengan api kecil, hingga tiga jam lagi.Tapi sudah stabil, tidak perlu diaduk lagi,"

"Jadi para Muggle dapat terselamatkan, besok pagi. Bagaimana dengan kaum penyihir ?"

"Kukira kita bicarakan pada Steinhauser untuk memindahkannya ke St Mungo. Setidaknya di St Mungo perawatannya lebih .. cocok untuk mereka,"

Snape mengangguk. Ia mengecilkan api, menutup kuali dan meletakkan tanganya di sana beberapa detik sambil menggumamkan mantra.

"Kemari," katanya tanpa pemberitahuan menggenggam tangan Lyra, dan menerakan telapak tangannya juga di atas tutup kuali, "nah. Kuali ini hanya bisa dibuka oleh salah seorang di antara kita,"

Lyra merasa wajahnya memerah. Tapi ia menyahut juga, "Kau pikir siapa yang berani mengusik ramuan ini, di sini, di ruanganmu ?"

"Hanya jaga-jaga,"

Lyra terpaksa mengangguk menyetujui. Lalu ia membereskan semua arsip, lembaran formula, yang kemudian disimpan Snape di lemari rahasianya, sampel darah, dan semua sisa-sisa bahan ramuan.

"Pergilah istirahat,"

"Kau juga. Ramuan itu sudah tidak perlu diaduk lagi, biarkan saja begitu sampai tiga jam ke depan,"

Snape mengangguk. Lyra melangkah menuju pintu, "Dan kata-kataku tadi .. aku minta maaf,"

Alis Snape terangkat. Lalu ia menggeleng, "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Selamat malam, Lyra,"

Lyra menghela napas, "Malam, Severus,"