B A B 2 0
Hari sudah pagi, matahari menerobos masuk dari jendela, ketika Snape terbangun. Sepi. Beberapa detik ia mengumpulkan ingatan, sebelum tirai biliknya dibuka. Lyra masuk .
"Hai. Sudah bangun ? Bagaimana perasaanmu ?"
"Baik. Bagaimana Potter dan Weasley ?"
"Mereka baik-baik saja. Anak-anak semua sudah pergi sarapan di Aula Besar," sahut Lyra tanpa ditanya.
"Semua ?"
"Malfoy juga sudah sadar, dini hari tadi,"
"Oh,"
"Aku bawakan sarapanmu ?"
Snape mengangguk. Beberapa detik Lyra menghilang di balik tirai, dan ia kembali lagi dengan sebuah baki.
"Duduklah di sini," pinta Snape, "kalau kau tidak ada pekerjaan lain,"
"Tidak," Lyra mengambil tempat di kursi di sisi pembaringannya, "ramuan untuk para penyihir sudah stabil, tinggal dididihkan dengan api kecil selama tiga jam ke depan. Wright dari St Mungo sudah kuhubungi, ia akan kemari pukul sepuluh untuk mengambil hasilnya,"
"Jadi semua sudah dibereskan,"
Lyra mengangguk. Untuk beberapa saat ia terdiam membiarkan Snape menghabiskan sarapannya.
"Aku senang kau kembali,"
Snape memandangnya, "Jujur saja, ada saat aku takut tidak dapat memenuhi janjiku .."
Lyra mengangguk pelan, "itulah yang aku cemaskan .."
Suara ketukan pelan di pintu.
"Biar kulihat," Lyra beranjak ke pintu.
Remus Lupin.
"Bagaimana keadaanmu sekarang ?" tanyanya berbasa-basi, mengambil tempat yang ditinggalkan Lyra. Lyra sendiri meninggalkan mereka setelah membereskan bekas sarapan.
"Sudah baikan,"
"Aku mau minta maaf .."
Alis Snape terangkat.
"Portkey itu. Tadinya aku dan Sirius yang berencana akan pergi. Aku sama sekali lupa kalau semalam .."
Snape memotong, "sudahlah. Aku yang harus minta maaf. Seharusnya aku membuatkanmu ramuan .."
"Kau tidak punya kewajiban untuk itu, Severus,"
Terdiam sejenak.
"Aku cemas sewaktu mengetahui anak-anak nekat itu yang pergi. Apalagi setelah aku tahu, Voldemort berhasil mengajak beberapa Dementor ke pihaknya. Aku khawatir Harry tidak dapat menangani para Dementor itu sendiri,"
"Tetapi Harry sudah cerita," Lupin melanjutkan, "Ia bilang patronusmu sangat mengagumkan,"
Terdiam lagi. Snape menghela napasnya dalam-dalam sebelum menyahut.
"Aku bahkan ragu bisa menciptakan Patronus itu,"
"Jangan bergurau, Severus. Aku tahu kemampuanmu lebih tinggi dari kami semua di sini, kecuali Dumbledore, mungkin. Terlepas dari kondisimu saat itu, .. ,"
Snape tersenyum getir. "Kau terlalu melebih-lebihkan. Aku tahu ilmu-ku cukup tinggi. Tetapi menciptakan Patronus, perlu konsentrasi pada .. peristiwa yang .. membahagiakan. Kau tahu itu. Kau kan ahli Patronus,"
Keduanya terdiam lagi.
"Maksudmu, kau tak bisa menemukan .. peristiwa yang .."
Snape mengangguk.
"Kala aku meninggalkan Pangeran Kegelapan, aku sudah di puncak keputusasaan. Aku datang pada Dumbledore, karena aku merasa bahwa dia akan mau mendengarkanku dulu sebelum menyerahkanku ke Kementrian. Ke Azkaban,"
Lupin mengangguk, menyimak.
"Setelah aku menceritakan segalanya, aku menyerahkan tongkatku padanya. Kukira ia akan mematahkan tongkatku, lalu menghubungi Kementrian," Snape menyandarkan kepalanya, memejamkan mata, menarik napas panjang lagi.
Kemudian ia membuka matanya, menerawang ke langit-langit seolah mencari sesuatu di sana.
Lupin menunggu, mendengarkan dengan sabar.
"Tetapi ternyata ia menyerahkan kembali tongkatku. Mungkin tongkat ini akan lebih bermanfaat bila berada bersamamu. Gunakan untuk sesuatu yang berarti. Itu yang dikatakannya,"
Snape menarik napas panjang. Lagi.
Lupin menatapnya tak percaya.
"Severus, itukah peristiwa yang membentuk Patronusmu ?"
Snape mengangguk.
"Tetapi itu, tujuhbelas .. hampir delapanbelas tahun lalu .."
Snape mengangguk lagi.
"Kau tak bermaksud mengatakan bahwa selama tujuhbelas .. delapanbelas tahun ini .. kau tak pernah lagi menemukan peristiwa yang .. tidak, tidak mungkin,"
Snape menarik napas lagi, lebih dalam kini, "Tetapi itulah yang terjadi,"
Lupin menatapnya prihatin. Orang di hadapannya ini, orang yang pernah sangat membencinya .. Mereka terdiam lagi beberapa saat.
"Maaf ..,"
Lupin berbalik. Lyra berdiri di ambang tirai dengan sebuah piala mengepulkan uap panas.
"Maaf mengganggu pembicaraan kalian, tapi kukira sudah saatnya minum obat lagi. Pemulih," kata yang terakhir ini ditujukannya pada Snape yang sudah memandangnya seperti anak kecil dipaksa minum obat oleh ibunya.
Lupin mengangguk, berdiri.
Lalu ia membungkuk mendekati wajah Snape, berbisik, "Kukira kau akan segera menemukan kebahagiaanmu lagi, segera," matanya berkilat-kilat menatap berganti-ganti antara Lyra dan Snape, "Lyra, aku serahkan kembali pasienmu," sambil melambai ia melangkah pergi.
Aula Besar sungguh riuh saat itu. Pengumuman Dumbledore bahwa Voldemort telah berhasil dikalahkan --tanpa menjelaskan oleh siapa, kapan, dan bagaimana--, sungguh mengejutkan. Berbagai rekaan menyebar dari mulut ke mulut, beberapa di antara mereka menoleh pada Harry seakan mengkonfirmasi. Tapi Harry hanya mengangkat bahu, tak mau berkomentar lebih lanjut.
Perhatiannya lebih tertuju pada kursi kosong di Meja Tinggi. Apakah Snape sudah sadar ? Bagaimana keadaannya sekarang ?
Lamunannya terputus ketika pos tiba. Errol mendarat dengan suara "guprak !" yang keras, dihadapan Ron, kelihatannya ia membawa surat lebih tebal dari kemampuannya. Ron membukanya hati-hati. Mrs Weasley. Rupanya Dumbledore langsung mengabarinya semalam, dan kini ia menulis pada Ron betapa bangganya ia, betapa cemasnya ia, dan lain-lain, dan lain-lain. Nampaknya surat ini ditulis sambil berurai air mata karena disana-sini tintanya nampak luntur. Ron nyengir membacanya, memperlihatkannya pada Harry.
"Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menghadapi reaksi Mum nanti kalau aku pulang,"
Harry tersenyum disela-sela usahanya membuka surat yang dibawa seekor burung hantu yang tidak ia kenal.
Dear Mr Potter,
Mungkin anda tidak mengenal saya, tetapi anda mungkin pernah mendengar nama saya sebagai pemilik Zonko. Apabila anda mempunyai waktu luang, saya ingin bertemu untuk membicarakan sesuatu. Mungkin sehabis menempuh ujian OWL anda ? Sabtu jam 10.00 bagaimana ?
Terimakasih sebelumnya,
Jameson Carrey
"Datang saja," saran Fred saat Harry memperlihatkan surat itu pada mereka, "mungkin mereka mau memberimu voucher atau sesuatu, sebagai ungkapan kegembiraan dikalahkannya Kau-Tahu-Siapa ..,"
Harry tidak melihat bahwa si kembar saling sikut sambil nyengir.
OWL berlangsung minggu itu. Hampir semua berkeluh kesah mengerjakannya.
"Aku heran, Snape masih mampu membuat soal sesulit ini, untuk kedua pelajarannya. Setelah apa yang dia alami," Ron mengeluh pada kedua sahabatnya.
"Ron !" Hermione mengingatkan.
"Iya, iya .. aku sudah janji tidak akan mengeluh lagi,"
Begitu OWL berakhir, anak-anak kelas lima seperti dilepaskan dari beban berat. Sabtu kunjungan ke Hogsmeade dimanfaatkan benar-benar untuk refreshing.
Harry yang penasaran, segera mengunjungi Zonko pukul 10 tepat. Setelah janjian bertemu di Three Broomstick saat makan siang dengan Hermione dan Ron, ia bergegas masuk ke toko lelucon itu. Seorang pegawai mengantarkannya ke kantor Mr Carrey.
Di sana ternyata sudah menunggu Sirius Black. Dan Remus Lupin.
Harry terbengong keheranan saat Mr Carrey menjabat tangan menyambutnya sementara Sirius dan Remus menertawakan kebingungannya.
"Harry," Mr Carrey membentangkan segulung perkamen di atas meja, "kami merasa sudah saatnya kau tahu ini,"
Harry membaca huruf-huruf kapital yang tercetak di atas perkamen itu :
AKTA PEMBENTUKAN PERUSAHAAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN
BARANG-BARANG LELUCON SIHIR ZONKO
Di bawahnya berderet kalimat-kalimat hukum sebagaimana dokumen resmi, yang menerangkan bahwa pendiri dan pemilik modal perusahaan ini adalah .. Sirius Black, Jameson Carrey, Remus Lupin, Peter Pettigrew, dan .. James Potter.
"Ya, kami berlima," Sirius bersungguh-sungguh menatap anak walinya ini, "dan sesuai perjanjian ini, barangsiapa meninggal dunia, haknya akan diwariskan pada ahli waris yang ditunjuk. Itu berarti kau, Harry, meski kau baru akan mendapat bagianmu setelah berusia tujuhbelas, sesuai hukum waris sihir Inggris,"
"Tetapi pembagian keuntungan tetap berjalan, dan kau selama ini juga menikmatinya, karena ditransfer langsung ke rekeningmu di Gringotts," jelas Mr Carrey.
Mereka bertiga memandangnya sambil tersenyum lebar.
"Namun itu bukan semuanya. Kami mengundangmu ke sini, juga untuk meminta pendapatmu. Yah, meski menurut perjanjian, pemegang saham yang belum cukup umur tidak usah dimintai pendapatnya, tetapi kukira aku tidak bisa mengabaikanmu," lanjut Mr Carrey.
Harry berusaha bersungguh-sungguh mendengarkan.
"James menjadikanmu sebagai ahli waris sahamnya. Pettigrew, menunjuk ibunya, yang sayangnya sudah meninggal beberapa tahun lalu,"
"Beruntung dia meninggal, sehingga tidak mengetahui ulah anaknya yang sebenarnya," geram Sirius.
Mr Carrey segera mengembalikan ke pokok pembicaraan lagi, "Minggu lalu kuterima kabar bahwa Pettigrew .. menerima .. Kecupan Dementor," ia menghela napas, "Karenanya secara hukum niaga sihir ia bisa dikategorikan sudah meninggal. Sesungguhnya bagian sahamnya seharusnya dibagi rata di antara pemegang saham lain yang ada, karena ia tidak memiliki ahli waris,"
Mr Carrey memandang berkeliling ke semua yang hadir, "tetapi aku menemukan pihak, yang .. err .. kurasa cocok untuk menjadi pemegang saham baru. Karena itu aku meminta pendapat kalian semua pemegang saham, apakah saham Pettigrew ini kita bagi rata seperti kesepakatan semula, atau kita jual pada pihak baru ini ?"
"Aku kira lebih baik kita jual. Mereka bukan saja cocok sebagai pemegang saham, tetapi juga sumber ide yang tidak akan pernah kering. Baik untuk kelanjutan Zonko di masa datang," Sirius bersungguh-sungguh.
"Kukira juga demikian," Remus menambahkan, "mereka bisa kompak dengan kita, dan ide-idenya juga cukup brilian untuk diterapkan di Zonko,"
"Bagaimana pendapatmu Harry ?" melihat Harry kebingungan, Mr Carrey cepat-cepat menambahkan, "Oya aku lupa. Aku belum memberitahumu siapa mereka itu,"
Terdengar ketukan di pintu. Mr Carrey berjalan ke pintu untuk membukanya, sambil bergumam, "Tepat pada waktunya. Inilah mereka,"
Di pintu muncul sepasang kepala berambut merah, nyengir pada Harry. Fred dan George ! Tentu saja, siapa lagi .. Harry tidak bisa berbuat lain selain mengangguk setuju.
Bertemu lagi di Three Broomstick, kali ini Fred dan George ikut serta. Mereka sedang menikmati makan siang, ketika tiba-tiba Fred teringat sesuatu.
"O,ya ada yang lihat Ginny tidak ?"
"Mungkin di Honeydukes, dengan Malfoy kukira," Ron menjawab singkat.
"Aneh juga, bukan, persahabatan mereka ?" Hermione menimpali.
"Ngomong-ngomong, kalian tahu bagaimana nasib Lucius Malfoy ?"
"Ada apa dengan Malfoy ?" sebuah suara berat di belakang mereka.
"Hagrid !" mereka segera bergeser memberi tempat untuknya. Perlu tempat yang lebih besar untuk dapat duduk bersama-sama Hagrid.
"Aku dengar, sebagian Pelahap Maut ada yang tertangkap. Ada juga yang menyerahkan diri karena tidak tahan."
"Tidak tahan kenapa, Hagrid ?"
"Kementrian mencabut ijin ber-Apparate mereka. Lalu Departemen Penggunaan Sihir yang Tidak Pada Tempatnya juga melacak mereka jika mereka mengunakan sihir,"
Harry teringat masa ia mendapat peringatan dari Departemen ini. Sekecil apapun, akan terlacak.
"Jadi ?"
"Yah, jika mereka menggunakan sihir, selemah apapun, dalam hitungan detik seorang atau lebih Auror sudah akan ber-Apparate di sana dan menangkap mereka,"
"Ha .. Bayangkan para Pelahap Maut itu. Mereka membenci Muggle, tetapi sekarang mesti hidup seperti Muggle jika tidak ingin tertangkap," suara Ron penuh kemenangan.
"Tapi Lucius belum .."
"Belum tertangkap, betul,"
Harry membayangkan, bagaimana rasanya. Dia dulu hidup penuh penderitaan, tidak punya orangtua, tidak punya teman, tidak punya uang sepeserpun. Kini hidupnya berubah, dia tahu siapa orangtuanya, dan dia punya wali yang menyayanginya, teman-teman yang menyenangkan, kekayaan .. Bagaimana rasanya jika dibalik, Lucius Malfoy terbiasa hidup serba mewah, dalam kekuasaan, dengan teman-teman (yang ternyata palsu), kini harus hidup dalam pelarian .. tanpa bisa menggunakan sihir sedikitpun. Harry tiba-tiba merasa iba pada Draco ..
"Bagaimana dengan Draco ?"
"Ayah kandungnya, Seth Malfoy, ternyata meninggalkan warisan, tidak banyak, namun cukuplah .. Katanya ia akan menjemput ibunya dari St Mungo bila sudah cukup sehat, lalu hidup berdua ibunya saja,"
"Katanya, Hagrid ? Ia yang bilang begitu padamu ?"
Hagrid nampak tersipu, "Iya, Ginny kemarin mengajaknya mengunjungiku. Persahabatan yang aneh, bukan ?" Untuk kedua kalinya Harry mendengar kalimat ini.
Mereka terdiam sejenak, menikmati hidangan. Tiba-tiba Ron seperti diingatkan akan sesuatu, merogoh saku jubahnya, dan mengeluarkan benda logam pipih panjang berkilat, "Hagrid, ini untukmu,"
"Oh, apa ini ?"
"Pakailah bila kau ingin bertemu dengan, err, .. Norbert,"
"Tapi jangan sering-sering ya, jika keadaan mendesak saja,"
Hagrid mengangguk dengan patuh, "Terimakasih Ron, aku janji tidak akan menyalahgunakannya,"
Tapi mata kumbang hitam itu berkilat-kilat menyatakan lain dari yang diucapkannya.
Lyra sedang membereskan barang-barangnya ketika pintunya diketuk. Snape.
"Hai, masuklah. Maaf berantakan,"
"Kau akan pergi ?"
"Madam Pomfrey sudah menulis akan kembali. Lagipula kontrakku hanya satu tahun,"
Snape terdiam.
"Ada apa ?"
"Tidak adil,"
Lyra memandangnya bertanya.
"Kau memintaku berjanji untuk kembali, tetapi setelah aku kembali, kau malah yang akan pergi,"
Lyra tersenyum, "Tidak jauh, kok,"
"Kau tidak kembali ke Cina ? Bukankah Guru Ling memintamu ?"
Lyra menggeleng, "Mungkin aku akan ke Cina. Tidak untuk waktu yang lama, hanya sekedar berkunjung. Tetapi yang memintaku sekarang justru St Mungo,"
Snape menunggu.
"Mereka memintaku untuk mengepalai Laboratorium Riset,"
Melihat Snape masih terdiam, Lyra melanjutkan, "Ayolah. St Mungo kan cukup dekat. Kau bisa ber-Apparate kapan saja untuk mengunjungiku. Atau, kalau kau ijinkan, aku yang akan mengunjungimu,"
"Aku tidak ingin kau mengunjungiku. Aku ingin .. kau bersamaku,"
Lyra terperangah mendengar pernyataan ini. Ia menatap tidak percaya, dan bertemu dengan sepasang mata hitam yang sedang memandangnya dengan sungguh-sungguh.
"Lyra, aku tahu, Steve punya tempat yang istimewa di hatimu," Snape nampak hati-hati memilih kata, "Tetapi, mungkinkah .. kau masih punya tempat untukku ?"
Lyra menatap tepat ke dalam sepasang mata hitamnya. Ada sesuatu yang hangat di sana.
"Severus, Steve memang, hingga saat ini, masih punya tempat istimewa di hatiku,"
Lyra merasa kedua mata hitam itu meredup.
"Suatu tempat istimewa di hatiku. Sudut kecil, tempat masa lalu. Dan," Lyra menatap lekat kedua mata itu, "masih luas tersedia ruang hatiku untuk kau masuki, Severus,"
Seketika senyum langka itu menghiasi wajahnya, kilatnya mencapai mata hitamnya.
"Boleh kutahu cara memasukinya ?"
Lyra menggeleng. "Tidak perlu. Kau sudah ada di dalamnya,"
Detik berikutnya ia sudah masuk ke dalam pelukannya. Ke dalam kehangatannya.
"Kau tidak akan meninggalkanku ?"
Lyra menggeleng. Dan kehangatan menyelimutinya lagi.
Terdengar langkah-langkah beberapa pasang kaki mendekat. Dan ketukan di pintu. Lyra melangkah enggan ke pintu.
Harry, Ron, Hermione, Neville, si kembar ..
"Hi, Lyra. Kami mau pamitan, sebentar lagi kami sudah harus ke stasiun,"
"Kau akan berangkat ? Kau tidak terus di sini?"
"Tentu saja tidak. Kontrakku hanya satu tahun. Dan Madam Pomfrey sudah akan kembali,"
"Sebetulnya lebih asyik denganmu, Lyra,"
"Ah, masa. Eh, masuklah dulu,"
Anak-anak masuk, namun agak terhenti ketika melihat siapa yang telah ada di dalam.
"Profesor,"
Snape mengangguk pada mereka, "Longbottom, bagaimana kedua orangtuamu ?"
Neville tersenyum senang, "Mereka sudah sadar. Dan, saya .. saya . ingin mengucapkan terima kasih,"
Tak terduga Neville memeluk Snape, yang terlihat kaget dan canggung.
"Sudahlah,"
"Maaf, sir, saya hanya .." Neville melepas pelukannya tersipu.
"Tidak apa-apa. Jadi bagaimana perkembangannya ?"
"Minggu lalu saat saya memberikan ramuan itu, mereka berdua langsung sadar. Bisa mengenali nenek, kakek Algie, dan saudara-saudara yang lain,"
"Dan ..?"
"Mulanya mereka tidak mengenali saya. Tetapi nenek teringat, tentu saja, kan Neville yang terakhir mereka lihat adalah Neville yang berusia dua tahun,"
"Jadi ?"
"Sekarang mereka sudah mengenali saya," Neville bercerita antusias, "tetapi mereka belum boleh pulang. Masih ada berbagai terapi, terapi fisik, terapi pemulihan memori, terapi pemulihan kekuatan sihir. Liburan ini mungkin saya akan menghabiskannya di St Mungo, Sir,"
"Hmm," Snape seperti baru teringat sesuatu, "Kau tahu bahwa Miss Fern juga mungkin akan berada di St Mungo ?"
"Oh, benarkah ?" anak-anak bertanya serentak.
"Ya," tersipu Lyra menjelaskan, "mereka memintaku mengepalai Laboratorium Riset,"
"Waah, selamat ya, Lyra"
"Jika memang kau akan sering berada di St Mungo, maukah kau membantu kami ?" Snape menujukan pertanyaannya pada Neville.
"Akan saya bantu semampu saya, Sir,"
"Aku sedang melakukan riset, dan menemui beberapa keterbatasan. Di St Mungo mungkin akan lebih leluasa menemukan akses pustaka, peralatan, maupun bahan untuk pengujian,"
Neville masih belum mengerti.
"Jika kalian berdua meneliti dari St Mungo, aku di sini, mungkin bekerja secara simultan akan lebih menghasilkan,"
"Sir, ramuan apakah itu ?"
"Aku sendiri juga belum yakin, tetapi jika ini benar-benar bekerja .. tahun depan kalian mungkin akan mendapatkan lagi guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam favorit kalian,"
"Ramuan Anti-Kutukan Manusia Serigala ?" Neville terperangah.
Snape mengangguk.
Anak-anak langsung bersorak dan melonjak-lonjak.
Tidak, tidak semuanya. Hermione hanya diam saja, memandangi profesornya itu.
"Sir, jika memang demikian, anda melepaskan mata pelajaran yang .. sudah anda inginkan sedari dulu ?"
Serentak anak-anak terdiam dengan pertanyaan Hermione ini. Mereka baru menyadarinya. Mereka menunggu harap-harap cemas jawaban Snape.
Snape hanya menggeleng. "Kurasa merangkap dua mata pelajaran terlalu melelahkan buatku,"
Ron yang menanggapi, "Sir, .. bagi kami .. anda tetap guru Ramuan favorit kami,"
Senyum seperti anak kecil mencapai mata Snape, "Ya, tentu saja, karena kalian kan tidak pernah mendapat guru Ramuan yang lain,"
Anak-anak tertawa setengah tidak percaya. Snape mencandai mereka !
"Kalian harus bergegas, jika tidak ingin ketinggalan kereta," Lyra mengingatkan.
"Astaga," mereka kemudian bergegas keluar, "Selamat tinggal Profesor. Sampai ketemu lagi,"
"Bye Lyra, kapan kita nonton sepakbola lagi ?"
Dan mereka berhamburan berlari keluar. Lyra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
Di kereta. Ron mengamati Hermione tersenyum-senyum sendiri.
"Ada apa sih ?"
"Kau lihat tidak tadi, di kamar Lyra ?"
"Memangnya ada apa ?"
"Snape,"
"Ya, ada apa memangnya yang kau senyumkan ?"
"Aku punya perasaan aneh, .. bahwa tidak lama lagi .. aku harus memanggilnya .. Paman Severus .."
