Disklaimer, seperti biasa. Harry Potter bukan punyaku. Lyra Fern yang punyaku. Oya, ini sambungan "Tahun Kelima di Hogwarts" ya..

B A B 1

19 September 2002

Di sebuah kafe Muggle, London.

Harry, Ron, dan Hermione duduk mengelilingi sebuah meja. Mereka baru saja selesai makan malam, ketika seorang pelayan mendorong sebuah meja yang di atasnya terletak sebuah kue tart besar dengan lilin-lilin di sekelilingnya.

"Perhatian, Ladies and Gentlemen," pelayan itu mengumumkan, "Hari ini ada seseorang yang berbahagia di antara kita karena sedang merayakan ulangtahunnya. Inilah dia, Miss Hermione Granger !" seluruh pengunjung kafe itu menengok ke arah meja mereka dan bertepuk tangan.

"Hermione, selamat ulang tahun," seru kedua pemuda itu nyaris bersamaan.

"Harry, Ron, tetapi .. tetapi .. ini besar sekali. Aku jadi malu, seperti anak kecil saja,"

"Ayolah, Mione, lakukan tugasmu," kata Ron, saat pelayan tadi selesai menyalakan seluruh lilin yang ada.

Hermione mencondongkan badannya pada Harry dan berbisik, "Lilinnya tidak pakai sihir, 'kan ?"

Harry tertawa kecil, "Apa yang kau khawatirkan, Herm ? Tentu saja tidak,"

Maka Hermione memejamkan kedua matanya sejenak, mengambil napas panjang, dan .. hffffffff, seluruh lilin itu berhasil dipadamkan dalam sekali tiupan.

Kedua pemuda itu bertepuk tangan, dan menyalaminya, mencium kedua pipinya, mengucapkan selamat ulangtahun. Menyusul para pengunjung kafe turut menyalaminya.

"Apa yang kau harapkan tadi, Mione ?" tanya Ron penasaran, setelah kembali tinggal bertiga lagi di meja mereka.

"Rahasia dong," tapi wajah Hermione memerah. "Kue ini besar sekali, kita bertiga saja pasti tak akan sanggup menghabiskannya," katanya mengalihkan perhatian.

"Jangan takut, ini hadiah dari manajer restauran ini. Kenalan baikku. Kita bagikan untuk semua pengunjung, tentu saja," Harry memberi isyarat pada pelayan tadi untuk memulai memotong kue.

Potongan pertama diserahkan pelayan tadi pada Hermione, "Untuk orang yang paling anda istimewakan, Miss,"

Hermione menerimanya dengan bingung, "tapi aku perlu satu potong lagi," akhirnya katanya pada pelayan itu.

"As you wish, Miss," dan pelayan itu menuruti kehendak Hermione.

Hermione kemudian menyerahkan potongan-potongan kue itu pada kedua sahabat dekatnya, "Untuk orang-orang yang paling istimewa di hatiku,"

"Terimakasih, Hermione," keduanya nyaris berbarengan lagi menjawab.

Pelayan tadi kemudian memotong kue untuk Hermione sendiri, sebelum memotong-motong kue besar itu untuk dibagikan pada semua pengunjung yang hadir saat itu.

"Hermione, kukira Ron punya hadiah istimewa untukmu," sahut Harry ketika mereka telah menghabiskan potongan kue masing-masing. Wajah Ron mendadak berubah sewarna rambutnya.

"Um, .. Harry, apakah kau pikir saat ini tepat, mm, maksudku ..,"

"Rooon," Harry memotong, "kau kan sudah merencanakannya sejak .."

"Er, .. baiklah," Ron tampak agak ragu, wajahnya nampak lebih merah lagi, saat tangannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berlapis beledu.

"Kukira aku perlu ke kamar kecil," Harry beringsut hendak berdiri, tapi tangan Ron menahannya, "Sudah, kau di sini saja,"

Harry terpaksa kembali lagi ke kursinya, sambil menggerutu.

"Ada apa sih ?" Hermione penasaran melihat kedua temannya bertingkah tidak seperti biasanya.

Harry memandang setengah melotot pada Ron, seolah mengatakan "Ayo, dong !", dan Ron gemetar terbata-bata seperti hendak mengucapkan sesuatu yang maha penting.

"Herm .. Hermione .. maukah .. maukah .. mokahkaumenikahsamaku ?" akhirnya Ron berhasil juga mengucapkan kalimat itu.

"Apa ?" Hermione entah kurang mendengar entah kurang percaya.

Ron menelan ludah, "Hermione Granger, maukah engkau menikah denganku ?"

Hermione terpaku. Beberapa menit. Sebelum akhirnya ia menemukan kembali kesadarannya, "Ron, aku .. aku .."

"Sudah kuduga," Ron nampak putus asa, "tidak apa-apa Hermione, mungkin aku bukan tipemu,"

Hermione memerah wajahnya, "kata siapa ?"

"Jadi !" Ron nyaris melonjak dari kursinya, mendekati Hermione dan berlutut di dekat kakinya, "jadi kau bersedia ?"

Hermione mengangguk dan mukanya bertambah merah.

"Oh, Mione," Ron sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi, sampai Harry mengingatkannya.

"Cincinnya, Ron, "

"Oh, iya," Ron tersipu, "Aku tidak tahu apakah kau menyukainya, Mione. Ini bukan jenis batu permata yang mahal. Kau tahu sendiri kan, gajiku sebagai auror .."

"Ron," Hermione memandangi jari manis tangan kirinya yang kini dihiasi sebentuk cincin berkilau, "kita sudah saling mengenal sekian lama, kau harusnya tahu aku tidak mementingkan hal-hal semacam itu," Hermione menatap pemuda berambut merah itu dengan sungguh-sungguh, "Ini hadiah ulang tahun terindah sepanjang hidupku," suaranya berubah lirih.

Sesaat keduanya hanya saling berpandangan saja, sampai kemudian Harry benar-benar beranjak dari kursinya dan pergi ke kamar kecil. Ia merasa kikuk berada dalam situasi semacam itu. Hmm, kalau begini caranya melamar seorang gadis, bagaimana nanti kalau tiba gilirannya ?

Kembali ke mejanya beberapa saat kemudian, situasi sudah nampak normal. Setidaknya itu yang dirasa Harry.

"Aku antar kau pulang ?" tawar Ron pada Hermione.

"Mm, Ron, sebenarnya .. aku masih ada kerjaan di kantor,"

"Jam sebegini ? Ya, ampun Mione,"

Hermione tersipu, "Bukan kerjaan kantor. Hanya proyek pribadi. Tetapi ramuan itu harus diaduk dan ditambahkan bahan lain jam sepuluh nanti," Harry dan Ron secara bersamaan melihat arloji masing-masing. Baru jam 8.

"Kalau kau memang mau mengantarku pulang, jemput aku nanti kira-kira jam 11. OK ?" Hermione meraih tas tangannya dan berdiri. Yang lainpun otomatis berdiri dan mengiringinya keluar kafe. Di pintu Hermione berhenti dan berbalik.

"Terima kasih untuk malam yang menyenangkan ini, Harry, Ron," mata Hermione berkilat ketika menatap Ron. Ia mendekatinya seraya setengah berbisik, "mau tahu apa yang kuinginkan sebelum meniup lilin tadi ?"

Ron mengangguk penasaran. Sesungguhnya Harry juga, tapi ia pura-pura tak ingin tahu.

Hermione menunjukkan jari manisnya yang kini berkilau sambil tersenyum, lalu lebih mendekati Ron dan mencium pipinya, "Thanks Ron. Kukira kau tak akan pernah mengungkapkannya," sahutnya sambil berlalu, "jam 11 ya, jangan lupa," terdengar sayup kalimatnya sebelum ia menghilang di tikungan.

"Wow," Harry menghela napas, menepuk sobatnya yang masih saja memandangi arah menghilangnya gadisnya, "kau kenal dia, Ron, selalu saja penuh dengan pekerjaan,"

Ron akhirnya mengikuti langkah Harry, "Memang. Aku hanya tak percaya ia benar-benar menerima lamaranku,"

"Kau sendiri sih yang salah. Kapan coba kau pernah mengajaknya kencan berduaan saja ? Setiap acara pasti kita bertiga. Kalau kau tak pernah punya keberanian, bagaimana ia bisa yakin bahwa kau punya perasaan padanya ?"

"Iya juga sih," Ron nyengir di keremangan jalan, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, "Ke mana kita sekarang ? Maksudku, sambil menunggu jam11 ?"

"Ron," Harry pura-pura kaget, "kau tidak bermaksud memintaku untuk menemani menjemputnya nanti kan ? Calon istrimu sendiri ?"

Ron tergelak, pura-pura meninju Harry, yang juga pura-pura mengaduh kesakitan, "Ya enggak dong. Tapi aku mau ngapain hingga jam 11 nanti ?"

"Kita nonton film Muggle ?"

Akhirnya mereka berdua memasuki sebuah gedung bioskop tak jauh dari situ.

Harry Potter dan Ronald Wealsey, segera sesudah kelulusan mereka dari Hogwarts langsung menempuh testing masuk Pendidikan Auror, dan diterima. Mereka bahkan lulus dengan nilai tertinggi untuk Ujian Praktek Kelulusan Auror.

"Itu karena kita sudah banyak latihan," Ron nyengir saat diumumkan namanya dan nama Harry sebagai peringkat tertinggi Ujian Praktek. Ujian Teori pun lumayan nilainya, maka dengan mudah mereka masuk dalam pasukan Elite Auror Kementrian Sihir. Auror dengan tugas-tugas khusus yang tidak mampu ditangani Auror biasa.

Mr dan Mrs Weasley tidak mampu menyembunyikan keharuan mereka. Seperti biasa Mrs Weasley banjir air mata saat wisuda sekaligus pelantikan anaknya sebagai Elite Auror. Ia terharu atas keberhasilan anaknya, tetapi sekaligus pula cemas mengingat tugas-tugas Elite Auror jauh lebih berbahaya daripada Auror biasa.

Sedangkan Hermione Granger, dengan bakatnya yang luar biasa segera saja direkrut Pusat Penelitian dan Pengembangan Riset & Teknologi Sihir, Laboratorium Kementrian Sihir. Hanya sebentar dia sebagai trainee. Dengan penemuan-penemuan yang gemilang, sekarang ia menjadi Staf Ahli Laboratorium termuda yang pernah dimiliki Kementrian.

Kesibukan-kesibukan yang mereka miliki ternyata tidak mengurangi keakraban mereka. Masih saja mereka bertiga sempat bertemu, janjian makan bersama, atau pergi ke suatu tempat, apapun asal bisa bertemu. Sering mereka mengingat masa sekolah dulu, menertawakan saat-saat lalu, atau dengan serius mendiskusikan betapa berbahayanya petualangan mereka dulu, sebenarnya ..

Jam sudah menunjukkan pukul 10.45 ketika Harry dan Ron keluar dari gedung bioskop. Merasa masih ada waktu, mereka berjalan saja menuju gedung Lab, hanya beberapa blok jauhnya.

"Kutinggal ya ? Berani sendiri ?" ledek Harry, setibanya di depan pintu. Ron hanya bisa nyengir. Harry samar-samar melihatnya melewati meja resepsionis yang kosong. Tentu saja, sudah jauh lewat jam kerja.

Ia sedang menimbang-nimbang apakah akan berjalan kaki saja atau berApparate ke apartemennya, ketika terdengar teriakan Ron membelah kesunyian malam.

"HERMIOOOOOOOOOOONE,"