B A B 3
Mereka berApparate di batas halaman Hogwarts, dan berjalan menuju kastil yang sangat mereka kenal beberapa tahun lalu. Tak banyak yang berubah dari sana. Bahkan boleh dibilang nuansanya masih sama persis seperti ketika mereka masih bersekolah di sana.
"Kurasa kelas sore Severus sudah selesai," gumam Lyra.
Hari ini Jumat. Biasanya Jumat sore adalah giliran kelasnya mendapat pelajaran Ramuan, kenang Harry. Apakah kelas Gryffindor masih seperti dahulu, jadi sasaran pemotongan poin Snape ?
Seakan dapat membaca pikiran Harry, Lyra tersenyum, "Ia sekarang tidak dapat memotong poin-mu Harry," Harry nyengir, menyikut Ron yang masih kusut mukanya mencemaskan Hermione.
Mereka menuruni tangga menuju ruang bawah tanah. Seorang anak laki-laki kecil berlari menyongsong mereka. "Mommy, mommy," serunya dan segera melompat ke pangkuan Lyra.
"Sebastian, malu dong, sudah besar masih minta gendong," tapi Lyra tidak menurunkan anak itu dari gendongannya, "Kenapa ke sini ? Sebentar lagi Mum dan Dad juga akan menjemputmu ? Tidak sabar ya ?"
Lyra menoleh pada Ron dan Harry, " Bastie kecil ini biasanya aku titipkan pada adik perempuan Madam Rosmerta. O, ya Bastie, kenalkan, ini teman-teman sepupu Hermione, ini Harry dan ini Ron."
Mendengar nama Harry anak itu langsung merosot turun dari gendongan dan menghampiri, "kau benar-benar Harry Potter ? Dan kau benar-benar Ronald Weasley ?"
"Tentu saja, sayang, mana sopan santunmu ?" Lyra mengingatkan.
Anak itu mengulurkan tangannya pada Harry, "senang berkenalan dengan anda," lalu pada Ron. "Mum dan sepupu Hermi banyak bercerita tentang kalian," Mau tak mau mereka tersenyum.
"Ia lebih mirip kau daripada Snape, Lyra," komentar Ron, sejenak melupakan Hermione.
Lyra tersenyum kecil, "Awas jangan sampai Severus mendengar itu, Ron. Ia sangat membanggakan kemiripan mereka berdua,"
"Jangan sampai mendengar apa ?" sebuah suara menyela. Lyra berbalik mendapati Snape sudah ada di belakangnya, masih dengan jubah hitamnya.
"Severus, kelasmu sudah selesai ?" Lyra menyambut gembira. Harry pura-pura tak memperhatikan Snape mencium Lyra sekilas, lalu menyambut Sebastian ke dalam gendongannya.
"Dad, ada teman-teman sepupu Hermione," katanya menunjuk pada Harry dan Ron.
"Mr Potter, Mr Weasley, sungguh suatu kejutan," Snape menurunkan Sebastian, menyuruhnya masuk ke kamar pribadinya di ruangan bawah tanahnya.
Harry dan Ron mengangguk padanya, tak tahu apa yang mesti diucapkan.
Snape mengisyaratkan mereka masuk ke kantornya. Lyra menghilang sejenak bersama Sebastian.
Snape menyuruh mereka duduk, dan ia sendiri mengambil tempat di seberang mejanya. Harry merasa seperti kembali ke waktu lalu, di mana ia resah menunggu detensi. Ia tidak sengaja memperhatikan, bahwa berbeda dengan di waktu-waktu lalu, perapian di ruangan itu kini menyala.
"Nah, Mr Potter, Mr Weasley, kukira kedatangan kalian ke sini mempunyai tujuan, kalau aku boleh tahu ?"
Ron menceritakan secara singkat apa yang menimpa Hermione, dan Harry mengeluarkan barang-barang yang ia kumpulkan dari kamar kerja Hermione.
Seperti halnya Lyra, botol keperakan itu yang menarik perhatian Snape pertama kali. Bedanya, Lyra masih menebak-nebak apa dan siapa, sementara Snape seperti orang yang sudah terbiasa melihatnya.
"Tak kukira akan melihatnya lagi," gumamnya.
"Sir ?" Harry begitu ingin tahu.
"Apakah anda mengenalinya ?" mau tak mau Ron turut bertanya.
"Lebih dari mengenali. Lucretia Blanco,"
Jadi inisial itu LB.
Tetapi Snape seperti tidak mau membagi informasi lebih lanjut lagi. Ia hanya tercenung memandangi dan membolak-balik botol kosong itu.
Lyra memecah keheningan, memasuki ruangan membawa seteko teh dan cangkir-cangkirnya.
"Aku tahu kau lelah, Severus, tetapi kupikir Hermione .."
"Tidak apa-apa," Snape menggeleng, "kalau memang Lucretia Blanco muncul lagi, maka ini sangat besar artinya,"
"Sir," Harry berusaha untuk tidak kelihatan terlalu tolol, "siapakah Lucretia Blanco ini ?"
Snape menyeruput tehnya sebelum menjawab, kelihatan sedikit enggan, "Dia seorang penyihir Hitam. Ahli Ramuan, terutama ramuan Racun. Tidak, ..," seolah Snape dapat membaca pikiran Harry yang ingin mengaitkannya dengan Voldemort, "dia bukan pengikut Voldemort. Voldemort bukan satu-satunya biang kejahatan di dunia sihir," Snape menghabiskan tehnya, lalu melanjutkan.
"Blanco bekerja sendiri. Ia tidak punya ambisi untuk menguasai dunia seperti Voldemort. Ia independen. Ia bunuh orang yang tidak ia sukai, tetapi hanya sebatas itu. Ia tidak tunduk pada siapapun. Aku ingat sekali waktu Voldemort pernah menawarkan untuk bekerjasama dengannya, tetapi ia menolak. Ia tahu pasti, bahwa tawaran bekerjasama dengan Voldemort identik dengan bekerja di bawah perintahnya,"
Akulah utusan Voldemort pada Blanco, batin Snape, dan kini setelah bertahun-tahun dalam damai, mengapa aku harus terlibat dalam hal ini lagi ?
Sesaat semua hening, hingga Lyra menyuarakan pertanyaan yang hendak ditanyakan oleh Harry dan Ron.
"Tetapi mengapa Lucretia repot-repot mengirimkan ini pada Puslitbang Kementrian ? Bukankah ia tidak suka ikut campur dalam urusan dunia sihir ?"
Snape mengerucutkan bibirnya sebelum menjawab dengan lirih, "Malfoy,"
"Malfoy ? Lucius Malfoy ?" Harry dan Ron tersentak kaget.
"Apa hubungannya ?"
"Lucretia masih terhitung saudaranya, dari pihak ibu kalau aku tidak salah ingat," dan tak ada satupun dalam ruangan itu yang pernah meragukan tajamnya ingatan Snape.
"Berarti Malfoy berhasil mencapainya, dan meminta bantuannya. Perjuangan yang sangat berat, kurasa, mengingat ia tidak bisa melakukan sihir tanpa ketahuan Kementrian," Snape menganalisis.
"Di mana .." Harry ingin tahu sejauh mana Malfoy mesti melakukan perjalanan.
"Chili. Amerika Selatan," desis Snape.
"Pantas," Harry mengerling Ron. Amerika Latin. "Apa kira-kira sebenarnya yang diinginkan Malfoy ? Apa benar ia akan meracun seluruh London, seperti yang ia tulis ?"
"Dan kenapa ia memberitahu terlebih dahulu ? Mengirimkannya dalam botol dengan logo yang bisa dikenali ? Ia pasti tahu kami akan minta bantuan anda ?" Ron bertanya tanpa mengharapkan jawaban.
"Hanya ada dua kemungkinan. Tantangan, atau pengalih perhatian," Snape berkata dingin.
"Atau dua-duanya," Harry menyahut getir, tak mempedulikan tatapan Snape padanya.
"Severus," Lyra mengingatkan, "bagaimana Hermione ?"
"Kalian punya sampel ramuan yang sedang dikerjakannya ?"
"Tidak berupa cairan. Kami menemukan sudah seperti ini," Harry menyodorkan potongan kerak kuali yang gosong menghitam itu.
Snape memperhatikannya, mengendusnya sejenak, sebelum ia berkata lagi lirih, seolah pada dirinya sendiri, "tak salah lagi. Tak kukira .."
"Severus ?" Lyra terlihat khawatir.
"Ramuan ini dulu aku yang meciptakannya. Aku tidak tahu bagaimana Malfoy ataupun Blanco dapat mengetahuinya,"
Pasangan mata di depannya bertanya-tanya.
"Ramuan Cruciatus. Efeknya akan serupa dengan Kutukan Cruciatus. Tetapi ramuan ini belum sempurna. Aku belum menyelesaikannya, ketika .." Snape tidak meneruskan. Semua hanya bisa menduga, ramuan itu tidak selesai karena Snape keburu menyeberang ke pihak mereka.
"Lalu bagaimana ?"
"Dari apa yang aku lihat ini, sepertinya ramuan yang sama. Blanco juga belum bisa menyelesaikannya. Karenanya efeknya tidak berjalan sempurna,"
"Kalau begitu mengapa Hermione .. ?"
"Aku menduga Miss Granger menggunakan bahan yang salah. Salah satunya adalah tanaman Cruciferae. Di dunia Muggle, famili tanaman ini biasa digunakan untuk rempah seperti mustard dan sejenisnya. Adapula jenis sayuran, radish, dan sebagainya. Tetapi yang digunakan seharusnya adalah Cruciferae sihir,"
Snape terdiam sejenak sebelum meneruskan, "dengan Cruciferae Muggle, setelah semua bahan masuk, cairan mendidih, maka ramuan akan meledak, meninggalkan bekas terbakar seperti ini. Dan uapnya bila terhirup akan menjadikan keadaan seperti koma,"
"Bisakah diobati ?"
"Dengan ramuan ini juga, ramuan yang benar. Cruciferae sihir," Snape tercenung lagi.
"Bukankah efeknya seperti Cruciatus ?" Lyra mengingatkan.
"Tidak diberikan berupa ramuannya. Ramuan itu dibekukan dengan Kriolit, diambil sarinya, lalu dilemahkan,"
"Seperti konsep vaksin dalam kedokteran Muggle?" Lyra bertanya menegaskan.
Snape mengangguk.
"Di mana kita bisa menemukan Cruciferae ini ?" Ron sedikit mendesak.
"Ambil mantel kalian, Mr Potter, Mr Weasley, kita akan ke daerah yang sangat dingin,"
Lyra perlahan menebak, "Greenland ? Hutan Pinus Tujuh ?"
Snape mengangguk. "Tumbuhan sihir yang langka banyak diperoleh di sana. Mudah-mudahan ada,"
Snape berdiri, diikuti Harry dan Ron. Lyra menghentikannya sejenak.
"Severus, hati-hati,"
Snape melangkah ke arah Lyra memeluk dan menciumnya sekilas. "Jangan khawatir," ujarnya, "Terakhir kali aku bepergian dengan kedua tuan ini aku kembali dengan selamat, ingat kan ?"
Lyra cuma bisa tersenyum kecil, "bagaimanapun juga hati-hati. Kalian juga," kata terakhir ini ditujukan pada Harry dan Ron. Mereka berdua mengangguk. Lalu mengikuti Snape.
