B A B 4

Bertiga mereka berApparate di daerah dingin itu. Mereka tiba di sebuah desa tepi hutan, nampaknya, karena hanya sedikit rumah yang terlihat. Keadaan pun sangat sepi. Jajaran pohon pinus tidak begitu rapat, selebihnya tanaman perdu, semak-semak, sebagaimana ciri khas tumbuhan daerah tundra. Hawa dingin menusuk membuat ketiganya otomatis merapatkan mantel. Keadaan yang remang-remang membuat hawa terasa lebih dingin.

Ron mengeluarkan kompas dari sakunya, mengerutkan kening, tetapi tidak mengatakan apa-apa, memasukkan kembali kompas itu ke sakunya.

"Kita ada di pantai Timur Greenland. Kota terdekat Angmagssalik," sahut Snape melihat tingkah Ron tadi, "kita ada di Lingkar Kutub Utara, 66 ½° Lintang Utara. Karenanya sangat dingin. Dan kegelapan ini bukan hanya karena hari sudah mulai malam, tetapi matahari memang sekarang sudah bergerak ke Selatan. Beberapa hari lagi matahari akan tepat berada di daerah khatulistiwa,"

Harry merasa berada di kelas lagi mendengarnya.

Mereka meneruskan perjalanan tanpa banyak bicara. Ketiganya membisikkan "Lumos" pada tongkat masing-masing, sedikit membuat lebih baik pengamatan.

Ketika tiba pada jajaran terakhir pinus, Snape berhenti, "Muggle hanya bisa melihat sampai sini," ujarnya, "dari sinilah mulainya Hutan Pinus Tujuh,"

Harry menghitung, pohon pinusnya memang ada tujuh.

Di depan mereka beragam pohon yang aneh-aneh, yang mungkin tak akan ada di bagian lain dunia ini. Ada pohon yang menjerit bila didekati. Ada yang terus-terusan mendesis seperti ular. Ada yang bisa berpindah-pindah tempat. Entah bagaimana cara memetik daunnya bila pohonnya terus menerus berpindah tempat seperti itu, pikir Harry.

Lepas dari pepohonan yang tinggi, mereka menghadapi hamparan tumbuhan rendah, semak dan perdu. Juga beraneka ragam tanaman sihir ada di sini. Tetapi Snape belum memperlihatkan tanda-tanda dia telah menemukan tanaman yang dicari. Mereka masih terus berjalan. Samar di kejauhan terlihat seperti sebuah rumah. Setelah agak dekat, ternyata sebuah pondok kecil. Sekelilingnya dipagar rendah yang rapi, halamannya penuh dengan tumbuhan sihir.

"Terakhir kali aku melihat cruciferae di sekitar sini," gumam Snape. Harry dan Ron memandang berkeliling, meskipun mereka tidak tahu seperti apa tanaman yang dicari.

Nun di sudut Harry melihat seorang wanita sedang berjongkok di depan sebuah rumpun tanaman. Entah apa yang sedang dilakukannya. Harry menggamit Ron dan keduanya melangkah mendekat, masih keheranan akan apa yang dilakukan orang di daerah terpencil seperti ini.

"Err .. Miss," Harry menyapa.

Wanita itu .. gadis itu tepatnya, berdiri dan berbalik menghadap Harry dan Ron. Keduanya langsung tertegun tak bisa berkata-kata .

Gadis itu kira-kira sebaya Harry. Kalaupun lebih tua paling setahun-dua tahun. Putih bagai pualam, dan .. sangat cantik. Belum pernah Harry maupun Ron melihat kecantikan yang seperti itu. Tidak .. jangan bayangkan kecantikan seperti Veela. Yang ini adalah model kecantikan yang mampu membuatmu bertekuk lutut, ingin mencium tangannya dan memanggilnya "Your Highness". Anggun. Kecantikan yang langka.

Gadis itu juga terdiam. Terpana. Bukan pada Harry dan Ron. Melainkan pada orang di belakang mereka berdua.

"Mr Snape ? Mr Severus Snape ?" suaranya terdengar merdu seperti bernyanyi.

Harry dan Ron berbalik memandang mantan guru mereka itu. Alis Snape terangkat, airmukanya bertanya-tanya.

"Apakah aku mengenalmu, Miss ?"

"Tidak. Mungkin tidak seperti saya mengenal anda," gadis itu menggeleng. Kemudian ia tersentak seperti baru teringat sesuatu, "Ah, ya. Tidak baik bicara di luar begini. Masuklah dulu," ia mendahului menunjukkan jalan.

Pondok mungil itu apik, bersih, asri, sesuai dengan pemiliknya. Setelah mempersilakan tamunya duduk, ia menghilang ke ruangan sebelah, dan kembali dengan teko teh beserta cangkir-cangkirnya.

"Teh di sini cepat menjadi dingin," sahutnya mempersilakan tamunya minum.

"Eh .. Miss ?" Snape masih memasang wajah bertanya.

"Oh, ya, maaf. Namaku Audrey. Audrey Sonnenschein,"

"Sonenschein ? Auror Gerard Sonnenschein ?" Snape seperti orang yang barusan ditampar wajahnya.

Audrey mengangguk.

"Profesor, anda mengenalnya ?" Harry penasaran. Gerard Sonnenschein rasanya pernah didengarnya dalam kuliah di kelas training Auror, salah satu dari Auror senior mungkin.

"Ah, jadi anda seorang Profesor ?" Audrey kelihatan kagum.

"Profesor Snape adalah guru ramuan kami di Hogwarts," belum pernah Harry menemukan orang yang begitu mengagumi Snape seperti ini.

"Hogwarts. Profesor Dumbledore ? Kalian tentunya Harry Potter dan Ronald Weasley ? Yang mengalahkan Voldemort ?" Audrey memberondong mereka dengan pertanyaan.

"Hmm, ya, tidak tepat begitu .." Harry mendadak menjadi salah tingkah.

"Ayahku dibunuh oleh Voldemort. Sewaktu menghadapinya, ia masih sempat menyuruh ibuku agar lari. Namun Voldemort belum puas hanya membunuh ayahku, ia menyuruh seorang Pelahap Maut mengejar dan membunuh ibuku pula,"

Harry seperti mendengar kisah hidupnya sendiri.

"Ibuku sudah tentu akan mati juga, dan aku tidak akan pernah lahir ke dunia, jika Profesor Snape tidak menyelamatkannya dari tangan Pelahap Maut itu," Audrey mengatakan hal ini dengan mata berbinar-binar menatap Snape penuh kekaguman.

Harry memperhatikan airmuka Snape menegang.

"Itukah yang diceritakan ibumu ?" Snape seperti tidak yakin akan apa yang didengarnya.

Audrey mengangguk. "Ibu selalu menceritakan tentang anda. Bahkan ia memberiku gambaran tentang ciri-ciri anda," Harry menduga gadis ini menghapalnya dengan baik, itu sebabnya ia langsung mengenali Snape begitu melihatnya.

"Kau ingin tahu cerita yang sesungguhnya ?"

Ketiga pasang mata itu menatap Snape ingin tahu.

"Profesor, maksud anda cerita ibuku tadi .. ?" bola mata Audrey membulat bertanya.

"Akulah Pelahap Maut itu, Miss Sonnenschein. Akulah yang ditugaskan oleh Voldemort untuk mengejar dan membunuh ibumu," seolah lidah Snape dibebani sesuatu yang berat saat mengucapkan ini, "tetapi aku tak tega, karena .. melihat .. ibumu tengah hamil tua … Aku kembali dan melapor pada Voldemort bahwa tugas sudah kulaksanakan,"

Harry belum pernah melihat Snape seperti ini. Orang yang mengubur masa lalunya yang hitam dalam-dalam, tetapi dipaksa menggalinya kembali.

Mereka menunggu reaksi Audrey dengan harap-harap cemas. Audrey masih menatap Snape penuh selidik. Akhirnya ia berujar juga, "Bagaimanapun juga, Profesor, siapapun anda, karena anda-lah saya bisa lahir. Karena anda-lah ibu masih berkesempatan membesarkan saya hingga seperti sekarang ini,"

Rasa lega jelas terbaca di wajah Snape, "Miss Sonennschein ..,"

"Panggil saya Audrey saja, Profesor,"

"Audrey. Baiklah," Harry terus terang sedikit merasa iri. Bertahun-tahun ia dan Ron berinteraksi dengan Snape, dan ia masih saja memanggilnya Mr Potter. Dan Mr Weasley. Sedang dengan Audrey ..

"Audrey, kami memerlukan sedikit bantuanmu,"

"Apapun, Profesor,"

"Kami memerlukan tumbuhan Cruciferae sihir. Dulu kurasa ada di sekitar sini, tetapi sekarang ..,"

"Ada di halaman belakang, Profesor," Audrey beranjak menunjukkan jalan, "silakan ambil saja, apa yang anda butuhkan. Anda yakin hanya itu ?"

Snape mengangguk, "bahan lainnya masih ada dalam persediaanku,"

Mereka menuju ke halaman belakang. Halaman ini penuh juga dengan tanaman gaib. Rasanya rumah kaca Profesor Sprout saja kalah dalam hal jumlah dan agam tanamannya.

Snape segera saja menemukan apa yang dicarinya. Dengan hati-hati dipetiknya tiap daun ketiga dari atas, dari beberapa rumpun.

"Audrey, kau sendiri saja di sini ? Selalu di sini ?" Harry bertanya mengisi kekosongan.

"Aku sendiri sejak ibu meninggal beberapa bulan lalu,"

"Sori," Harry tak menyangka.

"Tidak apa-apa," Audrey melihat kekikukan Harry, "ibuku meninggal karena sakit,"

"Kau selalu di sini ?" Ron mengulang pertanyaan Harry.

"Tidak juga. Kalau sedang bebas tugas, aku pergi jalan-jalan ke bagian lain dunia ini,"

"Bebas tugas ? Memangnya apa yang kau kerjakan ?"

"Audrey mewarisi jabatan ayahnya sebagai Penjaga Garis Lingkar Kutub Utara, benarkah ?" Snape telah selesai memetik tumbuhan itu rupanya.

Audrey mengangguk. "Ini sebenarnya bukan diwariskan secara keturunan. Tetapi kebetulan saja aku mewarisinya dari ayahku,"

"Penjaga Garis Lingkar Kutub itu apa ?" Harry merasa semakin banyak saja hal yang belum ia ketahui.

"Sebenarnya ini dimulai dari mitos masa lalu. Waktu manusia masih mengira matahari-lah yang bergerak mengitari bumi. Maka di tiap-tiap lintang tertentu, dipasang seorang Penjaga. Tugasnya menjaga agar matahari tetap bergerak dengan benar. Tanggal sekian ke utara, tanggal sekian di khatulistiwa. Dengan demikian musim dapat berganti, dan kehidupan manusia berjalan dengan semestinya. Bayangkan jika matahari terus menerus berada di bumi belahan utara, maka bumi utara akan mengalami musim panas terus menerus, dan sebaliknya bumi selatan akan mengalami musim dingin berkepanjangan," sambil menerangkan Audrey mengajak mereka masuk ke kehangatan pondoknya daripada berada di tengah dingin menusuk.

"Jadi ada masing-masing satu Penjaga di Garis Lingkar Kutub Utara dan Selatan, satu di khatulistiwa, dan masing-masing satu di Tropic of Cancer dan Tropic of Capricorn, atau Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan," sambungnya sambil mengisi lagi masing-masing cangkir dengan teko yang rupanya disihir agar tetap panas.

"Kalau memang kini manusia sudah menyadari bahwa bumi yang mengelilingi matahari, dan menyadari pula bahwa pergerakan bumi terhadap matahari itu berjalan dengan sendirinya, mengapa masih harus ada Penjaga di tiap garis lintang tertentu ?" pertanyaan Harry ini rupanya mewakili juga rasa ingin tahu Ron, sebab ia mengangguk mengiyakan.

"Pada masa kini tugas kami lebih difokuskan pada menjaga penyalahgunaan kekuatan matahari ini,"

"Kekuatan matahari ?" Harry masih juga belum mengerti.

"Sejumlah penyihir yang percaya pada kekuatan yang dimiliki matahari, selalu mengincar tanggal-tanggal penting, di mana matahari tepat berada di atas kepala pada tengah hari. Yaitu di mana siang hari sama lamanya dengan malam hari, tepat 12 jam. Misalnya, pada Garis Balik Utara atau Tropic of Cancer, di 23 1/3° Lintang Utara. Matahari berada tepat di atas kepala pada tengah hari, di tanggal 21 Juni. Pada hari itu, di Tropic of Cancer, matahari berada pada puncak kekuatannya,"

"Jika kita berada tepat di Tropic of Cancer, pada 21 Juni jam 12 siang, kita bisa memanfaatkan kekuatan matahari untuk sihir-sihir yang mengagumkan. Misalnya untuk menaikkan level sihir kita. Namun sayangnya hal ini justru lebih banyak dimanfaatkan oleh penyihir hitam daripada penyihir putih. Tugas kami-lah untuk mencegah hal ini tidak terjadi,"

"Bagaimana caranya ?"

"Kami punya mantra pelacak siapa saja dan di mana saja penyihir yang tengah memanfaatkan kekuatan matahari. Jika kami mendapati ia sedang menggunakan Mantra Hitam, kami akan merapalkan Mantra Pengganggu. Hal-hal semacam itulah tugas kami,"

Harry dan Ron cuma bisa mengangguk-angguk. Pada training Auror mereka tidak banyak mendapat kuliah Astronomy, dan di Hogwarts pun rasanya mereka tidak begitu memperhatikan pelajaran yang satu ini.

Snape menyela, "Bukan maksudku berlaku tak sopan, tetapi jika kita masih ingin menyelamatkan Miss Granger, kukira kita harus segera berangkat kembali,"

Harry dan Ron mengangguk, "Audrey, kami sangat berterimakasih atas bantuanmu. Maaf kami harus buru-buru,"

Audrey memaklumi, "Kita masih akan berjumpa lagi suatu hari. Segera," katanya sambil mengantar mereka ke pintu. "Profesor Snape, senang bisa berkesempatan bertemu dengan anda,"

Snape terdiam sejenak, sebelum akhirnya menyahut, "Aku tahu tidak akan pernah menyesali kejadian saat itu, Audrey,"

Audrey tersenyum padanya.

Mereka berpisah di pagar rendah itu. Bertiga Harry, Ron, dan Snape kembali ke titik tempat mereka berApparate tadi. Mereka berDissapparate, dan sedetik kemudian tiba di batas halaman Hogwarts.

Berjalan kembali ke kastil ketiganya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tanpa membuang waktu segera ketiganya menuju ruang bawah tanah. Lyra sudah menunggu.

"Bastie sudah tidur ?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Snape.

"Sudah kembali ke rumah. Rosemary mau menginap di sana untuk menungguinya," lalu Lyra beralih pada Ron, "Dumbledore sudah tahu hal ini. Beliau minta Hermione dipindahkan saja ke sini. Supaya pengobatan lebih cepat bisa dilakukan,"

"Oh ya ?" Ron senang, "kapan kita bisa memindahkannya ?"

"Sudah ada di sal rumah sakit. Madam Pomfrey sedang merawatnya,"

Bagai kilat Ron cepat menghilang ke rumahsakit. Harry sedikit ragu sebelum akhirnya Snape sendiri yang menyuruhnya, "Pergilah Mr Potter. Tidak ada yang bisa kau lakukan di sini. Lyra bisa membantuku menyiapkan ramuan,"

Tentu saja. Harry kemudian bergegas menyusul Ron melihat Hermione.

Di sana ternyata sudah ada Profesor McGonagall dan Profesor Lupin.

"Profesor," Harry menyapa.

Keduanya mengangguk, kelihatan prihatin dengan keadaan Hermione. Mereka berbincang sejenak, pada intinya mengabarkan bahwa guru-guru lain juga mengkhawatirkan keadaan Hermione. Tak heran, Hermione dulu adalah siswa favorit hampir semua guru. Mungkin hanya Trelawney yang tidak.

Tak lama kedua Profesor itu meninggalkan rumahsakit. Harry sudah mengambil tempat di sebelah Ron, di sisi pembaringan, ketika Madam Pomfrey memberitahu bahwa mereka kedatangan tamu lagi.

Profesor Sinistra.

Meskipun hubungan mereka baik-baik saja, namun mereka biasanya tidak begitu akrab. Harry agak heran juga dengan kunjungannya ini.

Harry dan Ron berdiri, mempersilakannya duduk. Namun ia menolak, turut berdiri di sisi pembaringan Hermione. Mula-mula ia berbasa-basi sedikit, menanyakan keadaan Hermione. Setelahnya, kalimatnya mengejutkan Harry dan Ron.

"Hati-hati dengan tangal 23 September ini, Harry. Kekuatan matahari bisa digunakan untuk kepentingan Kegelapan, di khatulistiwa. Meski kecil kemungkinannya berhasil. Jika ini tidak berhasil, jagalah tanggal 22 Desember di Selatan. Kegelapan mungkin akan mencoba menggunakan kekuatan matahari lagi di sana,"

Penyihir wanita tua itu menarik napas panjang, "Mudah-mudahan Hermione sudah tersadar pada saat itu. Dia akan mengerti," dengan satu anggukan ia berpamitan pergi.

Harry dan Ron masih melongo beberapa saat.

"Astaga, apakah maksudnya ?" Ron berhasil menemukan kata-kata untuk mengungkapkan kebingungannya.

Harry mengangguk, "Kedengarannya seperti Trelawney. Aku heran, Profesor Sinistra biasanya berbicara fakta, data. Ia tidak biasa main ramalan seperti ini,"

Ron tercenung, "moga-moga saja Hermione cepat pulih. Sinistra bilang ia akan mengerti,"

"Snape dan Lyra dapat diandalkan, kukira. Ramuannya akan segera siap. Hermione pasti akan cepat pulih," Harry berusaha menghibur Ron, "dan sekarang kan baru tanggal 20, oh, tidak sudah menjelang pagi, tentu saja sekarang sudah masuk tanggal 21,"

Ron mengeluarkan jam rantai dari sakunya, dan sesaat kemudian ia seperti teringat akan sesuatu, "Harry," desisnya, "sewaktu kita di Greenland, tidakkah kau memperhatikan sesuatu yang aneh ?"

Harry menggeleng, mencoba mengingat-ingat apa yang aneh. Tetapi di Hutan Pinus Tujuh itu segala tumbuhan sudah cukup aneh bagi Harry.

"Kompas yang kubawa, jarumnya menunjuk ke arah Barat. Seharusnya kan kompas jarumnya ke arah Utara,"

"Ron, kalau kau maksudkan ada kekuatan gaib di sana, hutan itu kan penuh dengan tumbuhan gaib," Harry mencoba memberi penjelasan.

Ron mengangguk kecil tetapi kelihatan kalau ia sebenarnya tidak puas. Biar saja, nanti kalau Hermione bangun, ia bisa bertanya sepuasnya.

Lelah setelah apa yang mereka lakukan hari sebelumnya, keduanya segera saja terlelap di kursi.

A/N: Udah berapa tahun ngga disambung-sambung ya? Still WIP, hehe..