CHAPTER III : BLAST TO THE PAST
Harry membuka sebelah matanya dan pandangannya tampak kabur. Tampaknya seseorang telah melepas kacamatanya. Selain pandangan yang kabur, dia juga merasakan sakit kepala yang hebat.
Ketika matanya telah terbuka lebar dia melihat bahwa dia terbaring di tempat tidur berseprai linen putih, dan ruangan di mana dia berada saat ini tampak sangat familiar.
Harry kemudian melihat kacamatanya yang baru dia beli seminggu yang lalu dari optik di London tergeletak di meja kecil di sebelah tempat tidurnya.
Dia memasang kacamatanya dan melihat bahwa dia berada di ruangan yang menampung sedikitnya selusin tempat tidur yang semuanya berseprai warna putih. Harry kemudian sadar berada di mana dia saat ini, dia berada di Rumah Sakit di Hogwarts!
'Bagaimana aku bisa sampai di sini? Kukira aku sudah di dunia lain saat ini' pikirnya.
Harry lalu mencoba mengingat-ingat kembali kejadian yang baru dia alami.
Pikirannya memainkan kembali kejadian-kejadian pada saat Voldemort mendatangi rumahnya pada siang hari. Keluarga Dursley semuanya sedang keluar karena Dudley sedang mengikuti kejuaraan tinju di sekolahnya sehingga Harry ditinggal sendirian di rumahnya sejak pagi.
Harry ingat ketika dia dilucuti dari tongkat sihirnya karena dia lengah. Tetapi untungnya dia memiliki satu lagi tongkat sihir yang terbuat dari kayu peri dengan inti racun Basilisk yang dipadukan dengan bulu Hippogrif.
Dia juga mengingat ketika Voldemort mencoba menembus pikirannya dengan Legilimensi dan tidak berhasil karena Dumbledore telah berhasil melatihnya dalam Occlumency.
Dan yang terakhir dia ingat adalah ketika Voldemort merapalkan kutukan pembunuh, tiba-tiba dia mengacungkan tongkat dan mulutnya merapalkan mantra yang tidak pernah dia dengar sebelumnya dan keluarlah cahaya berwarna kuning, lalu ketika cahaya tersebut beradu dengan kutukan avada kedavra, dia tidak ingat apa-apa lagi.
'Mantra apa yang saya lakukan? Kenapa saya bisa mengeluarkan mantra yang bahkan tidak pernah saya dengar?' Memikirkan hal ini hanya membuat sakit kepalanya semakin menjadi-jadi dan dia mengeluarkan suara rintihan yang didengar oleh Matron rumah sakit.
"Ah Mr.Potter, akhirnya kau bangun juga, bagaimana perasaanmu?"
Madame Pomfrey menghampiri Harry dengan senyum di wajahnya.
Ketika pandangannya tertuju kepada Madame Pomfrey, dia melihat bahwa sang Matron terlihat dua puluh tahun lebih muda dari terakhir kali dia melihatnya.
Melihat pandangan heran dari pasiennya, Madame Pomfrey berkata,
"Ada apa James? Terpesona dengan kecantikanku?"
Madame Pomfrey muda menertawakan leluconnya sendiri.
Harry mengerutkan dahinya, kenapa Madame Pomfrey memanggilnya James? Nama tengahnya dia memang James, sama seperti ayahnya, tetapi tidak pernah ada yang memanggilnya dengan nama itu
Dan lebih aneh lagi, hal ini keluar dari Madame Pomfrey yang tampak jauh lebih muda. 'Apakah ada ramuan untuk membuat orang menjadi lebih muda?' Harry bertanya dalam hati.
Dia memutuskan untuk bertanya kepada Madame Pomfrey versi muda yang sekarang sedang memeriksa kondisinya.
"Madame Pomfrey, kenapa kau memanggilku James?"
Tanpa mengangkat kepala dari pemeriksaannya, Madame Pomfrey menjawab dengan simpel, "Karena itu namamu."
"Tetapi, namaku bukan James, namaku Harry, nama tengahku memang James, tetapi tidak pernah ada yang memanggilku James."
"Kau tidak apa-apa James? Kepalamu baik-baik saja?"
Madame Pomfrey tampak khawatir dan menatap Harry dengan seksama.
"Dan apa yang kau lakukan dengan matamu? Apa kau merubah warna matamu supaya Miss Evans akhirnya mau melirik ke arahmu?"
Harry sama sekali tidak mengerti perkataan dari Madame Pomfrey. 'Ada apa dengan mataku? Dan siapa itu Evans? Satu-satunya Evans yang kutahu adalah ibuku dan seorang anak bernama Mark Evans yang tinggal di Privet Drive. Evans mana yang dimaksud Madame Pomfrey?'
Sebelum Harry sempat berkata apa-apa, Madame Pomfrey berkata,
"Oh, tampaknya kau menderita sakit kepala yang cukup serius, sebentar akan segera kuambilkan obatnya."
Madame Pomfrey lalu menghilang dari pandangan Harry untuk mengambil ramuan obat dari kantornya.
Harry melihat ada sebuah cermin kecil tergeletak di meja kecil di mana kacamatanya sebelumnya berada dan dia mengambilnya.
Ketika dia melihat pantulan wajahnya di cermin, dia tidak melihat ada sesuatu yang salah dengan dirinya, matanya masih tetap berwarna hijau terang seperti jamrud. 'Lalu kenapa Madame Pomfrey mengatakan aku mengubah mataku?'
Madame Pomfrey kembali tidak berapa lama setelah itu dan memberikan Harry botol obat berukuran kecil dan menyuruhnya untuk meminum seluruhnya.
Harry menghabiskan dengan segera obat yang berwarna ungu tersebut dan sakit kepalanya langsung hilang.
"Nah, bagaimana? Masih beranggapan bahwa kau ini ayahmu?"
"Huh?"
Harry tambah kebingungan mendengar pertanyaan ini, tetapi pikirannya langsung terganggu dengan datangnya sosok penyihir jangkung dengan janggut yang panjang dan kacamata bulan separuh.
"Biar kulanjutkan dari sini Poppy"
"Baiklah kepala sekolah"
Setelah sang Matron keluar dari ruangan tersebut, Albus Dumbledore lalu mengeluarkan tongkatnya dan menggumamkan beberapa mantra ke arah pintu rumah sakit.
Harry tahu apa yang sedang dilakukan Dumbledore, dia melakukan mantra agar tidak ada seorangpun yang bisa mendengar perkataan mereka. Dumbledore selalu melakukan ini setiap kali dia mengunjungi Harry di kamarnya di Privet Drive selama musim panas.
Harry melihat Dumbledore yang berada di hadapannya bukanlah Dumbledore yang dia ingat, sama seperti Madame Pomfrey, Dumbledore juga tampak dua puluh tahun lebih muda.
Harry hendak menanyakan semua keanehan ini tetapi dia merasakan ada sesuatu yang mencoba memasuki pikirannya, dan dia menyadari bahwa Dumbledore sedang berusaha melakukan legilimensi kepadanya.
Harry berhasil mengusir keluar Dumbledore dari pikirannya dan bertanya dengan marah,
"Apa yang kau lakukan sir? Jangan lakukan itu lagi!"
Dumbledore terkejut, tetapi bukan karena amarah remaja di hadapannya, melainkan karena remaja yang sedang duduk terbaring dihadapannya ini mampu mendeteksi usahanya untuk menembus pikirannya dan juga mampu untuk menangkisnya.
Dumbledore tersenyum hangat dan meminta maaf kepada Harry sebelum duduk di kursi yang Harry yakin tadinya kursi tersebut tidak ada.
"Baiklah, katakan kepadaku, siapa namamu?"
Harry berpikir pasti ini suatu lelucon gila yang direncanakan entah oleh siapa, bagaimana mungkin Dumbledore melupakan namanya?
"Sir. Ini aku Harry. Harry Potter."
Dumbledore tidak lagi tersenyum ketika mengatakan kalimat selanjutnya,
"Satu-satunya Harry Potter yang kukenal adalah Harry Edward Potter, kepala keluarga Potter, dan ayah dari James Potter, 16 tahun. Aku ragu kau adalah dia karena umurmu tampak sebaya dengan James."
'Ada apa ini? James Potter berusia 16 tahun? Ooh aku bisa gila kalau begini.'
Harry hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena kebingungan.
Dumbledore menyadari bahwa remaja di hadapannya ini sama bingungnya dengan dirinya. Dia lalu menghela napas panjang dan berkata,
"Baiklah, ceritakan tentang dirimu, siapa orang tuamu."
Harry menjawab dengan perlahan, "Orangtuaku adalah James dan Lily Potter."
Dumbledore terkejut mendengarkan ini tapi tidak menunjukkannya dan meminta Harry untuk melanjutkan ceritanya mengenai kisah hidupnya.
Harry menceritakan seluruh kisah hidupnya kepada penyihir yang seharusnya telah mengetahui jalan hidupnya bahkan mungkin lebih tahu daripada Harry sendiri.
Dia bercerita mulai dari ketika dia masih tidur di lemari di bawah tangga, pertama kalinya Hagrid mengunjunginya dan memberitahunya tentang Hogwarts, dia menyaksikan bangkitnya Voldemort, kejadian di Departemen Misteri, kematian Sirius, ramalan, sampai duelnya dengan Voldemort di pekarangan rumah keluarga Dursley.
Dumbledore mendengarkan dengan seksama cerita Harry tanpa sedikitpun perubahan ekspresi di mukanya.
Ketika Harry selesai bicara, Dumbledore merasa sangat bersimpati kepadanya dan dia tahu bahwa Harry sama sekali tidak berbohong.
"Hmmm… kau ternyata telah melewati banyak hal yang aku sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya."
Harry hampir tidak mendengar perkataan Dumbledore karena masih sulit baginya untuk mengingat kembali kejadian-kejadian buruk di hidupnya, terutama kematian Sirius.
"Baiklah Harry, kurasa aku tahu apa yang terjadi padamu sehingga kau berada di sini."
Perhatian Harry langsung tertuju seratus persen kepada kepala sekolahnya.
"Tetapi sebelumnya, jawab dulu pertanyaanku. Seingatmu, tahun berapa saat ini?"
Harry merasa heran kenapa Dumbledore menanyakan pertanyaan bodoh ini tetapi dia tetap menjawabnya.
"1996 tentu saja, dan sekarang sudah akhir agustus."
Dumbledore tersenyum, "Perkiraanku benar, sekarang memang sudah akhir agustus, besok 1 september dan sekolah akan mulai kembali. Tetapi Harry, sekarang bukan tahun 1996, tetapi tahun 1976."
Harry merasa bahwa dia sudah gila karena dia baru saja mendengar bahwa dia kini berada di masa lalu dan dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Te…tetapi bagaimana mungkin?"
"Aku juga tidak tahu Harry, tidak pernah ada yang berhasil melakukan perjalanan waktu sepertimu, bahkan time turner pun hanya bisa membawa kita maksimal ke 12 jam sebelum. Mungkin kuncinya ada pada mantra berwarna kuning yang kau lakukan untuk menghalau avada kedavra dari Voldemort." Dumbledore menjelaskan.
"Tapi aku sendiri tidak tahu mantra apa yang aku lakukan, dan dari semua buku yang kubaca, aku tidak pernah mendengar ada mantra yang berwarna kuning seperti itu."
"Aku punya beberapa dugaan tentang mantra itu, tetapi aku harus melakukan sejumlah riset sebelum mengatakannya kepadamu."
Harry hendak memprotes Dumbledore tetapi dia sudah memotongnya.
"Selama itu, kau sebaiknya bersekolah dulu di sini seperti biasa kau lakukan. Seperti yang kukatakan tadi, besok tahun ajaran baru akan dimulai dan kau akan diseleksi bersama-sama dengan para murid kelas satu."
Harry tidak punya ide yang lebih baik karena itu dia setuju saja.
"Kau memasuki tahun keenam kan?" Harry mengangguk.
"Menurut hasil O.W.L mu kau akan saya daftarkan di Transfigurasi, Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Ramuan, Mantra, dan Aritmanchy."
Harry mengangguk, tetapi dia merasa heran,
"Tunggu dulu, darimana kau tahu hasil O.W.L ku?"
"Aku menemukan ada secarik perkamen terjulur keluar dari kopermu dan ketika kulihat, ternyata itu hasil O.W.L mu. Aku terkejut ketika melihat nama Harry James Potter di perkamen tersebut sehingga kukira itu hasil palsu." Dumbledore menjelaskan.
"Koperku? Bagaimana koperku bisa ada di sini? Ketika duel lawan Voldemort koperku ada di kamarku, jadi tidak mungkin terbawa kemari." Harry merasa bingung.
"Aku juga heran Harry, kopermu tiba-tiba muncul beberapa detik setelah kemunculanmu."
Harry menuntut penjelasan lebih lanjut, maka Dumbledore melanjutkan
"Begini, tiga hari yang lalu ketika aku sedang sarapan di aula besar bersama para staff, tiba-tiba muncul cahaya putih menyilaukan dari arah pintu aula. Pertama kupikir ada serangan dari Voldemort, tetapi tak lama cahaya tersebut pudar dan kulihat kau tergeletak dengan tubuh penuh luka dan bersimbah darah."
Dumbledore menarik napas panjang sebelum melanjutkan
"Para staff mengenalimu sebagai James, tetapi aku tahu kau bukan James karena aku melihat matamu berwarna hijau dan ada tanda bekas luka berbentuk kilat di dahimu dan aku tahu tanda itu sudah lama ada pada dirimu, dan aku tahu James tidak memilikinya."
"Ketika Madame Pomfrey hendak membawamu ke rumah sakit, cahaya itu kembali, tetapi kali ini setelah cahaya itu hilang, kami melihat ada koper dengan emblem 'P' muncul di sampingmu. Hal ini semakin memperkuat dugaan para staff bahwa kau adalah James Potter karena lambang P yang ada di koper tersebut adalah lambang keluarga Potter."
"Ada di mana sekarang koperku?" Harry bertanya.
"Kopermu sekarang ada di di kantorku, kau bisa mengambilnya nanti. Dan jangan khawatir, aku tidak melihat isi dari kopermu kecuali hasil O.W.L-mu." Dumbledore mengatakan ini dengan kedipan matanya.
Harry mengangguk dan tampak sangat lelah setelah perbincangan panjang mereka.
Dumbledore menyadari Harry membutuhkan istirahat.
"Baiklah Harry, sebelum kau tidur kita harus merencanakan mengenai samaranmu karena tidak ada yang boleh mengetahui kau berasal dari masa depan, alas…aku sendiri juga tidak seharusnya mengetahui itu, mungkin setelah kau berhasil kembali ke masa depan, aku harus mengobliviate diriku sendiri."
Mereka lalu menciptakan identitas baru bagi Harry. Harry sekarang bernama Harry Parker, seorang murid pindahan dari sekolah sihir Salem dari Amerika.
Harry berlogat Inggris karena dia berada di Inggris sampai dia berumur 9 tahun sebelum pindah ke Amerika bersama ayah baptisnya karena kedua orangtuanya telah meninggal.
Harry Parker kembali ke Inggris karena ayah baptisnya baru saja meninggal sehingga kini dia harus tinggal bersama paman dan bibinya yang muggle di London.
"Oh ya Harry, besok siang aku akan membawamu ke stasiun King's Cross agar kau bisa menaiki Hogwarts Express bersama murid-murid yang lain."
"Kenapa aku harus menaiki Hogwarts Express lagi? Aku sudah di sekolah" Harry bertanya.
Dumbledore kemudian menjelaskan bahwa Harry harus sebisa mungkin menghilangkan kecurigaan kepada dirinya sehingga dia harus bertingkah layaknya murid pindahan biasa.
Dumbledore juga memberitahunya bahwa dia akan mengobliviate ingatan para staff dari kemunculan Harry yang tidak biasa di aula besar termasuk ingatan Harry pernah terbaring di rumah sakit.
Setelah Dumbledore meninggalkannya, Harry sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk tertidur lelap di tempat tidur yang sudah sering sekali dia tiduri di masa mendatang.
