Disclaimer : If You've seen it before. Then it's not mine.

Genre : Action/Adventure/Drama

Rating : PG-13

Pairings : Harry/Cho, slight Harry/Bellatrix Black

CHAPTER IV : FAMILIAR FACES

Harry Parker mendapatkan kompartemen yang kosong keesokon harinya di Hogwarts Express. Penampilannya sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya. Dumbledore telah melakukan perubahan pada rambut Harry. Dia kini berambut coklat lurus dan agak bergelombang. Matanya juga sudah berbeda warnanya menjadi coklat untuk menghilangkan relasinya dengan Lily Evans karena orang yang memiliki mata hijau amatlah jarang.

Ketika kereta mulai berjalan, rasa rindu mulai hinggap di dirinya. Dia merindukan kehadiran dua sahabatnya yang selalu menemaninya setiap tahun dalam kereta ini. Dan dia juga merindukan…Cho.

FLASHBACK

Hari sudah larut malam ketika Harry dan Cho menyusuri jalanan di Diagon Alley dengan bergandengan tangan untuk kembali ke Leaky Cauldron agar Cho bisa pulang dengan menggunakan Floo Powder.

Mereka bertemu siang itu di depan Gringgots ketika Harry baru saja menyelesaikan urusan warisan dari Sirius. Mereka berdua menghabiskan hari di Diagon Alley bersama-sama.

Harry merasakan bahwa semua perasaan yang dulu dia miliki terhadap Cho telah kembali lagi dan dia merasa nyaman sekali berbincang-bincang dengan Cho tentang berbagai macam subjek. 'Dumbledore tentunya terkesan bila dia tahu latihan yang dia berikan padaku membuatku lebih percaya diri di hadapan gadis-gadis' pikirnya.

Setibanya di Leaky Cauldron yang kosong melompong, mata mereka saling bertatapan dan tangan mereka masih tergenggam.

Kemudian seolah-olah ditarik oleh kekuatan magnet, bibir mereka bertemu. Tak satupun dari mereka ingin saat-saat indah ini untuk berakhir. Mereka ingin terus larut dalam kondisi ini selamanya. Ciuman ini sangat berbeda dengan ciuman pertama mereka yang penuh dengan kecanggungan.

"Cho, kau mau menjadi pacarku?" Dia bertanya.

Cho tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya saling melepaskan diri. Cho mengambil segenggam bubuk Floo dan mengucapkan selamat malam sebelum menghilang dibalik api hijau.

END FLASHBACK

Lamunannya terganggu oleh kehadiran seorang penyihir wanita yang cantik dengan rambut tebal berwarna merah.

"Maaf, bolehkah kami duduk di sini? Tempat yang lain sudah penuh".

Lily Evans berdiri di ambang pintu dengan seorang gadis bertubuh agak gemuk berdiri di belakangnya.

Harry memandangi gadis yang nantinya akan menjadi ibunya dengan tatapan yang merindu. Dia tidak mempercayai keberuntungannya. Kini berdiri di hadapannya sosok yang hanya dia kenal dari foto dan cerita dari orang-orang yang mengenalnya.

Harry kemudian sadar bahwa dia hanya diam saja melototi ibunya yang sudah mulai merasa tidak nyaman ditatap seperti itu.

"Oh iya, silakan duduk." Dia berkata sambil tersenyum.

"Terima kasih." Balas Lily.

Lily dan temannya duduk di hadapan Harry.

"Namaku Lily Evans dan ini Alice Prewett."

"Aku Harry, Harry Po… Parker." Hampir saja dia mengatakan nama aslinya.

Lalu dia mulai mengamati gadis di sebelah Lily dan melihat wajah yang tidak asing baginya. 'Alice…Longbottom?' Wajah bulat gadis itu memang hampir sama dengan penyihir wanita yang merupakan ibu dari salah satu temannya Neville yang pernah dia jumpai di St.Mungo. Tetapi berbeda dengan yang dia lihat di rumah sakit khusus penyihir itu, gadis yang dia lihat dihadapannya berwajah cerah dan tampak menikmati hidupnya.

Harry merasa getir memikirkan tentang nasib yang akan dialami oleh kedua orang dihadapannya di masa mendatang, yang satu akan mati karena mencoba untuk melindunginya, dan yang satu lagi akan kehilangan kewarasannya karena disiksa oleh para Death Eater.

Melihat Harry yang hanya diam saja, Alice bertanya kepadanya.

"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apakah kau murid pindahan?"

Harry tersenyum ramah sebelum menjawab, "Benar, aku baru pindah dari Amerika, sebelumnya aku belajar di sekolah sihir Salem."

"Benarkah? Tak kukira Hogwarts mau menerima murid pindahan, seperti apa rasanya di Salem?" Kali ini Lily yang bertanya.

"Salem terletak di daerah pegunungan di sekitar Vancouver, Kanada. Jadi, hampir sepanjang tahun di sana udaranya sangat dingin. Tetapi musim gugur di sana sangat indah. Sistem sekolahnya di sana juga sangat menyenangkan karena lebih memfokuskan pada praktek…….." Harry mengatakan semua ini dengan lancar karena Dumbledore telah mempersiapkan dirinya dengan segala informasi untuk menghilangkan kecurigaan pada dirinya.

Mereka berbincang-bincang selama kira-kira sepuluh menit sebelum pintu kompartemen terbuka sekali lagi, kali ini oleh seorang remaja laki-laki dengan rambut hitam yang berantakan.

"Hallo Evans, apa kabar?" James Potter mengatakan ini dengan nada yang menyenangkan yang agak dibuat-buat.

"Pergi dari sini Potter!" Lily berkata dengan tajam dan penuh kebencian, tetapi James masih tersenyum mendengarkan balasan yang tidak bersahabat ini.

"Aku akan pergi dari sini kalau kau setuju untuk berkencan denganku Evans."

Harry yang pandangannya tertuju kepada James mendengarkan kikikan geli dari Alice.

"Aku lebih baik berciuman dengan Flobberworm daripada pergi kencan denganmu Potter." Lily kini tidak lagi memandang James.

"Ouch". Suara ini berasal dari seseorang di belakang James.

"Selamat Prongs, akhirnya rekormu ditolak oleh Lily telah menembus angka seratus."

Seorang pemuda tampan bernama Sirius Black menepuk pundak sahabatnya dan menyengir lebar.

James tampak tidak senang dan dia mengalihkan perhatiannya kepada Harry yang sejak tadi memandanginya.

"Siapa kau, kenapa melihatku terus?"

Harry yang emosinya tercampur aduk karena melihat ayah, ibu, dan ayah baptisnya berada dalam ruangan yang sama dengannya, sadar kalau dia dari tadi hanya melototi James.

"Maaf, namaku Harry Parker. Aku baru pindah dari Amerika."

Harry mengangkat tangannya untuk berjabat tangan.

James yang melihat Harry berada pada kompartemen yang sama dengan Lily, tiba-tiba merasa iri atas keberuntungan Harry dan memutuskan untuk tidak menjabat tangannya dan malah pergi meninggalkan kompartemen tersebut dengan diikuti Sirius.

Harry kecewa karena ayahnya sendiri ternyata tidak menyukainya.

"Jangan hiraukan Potter, Harry. Dia memang selalu bersikap begitu apabila ada laki-laki yang dekat denganku." Lily mengatakan ini karena melihat tampang kecewa yang terpancar dari wajah Harry.

"Bahkan, kau sebaiknya tidak berurusan dengan James Potter dan gangnya. Mereka hanya kumpulan orang-orang arogan dengan kepala mereka yang kebesaran."

"Tidak apa-apa kok. Oh, iya. Kalian berada di asrama apa?"

"Ravenclaw." Lily dan Alice menjawab bersamaan.

Mereka mengobrol sepanjang perjalanan. Lily memberitahu Harry tentang sebuah geng yang bernama 'The Marauder' yang beranggotakan James Potter, Sirius Black, Remus Lupin, dan Peter Pettigrew. Harry pura-pura tertarik mendengarkan ini karena dia sudah tahu semuanya tentang 'The Marauders' dari Lupin yang bahkan telah memberinya buku catatan kenakalan mereka yang diberi judul 'The Secret To Mischief Act By Moony, Wormtail, Padfoot, and Prongs.'

"Mereka sudah mendapatkan begitu banyak detensi sampai mungkin anak-anak mereka nanti harus menggantikan mereka untuk detensi yang belum mereka lakukan." Ucap Alice, dan ini membuat mereka bertiga tertawa.

"Oh, sepertinya kita hampir sampai. Sebaiknya kita ganti baju dulu Alice." Lily dan Alice kemudian keluar dari kompartemen untuk berganti pakaian dengan seragam Hogwarts di kamar kecil.

"Tahun pertama, tahun pertama di sini." Suara familiar Hagrid terdengar begitu Harry dan kedua gadis Ravenclaw keluar dari kereta.

Tanpa pikir panjang, Harry menyapa Hagrid, "Hai Hagrid."

"Euh…Hai…kau siapa? Aku belum pernah melihatmu?" Hagrid melihat Harry dengan pandangan aneh.

"Errr…euh…a…aku…" Untungnya Harry tertolong dari situasi ini segerombolan anak tahun pertama memotong antara Harry dan Hagrid.

"Ayo Harry, kita harus mencari kereta untuk membawa kita ke kastil." Lily menarik tangan Harry menjauh dari Hagrid dan para murid tahun pertama.

"Apa kau sudah kenal dengan Hagrid, Harry?" Lily bertanya.

"Apa? Oh, tidak. Tidak juga."

"Tapi dari caramu menyapanya kelihatannya kau paling tidak pernah bertemu dengan dia."

"Oh iya, aku pernah bertemu dengan dia sekali. Tapi tampaknya dia tidak mengingatku. Ah, itu ada kereta yang kosong." Harry langsung mengalihkan pembicaraan karena tidak mungkin dia memberitahu mereka kalau dia mengenal Hagrid dari masa depan. Tetapi Lily menatap Harry dengan curiga.

Harry mempersilahkan kedua teman barunya untuk lebih dulu naik ke kereta. Tapi ketika dia mau naik, seseorang menabraknya sampai jatuh dan orang tersebut langsung menaiki kereta.

"POTTER! APA YANG KAU LAKUKAN! HARRY MAU NAIK KAU MALAH MENDORONGNYA!" Teriakan Lily terdengar menyakitkan sekali.

"Oh, ayolah Evans sayang. Masih ada kok kereta yang kosong. Tuh, kereta di belakang hanya ada si Snivellus."

Harry mengangkat kepalanya dan melihat sebuah tangan terjulur. "Kau tak apa-apa? Maafkan dia ya."

Versi remaja dari Remus Lupin kini berdiri di hadapan Harry. Dengan segera Harry memegang tangan Lupin dan berdiri. "Tidak apa-apa." Walaupun di hatinya Harry kesal sekali mendapat perlakuan seperti itu dari ayahnya sendiri.

Di sebelah Remus berdiri seseorang bertubuh pendek dengan rambut yang berwarna seperti bulu tikus. Amarah Harry meningkat melihat pengkhianat orangtuanya kini berada di hadapannya. Ingin sekali dia mengutuk Pettigrew yang kini berada di hadapannya.

"Moony, tak usah bersosialisasi dengan dia, ayo cepat naik." Ucap Sirius setelah dia duduk di kereta.

'Bagus sekali. Ayah baptisku juga tidak menyukaiku.' Pikirnya.

"Tidak-tidak, kau yang tidak berhak berada di sini, Potter. Keluar kau!"

"Sudahlah, Lily. Aku akan duduk di kereta yang itu. Sampai bertemu di kastil." Harry melangkahkan kakinya.

"Kau dengar kan Evans? Parker akan cocok sekali dengan Snivellus. Mereka bisa menjadi duo yang hebat." James berkata.

"Iya, duo orang terbelakang." Ucap Sirius yang mendapat tertawaan dari Wormtail seorang.

Sebelum menaiki kereta, Harry berdiri di samping makhluk yang menarik kereta tersebut. Harry mengusap kepala Thestral yang mirip dengan kepala naga itu dan thestral itu tampaknya senang mendapat perlakuan seperti itu.

Harry kini duduk di kereta dengan seorang anak berwajah pucat dengan rambut panjang dan berminyak. Severus Snape muda sesekali mencuri pandang ke arah Harry. Tetapi ketika pandangan mereka bertemu, dia langsung menoleh. Snape sepertinya ingin bertanya sesuatu kepada Harry.

'Apa sekarang dia sudah memiliki tanda kegelapan di tangannya?' Tanya Harry dalam hati.

Mereka tidak berbicara selama beberapa waktu. Tetapi akhirnya Snape bicara pelan. "Kau murid baru?" Dia bertanya tanpa memandang Harry.

"Benar."

Suasana kembali sunyi.

"Sejak kapan kau bisa melihat thestral?" Pertanyaan ini mengejutkan Harry. 'Apa tadi dia melihatku mengusap kepala Thestral? Kalau begitu Snape juga bisa melihatnya.'

"Kau juga bisa melihatnya?" Tanya Harry. Kini Snape menatapnya dan mengangguk pelan.

"Kematian siapa yang kau lihat?" Tanya Snape.

"Temanku tewas di hadapanku tahun lalu." Jawab Harry dengan getir.

"Oh." Hanya itu reaksi Snape. Harry tidak tahu apakah 'oh'itu tanda simpati atau bukan.

"Bagaimana kalau kau. Siapa yang kau lihat meninggal?"

Snape tidak langsung menjawabnya. Dia hanya melihat Harry seakan-akan ingin menguji apakah Harry layak mendapat jawabannya. Dan akhirnya, dengan memandang keluar, Snape menjawab, "Ibuku."

"Oh, aku turut prihatin." Ucap Harry sungguh-sungguh. Harry benar-benar bersimpati kepada Snape, dari pelajaran Occlumency bersamanya di masa depan Harry samar-samar ingat tentang ketika Harry tanpa sengaja mengakses pikiran Snape tentang kedua orang tuanya yang tampaknya sedang bertengkar.

Mereka berdua tidak berbicara apa-apa lagi sampai mereka tiba di kastil.

"Aku benci bocah itu." Ucap James Potter di meja Gryffindor.

"Parker?" Tanya Sirius.

"Siapa lagi. Kau lihat sendiri bagaimana si Evans membelanya. Dan cara Evans memandangnya……Aku benci si Parker!" James mengatakan ini dengan penuh kebencian.

"Kurasa kau terlalu berlebihan dalam melihat masalah ini , Prongs. Lily mungkin hanya baik kepadanya karena Parker itu murid baru. Dan Lily itu kan seorang Prefects." Remus mencoba menenangkan suasana.

"Oh, sebagai sesama Prefects, kau setuju dengan sikap Evans, Moony?" Ucap Sirius dengan menyengir.

"Dia membenciku." Suara yang kecil terdengar.

"Apa maksudmu, Wormtail?" Tanya James.

"Parker, dia membenciku. Ketika dia menatapku, tatapannya itu……sepertinya ia ingin membunuhku." Ucap Wormtail dengan ketakutan.

"Yang benar saja. Kalian baru pertama kali ini bertemu. Untuk apa dia membencimu. Kau pasti keliru, Wormtail." Ucap Sirius.

"Tidak! Aku benar-benar yakin dia membenciku. Tatapan matanya itu sangat dingin."

"Tampaknya memang ada yang kurang beres dengan si Parker." Ucap James dengan berpikir keras.

"Sudahlah, si topi sudah selesai bernyanyi tuh." Ucap Remus ingin mengakhiri perbincangan ini.

Mereka berempat mengalihkan perhatian kepada Dumbledore yang kini sedang berdiri.

"Selamat datang ke tahun ajaran baru di Hogwarts. Sebelum kita melakukan seleksi untuk tahun pertama, pertama-tama kita akan menyeleksi seorang murid pindahan dari Amerika Utara yang sebelumnya belajar di sekolah sihir Salem. Silahkan, Harry Parker."

Harry masuk melalui pintu samping aula dan berjalan ke tengah-tengah aula besar untuk diseleksi kedua kalinya oleh topi seleksi.

"Aku bersumpah, kalau dia masuk ke Ravenclaw, aku akan…."

"Tenang saja James, orang lemah seperti dia pasti masuk ke Hufflepuff." Ucap Sirius.

,…………………………….

"Hmmmm... Harry Parker eh?...tampaknya kau punya banyak rahasia….kalau tidak keberatan…maukah kau menurunkan perisai Occlumency-mu supaya aku bisa lebih jelas melihat pikiranmu?"

Harry melakukan apa yang diminta oleh si topi. 'Ternyata topi seleksi melakukan legilimensi untuk melihat kualitas seseorang.' Pikirnya.

"Serupa, tapi tidak sama dengan legilimensy Mr.Parker. Ataukah sebaiknya kupanggil kau Mr.Potter. Oh,iya. Aku tahu tentang dirimu, semuanya ada dalam pikiranmu ini."

'Sudahlah, cepat seleksi aku, jangan bertele-tele lagi.'

"Baiklah. Coba kulihat………luar biasa……baru kali ini aku berjumpa dengan penyihir sepertimu Mr.Potter. Sulit sekali menentukan asrama yang cocok untukmu. Kau layak untuk masuk ke semua asrama yang tersedia."

Harry semakin tidak sabaran.

"Tapi aku harus menyeleksimu. Sebaiknya kutaruh kau dimana? Kepala Sekolah sudah berpesan kepadaku supaya kau tidak diletakkan di Gryffindor. Tapi jangan khawatir, masih ada tiga asrama lagi."

'Kenapa Dumbledore tidak ingin aku masuk Gryffindor?'

"Kau pintar, berani, loyal, dan punya keinginan untuk membukikan dirimu. Dimana sebaiknya aku menempatkanmumu? Baiklah aku akan menempatkanmu di………"

"RAVENCLAW" Teriak si topi ke seluruh orang.

Tepukan tangan dari meja Ravenclaw terdengar cukup kencang sehingga ucapan 'tidak' dari seorang anak berambut acak-acakan dari meja Gryffindor tidak terdengar sama sekali oleh Harry.

,………………………..

"Dia masuk Ravenclaw! Aku tidak percaya ini!"

"Sudahlah James." Ucap Remus.

"Tidak! Aku tidak terima ini. Oh lihat itu. Lihat caranya dia tersenyum kepada bunga lilyku. Itu senyuman orang yang mengharapkan sesuatu. Aku tidak bisa membiarkan ini."

"Topi seleksi butuh waktu lama sekali untuk menyeleksi dia. Apa kalian pernah melihat ada orang yang selama itu diseleksinya?" Tapi hanya Remus yang tampak peduli dengan ucapan Wormtail ini.

"Tidak biasanya kau secermat ini, Wormtail." Remus berkata sambil tersenyum.

"Prongs. Sudahlah, lupakan saja si Evans itu. Masih banyak gadis Hogwarts yang sama cantiknya seperti si Evans. Bagaimana dengan anak Hufflepuff yang berambut keriting itu, siapa namanya? Oh iya, Skeeter. Dia lumayan cantik."

Tapi James tidak mempedulikannya dan dengan penuh ketegasan dia berkata kepada gengnya. "Marauders. Tampaknya kita telah mendapatkan sasaran baru." James Potter menunjuk ke arah meja Ravenclaw di mana Harry duduk di sebelah Lily.

Wormtail bersorak kegirangan. Sementara itu Sirius tampak kesal karena ucapannya tidak digubris. Tetapi setuju juga dengan James. Sedangkan Remus hanya menghela napas panjang.

,…………………………

"Apa kau main Quiddich, Parker?" Tanya seorang anak berkulit hitam yang duduk tidak jauh dari Harry. Wajahnya tampak familiar, tapi Harry tidak ingat dimana dia pernah melihat wajah itu.

"Ya, aku main." Jawab Harry.

"Benarkah Harry? Posisi apa?" Tanya lily dengan semangat.

"Seeker."

"Oh, bagus sekali kalau begitu. Seeker kita sebelumnya sudah lulus. Mungkin sebaiknya kau ikut tryout, Parker. Perkenalkan, namaku Shacklebolt. Kingsley Shacklebolt. Kapten Quidditch Ravenclaw." Anak berkulit hitam itu menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

'Kingsley? Kingsley yang nantinya akan menjadi salah satu auror yang top?' Harry menjabat tangannya. "Baiklah, aku akan datang pada hari tryout. Katakan saja padaku waktunya."

"Brillian. Kita memang harus merombak ulang tim kita. Sudah tiga tahun berturut-turut, piala Quidditch dipegang oleh Gryffindor. Kapten mereka, James Potter, barusan mengingatkanku tentang hal ini."

Harry kemudian melihat ke arah James. James juga melihat ke arah Harry dan memberinya seringaian yang lebar. 'Baiklah, ini kesempatan untuk membuktikan diriku kepada ayahku.'

"Uh-oh, James hanya memberikan seringaian itu kepada musuhnya. Sebaiknya kau hati-hati, Harry." Ucap Alice Prewett.

"Tenang saja. Aku bisa mengatasi mereka."

Lalu Harry merasa ada seseorang yang mengawasinya. Dia melihat sekelilingnya. Yang dia lihat hanyalah Lily yang memandanginya. Tapi bukan, bukan dia. Harry lalu membalikkan badannya dan dari meja Slytherin Harry melihat seorang gadis yang luar biasa cantiknya sedang menatap ke arahnya.

Gadis itu berambut hitam panjang seperti Cho. Harry tidak bisa menebak apa arti tatapan yang diberikan gadis itu. Tetapi Harry tidak peduli, dia hanya ingin terus memandangi wajah cantik sempurna yang akhirnya memberikan senyum kecil kepada Harry. Hal ini membuat perut Harry terasa melakukan jungkir balik. 'Ada apa dengan aku ini? Aku sudah punya pacar!' Teriak Harry dalam hati.

"Bellatrix Black." Ucap Lily dari sebelah Harry.

"Apa?" Harry kini melihat ke arah Lily.

"Gadis itu. Itu Bellatrix Black. Sebaiknya kau menghindari dia. Dia di Slyhterin dan keluarganya terkenal pendukung fanatik kau-tahu-siapa."

'Itu Bellatrix Lestrange? Wanita psikopat yang membunuh Sirius?'

Harry membenturkan kepalanya ke meja beberapa kali. Duk-Duk-Duk. 'Bagaimana aku bisa tertarik sama gadis yang nantinya akan membunuh Sirius?' Duk-Duk-Duk.

"Harry, kenapa kau?" Lily menghentikan perbuatan Harry.

"Oh, tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa."

Ruang rekreasi Ravenclaw amatlah indah. Ruangan ini didominasi oleh warna biru dan berbagai ukiran gagak. Ruang rekreasi ini juga tampaknya sengaja dibuat agar lebih nyaman dalam belajar. Sekitar selusin meja belajar berjejer di depan perapian dengan kursi-kursi yang empuk. 'Dasar Ravenclaw.'

"Parker. Kau tidur di sini." Ajak Kingsley dari pintu kamar laki-laki tahun keenam.

"Hanya ada aku dan Frank di sini. Kini denganmu, maka jadi cukup ramai juga." Ucapnya setelah mereka berdua masuk. Di dalam kamar ini sudah terlebih dahulu ada seorang anak sepantaran mereka yang sedang membereskan kopernya.

"Frank. Ini anak baru. Harry, ini Frank."

"Hallo, namaku Frank Longbottom." Ayah dari Neville Longbottom menjabat tangan Harry.

"Eh…a-aku H-Harry Parker."

"Ha-ha-ha-ha…kenapa tegang begitu? Tenanglah aku tak akan menggigitmu." Ucap Frank. Dia tampaknya orang yang menyenangkan.

"Oh, aku mengerti sekarang, kau hanya mau menggigit Alice saja kalau begitu." Ucap Kingsley dengan menyeringai.

"Diam kau, Shacklebolt!"

"Teman kita ini pacarnya si Alice Preweet." Bisikan Kingsley kepada Harry tidak pelan sama sekali.

"Dia bukan pacarku.!"

"Terserah kau saja, mate." Kingsley masih berseringai. "Oh,iya. Kenapa kau tadi duduk jauh sekali? Apa kau bertengkar dengan pacarmu?"

"Sudah kubilang. Alice bukan pacarku!" Teriak Frank dengan putus asa.

"Aku kan tidak bertanya kau bertengkar dengan Alice atau tidak. Aku bertanya apa kau bertengkar dengan pacarmu atau tidak. Apakah ini artinya….." Kingsley berkata dengan rasa kaget yang dibuat-buat. "Kau mengakui Alice sebagai pacarmu!"

"SHACKLEBOLT!"

'Tampaknya akan menyenangkan sekali tinggal dengan mereka berdua.' Pikir Harry senang.