Disclaimer : I do not own Harry Potter (I wish I did, poor me).
CHAPTER XI : PERTEMPURAN DI KING'S CROSS BAGIAN II
"AVADA KEDAVRA."
Ketika cahaya hijau mulai mendekatinya, Harry tahu ini adalah saat-saat terakhirnya di bumi. Ekspresi wajah Sirius yang memancarkan ketakutan ketika dia tahu waktunya telah habis terlintas di benak Harry.
Pikiran tak sadar Harry yang tadinya berisikan kematian Sirius di Departemen Misteri tiba-tiba bergerak. Dari lokasi tempat beradanya Tirai Kuno yang mengambil nyawa Sirius, pikirannya bergerak secepat kilat menuju pintu yang tidak bisa dibuka oleh Harry dan teman-temannya ketika mereka berada di sana. Harry ingat pintu inilah yang membuat pisau serbagunanya pemberian Sirius meleleh ketika dia menggunakan pisau itu untuk membuka pintu tersebut.
Tetapi kali ini dalam pikirannya pintu itu terbuka, ketika terbuka pintu itu memancarkan cahaya biru yang menyilaukan dan Harry merasakan sihir kuat dan asing keluar dari pintu itu.
Kutukan pembunuh sudah semakin dekat dan kini hanya berjarak sekitar satu meter dari Harry. Kemudian seolah-olah digerakkan oleh sihir asing dari pintu tersebut, Harry mengangkat tongkatnya dan keluarlah cahaya berwarna berwarna jingga dari tongkatnya.
Semua orang yang melihat cahaya hijau mencapai Harry Potter berpikiran inilah akhir dari Harry Potter yang terkenal. Tetapi lalu mereka melihat sebuah cahaya jingga keluar dari tongkat Harry Potter padahal dia tidak merapalkan mantra sama sekali.
Cahaya jingga tersebut membentuk semacam lubang pusaran yang menghisap cahaya hijau kutukan pembunuh sampai habis.
Cahaya jingga itu kemudian lenyap secepat munculnya dan dibaliknya berdiri Harry Potter dengan tegarnya.
Mulut Voldemort terbuka lebar karena kaget atas apa yang baru saja terjadi. Ekspresi wajah Voldemort kesannya akan lucu sekali kalau saja ini bukan masalah hidup dan mati. Para Death Eater yang ada di belakangnya tentunya akan memiliki ekspresi yang sama kalau saja wajah mereka tidak tertutup topeng.
"Mu...mustahil...ti...tidak ada mantra yang bisa menahan kutukan pembunuh." Baru kali ini Voldemort terbata-bata.
Sementara itu Harry Potter sebenarnya hampir sama kagetnya dengan orang lain. Bagaimana dia bisa melakukan itu? Dia tidak memerintahkan tubuhnya untuk bergerak sama sekali, tetapi tampaknya tubuhnya bergerak sendiri dan melakukan sesuatu di luar kendali Harry. Dan Harry juga tidak tahu mantra apa yang baru saja keluar dari tongkatnya. 'Mantra berwarna jingga? Mantra apa itu?' pikirnya.
Tetapi Harry mengesampingkan semua itu dan mulai tertawa.
"Hahahahahaha...Kasihan sekali kau Tom, tampaknya aku masih punya sesuatu yang tidak kau ketahui." Harry tahu ini bukanlah saatnya untuk tertawa, tetapi dia memaksakan dirinya karena apabila Voldemort sadar dia tidak bisa membunuh Harry dengan kutukan pembunuh, maka Voldemort akan mundur. Jadi Harry harus tampil percaya diri walaupun dia sendiri bingung akan apa yang baru saja terjadi.
Voldemort masih diam saja sehingga Harry meneruskan celaannya.
"Apa kau masih punya cara lain untuk membunuh orang Tom? ayo keluarkan saja!"
'Sial, kemana Dumbledore?' Harry mengumpat dalam hati karena bala bantuan belum juga datang.
Voldemort mengernyitkan wajahnya dan berkata.
"Baiklah Potter, tak kuduga aku akan melakukan ini, sebenarnya aku menyimpan yang satu ini untuk membunuh si tua Dumbledore, tetapi kau sudah layak untuk merasakan sedikit kekuatanku yang sebenarnya."
"Lakukan saja Riddle." Harry masih tenang diluar walaupun sebenarnya dia cemas juga trik apalagi yang dimiliki Voldemort.
Voldemort lalu menggerakkan tangannya ke punggungnya dan dia menarik sebuah pedang besar dari balik jubahnya yang mampu membuat siapa saja terkesima melihatnya.
Pedang tersebut berwarna hijau dengan gagang emas dan pola ular yang melingkar di sekujur pisaunya.
Mata Harry terbuka lebar meihat pedang itu, dia merasa dia pernah melihat atau paling tidak pernah mendengar tentang pedang itu.
"Ini Potter..adalah pedang dari Salazar Slytherin yang agung. Dengan pedang inilah beliau membunuh si bodoh Godric Gryffindor."
Harry tentunya ingat tentang pedang itu dan sejarahnya dari biography yang dia baca ketika di Grimmauld Place.
Hanya orang tidak waras yang akan tertawa ketika lawannya mengancam dengan pedang menakjubkan itu, tetapi itulah yang dilakukan Harry.
"Hahahahahah...yang benar saja!"
"Apa yang kau tertawakan Potter!" Voldemort tampak lebih berbahaya dari sebelumnya.
"Maaf Tom, kau tadi bilang Salazar Slytherin yang agung?...Godric memang mati karena pedang itu, tetapi kurasa menusuk orang dari belakang setelah orang tersebut telah mengampuninya bukanlah suatu tindakan yang agung." Harry menjelaskan.
"Apa maksudmu Potter!"
"Oh..kau tidak tahu?...Baiklah akan kuceritakan." 'Apa saja untuk mengulur waktu ' pikir Harry.
"Godric berhasil mengalahkan Salazar ketika mereka berduel di hutan terlarang. Tetapi Godric masih mengampuni Salazar sehingga tidak membunuhnya. Ketika Godric sedang lengah, Salazar menusuknya dari belakang. Helga Hufflepuff dan Rowena Ravenclaw marah besar karena kelicikan Salazar, jadi mereka berdua membunuhnya." Cerita Harry.
Voldemort tampak tidak terpengaruh karena cerita Harry.
"Makanya kubilang Godric Gryyfindor itu bodoh. Kau juga bodoh Potter karena menolak bergabung denganku. Aku akan senang sekali mencincangmu dengan pedang ini."
"INCONSCIENTUS." Harry mengirimkan mantra pembius versi yang lebih kuat dari Stupefy ke arah Voldemort.
Voldemort hanya mengibaskan pedangnya ke mantra yang datang dan mantra tersebut langsung menghilang.
"Sihir tidak mempan terhadap pedang ini Potter, seharusnya kau tahu itu!" Voldemort tersenyum puas.
Harry tahu itu, dia hanya mencoba apakah yang dikatakan dalam buku biography tulisan Rupert Ravenclaw itu benar adanya. Dan kini dia bingung bagaimana caranya melawan Voldemort.
'Coba saja aku punya pedang sekarang.' Harap Harry.
Kemudian terdengarlah suara musik. Semua orang penasaran darimana suara musik itu berasal. Harry tahu musik itu, musik itu sudah beberapa kali memberikannya semangat untuk menempuh marabahaya.
Sesuai dugaannya, seekor Phoenix merah muncul melalui kilatan api.
Fawkes melayang-layang di atas Harry dan banyak yang terkagum-kagum atas kemunculan Fawkes yang menakjubkan kecuali Voldemort dan anak buahnya yang sedikit ketakutan atas kemunculan Fawkes.
Seperti di tahun keduanya, Fawkes menjatuhkan topi seleksi sekolah di atas Harry yang menangkapnya dengan tangan kiri sebelum Fawkes kembali lenyap dalam kilatan api.
Voldemort melihat apa yang ada di tangan Harry lalu dia beserta Death Eater-nya tertawa.
"Potter...Potter... kau kira apa yang dapat dilakukan topi seleksi itu untuk membantumu? Menyemangatimu dengan lagu-lagu buruknya?"
Dia dan anak buahnya kembali tertawa.
Tetapi bagi Harry ini bagaikan mendapatkan sepeti harta karun, dia tahu apa yang harus dilakukan. Harry memasukkan tangan kanannya ke topi itu dan menarik keluar pedang perak Godric Gryffindor. Dia lalu melemparkan topi tua tersebut ke belakangnya berharap ada yang menangkapnya.
Tawa Voldemort dan anak buahnya langsung terhenti ketika mereka melihat pedang indah yang kini berada dalam genggaman Harry.
"Itu pedangnya Godric Gryffindor...bagaimana kau..." Voldemort menghentikan tawanya dan mulai tertawa lagi, lebih keras dari sebelum-sebelumnya.
"Kau memang sudah gila Tom! Apa yang kau tertawakan?"
"Aku seharusnya mengetahuinya..."
"Mengetahui apa?"
"Selama hidupku Harry, aku sudah banyak bertemu dengan penyihir yang mengakui diri mereka sebagai pewaris Gryffindor. Dan kini aku akhirnya bisa bertemu dengan pewaris sejatinya Godric Gryffindor...aku senang." Jelas Voldemort.
"Aku pewaris Gryffindor?" Harry tidak tahu akan hal ini, apakah Dumbledore juga menyembunyikan fakta ini?
"Kau tidak tahu Harry? Menurut buku harian Salazar Slytherin yang kutemukan di kamar rahasia, hanya keturunan sejati Gryffindorlah yang bisa mengeluarkan pedang itu dari topi seleksi.
Harry melihat pedang di tangannya dengan berbeda sekarang. Dia kini memandang pedang itu sebagai miliknya dan hanya dialah yang bisa menggunakannya.
"Ini menyenangkan sekali, untuk pertama kalinya dalam seribu tahun terakhir, kedua pedang ini bertemu kembali dalam pertempuran. Mari kita tentukan Harry, siapakah yang lebih kuat antara keturunan Slytherin dengan Gryffindor." Salazar mengacungkan pedangnya ke arah Harry.
Harry menguatkan genggamannya ke pedang dan mereka berdua mulai berjalan mendekat.
Langkah-langkah yang kini Harry lakukan terasa seperti seabad lamanya. Apakah dia sudah cukup mampu melawan Voldemort dalam duel pedang? Harry memang telah beberapa kali mengalahkan Kingsley dalam latihannya, tetapi ketika itu mereka berdua hanya menggunakan pedang kayu...apakah dia bisa bertahan melawan Voldemort?
Tanpa disadarinya, Harry kini sudah berhadapan dekat sekali dengan sang Pangeran Kegelapan. Walaupun Harry sudah jauh lebih tinggi dari sebelumnya, Voldemort masih lebih tinggi darinya.
Tanpa kata-kata lagi, mereka berdua langsung mengayunkan pedang menggunakan kedua tangan mereka dengan kecepatan yang tidak masuk akal.
Ketika pedang mereka berdua beradu, semua orang merasakan kekuatan sihir yang luar biasa memancar dari Harry dan Voldemort sampai menyebabkan kaca-kaca di kereta api Hogwarts Express pecah.
Gerakan tangan kedua penyihir hitam dan putih itu hampir tidak kelihatan. Mereka melancarkan serangan dengan bertubi-tubi dan tak ada yang saling mengungguli.
Setelah serangan yang kesekian ratus kalinya, Harry mulai berada di atas angin. Harry berhasil membuka pertahanan Voldemort dengan membuat mata pedang Voldemort menyentuh lantai. Melihat tubuh Voldemort yang tanpa pertahanan, Harry langsung menusukkan pedangnya ke dada Voldemort.
Tetapi sebelum ujung pedang Harry menyentuh jubah Voldemort, sang Pangeran Kegelapan langsung menghilang dan muncul kembali tepat di belakang Harry.
Harry yang berada di posisi yang tidak menguntungkan langsung membalikkan badannya dan melihat Voldemort melakukan gerakan untuk mengiris badan Harry.
Dengan refleks seekernya, Harry langsung melompat jungkir balik kebelakang tetapi mata pedang Syltherin masih dapat mengiris tipis Harry memanjang di bagian perutnya. Belum sempat dia merasakan sakit di dadanya ketika dia mendaratkan kakinya di lantai, Voldemort mengacungkan tangan kirinya dan meneriakkan "AVADA KEDAVRA."
Harry tidak sempat bereaksi sama sekali dan sinar hijau kutukan pembunuh mengenainya telak di bagian dada dan dia terlempar ke belakang sejauh 10 meter dan mendarat dengan wajahnya menghadap ke bawah. Pedangnya juga terlepas dari genggamannya
Peron 9 3/4 tidak pernah sehening ini ketika para penyihir melihat akhir hidup Harry Potter.
Suasana hening dipecahkan oleh Voldemort yang mengacungkan tangannya ke udara dan melepaskan tanda kegelapan lalu dia kembali merapalkan mantra sonorus.
"AKHIRNYA...HARRY POTTER YANG TERKENAL MATI JUGA...MASYARAKAT SIHIR KINI TELAH KEHILANGAN HARAPANNYA...TIDAK ADA YANG MAMPU MENGHENTIKANKU SEKARANG...DUMBLEDORE JUGA TIDAK...KINI..."
Voldemort tidak memperhatikan ketika penyihir dihadapannya yang dia kira sudah mati mengacungkan tangan kirinya dan meneriakkan "ELEKTA MAXIMUS."
"AAAAAAAAGGGHHHHHHHHHHH."
Teriakan kemenangan Voldemort digantikan dengan teriakan kesakitan ketika dia terkena oleh mantra petir yang dikeluarkan oleh Harry Potter.
Voldemort tidak kesakitan begitu lama karena dia langsung menghilangkan sinar petir tersebut dengan pedangnya. Dia melihat Harry Potter masih tengkurap di lantai tetapi kepalanya terangkat dan tangan kirinya teracung. Di wajahnya juga dia tersenyum puas walaupun darah mengalir keluar dari mulutnya.
Keturunan sejati Godric Gryffindor itu bangkit kembali dan mengambil pedangnya yang sempat terlepas karena dia terkena kutukan pembunuh dari Voldemort.
"POTTER."
Harry tidak mempedulikan Voldemort dan mulai bergerak maju lagi. Walaupun dia sudah terlalu lelah sehingga untuk berdiri saja sudah susah, dengan tenaga yang entah darimana datangnya, Harry berlari dengan kencang ke arah Voldemort sambil berteriak semangat dengan pedangnya terangkat.
Voldemort juga berlari ke arah Harry dengan pedang terangkat.
Ketika pedang mereka hendak beradu untuk yang kesekian kalinya, sebuah kekuatan memisahkan mereka berdua sehingga mereka terlempar sama seperti ketika Harry jungkir balik kebelakang untuk mengihndar pedang Voldemort.
Baik Harry maupun Voldemort mampu menapakkan kakinya di lantai dengan sempurna.
Harry tidak tahu siapa yang tadi melerai mereka, tetapi dia sangat lega karena jujur saja dia sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan pertarungan ini. Darah bercucuran dari perutnya, dan dagunya juga masih penuh dengan darah yang keluar dari mulutnya.
Harry melihat Voldemort yang tampaknya sedang melihat ke sesuatu di belakang Harry.
"Dumbledore." Desah Voldemort.
Teriakan kegirangan muncul dari orang-orang di belakang Harry. Mereka bersorak-sorai karena kemunculan satu-satunya penyihir yang ditakuti oleh Voldemort.
Dumbledore segera muncul di sebelah Harry, tongkatnya teracung dan memandang Voldemort dengan mengerikan. Dumbledore ternyata tidak sendirian, di belakangnya menyusul Aberforth Dumbledore dengan tongkat teracung dan seorang penyihir tua yang belum pernah Harry lihat sebelumnya. Penyihir tua itu bertubuh gemuk dengan kepala botak. Tongkatnya juga teracung.
"PERGI DARI SINI TOM!." Orang-orang yang mengenal Dumbledore hampir tidak pernah mendengarnya berteriak seperti itu.
"Terlambat seperti biasanya pak tua! Murid kesayanganmu ini sudah hampir mati beberapa kali...dan tampaknya kau tidak sendirian kali ini. Mari kita lihat...Aberforth?...hahahahah...kau sudah lelah menyajikan minuman di pubmu yang kumal itu?...dan satu lagi...ooh...Nicholas Flamel...suatu kehormatan bisa bertemu langsung dengan alkemist yang legendaris." Voldemort sedikit membungkukkan badannya.
"Sayangnya aku tidak merasakan hal yang sama anak bodoh!." Suara Nicholas Flamel sangatlah berat.
Voldemort tampak tersinggung dikatakan demikian, tetapi dia tidak sebodoh itu untuk melawan tiga penyihir terkuat dunia sekaligus.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Voldemort dan kroni-kroninya langsung menghilang.
Melihat kepergian Voldemort, Harry bernapas lega dan kekuatannya meninggalkannya.
Harry melepaskan pedangnya dan tumbang dengan satu lututnya menempel di lantai lalu dia muntah darah. Darah yang keluar dari mulutnya sangatlah banyak, Harry merasakan jantungnya serasa mau pecah karena berdetak begitu kencang. Tangannya memegangi dadanya karena sulitnya untuk bernapas.
"Harry! Kau tidak apa-apa?" Suara Dumbledore terngiang-ngiang di kepalanya melalui kesadarannya yang hampir lepas. Dumbledore memegangi Harry di ketiaknya dan mencoba untuk membantu Harry berdiri, tapi kaki Harry sama sekali tidak bertenaga.
"Apa ada yang tahu dia terkena kutukan apa?" Kali ini yang terdengar adalah suara Aberforth.
"Dia terkena kutukan pembunuh, Mr.Dumbledore..." Suara yang asing terdengar oleh Harry yang sudah hampir pingsan.
"Benarkah?...Harry ,coba kau minum ini.." Nicholas Flamel mengeluarkan botol obat yang kecil lalu meminumkannya ke mulut Harry.
Setelah Harry menenggak obat itu, kondisinya menjadi agak lebih baik. Kesadarannya mulai kembali walaupun badannya masih teramat lemas.
"Brian...sebaiknya kau bawa Harry ke St.Mungos. Di sini biar aku yang tangani." Baru kali ini Abe mengucapkan nama Harry dengan benar.
Dumbledore yang lebih muda mengangguk dan berteriak, "FAWKES."
Phoenix merah kesayangan Dumbledore kembali muncul. Dumbledore lalu memegang ekor dari fawkes, Harry dan Dumbledore hilang dalam kilatan api.
Harry dan Dumbledore muncul di sebuah kantor yang didominasi dengan warna putih dimana duduk seorang wanita paruh baya yang tampak penting di meja kerja.
"Dumbledore! Ada apa! Dan siapa ini?...ya tuhan...kau Harry Potter!"
Wanita ini tampaknya seorang penyembuh karena Harry memperhatikan di jubahnya terdapat bordiran lambang tongkat sihir dan tulang yang saling bersilang.
"Edna...cepat kumpulkan penyembuh-penyembuh terbaikmu untuk menangani Mr.Potter ini, dia baru saja terkena kutukan pembunuh dari Voldemort." Edna langsung berjengit mendengar nama Voldemort tetapi langsung melakukan apa yang diminta oleh Dumbledore.
Tak berapa lama kemudian, Harry langsung dibawa ke ruang perawatan. Ada lima penyembuh yang merawat Harry, termasuk Edna. Setelah berbagai macam mantra penyembuh dan berbotol-botol ramuan obat yang rasanya sangat menjijikkan, akhirnya Harry tertidur di kamar rawat.
Ketika dia membuka kelopak matanya, yang pertama kali dia lihat adalah senyum di wajah Dumbledore dengan kedipan di matanya.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" Harry bertanya lemah.
"Baru beberapa jam saja Harry, besok kau sudah bisa kembali ke Hogwarts tanpa kehilangan satu kelas pun." Jawab Dumbledore dengan ramah.
Hening sejenak.
"Sir?"
"Ya Harry?"
"Apa yang terjadi?"
"Well Harry...tampaknya lagi-lagi kau menjadi pahlawan. Jika tidak ada kau, korban tewas tentunya akan banyak sekali." Jawab Dumbledore.
"Jadi ada yang tewas?" Cemas Harry.
Dumbledore menghela napas panjang sebelum menjawab, "Seperti yang kau tahu Harry, Voldemort menghancurkan lokomotif Hogwarts Express. Dan sayangnya sang masinis sedang berada di tempat ketika itu terjadi."
"Sir? Kenapa anda lama sekali datangnya?" Harry bertanya dengan agak kesal.
"Saya mohon maaf Harry...hanya saja ternyata Voldemort melancarkan serangan tidak hanya ke King's Cross, tetapi juga ke Azkaban."
"Azkaban diserang?"
"Benar...sekitar lima puluh Death Eater beserta setengah lusin raksasa menyerang Azkaban beberapa saat sebelum serangan di Kings Cross terjadi."
"Lalu apa yang terjadi?" Harry cemas mendengar jawabannya.
Dumbledore diam sejenak sebelum menjawab dengan berat hati, "Kami memang berhasil mengusir mereka, tetapi beberapa orang auror menjadi korban. Salah satu diantaranya adalah...Nymphadora Tonks."
Harry tidak dapat mempercayainya, satu lagi orang dari kehidupan Harry pergi meninggalkan dunia ini.
"Tidak...tidak...tidak..." Harry bergumam sambil menutup wajahnya dengan tangannya.
"Ini perang Harry, dan dalam perang...selalu ada yang tewas. Kita hanya bisa terus melanjutkan perjuangan kita agar kematian mereka tidak sia-sia." Kata-kata bijak Dumbledore tidak sedikitpun memberikan ketenangan di batin Harry.
"Apakah ada yang ingin kau tanyakan lagi Harry sebelum aku meninggalkanmu?"
Banyak sekali pertanyaan yang ingin dilontarkan Harry.
"Menurut Voldemort, aku adalah keturunannya Godric Gryffindor, apakah itu benar sir? Dan kenapa anda tidak memberitahukanku?"
Dumbledore menghela napasnya.
"Tampaknya memang benar demikian Harry, dan Voldemort juga benar ketika dia bilang banyak penyihir yang mengaku diri mereka sebagai pewaris Gryffindor. Mereka mengklaim demikian karena memang mereka merupakan keturunan dari Godric."
Ekspresi bingung terlihat dari Harry.
"Tetapi kau tentu masih ingat perkataanku kepada Fudge seusai turnamen Triwizard, yaitu tidaklah penting sebagai apa orang dilahirkan, melainkan menjadi apa dia. Untuk kasus ini pewaris Gryffindor bukan hanya ditentukan oleh garis keturunan atau darah, tetapi juga dari kualitas-kualitas yang dimiliki orang tersebut. Kau Harry memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pewaris Gryffindor, selain memiliki hubungan darah dengan Godric Gryffindor, kau juga memiliki semua kualitas yang merupakan ciri dari Gryffindor, itu yang menyebabkan kau bisa menarik pedang itu dari topi seleksi." Dumbledore menyelesaikan.
"Apa anda dapat melakukannya?" Tanya Harry.
"Tidak Harry, aku tidak memiliki hubungan darah dengan Gryffindor sepertinya, karena walaupun aku dapat memegang pedang itu, aku tidak dapat menggunakannya. Entah kenapa setiap kali aku membawanya, pedang itu selalu secara otomatis kembali ke kantor kepala sekolah Hogwarts. Tampaknya pedang itu menunggu pemiliknya yang sebenarnya." Dumbledore tampak tidak kecewa karena dia bukan pewaris Gryffindor.
"Tetapi kenapa anda tidak memberitahuku?"
"Karena Harry, ada yang namanya informasi yang diberikan, dan ada juga informasi yang harus kau dapatkan sendiri."
Harry tidak menekan masalah ini karena dia tahu kepala sekolahnya tidak akan menjelaskan lebih lanjut kalau dia sudah bicara dalam teka-teki.
"Ada dua hal lagi yang ingin aku tanyakan sir."
"Tanya saja Harry, tetapi aku akan menjawabnya dengan singkat karena aku harus cepat kembali ke Hogwarts untuk menghadiri upacara seleksi seperti biasanya.
Harry mengangguk.
"Anda sudah mengetahui semua tentang duelku dengan Voldemort kan?" Dumbledore mengangguk. "Kalau begitu kenapa aku bisa menciptakan mantra pelindung yang memblok kutukan pembunuh dan setelah itu juga kenapa aku tidak mati walaupun terkena kutukan pembunuh dengan telak?"
"Untuk pertanyaan pertama aku harus bertanya dulu kepadamu Harry. Ketika Voldemort mengeluarkan avada kedavra, apa yang terlintas di pikiranmu?" Dumbledore bertanya.
"Aku teringat tentang Sirius yang..." Harry menceritakan semuanya sampai dengan tubuhnya yang bergerak sendiri untuk mengeluarkan mantra pemblok avada kedavra.
Belum pernah wajah Dumbledore secerah ini seingat Harry. "Tepat dugaanku." kata Dumbledore dengan singkat.
"Apa dugaan anda?" Harry bingung.
"Kau tentu masih ingat bagian dari ramalan tentang kau akan memiliki kekuatan yang tidak diketahui oleh Pangeran Kegelapan?"
Harry menganggguk pelan.
"Nah, kekuatan itu tampaknya sudah mulai muncul ke permukaan Harry. Kau memiliki kemampuan untuk menghubungkan kekuatan sihirmu dengan ruangan yang selalu tertutup di Departemen Misteri." Dumbledore menjawab dengan senang.
Melihat ekspresi di wajah Harry yang masih memancarkan kebingungan, Dumbledore melanjutkan, "Nanti saja kita bicarakan hal ini lebih lanjut Harry, sekarang menjawab pertanyaan keduamu..."
Tanpa mempedulikan protes dari Harry, Dumbledore menjawab pertanyaan kedua Harry, "Ada dua faktor yang tampaknya menyebabkan kau selamat dari avada kedavra Voldemort."
"Yang pertama adalah Voldemort melepaskannya tanpa tongkat. Seperti yang kau tahu, tongkat sihir kita gunakan sebagai fokus dari kekuatan sihir kita. Tanpa menggunakan tongkat, sihir yang kita gunakan seringkali meleset dari harapan kita seberapapun ahlinya kita dalam sihir tanpa tongkat."
"Sedangkan faktor yang kedua adalah Wormtail."
"Apa hubungan dia dengan semua ini?" Harry heran kenapa si tikus itu dibawa-bawa.
"Voldemort menggunakan daging Wormtail sebagai salah satu bahan utama ramuan pembangkitnya. Tetapi dia tidak tahu bahwa Wormtail memiliki hutang seorang penyihir kepadamu ketika kau menyelamatkan nyawanya di tahun ketigamu."
Dumbledore membiarkan Harry menyerap semuanya sebelum melanjutkan.
"Sudah pernah kubilang kepadamu...saatnya akan tiba ketika kau senang sekali telah menyelamatkan nyawa Pettigrew. Dan tampaknya saat itu telah tiba."
Dumbledore meletakkan tangannya di pundak Harry selagi dia bangkit dari tempat duduknya.
"Baiklah Harry, aku harus pergi dulu. Besok pagi Minerva akan membawamu kembali ke Hogwarts. Istirahatlah dengan baik."
Tak berapa lama setelah Dumbledore pergi, seorang penyembuh muda masuk untuk memberikan Harry ramuan tidur tanpa mimpi yang langsung membuatnya tertidur.
