Disclaimer : I do not own Harry Potter! I just own the book.

CHAPTER XIII : KEMBALI KE RUTINITAS

Harry kembali tersungkur ketika dia keluar dari perapian. Tetapi dia tidak punya waktu untuk mengeluh.

"Harry, sebaiknya kau cepat-cepat sebelum kau terlambat ke kelas pertamamu dengan Aberforth." Ucap Dumbledore dari balik mejanya.

"Aku tahu Professor, kalau begitu aku permisi dulu. Da-dah Fawkes..."

Dengan cepat Harry berjalan menuju ruang rekreasi Gryffindor. Dan ketika dia tiba di depan lukisan si wanita gemuk, Harry baru sadar kalau dia tidak tahu kata kuncinya.

"Password?" Kata si wanita gemuk dengan malas.

"Errr...apa kau tidak bisa membiarkanku masuk? Aku tidak tahu passwordnya."

"Tanpa Password...tak bisa masuk." Jawab wanita gemuk sambil menguap. "Walaupun kau adalah pewaris Gryffindor, tapi dalam hal ini tidak ada kekecualian." Dia melanjutkan.

'Dari mana dia tahu?' Tanya Harry dalam hati.

"Dari mana kau mendengar hal itu?" Harry bertanya.

"Hal apa? Bahwa kau pewaris Gryffindor. Berita cepat menyebar di kastil ini, nak." Jawab wanita gemuk.

"Apa kau benar-benar tidak bisa membiarkanku masuk? Aku harus cepat-cepat mengambil buku untuk kelasku." Harry meminta lagi.

"Peraturan adalah peraturan."

Tetapi setelah itu, lukisan wanita gemuk terayun terbuka dan dibaliknya terlihat seorang gadis berambut merah.

"Ginny!" Harry merasa lega lukisannya terbuka.

"Harry? Dari mana saja kau? Apa kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan di luar sini?" Tanya adik dari sahabatnya itu.

"Satu-satu dong Ginny. Aku baik-baik saja. Dan aku berada di luar sini karena aku tidak tahu passwordnya. McGonagall lupa memberitahuku." Harry menjawab.

"Passwordnya 'Rising Phoenix'. dan bukankah kau ada kelas? Ron dan Hermione sudah berangkat dari tadi."

"Aku tahu Ginny. Aku harus mengambil bukunya terlebih dahulu."

"Tunggu Harry, ada beberapa orang yang menanyakan kepadaku apakah kau akan melanjutkan D.A?"

"D.A? Untuk apa kulanjutkan? Kita kini sudah punya guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang kompeten. Jadi tidak perlu lagi kita berlatih Pertahanan." Harry menjawab.

"Benar juga Harry. Tapi banyak yang berpendapat kita butuh sebanyak mungkin latihan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Dan setelah melihat aksimu kemarin, banyak yang menginginkan kau melanjutkannya."

"Akan kupikirkan dan kudiskusikan dulu dengan Hermione dan Ron. Sekarang aku ada kelas. Sampai nanti Ginny."

Dengan segera Harry memanjat menuju kamar tidurnya yang berisi lima tempat tidur.

Di sebelah tempat tidurnya, Harry melihat koper serbagunanya sudah berada di situ. Harry langsung membuka kompartemen pertama dan mengambil buku Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam karangan William Travers, seorang duelist yang cukup terkenal sekitar sepuluh tahun yang lalu. Dia juga mengambil sebuah tas yang biasa dia pakai untuk ke kelas yang berisi pena bulu dan setumpuk perkamen.

Setelah selesai mengambil semua kebutuhannya Harry langsung melangkahkan kakinya ke kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam.

Ketika tiba, dia terlambat lima belas menit. Harry lalu masuk ke kelas yang setiap tahunnya selalu berganti pengajarnya. Aberforth merupakan gurunya yang keenam dalam subjek ini.

Harry memasuki kelas, "Maaf Professor, aku terlambat."

"Duduk Harvey." Kata Aberforth dari tempat duduknya.

Setelah Harry duduk, Abe memberikan hukuman kepada Harry.

"Sepuluh poin dari Ravenclaw karena keterlambatanmu Harris!"

"Permisi Professor, Harry seorang Gryffindor, bukannya Ravenclaw." Terry Boot protes.

"Sudah kubilang kalau ingin berbicara, angkat dulu tanganmu Tedy, lima angka dari Gryffindor!"

"Apa? Itu tidak adil, dia seorang Ravenclaw!" Ron tidak puas.

"Apa kataku tadi tentang angkat tangan Robby? Lima angka dari Ravenclaw!" Ucap Aberforth.

Harry sama sekali tidak heran dengan sikap Aberforth. Seperti adiknya, dia memang agak aneh, atau mungkin lebih aneh.

Demi menjaga agar tidak ada lagi angka yang dikurangi, semua murid diam dan melanjutkan pelajarannya.

"Baiklah, seperti yang kubilang sebelum kedatangan Harring yang dramatis, aku menjelaskan tentang apa yang akan kita pelajari di semester awal ini. Kita akan mempelajari bagaimana untuk melawan makhluk-makhluk kegelapan yang paling mungkin akan mendukung Voldemort dalam perang kedua ini."

Hampir semua murid berjengit mendengar nama Voldemort, kecuali Harry dan Hermione.

Tetapi Aberforth tidak mempedulikannya dan melanjutkan penjelasannya, "Di antara makhluk-makhluk tersebut adalah...Dementors, Vampire, raksasa, Werewolf, Banshee, dan lainnya."

"Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas tentang Vampire."

"Aku tidak akan membahas asal muasal Vampire, karena aku bukanlah ahli sejarah. Aku hanya akan mengajari kalian mengenai cara-cara untuk mengatasi Vampire."

"Tidak seperti kepercayaan umumnya di kalangan Muggle, Vampire tidak takut dengan yang namanya salib, air suci, atau bawang putih. Vampir bisa mati melalui cara-cara seperti terkena sinar matahari langsung, tusukan kayu ke jantungnya, terbakar api yang cukup besar, dan tentu saja terpenggalnya kepala mereka."

"Nah, seperti halnya raksasa, Vampire amat kebal terhadap sihir. Jadi kita juga tidak bisa membunuh mereka dengan misalnya mantra api ataupun mantra cahaya matahari, karena api atau cahaya matahari yang merupakan hasil dari sihir tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap mereka. Ada pertanyaan sampai saat ini?"

Tidak mengherankan, Hermione mengangkat tangannya.

"Ya, Hergy?"

Dari wajahnya terlihat bahwa Hermione tampak kesal namanya disebutkan begitu jauh dari namanya yang sebenarnya.

"Maaf sir, bukankah selama ini Vampire dikenal tidak membahayakan? Menurut yang kubaca mereka tidak menyerang manusia untuk mendapatkan darah." Hermione bertanya.

"Buku yang kau baca tidak menyebutkan bahwa Vampire seperti halnya Dementor merupakan makhluk yang mengikuti arus. Artinya mereka akan mengikuti siapapun yang memberikan kebebasan bagi mereka untuk berburu manusia. Walaupun mereka bisa hidup dengan meminum darah binatang, tetapi sifat asli mereka adalah pemburu. Mereka tidak akan menolak tawaran untuk mendapatkan darah segar manusia yang sangat baik dan lezat bagi mereka." Aberforth menjawab.

Banyak yang bergidik kedinginan membayangkan darah mereka dihisap oleh Vampire.

Neville mengangkat tangannya.

"Ya, Nesy?"

"Jadi, bagaimana cara membunuh mereka?" Neville tampaknya sudah menjadi lebih percaya diri dari sebelum-sebelumnya. Aksinya di Departemen Misteri tentunya ikut membantunya memberi perubahan ini.

"Aku baru mau menjelaskannya. Hanya ada satu kutukan dan satu mantra yang dapat mengatasi Vampire."

"Kutukan yang kumaksud adalah tentu saja kutukan pembunuh avada kedavra. Kutukan ini bisa membunuh Vampire karena cara kerjanya adalah mematikan fungsi kerja otak, jadinya hampir sama dengan memenggal kepala mereka. Tetapi kutukan ini tidak membuat tubuh dari Vampire tersebut hancur, jadinya kita harus memenggal kepala mereka atau membawanya ke terik matahari untuk memastikan kematian mereka." Ucap Abe.

"Tapi kutukan itu dilarang Professor! Kita bisa dikirim ke Azkaban karena hal itu." Hermione berbicara tanpa mengangkat tangannya.

"Aku hanya memberitahu kalian kutukan apa yang bisa digunakan untuk melawan Vampire, bukan berarti aku menyuruh kalian untuk menggunakannya!" Aberforth menjawab tajam. "Lima angka dari Ravenclaw karena berbicara tanpa ijin."

Para Ravenclaw hanya bisa mengerang dan menggeleng-gelengkan kepala mereka karena lagi-lagi angka mereka dikurangi.

"Oke, sedangkan mantra yang bisa mengatasi Vampire adalah sebuah mantra pemotong tingkat tinggi. Mantra ini mempunyai efek kepada Vampire karena kekuatan yang keluar dari mantra ini bersifat fisik. Mari kita praktekkan. Ayo semua berdiri." Aberforth menginstruksikan muridnya.

Semua murid berdiri dan dengan satu ayunan tongkat dari Aberforth, semua meja dan tempat duduk menghilang dan dia mengeluarkan beberapa boneka latihan, sama seperti yang dimiliki Harry di kopernya.

"Baiklah...biar kuberi contohnya terlebih dahulu. SLASHIO!"

Sebuah sinar berbentuk cambuk tipis keluar dari tongkat Aberforth dan dalam sekejap memutuskan kepala dari boneka tersebut. dan dengan sekejap pula dia mengembalikan boneka tersebut ke bentuknya yang semula.

"Seperti itulah caranya untuk menggunakan mantra ini melawan Vampire. Arahkan untuk memotong leher mereka. Tetapi kau harus melakukannya dengan cepat dan terarah karena Vampire memiliki gerakan yang amat cepat dan mampu menghindari mantra ini apabila kau terlalu lamban. Harriet, coba kau lakukan mantra ini." Abe melihat ke arah Harry.

Harry sudah menguasai mantra itu karena telah diajari Lupin.

"SLASHIO." Dengan kecepatan dan keakuratan yang sama dengan Abe, Harry berhasil memotong kepala boneka tersebut.

"Bagus sekali. Lima angka untuk Ravenclaw."

Kali ini giliran para Gryffindor yang mengeluh karena angka yang harusnya mereka dapatkan melayang ke Ravenclaw.

Kelas berlangsung dengan lancar dan sebelum meninggalkan kelasnya, Harry diminta tinggal terlebih dahulu oleh Aberforth.

"Brian bilang kau ingin belajar untuk berapparate?" Abe bertanya.

Harry mengangguk.

"Baiklah, datang ke kantorku besok jam delapan malam. Dan ingat, tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini."

Harry kembali mengangguk.

Harry meninggalkan kelas dan dia melihat Hermione dan Ron telah menunggunya.

"Harry! Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu setelah kejadian kemarin? Kemana Dumbledore membawamu?" Hermione bertanya cepat sesuai ciri khasnya. Harry lalu menceritakan semuanya sampai dengan dia menghadiri pertemuan order. Tanpa memberitahu isi dari pertemuan tersebut tentu saja.

Setelah Harry selesai bercerita, dia melihat Ron memandangnya dengan aneh.

"Kenapa kau memandangku seperti itu Ron?"

"Kau menjadi anggota order juga?" Ron bertanya dengan nada yang tidak mengenakkan.

Harry mengiyakan.

"Jadi apakah tidak cukup bagimu setelah menjadi pewaris Gryffindor, Harry Potter yang terkenal, penyihir muda terkaya se-eropa, dan juga kapten Quidditch?"

"Ron!" bentak Hermione.

"Kenapa kau bertingkah laku seperti ini Ron?" Harry keheranan atas sikap sahabatnya.

"Kalau kau kau tidak tahu, aku tidak akan memberitahumu!" Ron lalu meninggalkan mereka berdua.

"Ron! Mau kemana kau?" Harry memanggil.

"Sudahlah Harry, biarkan dia menenangkan pikirannya dulu." Nasihat Hermione.

"Menenangkan pikirannya dari apa?" Harry bertanya.

"Aku tak tahu, tapi dari sikap seperti itu, dia tampaknya iri terhadapmu." Jawab Hermione dengan sabar.

"Iri terhadap apa? Dia iri terhadap nasibku yang selalu dikejar-kejar oleh penyihir hitam paling kuat dalam sejarah? Kalau begitu aku akan dengan senang hati bertukar tempat dengannya." Emosi Harry naik.

"Seperti dua tahun yang lalu, dia iri karena kau lagi-lagi mendapatkan semua perhatian. Tapi aku kaget karena kukira Ron sudah membuang jauh-jauh sifat irinya tersebut."

"Bagus sekali. Seperti waktu itu, aku juga mungkin harus berhadapan lagi dengan naga supaya dia kembali bersikap seperti orang dewasa. Atau mungkin aku harus pergi sekarang juga menantang Voldemort dalam duel supaya dia tahu kalau aku tidak memilih jalan hidup seperti ini!" Harry tampak frustasi.

"Dia tahu Harry kalau kau tidak memilih untuk menjadi terkenal." Hermione berusaha menenangkan Harry.

"Lalu kenapa dia masih bersikap bodoh seperti itu?"

"Aku tidak tahu Harry. Seperti yang tadi kubilang, kukira dia sudah membuang sikap irinya tersebut."

Dengan pelan Hermione melanjutkan, "Sepertinya ada faktor lain yang menyebabkan dia bersikap begitu, tapi aku tidak tahu apa."

Mereka berdua lalu melangkahkan kakinya ke ruang bawah tanah untuk mengikuti pelajaran ramuan. Harry lega karena dia tidak akan sekelas dengan Ron. Ron tidak mendapatkan nilai yang dibutuhkan untuk kelas level N.E.W.T Snape.

Kelas ramuan untuk tahun keenam ini merupakan satu-satunya kelas yang diikuti oleh para murid dari keempat asrama. Hal ini dikarenakan sulitnya untuk masuk kelas ini.

Ketika mereka berdua masuk, mereka melihat kelas ini berisikan enam belas orang. Paling banyak tentu saja dari Slytherin.

Dari Gryffindor, selain Harry dan Hermione, hanya Lavender Brown saja yang mengikuti kelas ini. Sedangkan dari Hufflepuff hanya diwakili oleh Susan Bones dan Ernie McMillian. Ravenclaw diwakili empat orang, yaitu Terry Boot, Michael Corner, Padma Patil, dan Anthony Goldstein. Sementara itu Slytherin berisikan tujuh orang, selain Draco Malfoy yang sudah pasti lolos, yang lainnya adalah Pansy Parkinson, Theodore Nott, Blaise Zabini, Daphne Greengrass, Milicent Bulstrode, dan Terence Higgs. Tampaknya hanya Crabbe dan Goyle saja murid Slytherin yang tidak diterima di kelas ini.

Setelah selesai mengabsen, Snape mulai melakukan pidato awal tahunnya seperti biasa.

"Selamat datang di kelas ramuan level N.E.W.T untuk tahun keenam. Beberapa dari kalian cukup pantas untuk berada di kelas ini, sedangkan yang lainnya tidak diragukan lagi hanya beruntung dalam mendapatkan O di O.W.L ramuan kalian." Snape mengatakan kalimat terakhir sambil memandang remeh ke arah Harry.

"Ketahui bahwa kalian tidak bisa santai di kelas ini. Karena kalau performa kalian kuanggap mengecewakan, maka kalian akan dikeluarkan dari kelas ini."

Snape berhenti sejenak untuk melihat reaksi para muridnya sebelum melanjutkan.

"Ramuan pertama yang akan kita kerjakan adalah ramuan Miragio. Potter, sebutkan apa kegunaan ramuan ini!"

Harry yang sudah mempersiapkan diri selama musim panas untuk ini, menjawab pertanyaan Snape dengan penuh keyakinan.

"Ramuan Miragio digunakan untuk menyembuhkan seseorang yang tergigit oleh Werewolf. Hanya saja ramuan ini harus diberikan kepada korban paling lambat sepuluh menit setelah dia digigit, kalau tidak orang tersebut akan menjadi Werewolf.

Dari ekspresi wajahnya, Snape terlihat terkejut karena Harry dapat menjawabnya.

"Bagus, err...satu angka untuk Gryffindor." Terlihat pula Snape menyesali kebaikan hatinya.

"Potter, di mana kita bisa menemukan akar Bausch untuk ramuan Miragio?"

Harry sebenarnya sudah tahu jawabannya, tetapi dia ingin lebih puas mengejutkan Snape. Jadinya dia pura-pura untuk berpikir.

Snape kelihatannya senang sekali karena melihat ekspresi bingung di wajah Harry. Tetapi kesenangannya tidak bertahan lama.

"Akar Bausch dapat ditemukan di Afrika timur, di negara yang bernama Seychelles." Jawab Harry. Di batinnya dia menari.

"Di mana tepatnya di Seychelles?"

'Uh-oh, dia menang' Pikir Harry.

"Err...aku tidak tahu, di buku tidak disebutkan dimana tepatnya."

Snape menyeringai lebar.

"Lima angka dari Gryffindor untuk ketidaktahuanmu Potter. Kalau kau punya inisiatif untuk membaca buku khusus tentang akar Bausch di perpustakaan, kau akan tahu bahwa akar Bausch dapat ditemukan di sekitar pegunungan Victoria."

"Mana sempat aku ke perpustakaan! Ini baru hari pertama! Dan seperti yang kau ketahui, aku baru saja kembali dari St.Mungo's karena bertarung dengan Voldemort!" Amarah Harry memuncak.

Banyak yang berjengit mendengar nama Voldemort terutama murid Slytherin.

"Lima belas angka untuk luapanmu Potter! Dan bersyukurlah tidak lebih lagi."

"Harry... tenang." Hermione mencoba menenangkan Harry.

"Sekarang, buat kelompok berdua-dua untuk membuat ramuan ini, bahan-bahan dan instruksi ada di papan. Dan kau Potter, gabung dengan Zabini!"

Harry segera berjalan mendekati gadis yang dia kenal di Diagon Alley.

"Halo Blaise." Harry menyapa.

Blaise tersenyum. "Hallo Potter. Kulihat duelmu dengan Pangeran Kegelapan tidak membuat emosimu terkontrol rupanya."

"Ah...yang kemarin bukanlah duel, kami hanya saling bertukar kutukan. Hanya itu."

Harry melihat ke belakang Blaise dan melihat Malfoy tampak heran kenapa Blaise bisa bicara sopan dengan seorang murid laki-laki. Dan orang itu tinggal di Gryffindor lagi.

"Apa kau yakin ini adalah ide yang baik kau berbicara padaku dengan sopan? Teman-teman Slytherinmu tentunya tidak akan tinggal diam melihat ratu mereka akrab dengan anak emas Gryffindor." Harry bertanya setengah bercanda.

"Jangan khawatirkan tentang aku Potter, mereka tidak bisa mengaturku. Terutama Malfoy dan kroni-kroninya akan merasakan akibatnya apabila macam-macam dengan seorang Zabini." Blaise menjawab tenang.

"Ouch." Canda Harry.

Harry dan Blaise merupakan pasangan pertama yang menyelesaikan ramuan mereka dan menyerahkannya kepada Snape. Mereka sedikit lebih cepat dari pasangan Hermione dan Lavender yang disusul pasangan Malfoy dan Nott.

Harry mengucapkan selamat tinggal kepada Blaise sebelum dia bergabung kembali dengan Hermione.

"Sejak kapan kau akrab dengan Zabini?" Hermione bertanya.

"Oh, kami bertemu dua kali selama musim panas di Diagon Alley." Harry menjelaskan.

"Tak pernah kulihat dia berbicara lebih dari dua kata dengan seorang lelaki. Kenapa dia tidak begitu denganmu?"

Harry mengangkat bahunya. "Sudahlah, ayo kita segera makan siang. Sarapan di St.Mungos tadi pagi benar-benar buruk."

Ron sudah ada di sana ketika mereka tiba di aula besar. Ron langsung memalingkan pandangannya ketika melihat mereka berdua jalan ke arahnya.

"Hai Ron, bagaimana ilmu ramalan? Apakah Trelawney mengajar bersama-sama Firenze?" Hermione bertanya setelah dia duduk dihadapannya.

"Ron?" Hermione bertanya lagi karena Ron tidak menjawab.

"Firenze hanya mengajari murid tahun pertama sampai tahun keempat. Jadinya aku terjebak dengan Trelawney lagi." Ron menjawab dengan malas.

"Kau tidak apa-apa Ron?" Harry yang duduk di sebelahnya melihat makanan Ron hampir tidak disentuh sama sekali. Benar-benar tidak seperti Ron.

"Aku tidak apa-apa." Jawab Ron.

Harry dan Hermione tidak menekan persoalan ini dan memutuskan untuk berbicara yang lain.

"Harry. apa kau sudah tahu mengenai nyanyian topi seleksi semalam?" Hermione bertanya.

"Aku tahu, bahkan itu merupakan hal pertama yang dibahas dalam pertemuan order."

"Oh ya? Bagaimana sikap order dalam menyikapi Pangeran Setengah Darah ini?"

"Kau tahu aku tidak bisa memberitahumu Hermione."

"Tapi..."

"Biarkan saja Hermione, teman kita yang hebat ini sudah tidak hidup dalam dunia kita lagi." Ron tiba-tiba bicara tanpa memandang kepada kedua sahabatnya.

"Kenapa kau berkata begitu Ron." Ucap Harry.

"Tak ada alasan yang berarti." Ron menjawab.

Harry tidak ingin memusingkan sikap Ron yang aneh dan melanjutkan perbincangan.

"Sebenarnya aku lebih tertarik dengan sikap topi seleksi yang tidak ingin lagi menyeleksi. Menurut yang kudengar, murid-murid tahun pertama menentukan sendiri pilihannya. Apa itu benar?"

"Iya." Hermione menjawab. "Dan apa kau tahu kalau sebagian besar dari mereka memilih masuk Gryffindor?"

Harry menggelengkan kepalanya. "Kenapa begitu?"

"Well." Hermione mengikik. "Ketika mereka ditanya alasan mereka memilih Gryffindor, hampir semuanya mengatakan, quot 'Karena Harry Potter ada di Gryffindor' quot selesai."

"Benarkah?" Kenapa?" Harry bertanya.

"Oh, ayolah Harry. Jelas sekali mereka begitu karena melihat aksimu kemarin di King's Cross. Bahkan para penyihir kelahiran muggle yang baru kemarin mendengar namamu, langsung memutuskan untuk masuk Gryffindor. Tapi...ada satu anak yang alasannya agak berbeda. Dia mengatakan memilih masuk Gryffindor karena dia mengenalmu."

"Oh ya? Siapa namanya?"

"Mark...Mark Evans." Hermione menjawab.

"Mark Evans?"

"Iya, apa kau mengenalnya Harry?"

"Mark...Mark...Mark...tidak aku tidak mengenalinya, yang mana orangnya?" Harry melihat ke sekelilingnya.

"Yang itu. Yang sedang berbicara dengan gadis berkacamata itu." Hermione menunjuk ke ujung meja makan Gryffindor.

Harry melihat anak yang ditunjuk oleh Hermione dan mengenali anak itu dari salah satu anak kecil yang sering dikerjai oleh Dudley dan kawan-kawannya di Little Whinging.

"Oh dia, yah aku tahu tentang dia. Dia salah satu tetanggaku. Tetapi dia mungkin mengenaliku sebelumnya sebagai anak Potter bermasalah yang dikirim ke St.Brutus's." Ucap Harry.

"Jadi Harry, apa pendapatmu mengenai topi seleksi yang menolak untuk menyeleksi. Apa tujuannya menurutmu?" Ron akhirnya bergabung dalam perbincangan mereka.

"Kurasa topi seleksi benar-benar ingin agar kita bersatu. Sama seperti yang dilakukan oleh Professor Aberforth Dumbledore tadi di kelas." Harry menjawab.

"Maksudmu Aberfort sengaja mengurangi angka Ravenclaw padahal harusnya Gryffindor yang dikurangi adalah cara agar kita tidak terpecah belah?"

"Begitu pendapatku Ron."

"Tapi kurasa tidak mungkin kita bisa bersahabat dengan Slytherin." Ron mendebat.

"Kenapa tidak?"

"Ya, lihat saja reputasi mereka yang boleh dibilang asrama tersebut adalah tempat latihan calon-calon Death Eater."

"Kau tidak bisa beranggapan kalau sekumpulan anak-anak berusia sebelas tahun ditempatkan oleh sebuah topi bodoh di suatu asrama bersimbolkan ular otomatis menjadikan mereka jahat kan? Slytherin itu ambisius Ron, bukannya jahat."

"Ya, tapi..."

"Dengar Ron. Kalau kau mempunyai kepercayaan seperti itu...'Slytherin semuanya jahat'. Maka itu tidak ada bedanya dengan kepercayaan Voldemort dan anak buahnya yang beranggapan bahwa semua penyihir kelahiran muggle itu sampah dan tidak pantas hidup. Kita tidak bisa melihat dunia ini hanya terdiri dari hitam dan putih saja Ron."

"Wow. Harry. Sejak kapan kau menjadi bijaksana seperti ini?" Hermione kagum dengan perkataan Harry.

"Menghabiskan musim panas dengan orang-orang dewasa anggota order akan membuat remaja manapun mempunyai sedikit kebijaksanaan Hermione."

"Oh benar, kurasa memang pewaris Gryffindor tahu segalanya. Apa yang kupikirkan untuk berdebat dengan Harry Potter yang hebat. Aku hanyalah seorang murid biasa dengan nilai-nilai yang biasa dan juga uang yang sedikit." Dan dengan kata-kata itu dia meninggalkan Harry dan Hermione yang sangat terkejut dengan sikapnya.

"Ada apa dengan Ron?" Neville Longbottom yang duduk di dekat mereka bertanya kepada Harry.

"Aku tak tahu Neville, dia memang berperilaku aneh hari ini." Harry menjawab.

"Mungkin sebaiknya kau bicara dengan dia Harry." Hermione menganjurkan.

"Apa kau pikir itu ide yang baik? Mungkin sebaiknya kita membiarkan dia untuk mendinginkan kepalanya dulu."

"Harry, kau tidak ingin apa yang terjadi di tahun keempat terulang lagi kan? Kau dan Ron tidak berbicara selama berbulan-bulan pada waktu itu."

"Tapi apa yang harus kukatakan kepadanya Hermy? Sepertinya rasa irinya Ron belum hilang sama sekali seperti yang kau bilang."

"Aku tahu persis dia sudah tidak iri lagi kepadamu Harry. Aku menghabiskan banyak waktu dengannya musim panas ini dan juga musim panas yang lalu sebelum kau datang ke Grimmauld Place. Dan dia selalu khawatir akan keadaanmu. Dia terutama sangat khawatir bagaimana kau mengatasi rasa dukamu setelah kepergian Sirius, sendirian di Privet Drive. Dia juga tidak iri sama sekali ketika mengetahui sebagian besar uang dari Sirius jatuh ke tanganmu. Jadi percayalah kepadaku bahwa rasa iri bukanlah penyebab dari sikap aneh Ron hari ini." Hermione menjelaskan.

"Lalu apa yang menyebabkan dia begitu?" Harry bertanya lagi.

"Karena itu kau harus berbicara dengannya Harry. Butuh banyak waktu bagimu dan Ron untuk bicara lagi dua tahun yang lalu karena tak satupun dari kalian yang berinisiatif untuk menyelesaikan masalah kalian. Bahkan..." Hermione berpikir sejenak. "Ron sudah bertingkah aneh tidak hanya hari ini. Tetapi semenjak...kau tiba di Grimmauld Place. Aku ingat dia selalu menolak membicarakan tentang dirimu sejak kau menolak untuk memberitahu kami isi dari ramalan tersebut."

"Hmmm...berarti memang mungkin dia tidak merasa iri kepadaku. Karena baru kemarin dia mengetahui bahwa aku adalah pewaris Gryffindor." Harry berkesimpulan.

Lalu dengan segera Harry bangkit dari tempat duduknya dan pergi untuk mencari sahabatnya, atau mantan sahabatnya kalau dia tidak segera memecahkan persoalan mereka.

Harry pergi ke ruang rekreasi Gryffindor dan dia tidak menemukan Ron di sana, tidak juga di kamar tidur mereka.

Dia lalu mengeluarkan peta perampok kesayangannya untuk menemukan Ron. "Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa aku orang yang tidak berguna."

Harry melihat nama Ron Weasley ternyata sedang berada di lapangan Quidditch. "Keonaran Terlaksana."

Harry melangkahkan kakinya secepat mungkin ke arah lapangan Quidditch. Dalam perjalanan dia bertemu dengan gadis pertama yang ditaksirnya, Cho Chang.

"Hai Harry." Cho tersenyum saat dia melihat Harry.

"Oh, hai Cho." Harry memaksakan tersenyum karena yang ada di pikirannya saat ini adalah berbicara dengan Ron.

"Harry, bagaimana keadaanmu?"

"Tidak pernah lebih baik. Dengar Cho...aku tidak bisa ngobrol saat ini. Aku harus menemukan Ron sesegera mungkin." Harry berkata cepat-cepat.

"Oh, aku baru saja melihat dia menuju ke arah lapangan Quidditch dengan membawa sapunya."

"Dia membawa sapu?"

Cho mengangguk. "Apakah dia baik-baik saja?"

"Dia baik-baik saja. Hanya ada beberapa hal yang harus kubicarakan dengan dia. Aku permisi dulu Cho." Harry meninggalkan Cho.

Harry sampai di lapangan dan melihat Ron sedang terbang dengan sapunya di sekitar gawang.

"RON! RON! TURUN KEMARI AKU PERLU BICARA DENGANMU!"

Harry tidak tahu apakah Ron tidak mendengarnya atau memang dia mengacuhkannya.

Harry memanggil Ron beberapa kali lagi sebelum dia menyerah. 'Hanya satu yang dapat kulakukan.' Pikir Harry.

Harry mengeluarkan tongkatnya dan meneriakkan "ACCIO FIREBOLT."

Tak berapa lama sapu terbang tercepat di dunia itu melayang di dekatnya. "Tunggu dulu...ini Firebolt-ku yang lama atau yang baru?" Harry bertanya kepada dirinya sendiri.

'McGonagall belum mengembalikan Firebolt-ku yang lama. Tapi ini bisa saja yang lama.'

Harry mengesampingkan itu semua dan segera menaiki sapunya untuk menyusul Ron di udara.

Dia terbang mendekati anak laki-laki Weasley yang termuda itu dan mengajaknya bicara.

"Ron.."

"Oh...apakah sang kapten sengaja terbang kemari hanya untuk memberitahuku bahwa aku dikeluarkan dari tim? Aku tersentuh." Ujar Ron secara sarkastis.

"Ron...ada apa denganmu? Kenapa kau begitu membenciku?"

Ron terbang menjauh dari Harry dengan cepat. Tetapi sapu Cleansweep milik Ron jelas bukan tandingan Firebolt. Dengan cepat Harry sudah berada di dekatnya lagi.

"Jangan ganggu aku! Pergi dari sini!" Ron marah.

"Tidak. Aku tidak akan pergi sebelum kau mengatakan padaku apa sebenarnya masalahmu."

Ron tidak menjawab dan tidak melihat ke arah Harry.

"Apakah kau iri lagi padaku seperti dua tahun yang lalu?"

"Kau tidak tahu apa-apa Potter."

'Wah, ini gawat kalau Ron memanggilku dengan nama akhirku.' Harry khawatir.

"Ayolah Ron, katakan padaku. Apa yang membuatmu membenciku? Aku tahu dirimu. Tidak mungkin hal sepele semacam uang mampu membuatmu berpaling dari sahabatmu. Atau apakah perbuatanmu yang mengikutiku Departemen Misteri untuk membantuku hanyalah sebuah kebohongan?"

Ron akhirnya berpaling ke arah Harry.

"Masalahnya ada pada dirimu, Potter!"

"Apa yang telah kulakukan?"

Ron benar-benar marah kali ini. Dia berteriak sambil menunjuk-nunjuk Harry.

"Kau...bagaimana kau bisa bersikap normal seolah-olah tidak ada yang terjadi setelah apa yang kaulakukan!"

Harry sudah tidak tahan lagi, 'apa yang telah kuperbuat'?"

"Oke...Aku minta maaf atas apapun yang telah kulakukan untuk menyinggungmu. Tapi kumohon, katakan padaku apa yang telah kulakukan? Aku benar-benar tidak mengerti."

"Kau...kau...KAU MENCIUM HERMIONE!"

Apapun jawaban yang diharapkan Harry, yang jelas ini bukan salah satunya.

"Huh?...yah aku memang menciumnya...tapi itu kan hanya untuk...kenapa kau...?"

Lalu segalanya menjadi jelas bagi Harry. Kenapa Ron menjadi marah kepadanya karena hal sepele ini, dan kini Harry tahu alasannya, dan ini membuatnya tertawa terbahak-bahak.

"Hahahahahahahahaha..." Harry hampir saja jatuh dari sapunya karena dia hanya berpegangan pada sapu dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satu lagi dia gunakan untuk menahan perutnya karena tertawa.

"JANGAN TERTAWA!" Ron kini wajahnya merona merah dan dia sudah tidak melihat ke arah Harry.

"Ron...kau...kau...KAU MENYUKAI HERMIONE!" Harry berteriak dengan masih sulit menahan tawanya.

"Aku..." Ron tidak melanjutkannya karena dia tidak bisa mengelak lagi.

Harry akhirnya sudah puas tertawa dan mulai memasang wajah serius walaupun gagal.

"Jadi...Ron. Kau menyukai Hermione? Sejak kapan?"

"Itu tidak penting! Yang penting adalah apa kau menyukainya juga?" Ron bertanya sambil memandang Harry dengan tajam.

"Yah, aku memang menyukai Hermione." Harry nyengir. Dia melihat wajah Ron tampak kecewa. "Aku menyukainya sebagai seorang adik."

Mendengar kalimat terakhir dari Harry, wajah Ron tampak ceria.

"Benarkah?" Ron bertanya dengan ragu-ragu.

Harry mengangguk. "Benar. Jadi, sejak kapan kau menyukainya? Apakah semenjak pesta dansa natal dua tahun yang lalu?"

"Ba...bagaimana kau tahu?"

"Oh, ayolah, tingkahmu waktu itu benar-benar menandakan kau cemburu pada Victor Krum karena dia mengajak Hermione ke pesta dansa. Kau benar-benar bodoh waktu itu, marah kepada Hermione dengan alasan Victor mencoba mengorek keterangan tentang diriku. Aku seharusnya tahu kalau kau cemburu." Harry menjelaskan masih dengan senyum yang lebar.

"Wak..waktu itu aku juga kaget betapa cemburunya aku melihat Hermione digandeng Krum. Menurutmu apakah Hermione tahu?"

"Hmmm...aku tidak tahu. Dia sangat pintar, terutama soal masalah-masalah begini." Harry mengobservasi.

Ron tertawa kecil. "Ya...dia memang pintar."

"Awwwwww, apakah itu yang membuatmu tertarik padanya?" Goda Harry.

"Diam kau Potter! Jadi, apakah kau benar-benar menganggap dia hanya sebagai adik?" Ron bertanya.

Harry mengangguk.

"Baguslah kalau begitu." Ron tampak senang.

"Hmmmm." Harry terlihat sedang berpikir. "Tidak juga Ron. Aku tidak yakin apakah kau layak untuk adikku. Aku sangatlah protektif asal kau tahu saja."

"Ah, diam kau. Ayo, kita harus turun, Herbology segera dimulai." Ron mulai terbang turun ke tanah.

Ketika mereka turun, Ron bertanya lagi.

"Oh iya, Harry. Kalau kau hanya memandang Hermione sebagai adik, kenapa kau menciumnya? Di bibir lagi!"

Harry mendengus. "Itu hanya untuk menghindar dari memberitahukan kalian isi dari ramalan Ron. Kukira Hermione sudah memberitahumu."

"Dia memang sudah memberitahuku. Tetapi aku belum yakin sebelum mendengarnya darimu."

Mereka berdua mulai berjalan sambil menenteng sapu terbang di tangan. Tapi Ron lalu menghentikan langkahnya.

"Kalau begitu siapa yang kau suka Harry. Apakah kau masih menyukai Cho Chang?"

Tanpa berpikir Harry langsung menjawab. "Tidak, tidak hanya dia." Harry menyadari apa yang baru saja dkatakannya dan dia lalu menutup mulutnya.

"APA! ADA SATU GADIS LAGI! SIAPA?" Ron kaget.

"Ron, tenang!" Harry melihat-lihat ke sekeliling lapangan Quidditch yang kosong karena takut ada yang mendengar.

"Siapa yang satu lagi Harry? Apakah Ginny?" Ron bertanya penuh harap.

"Ewww... Ginny? Aku melihat Ginny sama seperti Hermione, Ron. Kenapa kau berpikiran kalau aku meyukai Ginny? Apakah kau ingin agar aku berkencan dengan adikmu Ron?"

Ron langsung salah tingkah. "Apa? Oh tidak...tentu saja tidak."

"Hmmm...okelah, ayolah kita harus segera rumah hijau, Herbology sebentar lagi mulai."

"Aye-aye Kapten." Ron merangkul pundak Harry saat mereka berjalan.

Tampaknya trio emas Gryffindor telah kembali.

Harry dan Ron tiba tepat waktu sebelum pelajaran dimulai. Mereka berjalan menghampiri Hermione yang tampak senang melihat kedua sahabatnya tampaknya sudah berbaikan kembali.

"Kalian sudah menyelesaikan masalah kalian rupanya?" Hermione bertanya.

"Oh...I...iya kita sudah menyelesaikannya." Ucap Ron terbata-bata.

"Iya...semuanya hanya masalah laki-laki yang simpel. Iya kan Ron?" Harry mengedipkan sebelah matanya kepada Ron.

"Baguslah kalau begitu." Hermione sepertinya tidak ingin tahu masalah laki-laki apa yang dimaksud oleh Harry.

Kemudian suara Professor Sprout terdengar. "Baiklah, anak-anak. Hari ini kita akan mencoba untuk menanam tanaman 'Frog Fly'. Apakah ada yang bisa memberitahuku apa kegunaan dari tanaman ini?"

Neville dan Hermione mengacungkan tangan mereka.

Chapter berikutnya: QUIDDITCH TRYOUT.