Disclaimer : Harry Potter is mine? What? Are you crazy? Of course it's not mine!
CHAPTER XV : PERBINCANGAN DENGAN CALON MENTERI
"Mr.Potter. Kepala Sekolah ingin bertemu denganmu sekarang juga. Kau tidak ada kelas untuk pagi ini kan?" Ucap McGonagall ketika dia menghampiri Harry pada waktu sarapan
Harry mengangguk. "Baiklah Professor, apa kata sandinya?"
"Blowing Up Candy."
Harry tersedak ketika dia mendengar kata kunci ke kantor kepala sekolahnya.
"Kira-kira kenapa Dumbledore ingin bertemu dengamu Harry?" Ron bertanya.
"Aku sendiri tidak tahu."
Harry lalu pergi ke arah kantor kepala sekolah sementara Hermione dan Ron berjalan ke kelas sejarah sihir.
Dia mengucapkan kata kuncinya di hadapan Gargoyle dan menapakkan kakinya di tangga batu spiral yang bergerak naik perlahan setelah pintu dibelakangnya menutup. Ketika Harry berdiri di depan pintu ek yang menghubungkan ke kantor Dumbledore, suara kepala sekolah Hogwarts terdengar dari balik pintu. Padahal Harry belum sempat mengetuk.
"Silakan masuk Harry."
Harry membuka pintu dan melihat Dumbledore sedang duduk di mejanya seperti biasanya. Tetapi Dumbledore tidak sendirian, karena dihadapannya duduk Madame Bones.
"Silakan duduk Harry." Dumbledore menunjuk ke kursi di sebelah Madame Bones.
Harry tersenyum ketika dia melihat Madame Bones dan mereka saling bertukar salam.
"Baiklah, kurasa kau tahu untuk apa aku memanggilmu kemari, Harry?"
Harry mengangguk. "Apakah anda ingin membicarakan perihal pemilihan Menteri Sihir?"
"Benar sekali, Harry. Amelia akan menjelaskan kepadamu apa saja yang kau perlu ketahui tentang hal ini. Silakan Amelia."
"Terima kasih, Dumbledore. Nah, Mr.Potter, apakah kau belum merubah pikiranmu tentang dukunganmu dalam pemilihan Menteri Sihir mendatang?" Madame Bones mulai berbicara.
"Tentu saja tidak. Dan, kumohon...panggil saja aku Harry. Mr.Potter biasa digunakan oleh para Professor di sini."
"Baiklah Mr.Po...Harry. Pemilihan Menteri Sihir akan dilangsungkan satu bulan dari sekarang. Dan akhir pekan ini akan dilakukan perkenalan secara resmi dari para calon di atrium Kementrian. Pers akan hadir di sana tentu saja, begitu juga para pendukung dari para calon. Beberapa duta besar juga akan hadir. Dan kuharap kau tidak keberatan untuk menghadiri acara tersebut untuk menyatakan dukunganmu."
"Baiklah. Apakah aku harus membuat semacam pernyataan kepada pers?" Tanya Harry.
"Untuk permulaan anda hanya perlu berdiri dibelakangku bersama-sama dengan Dumbledore dan beberapa pejabat penting Kementrian lain yang akan mendukungku.Setelah acara berakhir. Para pers tentunya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu."
"Sepertinya cukup sederhana juga."
Madame Bones mengangguk. "Memang, anda hanya perlu mengatakan apa alasan anda mendukungku dalam pemilihan kepada pers, dan itu sudah cukup."
"Hanya itu saja?" Harry bertanya.
"Eh, yah...tentu saja bukan hanya itu..." Madame Bones tampak ragu-ragu. "Anda tentunya masih ingat pembicaraan kita sewaktu pertemuan order mengenai dukungan anda dalam hal...finansial."
"Oh, iya. Aku masih belum tahu berapa yang anda butuhkan."
Dumbledore yang menjawab. "Amelia sudah mendapat suntikan dana dari beberapa pihak, Harry. Tetapi beliau masih membutuhkan dana sekitar 30 sampai 40 ribu Galleon."
"Baiklah. Aku akan meminta penanggung jawab keuanganku untuk mentransfer 50 ribu Galleon ke rekening anda Madame Bones."
"Oh, kau sudah bertemu dengan Mr.Walt?" Dumbledore bertanya.
"Belum, dia hanya mengirimkan pos kepadaku setelah aku mem...melakukan transaksi yang cukup besar kemarin di salah satu toko di Diagon Alley melalui pos." Harry tidak ingin Dumbledore mengetahui Harry menghabiskan banyak uang untuk membeli sapu terbang.
"Pastinya transaksi yang kau lakukan cukup besar sehingga membuat Mr.Walt mengkonfirmasi transaksimu Harry." Dumbledore mengedipkan matanya.
"Yah, mungkin. Oh,iya. Kenapa baru kemarin aku mengetahui kalau aku mempunyai penanggung jawab keuangan? Kenapa anda tidak memberitahuku, Professor?"
Dumbledore tertawa kecil. "Seharusnya Mr.Walt menghubungimu setelah kau mengunjungi Lemari Besi Keluargamu, Harry. Yah, beliau memang agak aneh. Tapi jangan khawatir, kau dapat mempercayainya. Beliau adalah kawan baikku."
'Tak heran dia aneh' pikir Harry.
"Baiklah, kurasa sudah cukup untuk hari ini. Kecuali ada yang ingin kau tambahkan, Amelia?"
"Tidak Dumbledore, kurasa semua sudah cukup."
"Kau bisa kembali ke ruang rekreasimu kalau begitu, Harry."
"Sebenarnya Professor. Aku berharap anda mau melatihku lagi dalam legilimency kalau anda tidak keberatan." Harry meminta.
Terbang memang selalu membawa kesenangan tersendiri bagi Harry. Ketika angin menerpa rambutnya hitamnya yang berantakan, sepertinya semua masalah di dunia ini telah hilang dan hanya rasa bahagialah yang dirasakan oleh Harry.
Kini Harry sedang melayang-layang dalam sapunya di lapangan Quidditch menunggu untuk dimulainya tryout Quidditch yang kedua. Setelah sore ini berakhir, tim baru akan terbentuk mewakili Gryffindor dalam turnamen Quidditch Hogwarts. Mampukah tim baru ini mempertahankan piala Quidditch? Hanya waktu dan kerja keras yang dapat menjawabnya.
Harry menukik tajam dan naik kembali hanya beberapa senti dari tanah. Ini dia lakukan beberapa kali. Orang yang melakukan ini akan berpikiran Harry tentunya gila melakukan gerakan-gerakan berbahaya ini. Tetapi bagi Harry, hal ini biasa saja.
Dan di saat-saat seperti inilah Harry mendapatkan pikiran kedua mengenai pilihan masa depannya untuk menjadi seorang auror. Dia berpikir pilihan untuk menjadi seorang pemain Quidditch profesional tentunya bukan ide yang buruk sama sekali. Dia juga tidak ingin seumur hidupnya dihabiskan dengan memburu penyihir-penyihir hitam. Dia sudah punya terlalu banyak pengalaman dengan penyihir hitam di usianya yang masih muda ini.
Harry akan terus melamun memikirkan hal ini apabila tidak ada panggilan dari rekan timnya yang telah hadir di lapangan.
"Gerakan yang bagus, Harry. Kau sudah banyak berlatih musim panas ini?" Katie Bell bertanya.
Harry menggeleng. "Tidak. Aku menghabiskan seluruh musim panasku di rumah paman dan bibiku yang muggle. Aku tidak pernah dapat kesempatan untuk berlatih."
"Tapi skillmu tampak mengalami kemajuan Harry." Ron berkata.
Harry mengangkat bahunya. "Mungkin karena kondisi fisikku yang sudah meningkat."
Tak lama setelah itu, seluruh peserta tryout hadir di lapangan. Dan banyak juga murid Gryffindor yang hadir hanya untuk menonton. Di antaranya Hermione dan Neville.
"Oke, pertama-tama kita akan mengadakan tryout terakhir untuk posisi chaser. Dua orang yang terbaik akan masuk ke tim. Sementara yang terbaik ketiga akan menempati posisi cadangan kalau bersedia. Kalian berenam akan dibagi tiga grup. Masing-masing grup akan bergabung dengan Katie dan bekerja sebagai tim layaknya pertandingan Quidditch. Aku juga akan memukulkan bludger ke arah kalian. Silahkan pilih pasangan kalian."
Pasangan pertama adalah pasangan Ginny dan Dennis. Ginny tampak sangat lincah dalam menghindari bludger yang datang ke arahnya. Dia juga bisa beberapa kali memasukkan Quaffle ke gawang. Sedangkan Dennis tampak memiliki kemampuan mengoper yang baik walaupun tidak begitu lincah di atas sapu.
Pasangan berikutnya adalah Jason Mallory dan Natalie McDonald. Keduanya murid tahun ketiga. Keduanya sebenarnya memiliki kemampuan yang lumayan dalam hal mengoper bola, tetapi Jason amat kesulitan menghindari bludger yang datang. Sedangkan Natalie tidak memiliki tembakan yang akurat sama sekali.
Lindsey Herald dan Owen McDougall merupakan grup yang terakhir. Ini barangkali merupakan grup yang paling buruk. Owen beberapa kali menjatuhkan Quafflenya.
"Bagaimana menurutmu, Katie?" Harry bertanya kepada satu-satunya pemain chaser di timnya setelah test berakhir.
"Sulit, Harry. Ginny Weasley tampaknya memang memiliki naluri mencetak gol yang tinggi, tetapi kemampuan mengopernya tidak begitu bagus. Sementara itu Lindsey Herald justru kebalikannya, operannya sangat akurat, tetapi dia kurang tajam di depan gawang. Sedangkan kemampuan Dennis Creevey berada di tengah-tengah apabila dibandingkan dengan Lindsey dan Ginny. Dan peserta yang lainnya kurang layak menurutku untuk masuk tim. Jadi, terserah padamu saja, Harry."
"Baiklah, coba sekali lagi kau mengetes tiga nama pertama yang kau sebutkan, kali ini pasangkanlah Ginny dengan Lindsey. Setelah itu, masukanlah Dennis untuk menggantikanmu." Harry menginstruksikan.
Maka sekali lagi test untuk chaser dilakukan. Katie, Ginny, dan Lindsey bekerjasama secara tim. Setiap pemain melakukan permainan dengan ciri khas mereka. Lindsey dengan operannya yang akurat, Ginny dengan akurasi tembakannya ke gawang, dan Katie yang memiliki skill komplit untuk seorang chaser. Kombinasi ketiga gadis ini sangat memuaskan Harry. Tak berapa lama, Dennis masuk menggantikan Katie. Harry melihat Dennis cukup pantas masuk tim dengan tipe permainan yang setipe dengan Katie.
"Para calon Chaser berkumpul!" Harry berteriak setelah test chaser berakhir.
"Kami telah memutuskan yang terpilih masuk tim adalah Ginny Weasley dan Lindsey Herald. Sementara itu Dennis Creevey dapat posisi cadangan. Terima kasih atas kehadiran kalian."
"YAHUUIII"
Ginny dan Lindsey berteriak kegirangan dan saling berpelukan. Sementara yang lainnya tampak kecewa walaupun tidak terlalu kesal. Dan Dennis tampak sudah cukup puas mendapatkan posisi cadangan.
"BERIKUTNYA BEATER!"
Sama seperti Tryout untuk chaser, para calon beater juga dikelompokkan menjadi tiga grup. Sasaran dalam test ini adalah orang sungguhan, yaitu anggota tim yang sudah terpilih masuk tim, termasuk juga Harry.
Setelah beberapa teriakan kesakitan dari anggota tim Gryffindor dan juga beberapa memar, Tryout berakhir.
"Ok, Katie, Ron, kemarilah." Harry mengatakan ini sambil memegang bahunya yang sempat terkena sebuah bludger.
"Ron, siapa yang kau rekomendasikan?"
"Hmm...Parvati kelihatannya memiliki bidikan yang luar biasa, bahumu juga tadi terkena bludger dari dia kan, Harry?"
Harry mengangguk.
"Parvati memang memiliki akurasi yang bagus sekali, hampir sama bagusnya dengan si kembar Weasley, tetapi dia tampak memiliki daya tahan yang kurang. Dia pasti akan kesulitan kalau kita bermain dalam cuaca yang buruk." Katie berkata.
Mereka bertiga berargumen cukup lama sebelum memutuskan untuk memilih Jack Slope dan Parvati Patil untuk menjadi beater mereka. Dan Euan Abercrombie menjadi cadangannya.
"Baiklah, Ron. Kita akan melakukan test terpisah untuk keeper dan seeker cadangan. Kuberi kau kuasa penuh untuk memilih keeper cadanganmu. Dan kau bebas pilih siapapun untuk membantumu."Harry berkata.
"Bagi yang ingin tryout untuk posisi seeker cadangan, silahkan ikuti aku, sedangkan untuk keeper cadangan, silahkan ikuti Ron."
Enam orang mengikuti tryout seeker, diantaranya adalah Colin Creevey dan juga Natalie McDonald yang sebelumnya gagal menjadi chaser. Harry sempat melihat hanya ada tiga orang yang mengikuti tryout untuk posisi keeper cadangan. Ron tampaknya telah meminta Ginny untuk membantunya memilih keeper.
Untuk tryout seeker, Harry menggunakan metode yang sama dengan yang dilakukan Oliver Wood ketika dia pertama kali mengetes Harry, yaitu menggunakan bola golf. Mereka bergantian mencoba menangkap bola golf yang dilemparkan Harry.
Dari enam orang yang melakukan Tryout, Harry menyaringnya menjadi tiga untuk ditest lagi. Tiga orang yang terpilih adalah Natalie McDonald, Collin Creevey, dan seorang anak tahun kedua bernama Jeff Cardoni.
Dalam test kedua ini, Harry menggunakan snitch sungguhan. Setiap peserta diharuskan bersaing dengan Harry untuk mendapatkan snitch tersebut. Dan agar lebih seimbang, Harry menggunakan sapu yang sama seperti mereka bertiga, yaitu sapu milik sekolah.
Natalie yang pertama kali ditest. Gerakannya cukup lincah, Dia sempat mampu membuat beberapa gerakan untuk memblok Harry dari menangkap Snitch sebelum akhirnya Harry berhasil mengecoh Natalie sehingga dia bergerak ke arah yang salah dan Harry menangkap Snitch.
Yang berikutnya di test adalah Jeff Cardoni. Murid tahun kedua ini tidak memberikan perlawanan yang berarti kepada Harry dalam menangkap snitch.
Collin Creevey cukup mengesankan Harry. Pemuja Harry ini bahkan sempat melakukan Wronsky Feint. Tidak terlalu bagus, tetapi usahanya patut diacungi jempol.
"Siapa yang kau pilih, Harry?" Katie Bell bertanya setelah Harry menyelesaikan testnya dan mendarat.
"Aku bingung, Katie. Collin dan Natalie sama bagusnya. Bagaimana menurutmu? Siapa yang sebaiknya kupilih?"
"Kalau menurutmu mereka sama baiknya. Mungkin sebaiknya menilai mereka darlam hal umur. Kau juga harus sudah memikirkan masa depan tim ini setelah nanti kau meninggalkan Hogwarts. Jadi, sebaiknya kau memilih yang lebih muda."
"Baiklah. Kalau begitu Natalie-lah yang pantas masuk tim." Harry mengambil keputusan.
Tryout akhirnya selesai. Dan tim Gryffindor yang baru telah dibentuk. Kiper cadangan yang terpilih adalah seorang murid tahun keempat bernama Alexander Price. Harry lalu mengumpulkan tim barunya dan mengumumkan latihan akan diadakan tiga kali dalam seminggu mulai minggu depan.
,…………………………..
'Aku heran untuk apa mereka ingin menemuiku di tempat ini' Ucap Harry dalam hati ketika dia berdiri di depan pintu 'Room of Requirement'. 'Mereka tentunya telah berada di dalam'.
Harry lalu masuk. Dia mengharapkan akan bertemu dengan Ron dan Hermione di dalam karena merekalah yang meminta dia untuk datang ke sini. Tetapi yang dia lihat di ruangan ini adalah sekitar dua puluh orang yang lain dari berbagai asrama, termasuk Slytherin yang hanya diwakili oleh Daphne GreenGrass.
"Ada apa ini?" Harry bertanya kepada Hermione yang berdiri paling dekat dengan dia. Harry kemudian menyadari bahwa semua orang yang ada di ruangan ini, kecuali Daphne, adalah mantan anggota D.A dari tahun lalu. Yang hilang hanyalah murid-murid yang sudah lulus dan juga Marietta Edgecombe.
'Tidak mungkin. Aku sudah bilang kepada mereka kalau aku tidak akan melanjutkan klub ini' Harry menjadi agak kesal.
"Harry, aku tahu kau telah memutuskan tidak akan meneruskan D.A. Tapi mengertilah, dalam kondisi sekarang ini kita butuh sebanyak mungkin latihan pertahanan terhadap ilmu hitam." Hermione yang berbicara.
"Kan sudah kubilang, kita sudah memiliki guru yang kompeten. Agak aneh, tapi kompeten. Tidak perlu lagi kita mengambil resiko melanjutkan klub ini."
"Professor Dumbledore memang bagus Harry. Tetapi kami merasa belajar dari beliau tidaklah cukup. Beliau juga terlalu mengikuti kurikulum sekolah. Kami ingin mendapatkan bimbingan mengenai hal-hal yang di luar kurikulum. Seorang yang sepantaran dengan kami yang sudah banyak pengalaman dengan apa yang ada di luar sana. Dan aku sudah mengecek dengan Prof. McGonagall. Klub ini bisa kita lanjutkan tanpa melanggar peraturan sekolah. Kumohon Harry."
Semua anggota, terutama para gadis memasang wajah memelas dan memohon kepada Harry.
Pikiran Harry benar-benar bergejolak. Haruskah dia melanjutkan melatih mereka?
"Apa kau sudah membicarakan ini dengan Professor Dumbledore, Hermione?" Tanya Harry.
"Sudah Harry. Eh..tunggu dulu. Professor Dumbledore yang mana?"
"Yang guru PTIH."
"Oh, tentu saja. Beliau tampak…..tidak begitu peduli dengan apa yang kia lakukan untuk belajar pertahanan asalkan kita datang ke kelasnya dan juga melakukan yang terbaik di kelasnya."
"Baiklah, baiklah. Aku hanya tidak ingin dituduh melangkahi beliau dalam hal ini. Baiklah aku akan melanjutkan D.A." Ucap Harry keras.
Semua anggota bersorak gembira. Bahkan Dean dan Terry Boot mengeluarkan bunga api merah dengan tongkatnya tanda puasnya mereka.
Setelah sorak sorai mereda. Ron mengangkat tangannya. "Harry, untuk apa Slytherin ini ada di sini? Dia bukan anggota kita sebelumnya, dan dia Slytherin. Bisa saja dia mata-mata" Ron menunjuk ke arah Daphne yang tampak tidak mempedulikan tuduhan Ron. Terdapat juga gumaman setuju dari beberapa orang.
Harry lalu mengajak Hermione ke ujung ruangan untuk menanyakan hal yang serupa tanpa terdengar yang lain.
"Kenapa Daphne ada di sini, Hermione?"
"Aku yang mengundangnya, Harry."
"Kenapa? Bukankah kau juga tidak akrab dengan dia?"
"Aku sudah memperhatikan dia selama beberapa tahun ini. Dia tampaknya berbeda dengan anak Slytherin yang lainnya. Dia bukanlah salah satu dari gengnya Malfoy. Dan dia juga sangat ahli dalam PTIH. Aku berpikiran dia akan sangat berguna untuk klub ini."
"Tapi aku khawatir dengan pendapat anggota yang lainnya."
"Kau ketuanya, Harry. Jadi kaulah yang memutuskan siapa yang boleh dan tidak untuk masuk klub ini. Apakah kau juga berpendapat dia mungkin mata-matanya Malfoy dan calon Death Eater.?"
Harry telah mengambil keputusan. "Daphne boleh bergabung dengan kita. Titik."
Tidak ada lagi yang keberatan setelah itu. Lalu semuanya mulai mengambil posisi masing-masing dan menunggu instruksi dari Harry.
Harry hanya diam terpaku saja karena dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia belum tahu apa yang harus dia ajari.
"Ermm…Harry. Kau sudah bisa mengajari kami sekarang." Hermione berkata.
"Oh, sorry Hermione. Aku hanya bingung apa yang harus aku ajarkan kepada kalian. Aku baru saja memutuskan melanjutkan klub ini tidak lebih dari lima menit yang lalu asal kau tahu saja."
Harry lalu mendapat ide untuk memulai klub ini. Ide ini sudah ada di benaknya dari tahun lalu ketika banyak sekali yang tidak mempercayainya tentang kembalinya Voldemort. Dia merasa hal ini perlu untuk dia lakukan.
"Baiklah, untuk pertemuan pertama ini. Aku tidak akan mengajari kalian apa-apa." Terdengar nada mengeluh dan protes dari para anggota.
"Tapi…." Orang-orang kini sunyi lagi. "Aku akan menunjukkan kepada kalian tentang….tunggu sebentar. Aku akan segera kembali." Harry lalu keluar dari ruangan tanpa mempedulikan gumaman-gumaman tanda tanya dari para anggota dan melangkahkan kakinya ke kantor kepala sekolah.
"Blowing Up Candy." Harry mengucapkan kata sandinya dan dengan segera dia sudah berhadapan dengan Dumbledore.
"Ah, Harry. Ada yang bisa kubantu?"
"Err…iya Professor. Aku sebenarnya datang kemari untuk meminjam pensieve anda kalau boleh."
"Hmmm….untuk apa kau dengan sebuah pensieve?" Dumbledore bertanya.
"Aku membutuhkannya untuk…..menunjukkan sesuatu kepada anggota D.A."
"Oh, kau akhirnya memutuskan untuk melanjutkan D.A?"
"Iya, apa itu tidak apa-apa, sir?"
"Tidak sama sekali. Aku rasa klub itu akan sangat berguna sekali bagi para murid. Bahkan tahun lalu juga aku berpendapat bahwa kau melakukan tindakan yang pintar sekali mendirikan klub itu." Dumbledore tersenyum.
Harry tersipu malu. "Itu semua ide Hermione, Professor."
"Benarkah? Nah, silakan saja kau pakai. Apa kau tahu cara memakainya?" Dumbledore menyerahkan pensievenya ke Harry.
"Er, tidak Professor. Aku tidak tahu."
"Letakkan saja ujung tongkatmu di pelipismu dan bayangkanlah ingatan apa yang akan kau masukkan dan ucapkan dalam hati 'Memorico'." Ucap Dumbledore.
"Baiklah, Terima kasih Professor. Aku akan kembalikan ini besok pagi. Selamat malam."
"Selamat malam, Harry." Harry langsung keluar dan kembali ke lantai tujuh di mana 'Room Of Requirement' berada.
"Apa itu Harry?" Ron bertanya ketika Harry memasuki ruangan sambil membawa pensieve di tangannya.
"Ini sebuah Pensieve, Ron." Banyak yang terkagum-kagum ketika Harry mengatakan ini dan membuat Harry heran. "Kenapa? Kalian belum pernah melihat sebuah Pensieve?"
"Tentu saja belum, Harry. Pensieve adalah salah satu barang sihir yang amat langka. Lebih langka daripada jubah gaib. Darimana kau mendapatkannya?" Hermione bertanya.
"Pinjam dari Dumbledore."
"Apa yang akan kau perlihatkan dengan pensieve itu, Potter? Bukan kau-tahu-siapa kuharap." Zacharias Smith tertawa kecil.
"Sebenarnya iya." Banyak yang bergidik ketika dia mengatakan ini. Tetapi tidak ada yang memprotes, setidaknya belum.
"Aku akan menunjukkan apa yang terjadi pada malam kembalinya Voldemort." Hampir semuanya bergidik ketakutan. Bukan hanya karena nama Voldemort disebutkan. Tetapi juga karena mereka tahu malam kembalinya Voldemort juga merupakan malam di mana terbunuhnya Cedric Diggory.
"Aku harap ini akan memberikan jawaban kepada.…..beberapa orang." Harry mengatakan ini sambil menatap ke arah Cho yang menatapnya kembali dengan kosong.
Harry lalu meletakaan ujung tongkatnya ke pelipisnya dan mengingat-ingat kembali kejadian di akhir tahun keempatnya dan menggumamkan 'Memorico'.
Para anggota D.A melihat cairan putih keluar dari pelipis Harry dan masuk ke dalam Pensieve.
"Nah, karena jumlah kalian cukup banyak. Kalian harus berkelompok dalam memasuki Pensieve ini. Satu kelompok maksimal sepuluh orang kurasa cukup. Siapa yang ingin masuk pertama kali?" Harry bertanya.
Pada mulanya mereka ragu-ragu. Tetapi akhirnya sepuluh orang maju. Termasuk diantaranya adalah Ron, Hermione, Ginny, dan juga Cho. Tampaknya Cho memang benar-benar membutuhkan suatu penutup atas kenangan Cedric.
"Lakukanlah seperti apa yang kulakukan secara bergantian."
Harry mendekatkan wajahnya ke Pensieve sampai hidungnya menyentuh cairan perak yang ada di dalamnya lalu dia masuk ke dalam Pensieve. Dengan segera dia berdiri di tengah-tengah maze yang digunakan pada tugas ketiga di turnamen Triwizard.
Tak berapa lama kemudian masuklah Ron dan sisa dari kelompok pertama. Beberapa di antara mereka bertanya-tanya ada di mana mereka ini.
Kini mereka sedang melihat versi Harry yang lebih muda sedang berdiri di hadapan Sphinx, sedang berpikir menjawab teka-teki.
"Orang dalam penyamaran." Harry bergumam memandang si sphinx, "yang berbohong…er…itu…penipu. Bukan, bukan itu tebakanku. Er…mata-mata…spy? Nanti aku balik lagi… bisakah kauberikan lagi petunjuk berikutnya?"
"Apa yang sedang kau lakukan, Harry? Kenapa kau tidak menyerang Sphinx itu?" Ron bertanya.
Hermione mengikik. "Kau harus menjawab teka-teki juga? Kukira tugasnya hanya melewati makhluk-makhluk saja?"
"Memang, tapi melewati makhluk-makhluk itu tidak harus selalu dengan kekerasan." Harry menjawab.
"Spy…er…spy…er…," kata Harry, berjalan mondar-mandir. "Makhluk yang aku tak ingin menciumnya…spider! Labah-labah!"
Sphinx itu kemudian mempersilahkan Harry untuk lewat.
"Brillian, Harry." Ucap Hermione.
"Thanks, ayo, ikut aku mengikuti diriku…eh…maksudku…kau tahu maksudku…ayo…"
Mereka bersebelas berlari mengikuti Harry yang masih berumur empat belas tahun itu dan melihat apa yang juga dilihat oleh Harry muda. Piala Triwizard. Mereka juga melihat sebuah sosok yang berada lebih dekat dengan piala itu dibandingkan dengan Harry muda. Cedric Diggory.
Harry tidak bisa menerjemahkan ekspresi yang muncul di wajah Cho ketika Cedric mulai kelihatan. Apakah itu ekspresi merindu? Ataukah ekspresi sedih? Harry kurang ahli dalam hal ini.
"Cedric! Sebelah kirimu!"
Mereka melihat kedua juara dari Hogwarts bekerjasama dalam mengatasi labah-labah raksasa.
"Stupefy!" Dua mantra yang diluncurkan bersamaan berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh satu mantra. Labah-labah itu pingsan dan memenuhi jalan dengan kaki-kakinya yang berbulu.
Hal ini sangat membuat jijik Ron.
"Harry! Kau tak apa-apa? Kau kejatuhan Labah-labah?"
Suara Cedric terdengar. Harry kembali melihat ke arah Cho dan melihat Cho kelihatannya sedang menahan tangis.
"Ambillah. Ayo ambillah. Kau sudah di sana."
"Kau saja yang ambil. Kau layak menang. Dua kali kau menyelamatkan hidupku di sini."
"Yang lebih dulu tiba di piala-lah yang mendapatkan angka. Dan itu kau. Kuberitahu kau, aku tak akan memenangkan lomba lari dengan kaki ini."
Mereka melihat argumen antara kedua juara sekolah dan mereka mengagumi sikap keduanya.
"Berdua kalau begitu," Kata Harry.
"Apa?"
"Kita akan mengambilnya pada saat bersamaan. Toh, masih kemenangan Hogwarts. Kita menang seri."
"Kau…kau yakin?"
"Yeah,…kita telah saling bantu, kan? Kita berdua sampai di sini. Ayo kita ambil sama-sama."
"Baiklah," kata Cedric. "Sini,"
Akhirnya Cho meneteskan air mata. Tetapi tidak hanya dia. Harry memperhatikan semua gadis yang ada di dalam pensieve ini semuanya menangis melihat adegan di depan mereka.
"Pada hitungan ketiga, satu…dua…tiga."
Harry dan Cedric menyentuh piala triwizard pada saat bersamaan dan kemudian pemandangan berubah dalam sekejap menjadi pemandangan menyeramkan. Pemandangan sebuah pekuburan. Dan mereka melihat kedua juara jatuh terjerembab di tanah.
"Di mana kita?"
"Ada yang datang."
Sebuah sosok kecil berhenti kira-kira dua meter dari mereka. Kemudian terdengarlah suara dingin melengking berkata, "Bunuh temannya."
"Avada Kedavra."
Ketika cahaya hijau menyerang tubuh Cedric, banyak yang mengalihkan pandangan mereka dari melayangnya nyawa Cedric Diggory.
Kejadian-kejadian berikutnya berlangsung sangat cepat.
"Darah musuh…diambil dengan paksa………"
"Berapa yang akan berani untuk kembali ketika mereka merasakannya…."
"Kau berdiri, Harry Potter, di atas jenazah ayahku……."
"Keluargaku yang sebenarnya telah kembali……"
"Selamat datang para Death Eater……."
"Lucius, temanku yang licin…….."
"Dan cerita itu diawali dan diakhiri oleh teman keciku ini."
"Kemudian…empat tahun yang lalu………….."
"Crucio!" teriakan kesakitan Harry menyayat hati orang yang mendengarnya.
"Sekarang lepaskan ikatannya, Wormtail, dan berikan kembali tongkat sihirnya."
"Avada Kedavra…."
"Expelliarmus……"
Tongkat Voldemort dan Harry mulai berhubungan. Lalu keluarlah korban-korban sebelumnya dari tongkat Voldemort. Cedric, Lelaki tua, Bertha Jorkins, Lily Potter, dan James Potter.
Anggota D.A melihat ke arah Harry ketika orangtuanya keluar dari tongkat Voldemort.
"Saat hubungannya terputus, kami hanya akan tinggal sebentar…….."
"Maukah kau membawa pulang tubuhku? Bawalah pulang tubuhku ke orangtuaku….."
Harry berlari menembus para Death Eater sambil sesekali meluncurkan mantra ke belakangnya. Dia memegang tangan Cedric dan mengarahkan tongkatnya ke arah piala. "Accio."
Setelah itu semuanya hilang dan kini mereka hanya berada di tempat yang serba putih tak terbatas. "Ayo, kita keluar." Ucap Harry.
Semua anggota yang keluar dari Pensieve kini wajah pucat. Tidak hanya itu, para gadisnya tampak bermata sembab tanda mereka baru saja berhenti menangis.
"Baiklah, siapa berikutnya." Ucap Harry.
,………………………………………..
"Apa kalian bertanya-tanya kenapa aku menunjukkan memori yang barusan kepada kalian?" Harry bertanya kepada anggota D.A setelah mereka semua telah diberi kesempatan melihat ingatan Harry di Pensieve.
Tanpa menunggu jawaban, Harry meneruskan pembicaraannya. "Aku menunjukkan itu semua bukan karena aku ingin dipuji. Aku melakukan itu karena aku ingin tahu apa yang akan dihadapi oleh kalian pada perang ini."
Harry menghembuskan napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku ingin kalian mengetahui kalau Voldemort tidak akan mengampuni kalian hanya karena kalian masih anak kecil. Dia tidak peduli sedikitpun kepada orang lain asalkan keinginannya terpenuhi. Dan seperti yang kalian lihat tadi, dia juga memperlakukan bawahannya sendiri lebih rendah dari kutu busuk."
"Dan yang terpenting dari ingatan yang baru saja kalian lihat adalah keberanian. Itu adalah kunci utama untuk memenangkan perang ini. Dan setiap orang memiliki keberanian. Tidak hanya para Gryffindor."
"Ada satu cara efektif untuk memunculkan keberanian kalian. Yaitu mulailah membiasakan diri kalian menyebut nama Voldemort."
Ada gumaman-gumaman tidak puas ketika Harry mengatakan ini tetapi Harry tidak mempedulikannya. "Jadi, mulai sekarang aku akan memilih secara acak di antara kalian untuk menyebutkan namanya setiap kali pertemuan D.A. Ernie! Sebutkan namanya!"
Murid dari Hufflepuff itu kaget ketika disuruh oleh Harry untuk mengatakan nama Voldemort. "Ehh…mungkin lain kali saja Potter. Sekarang kan pertemuan D.A belum benar-benar dimulai."
"Baiklah, tapi minggu depan kau akan mendapat giliran pertama." Ucap Harry.
"Kurasa cukup untuk malam ini. Aku akan memberitahu kalian kapan pertemuan berikutnya akan dilaksanakan. Apkah kalian masih memiliki koin kalian?"
Semua anggota kecuali Daphne mengeluarkan koin emas dari saku mereka dan mengangkatnya.
"Bagus sekali. Selamat malam." Harry membubarkan.
Satu persatu anggota mulai meninggalkan ruangan multifungsi ini. Harry memutuskan untuk menjadi yang terakhir untuk keluar. Kemudian dia melihat Cho juga tidak bergeming dari tempat dia berdiri.
"Harry, ayo." Ajak Ron.
"Kalian duluan saja." Pandangan Harry masih tertuju kepada Cho yang menundukkan kepalanya.
Tak lama hanya ada Harry dan Cho di ruangan ini. Harry lalu menghampiri Cho. Ketika mulai dekat, Cho mengeluarkan suara.
"Terima kasih Harry." Masih belum mengangkat kepalanya.
"Untuk apa?"
"Terima kasih karena telah menunjukkan padaku saat-saat terakhir dia."
"Aku hanya ingin menepati janjiku di surat yang kutulis kepadamu pada waktu musim panas."
Cho lalu mengangkat kepalanya. "Kau benar Harry. Dia benar-benar orang yang sangat mulia. Kalian berdua sangat mulia."
"Aku? Aku tidak semulia itu Cho. Kalau aku demikian, aku tidak akan sebegitu seringnya membuatmu menangis tahun lalu." Harry merasa malu disebut begitu oleh Cho.
"Tidak, kau memang orang yang mulia. Mulia dan berani. Aku tidak tahu apakah aku akan bisa seberani seperti dirimu."
"Sudahlah. Aku jadi malu. Ayo, aku akan mengantarmu." Harry mengajak Cho.
Mereka berjalan berdampingan di koridor lantai tujuh yang gelap. Harry melihat kesebelahnya, tangan Cho tampak mengundang dia untuk memegangnya. 'Haruskah kupegang tangannya?'
Harry masih terus berargumen dengan dirinya tentang haruskah dia memegang tangan Cho sampai dia tidak menyadari mereka berdua kini sudah berdiri di depan sebuah patung gagak. Harry bahkan tidak tahu kini dia berada di lantai berapa.
"Kita sudah sampai. Terima kasih karena telah mengantarkanku Harry." Cho tersenyum manis.
"Oh, tak masalah."
"Apa kau tahu Harry? Akhir pekan ini adalah kunjungan pertama ke Hogsmeade." Cho agak malu-malu ketika mengatakan ini.
"Oh, benarkah? Aku tidak tahu." Harry agak bingung atas pertanyaan dari Cho.
"Apakah kau akan pergi ke Hogsmeade? Dengan Ron dan Hermione?" Cho bertanya lagi. Kali ini kepalanya kini tertunduk lagi.
Harry lalu menyadari apa yang dimaksud oleh Cho. Tetapi dia ingat dia harus berada di Kementrian sihir akhir pekan ini. Dia kesal akan hal ini.
"Tidak. Akhir pekan ini aku ada urusan di London." Harry mengatakan ini dengan berat hati.
"Oh." Hanya itu yang keluar dari mulut Cho.
Mereka berdua kemudian hanya diam saja tanpa saling memandangi. Keadaan canggung ini bertahan selama beberapa menit.
"A-aku harus segera kembali. Kurasa kau juga… sebaiknya…" Harry terbata-bata memecahkan kesunyian.
"Benar. Aku juga harus segera tidur. Selamat malam, Harry."
Cho lalu mencium Harry di pipinya dan berbalik untuk mengucapkan kata sandi ke ruang rekreasi Ravenclaw sambil menyentuh cakar dari patung gagak tersebut. Patung itu kemudian terbuka dan Cho masuk kedalamnya.
Patung itu tertutup kembali. Dan Harry mengucapkan kata terakhirnya untuk malam itu. "IDIOT."
