CHAPTER XVII : Fudge Yang Frustasi
The-Boy-Who-Lived kini sedang berjalan menyusuri koridor Hogwarts. Tidak seperti biasa, langkahnya tampak berat. Tubuhnya masih kelelahan karena segala hal yang terjadi siang itu. Harry baru saja keluar dari rumah sakit sekolah dan kini dia sedang berjalan menuju ke aula besar. Hari telah memasuki malam.
Dia baru terbangun beberapa menit yang lalu. Harry tidak begitu ingat apa yang terjadi setelah dia terbangun sampai kini dia berjalan di koridor. Dia hanya ingat samar-samar mengenai wajah Dumbledore-lah yang pertama kali dia lihat ketika dia bangun. Dia juga tidak begitu mengingat apa yang dikatakan Dumbledore kepadanya ketika di rumah sakit. Yang dia tahu pasti adalah Dumbledore memberitahunya bahwa kondisinya tidak terlalu buruk dan dia hanya kelelahan karena penggunaan mantra patronus yang terlalu berlebihan. Setelah itu, dari sekian banyak kata yang keluar dari mulut Dumbledore, dia hanya menangkap permintaannya untuk datang ke aula besar karena ada yang akan diumumkannya ke seluruh sekolah.
Karena itulah kini Harry sedang berdiri di depan pintu aula besar. Pintu itu setengah tertutup. Harry merasa enggan untuk memasuki aula. Bagaimana kalau dia masuk tetapi tidak melihat yang dia harapkan? Bagaimana kalau murid yang dia kenal menjadi salah satu korban ciuman dementor dan dia tidak melihatnya di aula?
Pertanyaan-pertanyaan ini akhirnya dia kesampingkan dan dengan keberanian Gryffindornya, Harry memasuki aula besar dengan menggeser sedikit pintu aula. Semua murid Hogwarts dan para staff pengajar langsung melihat ke arahnya ketika Harry terlihat. Suasana hening sejenak sampai akhirnya Albus Dumbledore mulai menepukkan tangannya. Tindakan Dumbledore ini dengan segera diikuti oleh para pengajar, kecuali Snape. Tidak lama setelah itu, murid-murid Gryffindor juga melakukan hal yang serupa. Harry tertunduk malu karena mendapat sambutan seperti itu, ketika dia berjalan dan mengangkat kepalanya kembali, dia bisa melihat hampir seluruh penghuni aula besar menepukkan tangannya. Bahkan sebagian dari asrama Slytherin juga memberinya tepuk tangan walaupun dengan malu-malu.
Tepukan tangan mulai mereda ketika Harry telah mendekati meja Gryffindor dan duduk di kursi kosong di sebelah Ron. Ketika duduk, Harry menepukkan tangannya di pundak Ron.
"Kau tak apa-apa, Ron?" Ron memaksakan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Harry kemudian melihat ke arah Hermione dan Ginny yang duduk di hadapannya. "Kalian berdua tak apa-apa?" Tanyanya. Mereka berdua juga hanya menganggukkan kepala mereka dengan lemah. Tentunya efek dari kekuatan dementor masih tersisa pada mereka.
"Baiklah, karena Mr.Potter sudah hadir. Kita bisa memulainya." Dumbledore mulai berbicara.
"Seperti yang kalian ketahui, beberapa jam yang lalu desa Hogsmeade diserang oleh sekitar dua ratus dementor yang bekerja di bawah perintah Lord Voldemort." Banyak yang berjengit mendengar nama Voldemort disebutkan.
"Dementor-dementor itu memang akhirnya bisa dihalau setelah rombongan auror dan para sukarelawan hadir di tempat kejadian. Tetapi yang berjasa bukan hanya mereka. Menurut keterangan beberapa saksi, sejumlah murid Hogwarts menunjukkan kapibilitasnya dalam menghadapi Dementor sampai bantuan dari kementrian hadir. Mereka berhasil mengurangi jumlah korban berkat tindakan mereka yang berani." Dumbledore berhenti sejenak dan sejumlah murid saling berbisik-bisik.
"Karena itu aku menghadiahkan masing-masing lima puluh angka kepada miss Hermione Granger dari Gryffindor, miss Cho Chang dari Ravenclaw, dan miss Daphne GreenGrass dari Slytherin untuk kehandalan mereka dalam menggunakan mantra Patronus untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak lagi." Tepukan pelan terdengar setelah Dumbledore membagikan point kepada ketiga gadis itu. Harry menoleh ke arah meja Slytherin dan melihat Draco Malfoy melempar pandangan jijik ke arah Daphne. Hal ini membuat Harry mengepalkan tangannya.
"Dan satu lagi, kuhadiahkan seratus angka kepada Mr.Harry Potter dari Gryffindor. Karena tanpa andilnya yang telah menghalau sebagian besar Dementor, niscaya tidak akan banyak yang tersisa dari Hogsmeade setelah bantuan dari Kementrian datang." Tepukan yang lebih keras terdengar, terutama dari meja Gryffindor.
"Hanya saja...tragedi memang tidak bisa dihindari." Ucap Dumbledore dengan berat dan kini aula besar lebih hening dari pemakaman yang paling seram sekalipun.
"Menurut keterangan terakhir, tercatat dua belas orang yang menjadi korban ciuman Dementor. Dan dua diantaranya adalah...murid Hogwarts." Inilah yang paling ditakutkan oleh Harry. Dia hampir tidak ingin mengetahui siapa sebenarnya murid Hogwarts yang telah kehilangan jiwanya di tangan Dementor.
"Dua orang murid Hogwarts yang dimaksud adalah... Miss Eleanor Branstone, murid tahun ketiga dari Hufflepuff. Dan yang kedua adalah Mr.Jason Mallory dari Gryffindor."
'Mallory? Mallory yang ikut tryout quidditch?'
"Mari kita angkat gelas untuk Miss Branstone dan Mr.Mallory. Semoga pengorbanan mereka dan …….." Dumbledore tidak sempat menyelesaikan pidatonya karena pintu aula terbuka dengan keras dan mengagetkan seluruh orang.
'Ada apa ini? Apa Voldemort menyerang kemari? Tidak mungkin.' Ucap Harry dalam hati.
Yang datang memang bukan Voldemort. Tetapi Cornelius Fudge. Bukan hanya itu, di belakang Fudge berdiri sekitar dua puluh penyihir berseragam auror, termasuk di antaranya adalah Kingsley.
"Ada apa ini Cornelius?" Tanya Dumbledore dengan nada yang tajam tidak seperti biasanya. Dumbledore rupanya seperti Harry merasakan aura tidak bersahabat yang datang dari Fudge.
"Harry James Potter, anda ditahan atas pelanggaran dekrit pemakaian sihir di bawah umur dan juga pelanggaran dekrit apparasi karena anda telah melakukan apparasi tanpa memiliki surat ijin untuk berapparasi. Anda akan dibawa ke pulau penjara Azkaban hingga waktu pengadilan yang belum ditentukan." Fudge tersenyum lebar bagaikan natal telah datang lebih cepat.
Aula besar langsung ricuh. Teriakan kemarahan datang dari mana-mana terutama dari meja Gryffindor. Sebagian dari mereka menggebrak meja karena marah.
Dumbledore berdiri dan mengatakan,"Omong kosong apa ini, Cornelius? Kau sendiri yang menandatangani pembebasan Harry dari pelarangan sihir di bawah umur pada musim panas ini. Dan tentang apparasi yang dilakukan Harry, itu dilakukan karena keadaan yang mendesak dan buktinya Harry bisa menyelamatkan sebagian besar murid Hogwarts dari bencana di Hogsmeade."
Tapi seringai di wajah Fude malah semakin lebar. "Surat ijin tersebut telah dibatalkan tepatnya pada pukul 10 pagi hari ini. Dan setelah itu Harry Potter terbukti menggunakan berulangkali mantra patronus ketika dia diluar sekolah. Dan yang paling parah, dia terdeteksi menggunakan sihir hitam yang dilarang oleh peraturan sihir tahun 1783 yang melarang penggunaan sihir parsel. Itu saja sudah cukup untuk membuat dia dipenjara di Azkaban selama 15 tahun."
Banyak murid yang marah mendengar perkataan Fudge ini. Tetapi Harry tetap bersikap tenang. Entah karena dia memang sudah terlalu lelah untuk marah atau karena dia menganggap ini semua hanyalah lelucon.
"Kau tidak bisa membawa Harry, Cornelius!" Ucap Dumbledore tegas.
Tapi Fudge rupanya cukup berani juga walaupun dia bicara dengan suara yang terbata-bata, "K..kau tidak bisa menahan kami melakukan hal yang benar. Tahun lalu kau mungkin bisa lolos ketika kami hendak menangkapmu. Tetapi kali ini aku membawa lebih dari dua puluh auror. Tapi kali ini, demi kebaikanmu sebaiknya kau tidak mencegah kami. Kalian tangkap dia!"
Ketika para auror bergerak, ada sejumlah murid Hogwarts yang berdiri hendak menantang mereka. Harry melihat mereka adalah para anggota D.A. Harry merasa bersyukur atas tindakan mereka tapi dia tidak bisa melibatkan mereka.
"Kalian duduklah." Ucap Harry. Mereka awalnya ragu-ragu tapi akhirnya duduk juga.
"Bagus sekali, Potter. Akhirnya kau sadar kau tidak bisa lolos dari kami." Fudge tampak puas.
Harry masih tampak tenang. "Sebelum kau membawaku, bolehkah aku bertanya padamu dulu, pak Menteri?"
"Baiklah. Untuk kali ini saja aku berbaik hati padamu, orang yang tidak tahu diri!" Teriakan kemarahan kembali terdengar tapi Harry meminta mereka untuk diam.
"Oke, pertanyaan pertama. Kau bilang surat ijin larangan sihir bawah umurku dibatalkan pada jam 10 pagi? Bukankah itu hanya beberapa menit setelah aku bilang padamu aku tidak akan mendukungmu dalam pemilihan Menteri sihir?" Tanya Harry. Dan informasi ini makin membuat teman-teman Harry semakin murka.
Fudge tidak menjawab pertanyaan Harry. Reaksinya hanyalah mukanya berubah menjadi cemberut.
"Pertanyaan kedua…kau bilang aku bisa dipenjara selama 15 tahun. Apakah itu sudah pasti? Bukankah akan ada pengadilannya?"
Fudge menjawab pertanyaan yang kedua dengan nada puas. "Tentu saja kau akan mendapatkan pengadilan. Kau juga akan mendapatkan seorang pembela yang dipilih oleh seorang pemimpin tertinggi di kementrian, dan itu aku."
"Hmmm….peluangku tidak bagus kalau begitu." Ucap Harry pelan. Dia lalu melihat ke arah Dumbledore. Dia tahu Dumbledore sedang dalam kondisi siaga. Kemudian dengan skill legilimensinya yang kurang sempurna, Harry mengirimkan pesan telepatik kepada Dumbledore.
'Jangan khawatirkan aku. Pastikan saja murid-murid yang lain tidak apa-apa. Dan beritahu padaku bagaimana caranya berteleport!'
Dumbledore tidak segera menjawabnya. Dia tampaknya butuh waktu untuk berpikir. 'Teleporting tidak bisa diajarkan. Yang diperlukan hanyalah pemahaman terhadap sihir.'
'Hanya itu? Apa maksudnya?'
"Kau siap untuk berangkat, Potter? Dawlish, Mochkridge, bawa dia!" Dua auror menghampiri tempat duduk Harry.
'Argghhh. Terpaksa menggunakan rencana kedua.' Dengan segera Harry mengirim telepati kepada Kingsley, dia tidak tahu apa Kingsley bisa Legilimensi. Tapi apabila hanya untuk menerima, tentu bisa. Dia memandang mata Kingsley.
'Kingsley, aku akan menggunakan mantra kabut. Bukakan jalan untukku!'
Wajah Kingsley terlihat bingung setelah Harry mengirim pesan itu, tetapi dia kelihatannya mengerti dan mengangguk pelan.
'Untung di antara auror itu tidak ada yang punya mata ajaib seperti Moody.'
"Keluarkan tongkatmu dan serahkan padaku, Potter. Perlahan-lahan." Seorang auror yang bernama Mochkridge memberikan perintah.
Harry mengeluarkan tongkatnya dan ketika dia memegangnya di atas meja, Harry merapalkan "Fogius."
Kedua auror dihadapan Harry sadar dengan apa yang telah dilakukannya dan langsung mengirimkan mantra pembius secara bersamaan, "STUPEFY."
"Protego." Setelah memblok mantra dari kedua auror, Harry mengaktifkan fungsi kasat mata yang dimiliki oleh jam tangannya. Setelah menghilang, dia langsung loncat dan langsung berlari ke arah pintu. Sementara itu, efek dari mantra kabut Harry mulai terasa dan aula besar kini sudah hampir tertutupi semuanya oleh kabut sehingga sangat sulit untuk melihat bahkan orang yang disebelahnya. Tetapi hal ini tidak berlaku kepada Harry yang memiliki lensa kontak ajaib.
"DIA MELARIKAN DIRI! TANGKAP DIA!" Suara panik Fudge terdengar. Harry ingin sekali menyerang Fudge dan membuat si bodoh itu kesakitan.
"Yakanas." Harry mengeluarkan sebuah kutukan yang termasuk ke dalam sihir 'grey' oleh Kementrian sihir.
"AGGHHHHHH!" Kutukan itu membuat si penerima merasakan seluruh tulang di badannya patah.
Harry juga mengirimkan beberapa kutukan kepada beberapa auror yang dia benci, contohnya kepada Dawliss dia mengeluarkan kutukan yang membuat si korban merasa ditusuk di tempat dimana kutukan itu mendarat, "Maherius."
Kepada beberapa auror lain Harry hanya menyerang dengan mantra-mantra sederhana seperti mantra pembius, pelucut, dan juga pengikat.
'Cukup main-mainnya, Harry. Lekas pergi ke tempat yang hanya kau sendiri yang bisa mengaksesnya, kecuali Tom.' Dumbledore mengirimkan peringatan melalui Legilimensi.
'Tempat yang hanya aku sendiri yang bisa mengakesnya? Tapi Tom juga bisa? Apa maksudnya? Tunggu dulu, apa yang dimaksud Dumbledore adalah….iya, tentu saja.'
Pintu aula besar terlihat bebas dari auror kecuali Kingsley. Harry melihat ada seorang auror yang tergeletak di samping Kingsley. 'Thanks, Kingsley.'
Ketika Harry sudah keluar. Pintu aula besar tertutup. 'Thanks again, Kingsley.'
"Accio koper." Beberapa saat kemudian koper kesayangan Harry mendekat dan dia menangkapnya. 'Baiklah, saatnya mengunjungi kawan lama.'
Toilet wanita di lantai dua masih sama seperti yang Harry ingat. Suasananya masih suram dan lembab.
"Siapa itu?" Mytrle merana keluar dari biliknya.
"Hai, Mytrle." Sapa Harry.
"Oh, hai Harry. Kenapa baru sekarang kau mengunjungiku?" Wajah Mytrle merona perak.
"Oh, sebenarnya aku kemari bukan untuk mengunjungimu. Tapi senang bertemu denganmu." Harry langsung menuju wastafel yang di kerannya ada ukiran ular. Tapi kemudian Harry mendengar suara isak tangis.
"Mytrle?"
"Tentu saja, betapa bodohnya aku mengira ada orang yang benar-benar peduli pada Mytrle jelek." Dia mengusap air mata di pipinya.
"Bukan begitu, Mytrle. Aku hanya sedang sibuk, aku…."
"Kalian makhluk hidup semuanya sama!" Mytrle lalu lenyap menuju biliknya diiringi suara air.
Harry menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Sudahlah, aku tidak ada waktu mengurusi hantu yang histeris.'
"Buka." Desis Harry. Dia kini sudah terbiasa bicara Parsel tanpa harus membayangkan ular hidup.
Wastafel itu lenyap dan diganti oleh sebuah pipa besar untuk meluncur ke bawah. Harry segera meluncur di di pipa yang gelap itu dan dia mendarat di lantai yang lembab. Dia berjalan melewati terowongan sampai menemukan reruntuhan yang dulu diruntuhkan oleh Lockhart. Dia melewati reruntuhan itu dan melanjutkan perjalanan sampai dia di depan sebuah dinding dengan pahatan dua ekor ular yang saling berbelit dan bermata jamrud.
"Buka." Dinding itu membelah terbuka dan Harry kembali memasuki kamar rahasia untuk yang kedua kalinya.
'Untuk apa aku di sini?' Harry keheranan kenapa Dumbledore menyuruhnya kemari. Tempat ini memang aman, tetapi tentunya tidak nyaman untuk ditinggali.
"Huh?" Dia melihat bangkai basilisk yang dulu dia bunuh sekitar tiga tahun yang lalu. Tapi itu bangkai itu tidak terlihat seperti bangkai yang sudah mati selama tiga tahun. Bahkan kondisinya masih sama seperti ketika Harry meninggalkannya.
"Kenapa bisa begini? Apa ruangan ini punya khasiat pengawet bagi yang menghuninya?"
Harry mulai menjelajahi kamar rahasia dengan teliti. Ternyata kamar rahasia ini memiliki dua pintu lagi yang sebelumnya tidak pernah diperhatikannya. 'Mungkin karena waktu itu aku terlalu sibuk dikejar-kejar ular besar.'
Dia membuka pintu pertama yang berada di sebelah kanannya. Yang dia lihat dari balik pintu membuatnya heran. Karena ruangan ini hanyalah sebuah ruangan kecil. Besarnya hampir sama dengan kamar Harry di Privet Drive. Dan ini juga sepertinya juga sebuah kamar karena di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur dan sebuah meja belajar yang anehnya bebas dari debu. 'Mungkin itu salah satu efek dari fungsi pengawet kamar rahasia ini.'
Di meja belajar itu Harry menemukan beberapa perkamen yang ada tulisannya. Dia mengambil yang paling atas dan melihat perkamen itu sepertinya sebuah surat.
Ibu tersayang,
Anakmu berhasil menemukan apa yang selama ini tidak berhasil ditemukan oleh penyihir-penyihir lain sepanjang seribu tahun lebih.
Kamar rahasia. Sebagai penyihir tentunya ibu tahu tentang legenda ini. Dan ternyata ruangan ini bukan sekedar mitos. Karena anakmu berhasil menemukannya. Apakah ini berarti aku dan kau adalah keturunan dari Salazar Slytherin? Kau tidak pernah memberitahu ini.
Hanya saja ketika aku membuka ruangan ini untuk yang kedua kalinya, terjadi tragedi. Aku bermaksud membawa Basilisk yang ada di sini ke hutan terlarang agar tidak menyakiti murid-murid. Sayangnya, baru saja Basilisk itu keluar dari pipa, seorang gadis malang menjadi korban tatapan mahkluk itu sehingga aku membatalkan rencanaku.
Anehnya, setelah itu aku tidak merasa bersalah sama sekali akan kematian gadis itu.Aku juga tidak memberitahu para professor tentang insiden ini. Entah kenapa kematian gadis itu membuatku merasakan sisi lain dari sihir yang tidak pernah kurasakan. Sisi ini begitu kuat tapi juga menyeramkan. Dan aku juga semakin haus akan hal ini.
Dari hari ke hari aku semakin merasakan …….kegelapan ini yang merasukiku. Aku tidak bisa melawannya karena kegelapan ini benar-benar membuatku ketagihan. Aku tidak pernah puas akan kegelapan ini.
Tolong aku Ibu. Hanya kau yang bisa menolongku.
Anakmu tercinta
Tom M Riddle
'Tom Riddle? Voldemort? Aku tidak pernah menyangka.' Semua hal ini membuat Harry bingung. Karena ternyata Voldemort tidak dari awalnya jahat. Entah kenapa sesuatu bisa merubahnya menjadi seorang psikopat.
Rasa lelah kembali dirasakannya. Kini Harry berbaring di tempat tidur tersebut dan matanya tanpa sadar segera tertutup.
,…………………………………………………………………………………………………………………
Patukan sebuah paruh membuat Harry terbangun.
"Fawkes?" Fawkes menjatuhkan sebuah surat di pangkuan Harry. Dia membukanya dan membaca.
Harry,
Keadaan sudah terkendali. Pegang ekor Fawkes untuk membawamu ke kantorku.
A.D
Harry melihat kondisinya saat ini yang sangat kotor karena telah meluncur di pipa air. "Fawkes, tunggu dulu. Aku harus mandi terlebih dahulu. Siapa tahu di kantor Dumbledore nanti ada teman-temanku dan juga …... Cho dan Daphne."
Harry lalu memasuki kopernya untuk membersihkan badannya secepat mungkin. Setelah selesai, dia keluar dan memegang ekor Fawkes.
Tetapi yang dilihat Harry membuatnya sedikit kecewa. Di kantor itu memang hanya ada Dumbledore.
"Ah, Harry. Kulihat semua atraksimu kemarin tidak menghalangimu untuk tampil sangat layak." Ucap Dumbledore dari balik meja.
"Well, aku … "
"Maaf saja karena hanya aku sendirian yang menantimu di sini." Dumbledore berkedip.
"Huh?"
"Sudahlah, tak usah kau pikirkan perkataan orang tua sepertiku, duduk Harry."
Harry kini duduk berhadapan dengan kepala sekolahnya untuk kesekian kalinya tahun ini. Benar-benar berlawanan dengan tahun lalu.
"Sir? Dalam surat anda mengatakan keadaan sudah terkendali, apa ini artinya aku sudah tidak lagi berada dalam daftar pencarian auror lagi?"
"Tentu saja Harry. Setelah aku berhasil menetralisir Cornelius dan para aurornya, aku langsung mengadakan pertemuan Wizengamot untuk mencabut Cornelius dari jabatannya. Dan sebagai ketua Wizengamot, aku akan memegang kendali sementara Kementrian sampai Menteri yang baru terpilih." Dumbledore menjawab dengan tenang.
"Anda mentralisir semua auror yang dibawa Fudge sendirian?"
"Tentu saja tidak Harry. Seperti yang kau tahu, Kingsley juga turut membantu mengatasi satu atau dua auror ketika mantra kabutmu keluar. Dan sisa dari auror tidak memberikan perlawanan setelah aku berhasil menetralisir pimpinan mereka."
"Apakah ada murid yang cedera?" Tanya Harry dengan cemas.
"Tidak ada Harry. Hanya beberapa murid terkena mantra pembius yang salah sasaran karena kabut yang begitu tebal dan kondisi mereka baik-baik saja."
Harry menarik napas lega. "Kenapa Fudge sampai berbuat senekad itu?"
Wajah Dumbledore menjadi muram. "Orang yang terlalu lama berada dalam kekuasaan memang bisa membuat orang tersebut lupa diri dan menghalalkan segala cara."
"Tapi kan, aku tahu Fudge itu bodoh. Tetapi aku tidak menyangka dia sebodoh itu. Apa dia pikir dengan memenjarakan aku seenaknya, dia akan bisa menjadi menteri lagi?" Harry tak habis pikir.
Dumbledore berpikir sebentar untuk menjawab. "Menurutku dia hanya ingin memperkeruh suasana."
"Maksudnya?" Tanya Harry.
"Dengan adanya serangan ke Hogsmeade dan sebelumnya juga serangan ke Hogwarts Express dan Azkaban, suasana menjadi genting. Seorang menteri sihir punya hak untuk menyatakan keadaan darurat yang otomatis menunda semua hal yang berhubungan dengan pengalihan kekuasaan seperti Pemilihan Menteri sihir yang baru." Jawab Dumbledore.
"Tapi kenapa dia harus mengincarku?"
"Cornelius ingin membuat seluruh masyarakat sihir sadar betapa gentingnya dengan menahanmu atas tuduhan melakukan sihir terlarang. Dia ingin membuat kesan kau menyeberang ke pihak kegelapan. Dan apa yang lebih gawat lagi selain pahlawan mereka yang diharapkan untuk menyingkirkan Voldemort lagi ternyata telah menjadi 'dark'?"
Harry tertawa kecil mendengar penjelasan Dumbledore, "ha-ha, aku salah, Fudge ternyata pintar juga." Lalu Harry sadar sesuatu. "Tunggu dulu, mereka mengharapkan aku untuk menyingkirkan Voldemort lagi?"
"Tentu saja, Harry. Itu hal yang wajar." Dumbledore tersenyum.
"Tapi aku kan masih kecil. Kecuali mereka tahu tentang isi dari ramalan Trelawney, masyarakat sihir tentunya tidak akan mengharapkan seorang remaja 16 tahun untuk membunuh Lord Voldemort. Kurasa andalah harapan mereka, Professor."
Dumbledore menggelengkan kepalanya. "Kau tidak tahu kondisi sewaktu perang pertama, Harry. Tidak hanya masyarakat sihir Inggris, tetapi hampir seluruh Eropa sudah kehilangan harapan mereka. Dan aku yang waktu itu disebut-sebut sebagai satu-satunya penyihir yang ditakuti Voldemort tidak kunjung juga bisa memberikan ketenangan bagi mereka dengan mengalahkan Voldemort. Tapi lalu datanglah kau, kau menonaktifkan Voldemort yang ketika itu terornya telah mencapai titik nadir, memberikan harapan kepada masyarakt sihir seperti hujan deras yang mengguyur setelah musim kemarau yang panjang. Kaulah tumpuan mereka saat ini, Harry. Bukan aku."
Harry mencerna perkataan Dumbledore ini dengan perlahan-lahan. "Kenapa anda begitu rendah memandang diri anda sir?"
Kedipan mata Dumbledore telah kembali. "Masaku telah lewat, Harry. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku ditakdirkan untuk mengalahkan Grindelwald. Dan sekarang pihak kegelapan diwakili oleh Voldemort, maka kini adalah masamu. Aku kini hanya bisa mempersiapkan dirimu untuk memenuhi takdirmu. Dan nanti setelah takdirmu tercapai, giliranmulah untuk membimbing siapapun yang ditakdirkan untuk mengalahkan dark lord yang selanjutnya."
"Akan ada Dark Lord yang selanjutnya?"
"Tentu saja. Kejahatan tidak akan pernah hilang dari dunia ini walaupun kau telah mengalahkan Voldemort. Ketika aku mengalahkan Grindelwald, Tom Riddle baru saja membuka kamar rahasia untuk memulai langkahnya menjadi dark lord. Tapi itulah kehidupan, kebaikan dan kejahatan selalu menjaga keseimbangan mereka. Bahkan kini mungkin calon dark lord berikutnya dan juga calon penyelamat kita sedang dilahirkan ke dunia ini." Perkataan bijak Dumbledore ini semakin membuat Harry kagum kepada Dumbledore.
"Oh, iya. Kenapa anda memintaku untuk turun lagi ke kamar rahasia?" Hal ini ingin ditanyakan Harry dari tadi.
"Tentu saja untuk keamanannmu." Jawab Dumbledore dengan singkat.
"Tidak, aku rasa bukan hanya itu. Kurasa anda memiliki maksud lain."
Dumbledore tersenyum dan kedip matanya menggila. "Kau benar Harry. Aku memang punya maksud lain dengan menyuruhmu turun ke sana."
"Apa kalau begitu?" Harry penasaran.
"Katakan padaku dulu Harry. Apa yang kau temukan di sana selain bangkai basilisk?" Tanya Dumbledore.
"Aku menemukan sebuah ruangan yang tampaknya digunakan Tom Riddle muda untuk istirahat. Di situ aku juga menemukan sebuah surat yang ditulisnya untuk ibunya."
"Apa isinya kalau aku boleh tahu?" Tanya Dumbledore.
"Dia menceritakan kepada ibunya kalau dia berhasil membuka kamar rahasia dan juga sisanya agak aneh menurutku, sepertinya Tom Riddle merasa khawatir akan ketagihannya kapada kegelapan dan sepertinya dia hanyalah manusia biasa yang ingin berbuat yang benar. Ini membingungkanku." Harry menggelengkan kepalanya.
Dumbledore tampak puas. "Aku memang mengharapkan kau menemukan yang semacam itu. Yang kau lihat diruangan itu adalah Tom Riddle yang sebenarnya."
"Maksud anda, Voldemort dulunya adalah orang yang baik?" Harry setengah tidak percaya.
"Tom Riddle yang kuingat adalah seorang murid Hogwarts yang pintar, mudah bergaul, agak sombong, tapi cukup toleran kepada sesamanya baik itu penyihir berdarah murni maupun kelahiran muggle." Jawab Dumbledore dengan berat.
"Lalu apa yang mengubah semuanya?"
"Kekuatan, Harry. Tawaran kekuatan yang menggiurkan dari pihak kegelapan membuatnya berubah menjadi Voldemort. Dan itu juga bisa saja terjadi padamu."
"Maksudnya?"
"Saat ini kau berada dalam persimpangan Harry. Sama seperti yang terjadi pada Tom Riddle ketika dia membuka kamar rahasia. Kau bisa menggunakan kekuatan yang kau miliki sekarang dan yang akan kau miliki nanti untuk kebaikan atau kejahatan. Semuanya tergantung pilihanmu." Dumbledore menjawab kepada Harry dengan pandang kebapakan.
"Anda khawatir aku menjadi dark seperti Riddle? Tidak mungkin. Kalau demikian kenapa aku bisa disebut dalam ramalan punya kekuatan untuk membunuh Voldemort?" Harry merasa terhina oleh ucapan Dumbledore.
"Tidak ada yang bisa menjamin setelah kau mengalahkan Voldemort kau tidak akan menjadi dark lord selanjutnya. Hal ini pernah terjadi pada Salazar Slytherin. Setelah dia meninggalkan Hogwarts, dialah yang mengalahkan dark lord pada saat itu, yaitu Lady Yunalesca. Tetapi pada akhirnya dialah yang menggantikan posisi Lady Yunalesca."
Harry menundukkan kepalanya untuk merenungkan semua ini. Benarkah dalam dirinya terdapat kekuatan untuk menjadi dark lord berikutnya?
Selama beberapa saat mereka berdua tidak mengatakan apa-apa sampai akhirnya Dumbledore memecah kesunyian.
"Sebaiknya kau segera bergabung dengan teman-temanmu untuk sarapan, Harry."
Harry melihat ke arah Dumbledore dan bertanya. "Apa yang harus kulakukan?"
"Well, biasanya kalau seseorang sarapan, mereka biasanya mengambil sebuah piring lalu……."
"Maksudku apa yang harus kulakukan agar nasibku tidak menjadi seperti Tom Riddle?" Harry mengatakan dengan pandangan yang berkata 'I don't have time for jokes.'
Dumbledore menarik napas panjang. "Aku tidak bisa mempengaruhimu dalam pilihan yang kau ambil, Harry. Aku hanya ingin kau mengingat mereka yang telah meninggalkan dunia ini agar kau bisa terus berjalan di dunia ini. Ingatlah mereka dan kira-kira apa yang mereka harapkan darimu."
Bayangan kedua orangtuanya dan juga Sirus langsung terbentuk di pikiran Harry.
,……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Author's notes : No time for long author's notes, I have neglected this story for too long due to my hectic finals. Expect next chapter approximately in 2 days time. I'll have to write another chapter first for my other stories 'Meet The Potters.' Also, I borrowed Lady Yunalesca from FFX, my all time favourite game.
Ingat! Jangan lupa nge-click tombol review di bawah ini. Nggak susah kan?
