"Yakin ingin bertahan?"
Apa aku yakin? Kenapa dia menanyakan itu? Untuk apa? Memangnya bisa memberinya sesuatu sebagai imbalan atau semacamnya dengan mendengar jawabanku? Dan kenapa pula dia harus menanyakan apakah aku yakin ingin bertahan atau tidak.
"Aku mengatakan ini sebagai teman. Kebetulan aku tahu dan aku menganggapmu teman, sekalipun kita tidak terlalu dekat selama sekolah dulu."
Karena teman, huh. Kami memang tidak terlalu dekat, tapi aku bisa percaya Malleus-kun sungguhan menganggapku temannya. Seringkali kami ada dalam satu event, dan dia tidak membedakanku dengan yang lain. Lalu, kenyataan bahwa dia mengetahui hubunganku dan Leona-kun yang tidak betulan, mungkin hanya membangkitkan rasa kasihannya. Atau dia memang sungguhan peduli padaku? Sebagai temannya?
Meski begitu …
"Terima kasih atas perhatianmu selalu, Malleus-kun, tapi maaf, aku tidak akan menggunakan cerminnya."
… kuputuskan untuk memberinya jawaban yang mungkin berlawanan dari yang dia harapkan.
"Hm, jadi itu keputusanmu."
"Ya."
"Tapi jangan kembalikan padaku."
"… Kenapa?"
"Simpan saja. Aku akan tetap menunggu panggilanmu."
.
.
.
"Love Knot"
Chapter 15
.
.
.
Rook menatap Malleus tepat di mata. Ia mencoba untuk tersenyum. "Benar juga. Aku hampir lupa kau pernah memberiku cermin cantik itu."
"..."
"Maaf, Roi du Dragon. Aku lupa membawanya." Rook kembali melihat ke depan. Perasaannya semakin tidak tenang dan ia mengharapkan Leona cepat kembali supaya ia bisa bertukar tempat duduk. "Aku tidak tahu kau menonton juga. Kalau aku tahu, mungkin akan kubawa dan kukembalikan padamu."
"..." Tak ada balasan dari Raja Briar Valley tersebut. Rook sempat merasa tenang karena berpikir Malleus tidak akan membicarakannya lagi. Namun sayang, ia lengah. "Anggap saja itu hadiah ulang tahun yang duluan kuberikan padamu."
"... Huh?" Baru saja Rook ingin balik bertanya, keberadaan Leona muncul dalam jangkauan sihirnya. Tak lama kemudian, sosoknya muncul dan duduk di sebelah kanan Rook.
"... Wow. Kenapa pegangan kursinya agak kasar?" Itu tempat Rook menggaruknya tadi.
Pertunjukan dimulai dalam dua menit lagi. Rook langsung berdiri dan meminta Leona bertukar duduk dengannya. Sang pangeran sempat menolak karena ia tidak mau sebelahan dengan "musuh bebuyutan." Namun ketika Rook memancingnya dengan tatapan memohon, akhirnya Leona luluh. "Karena kau sedang ulang tahun hari ini, jadi apa saja buatmu," ia memberi alasan.
Meskipun sudah dihalangi Leona, Rook masih bisa merasakan tatapan Malleus yang sesekali mendarat ke arahnya. Pertunjukan yang seharusnya menjadi yang paling berharga pun, seketika berubah menjadi sesuatu yang tidak ingin Rook ingat. Ia sungguh menyesal tidak memilih pergi di tanggal tiga dan tinggal di kerajaan untuk seharian ini, meladeni Leona dengan segala rencananya untuk ulang tahunnya.
.
.
.
"Kau tampak tidak menikmatinya."
"Eh?"
Leona memberikan Rook minuman pesanannya. Mereka sedang berada di sebuah tempat makan tak jauh dari gedung pertunjukan. "Kukira ini acara yang kau tunggu-tunggu? Tapi aku tidak menangkap sedikit pun antusiasmemu."
"..." Rook menghisap minumannya dalam diam. Matanya fokus melihat meja yang kosong, hingga terisi dengan susunan makanan yang mereka pesan tak lama setelahnya. Rook sempat melirik pelayan yang sama mengantar makanan ke meja tempat tiga pengawal mereka berada. "... Mungkin aku mengantuk."
"Kau tidur lelap semalam." Leona mulai menyantap makanannya setelah minum beberapa teguk dari gelasnya. "Bahkan tidak melek sampai malam. Tepat jam delapan, kau sudah ngorok dan jam sembilan, saat aku tidur di sebelahmu, kau sudah tidak bangun."
"... Kau tidur di sebelahku?"
"... Ups." Rook menepuk jidatnya, heran kenapa Leona melanggar janjinya sendiri yang akan tetap menggunakan sofa setiap kali ia ingin tidur di kamar sang pemburu. Leona mendorong semangkuk penuh popcorn chicken ke hadapan Rook. "... Kau boleh ambil ayamku sebagai biaya tutup mata."
"Aku tidak butuh ayammu." Meski begitu, tangan Rook masuk ke dalam mangkuk dan meraih dua potong ayam dan menaruhnya di atas piringnya sendiri.
Leona tidak berkomentar melihat itu. Namun, saat ia melihat ke luar jendela dan menangkap sinyal berbahaya, seketika ia menegang. "Keberatan kalau kau tidak menghabiskan makananmu dan kita keluar dari sini?"
"Jangan bicara aneh-aneh. Aku lapar, Leona-kun."
"Malleus, si kadal itu sedang ke mari."
Ah, sial. Rook menyesal tidak menaruh sihirnya ke Malleus, ketika ia mengira si penyihir terkuat akan langsung pulang setelah pertunjukan selesai.
"Oh, kebetulan sekali kita bertemu lagi." Terlambat. Malleus Draconia sudah masuk, bersama dengan dua pengawal setianya mengikuti di belakang.
"Selamat siang, Leona-san, Rook-san."
Rook memberi Silver dan Sebek senyuman ramah. Ia tidak punya pilihan. "... Selamat siang. Kalian ingin makan di sini juga?"
"Ini permintaan Waka-sama! Tentu saja kami akan mewujudkannya!"
"Tidak pernah tidak berisik, eh, Zigvolt." Sebek memberi Leona tatapan kurang senang. Namun ia tidak langsung berteriak karena Malleus memberinya isyarat untuk tetap diam. Syukurlah ia sudah banyak berubah dan lebih mudah untuk dikontrol.
Malleus balas melempar senyum ke pasangan di hadapannya. "Berkenan kami ikut serta? Meja kalian masih cukup untuk tiga orang."
"Matamu buta atau bagaimana?" Leona mengulurkan tangannya, menunjuk masing-masing tempat di sebelah Rook dan dirinya yang kosong. "Ini meja untuk empat orang. Kalau kami berdua menempatinya, tandanya sisa dua lagi. Jangan kira kalian sekecil keponakanku jadi bisa dimuat-muatin."
Dua sisi kepala Sebek tampak berkerut, menahan emosi dengan sisa-sisa tenaga. "Aku ... aku sudah berusaha sabar ...!"
"Sebek."
Malleus mengangkat tangannya, menghentikan Sebek yang hampir meledak, serta membantu Silver yang kemungkinan besar akan kewalahan. "Kalau begitu, aku saja yang duduk di sini. Aku ingin menyapa kawan-kawan lamaku semasa sekolah. Silver, Sebek." Ia beralih sejenak ke dua orang di sampingnya. "Kalian cari tempat duduk lain, bisa? Maaf kita tidak bisa makan reuni bersama sekarang."
Lagi-lagi Sebek terlihat kurang senang. Namun kemudian ia mengangguk, mengalah dengan keadaan. Silver sempat menunduk, meminta permisi untuk pergi bersama Sebek.
"Anak-anak itu tetap ceria seperti biasa."
"Aku tidak tahu standarmu terhadap anak ceria itu bagaimana, tapi yang pasti aneh." Malleus hanya tersenyum menanggapi ujaran Leona. Ia kemudian meminta Leona bergeser sedikit supaya ia bisa duduk. "Hei! Ikut saja dengan dua pengawalmu itu! Kenapa kau sungguhan ingin duduk di sini, sih?!"
"Anggap saja ini reuni seangkatan. Tidak bisa, kah?"
"Today's my wife's birthday and we're on a date to celebrate it. Ini bukan masalah reuni lagi, Malleus Draconia. Lebih baik kau—"
"Leona-kun." Rook berdiri, lalu berpindah tempat duduk di sebelah Leona. Sementara tempatnya kosong. "Kau bisa duduk di tempatku, Malleus-kun. Kita tidak sempat bicara banyak di teater tadi, bukan begitu?"
Leona mendecakkan lidah. "Terserahlah. Aku tidak peduli lagi."
Malleus tersenyum. "Terima kasih banyak sudah menyambutku." Sang Raja Briar Valley duduk di tempat yang sudah disediakan. Ia memanggil seorang pelayan untuk memesan, yang mana itu membuat si pelayan sempat gemetar, takut bercampur dengan kagum.
"Jadi, apa kau menikmati pertunjukannya, Malleus-kun?"
"Sungguh di luar ekspektasi dan aku sangat puas." Senyumnya masih tidak luntur. "Aku tidak menyangka akan ada lanjutannya, dan itu ditayangkan di City of Flowers. Membangkitkan sebuah kenangan yang agak tidak ingin diingat."
"Aah, Guren no Hana."
"Kau juga ada saat itu, kan?"
Rook mengangguk. Ia menyuap makanannya dan mengunyahnya sebentar, lalu menjawab, "Perjalanan yang cukup menyenangkan. Memang ada masalah, tapi pada akhirnya itu tetap jadi kenangan yang tidak bisa dilupakan. Aku penasaran dengan keadaan Rollo-kun."
"Aku bertemu dengannya beberapa hari lalu."
"Benarkah?"
"Dia baik-baik saja." Malleus sedikit menggertakkan gigi. "... Masih sedikit tidak senang denganku, tapi tidak jadi masalah besar."
Rook menahan tawa. "Kapan-kapan temani aku untuk bertemu dengannya. Aku ingin lihat secara langsung ekspresinya saat melihatmu. Itu menyenangkan."
"Kau cukup jahat rupanya, Rook."
"Hei." Sebuah potongan ayam lainnya masuk ke mulut sang predator. "Kalian tidak lupa aku ada di sini, kan? Terutama kau, Rook. Jangan lupakan siapa yang suamimu di sini."
Rook menendang kaki Leona dalam diam. Ia merasa sedikit déjà vu dengan apa yang barusan dilakukannya. "Kalau ada yang ingin kau bicarakan, bicara saja, Leona-kun. Kami mengobrol karena kau tidak ikut dalam obrolan."
"Maaf karena aku tidak ikut ke City of Flowers waktu itu." Ia terdengar tidak senang. Tentu saja. Rook mengabaikannya dan bicara banyak dengan seseorang yang selalu menjadi "musuh bebuyutan" suaminya. Mana mungkin ia akan senang dengan semua itu?
"Omong-omong, aku ingin tambah ayamnya. Kalian bisa lanjut mengobrol, maaf mengganggu." Leona berjalan menjauh ke counter, membuat Rook merasa sangat bersalah tiba-tiba.
Malleus melihat itu dengan datar. "Kau sungguhan menyukainya, eh."
"Terlihat jelas?"
"Sangat."
Rook mengeluarkan tawa remeh. "Kau benar-benar tahu terlalu banyak, Yang Mulia Raja."
"Tolong, hentikan itu. Kau terdengar hampir seperti suamimu sendiri."
"Mungkin aku terinspirasi olehnya."
Malleus memasang tampang jengkel. "Cukup dengan satu Leona Kingscholar. Aku tidak tahan kalau sampai ada lagi." Rook akhirnya tertawa mendengar itu. Melihatnya sedikit lebih rileks, Malleus masuk ke pertanyaan yang lebih serius, "Yakin ingin bertahan?"
Rook mengaduk minumannya dengan sedotan. Ia tampak tidak minat membalas Malleus, tapi matanya yang berkomunikasi dan seolah mengatakan, "Apa urusannya denganmu?"
Malleus mendengus. "Aku mengatakan ini sebagai teman. Kebetulan aku tahu dan aku menganggapmu teman, sekalipun kita tidak terlalu dekat selama sekolah dulu." Ya, mereka memang tidak dekat, dan itu cukup untuk jadi alasan Malleus tidak seharusnya terlalu memikirkan masalah Rook dan Leona. Mereka yang menikah, mereka juga lah yang memutuskan akan jadi seperti apa hubungan mereka nanti. Malleus hanya orang luar yang tidak punya hak apa pun untuk ikut campur.
Namun …
Karena teman, huh.
… Rook tertarik dengan pernyataan Malleus yang seolah menganggap mereka teman sungguhan. Ia mengatakannya sendiri tadi kalau mereka tidak terlalu dekat. Harusnya mereka tidak sedekat itu juga untuk bisa berbagi cerita yang bersifat pribadi seperti ini. Curhat ke "orang asing" bukan gaya Rook. Hanya saja ia sungguhan tertarik kenapa bisa Malleus menganggap mereka "teman" yang bisa sampai saling berbagi seperti itu?
Selesai bergelut dengan pikirannya cukup lama, Rook akhirnya membalas, "Terima kasih atas perhatianmu selalu, Malleus-kun, tapi maaf, aku tidak akan menggunakan cerminnya."
Malleus, dalam kepalanya, mengangkat tangan. Rupanya Rook tidak menganggap pertanyaannya soal "keyakinan" itu—cukup—serius. Atau mungkin karena ia belum percaya pada Malleus sepenuhnya, sehingga ia lebih memegang apa yang ada di dalam hati dan kepalanya ketimbang yang keluar dari bibir sang penyihir terkuat.
"Hm, jadi itu keputusanmu."
"Ya."
Malleus mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuk. Ia tampak berpikir sejenak, kemudian kembali berkata, "Tapi jangan kembalikan padaku."
Rook menaikkan satu alisnya. "… Kenapa?"
Malleus tersenyum. Namun kali ini, senyumannya tulus, dan Rook bisa merasakan itu. "Simpan saja," katanya. "Aku akan tetap menunggu panggilanmu. Kau bisa menggunakannya kalau kau merasa benar-benar membutuhkannya."
"…" Rook meremat jari jemarinya di bawah meja. Kepalanya menunduk, menolak bertatapan dengan cahaya hijau menyilaukan Raja Draconia. "Kau menakutkan, Roi du Dragon."
"Kok bisa?"
"Kalian benar-benar mengobrol banyak sepertinya." Leona kembali. Begitu ia duduk di tempatnya, Rook langsung mendekat dan meremat paha sang raja hutan. Leona sempat memberi kode kalau ia kurang suka pahanya disentuh, tapi kemudian ia memilih diam karena Rook tidak terlihat baik-baik saja. "… Hei, apa yang kau lakukan pada Rook?"
"Aku tidak melakukan apa-apa pada wanitamu. Aku bahkan tidak menyentuhnya." Malleus mengangkat tangan, bergaya seperti pelaku pencurian yang tertangkap basah. "Kau sudah memesan makananmu lagi, jadi lebih baik kita melanjutkan makan siang kita."
"Dasar kadal." Leona melirik Rook yang masih meletakkan tangannya di pahanya. Ekor sang singa perlahan naik, lalu melingkar di sekitar pinggang Rook. Si gadis tampak nyaman setelah terkejut beberapa saat. "Habis ini kita beli oleh-oleh untuk Cheka, terus langsung pulang," ia berbisik, nyaris tepat di telinga Rook. "Kita akan mengganti kencan hari ini sebelum berganti hari di rumah nanti. Aniki dan kakak iparku pasti sudah siapkan hadiah juga untukmu. Is that good for you?"
Rook mengangguk pelan. Ada senyum kecil yang muncul di wajahnya, dan itu terasa tulus. Leona mengusap hidungnya ke puncak kepala Rook sesaat setelah melihat senyum itu, lalu kembali fokus ke makanannya dan Malleus yang masih saja tanpa bosan menyulut emosinya.
Sementara dua lelaki itu beradu "argumen," Rook sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia kembali mengulang pertanyaan Malleus di awal tadi.
"Yakin ingin bertahan?"
Apakah ia ingin bertahan? Dan apakah ia yakin?
Kalau boleh jujur, tentu saja Rook tidak yakin. Harapannya terhadap Leona bahwa suatu saat nanti lelaki itu akan membalas perasaannya, hampir saja pupus dengan tidak adanya perkembangan yang terlihat pada hubungan mereka, selain Leona yang menjadi semakin "baik" setiap harinya. Ia masih tidak bisa memastikan apa yang Leona rasakan, dan apakah Leona sudah benar-benar move on dari Vil, seperti yang pernah ia katakan.
Namun aku tidak bisa berhenti bertahan. Bagi Rook, sekalipun menyakitkan, ia akan mencoba untuk bertahan demi bisa merasakan waktu-waktu manis yang dihabiskan bersama dengan Leona, seperti sekarang. Lelaki itu bahkan tidak ragu menganggap jalan-jalan mereka hari ini dengan kencan, kan? Setidaknya Rook bisa mendengar kata itu keluar dari Leona Kingscholar yang dulu hanya bisa ada dalam mimpi-mimpinya.
Ini semua terasa palsu, tentu, tapi Rook ingin egois sebentar. Meski sepertinya perasaan ini yang membuatnya jadi lebih tumpul dan tidak setajam biasanya, Rook tidak ingin ambil pusing untuk sekarang.
.
.
.
Next: Chapter 16
